Perencanaan Kebutuhan Kapasitas Untuk Memaksimisasi Utilitas pada Industri Pengolahan Plywood PT. Tjipta Rimba Djaja

(1)

PERENCANAAN KEBUTUHAN KAPASITAS UNTUK

MEMAKSIMISASI UTILITAS PADA INDUSTRI

PENGOLAHAN PLYWOOD PT. TJIPTA

RIMBA DJAJA

T U G A S S A R J A N A

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Teknik

Oleh

LISKE FRANCISKA

NIM. 070403059

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah menganugerahkan kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan laporan Tugas Sarjana ini.

Tugas Sarjana merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Penulis melakukan penelitian di PT. Tjipta Rimba Djaja, dengan judul penelitian ”Perencanaan Kebutuhan Kapasitas Untuk Memaksimisasi Utilitas pada Industri Pengolahan Plywood PT. Tjipta Rimba Djaja.”

Besar harapan penulis, penyusunan laporan penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, karena pengetahuan dan pengalaman penulis yang masih terbatas. Kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan agar laporan Tugas Sarjana ini dapat memberikan manfaat baik bagi kita semua.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, MEDAN PENULIS.


(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis naikkan kepada Tuhan Yesus yang telah memberikan kasih dan karunia-Nya sehingga penulis mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Departemen Teknik Industri USU serta telah menyertai penulis selama proses perkuliahan dan penulisan laporan Tugas Sarjana ini.

Dalam proses penulisan Tugas Akhir ini, penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa materil, spiritual, dan informasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis dan saudari penulis yang selalu mendukung penulis dalam doa, dana dan semangat.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, bimbingan, pengarahan, dan masukan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

3. Ibu Ir. Dini Wahyuni, MT, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, pengarahan, dan masukan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

4. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi izin pelaksanaan Tugas Sarjana ini dan dukungan serta perhatian yang diberikan kepada penulis.

5. Bapak Ir. Mangara Tambunan, M.Sc dan Ir.Rosnani Ginting, MT selaku Koordinator Tugas Akhir.


(8)

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng selaku Koordinator Bidang Rekayasa Manufaktur.

7. Bapak Song, sebagai Direktur Pelaksana PT. Tjipta Rimba Djaja yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di perusahaan tersebut.

8. Bapak Sembiring sebagai Kepala Bagian Mechanical Department PT. Tjipta Rimba Djaja yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.

9. Bapak Dedi sebagai manager HRD (Human Research Development) yang telah memberikan kemudahan dalam birokrasi dan urusan surat-menyurat dengan PT. Tjipta Rimba Djaja.

10.Bapak Galung sebagai manager QC produksi yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian di perusahaan tersebut.

11.Rekan seperjuangan pada saat penelitian, Yessi Rosa Enggani, Endy dan Anton.

12.Sahabat penulis, Lisabella, Eveleen, Lany, Juliana, Reny, Fensi, Winny, Wulan, Puput, Rahma, Darwin Anwat, Herman, Joni, Yawin, William, Tommy, Susanto dan lain-lain.

13.Teman-teman 07 yang terkasih yang selalu memberikan dukungan kepada penulis untuk tetap semangat.

14.Bang Mijo, Kak Dina, Kak Ani, Bang Ridho, Bang Arman dan Kak Rahma atas bantuan dan tenaga yang telah diberikan dalam memperlancar penyelesaian Tugas Sarjana ini.


(9)

Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaian laporan ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.


(10)

ABSTRAK

PT. Tjipta Rimba Djaja adalah salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang produksi kayu terutama beragam jenis kayu lapis (plywood) mulai dari yang berlapis tiga, lima dan tujuh. Dalam strategi produksinya, perusahaan menerapkan sistem make to stock. Pada bulan Oktober Juli 2011, perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan, dimana jumlah produksi adalah 1.876 m3 sedangkan jumlah permintaan adalah 1.913 m3. Ketidakmampuan perusahaan tersebut disebabkan oleh adanya ketidaklancaran produksi, yaitu terdapat stasiun kerja menganggur akibat perbedaan kapasitas antara stasiun kerja

rotary (stasiun kerja II) dengan stasiun kerja dryer (stasiun kerja III). Stasiun kerja rotary memiliki kapasitas 16 m3/jam sedangkan stasiun kerja dryer memiliki kapasitas 10 m3/jam. Ketidaklancaran produksi ini juga menandakan rendahnya utilitas pada stasiun kerja. Oleh karena itu penyelesaian yang dilakukan untuk mengatasi ketidaklancaran tersebut adalah dengan melakukan perencanaan kapasitas yang dapat memaksimisasi utilitas.

Dari hasil pengolahan yang dilakukan, didapatkan bahwa ketersediaan kapasitas work centre III pada beberapa periode (Oktober – Desember 2011, Februari, April, Juni, Agustus dan September 2012) tidak mencukupi yaitu dibawah kapasitas yang dibutuhkan. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan beberapa alternatif untuk mengatasinya, yaitu dengan re-adjusment jumlah grup produk, penyiapan buffer pada WC III dan penambahan mesin. Dengan penambahan mesin kapasitas WC III meningkat 6 m3/ jam. Untuk work centre

yang lainnya didapati bahwa ketersediaan kapasitas melebihi kapasitas yang dibutuhkan sehingga diperlukan pengaturan yaitu dengan mengurangi jam kerja sebesar 2 jam yang bertujuan untuk mengurangi biaya produksi dan juga dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja. Setelah dilakukan pengaturan kapasitas, maka utilitas dari stasiun kerja meningkat.


(11)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I . PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang Masalah ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-2 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.4. Manfaat Penelitian ... I-3 1.5. Asumsi dan Batasan Penelitian ... I-3 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana ... I-4

II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2 2.3. Lokasi Perusahaan ... II-2 2.4. Organisasi dan Manajemen ... II-3 2.4.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-3 2.4.2. Uraian Tugas dan Tanggungjawab ... II-4 2.4.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-4 2.4.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya ... II-7


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.5.1. Standar Mutu Bahan/ Produk ... II-8 2.5.2. Bahan yang digunakan ... II-10 2.5.2.1. Bahan Baku ... II-10 2.5.2.2. Bahan Tambahan ... II-11 2.5.2.3. Bahan Penolong ... II-12 2.5.3. Uraian Proses Produksi ... II-12 2.5.4. Mesin dan Peralatan ... II-19 2.5.5. Utilitas ... II-20 2.5.6. Safety and Fire Protection ... II-20 2.5.7. Waste Treatment ... II-22

III. LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Pengukuran Waktu (Time Study) ... III-1 3.1.1. Stopwatch Time Study ... III-2 3.1.2. Pengujian Keseragaman Data ... III-3 3.1.3. Pengujian Kecukupan Data ... III-4 3.1.4. Rating Factor ... III-6 3.1.5. Penetapan Kelonggaran (Allowance) ... III-8 3.1.6. Perhitungan Waktu Standar ... III-9 3.2. Perencanaan dan Pengendalian Produksi ... III-10 3.2.1. Kerangka Dasar ... III-10 3.2.2. Peramalan ... III-12 3.2.2.1. Karakteristik Peramalan yang Baik ... III-13 3.2.2.2. Prinsip-prinsip Peramalan ... III-14 3.2.2.3. Metode Peramalan ... III-15 3.2.2.4. Metode Peramalan Kuantitatif ... III-16 3.2.2.5. Metode Time Series ... III-17 3.2.2.6. Kriteria Performance Peramalan ... III-21


(13)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.2.2.7. Peta Moving Range ... III-23 3.2.3. Penyusunan Jadwal Induk Produksi ... III-25 3.2.4. Rough Cut Capacity Planning (RCCP) ... III-26

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Jenis Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-2 4.5. Variabel Penelitian ... IV-2 4.6. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-4 4.7. Metode Pengumpulan Data ... IV-4 4.7.1. Sumber Data ... IV-4 4.7.2. Metode Pengumpulan ... IV-6 4.7.3. Instrumen Penelitian ... IV-6 4.8. Metode Pengolahan Data ... IV-7 4.9. Metode Analisis Data ... IV-11 4.10.Kesimpulan dan Saran ... IV-12

V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Historis ... V-1 5.1.2. Jumlah Hari Kerja ... V-2 5.1.3. Jumlah Tenaga Kerja Setiap Work Centre ... V-2 5.1.4. Faktor Efisiensi dan Utilitas ... V-3 5.1.5. Waktu Siklus ... V-3 5.2. Pengolahan Data ... V-4


(14)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.2.1.1. Uji KeseragamanData ... V-4 5.2.1.2. Uji Kecukupan Data ... V-7 5.2.1.3. Waktu Normal ... V-9 5.2.2. Peramalan Jumlah Permintaan Produk ... V-21 5.2.3. Jadwal Induk Produksi (Master Production Scheduling) ... V-30 5.2.4. RCCP (Rough Cut Capacity Planning) ... V-31 5.2.4.1. Kapasitas Dibutuhkan (Capacity Requirement) ... V-31 5.2.4.2. Kapasitas Tersedia (Capacity Available) ... V-36 5.2.4.3. Pengaturan Kapasitas ... V-44

VI. ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1

6.1. Analisis Kapasitas Produksi ... VI-1 6.2. Analisis Pengaturan Kapasitas WC yang Berlebih ... VI-4 6.3. Analisis Utilitas Stasiun Kerja ... VI-4

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Rincian Tenaga Kerja pada PT. Tjipta Rimba Djaja ... II-6 5.1. Jumlah Permintaan dan Produksi Plywood Lima Lapis Tahun

2010/2011 ... V-1 5.2. Jumlah Hari Kerja Tahun 2010/2011 ... V-2

5.3. Jumlah Tenaga Kerja Setiap Work Center ... V-2 5.4. Efisiensi dan Utilitas Work Centre ... V-3 5.5. Waktu Siklus Produk 1 ... V-3 5.6. Waktu Siklus Produk 2 ... V-4 5.7. Rekapitulasi Uji Keseragaman Waktu Siklus Produk 1 ... V-6 5.8. Rekapitulasi Uji Keseragaman Waktu Siklus Produk 2 ... V-7 5.9. Uji Kecukupan Data Produk 1 ... V-8 5.10. Rekapitulasi Uji Kecukupan Data Waktu Siklus Produk 1 ... V-9 5.11. Rekapitulasi Uji Kecukupan Data Waktu Siklus Produk 2 ... V-9 5.12. Nilai untuk p1 dan p2 ... V-10

5.13. Penilaian Rating Factor Pekerja ... V-15 5.14. Perhitungan Waktu Normal ... V-16 5.15. Penilaian Allowance Setiap WC ... V-17 5.16. Perhitungan Waktu Baku ... V-20 5.17. Perhitungan Parameter Peramalan untuk Metode Kuadratis ... V-22 5.18. Perhitungan Parameter Peramalan untuk Metode Siklis ... V-24 5.19. Perhitungan SEE untuk Metode Kuadratis ... V-25 5.20. Perhitungan SEE untuk Metode Siklis ... V-26 5.21. Rekapitulasi Hasil Perhitungan SEE ... V-23 5.22. Perhitungan Hasil Verifikasi ... V-28 5.23. Peramalan Data Permintaan Plywood Lima Lapis ... V-30

5.24. Jumlah Produksi Produk 1 dan 2 ... V-31 5.25. Waktu Operasi ... V-32 5.26. Perhitungan CR ... V-33


(16)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.28. Hasil RCCP ... V-40 5.29. Besar Pengurangan Rencana Produksi ... V-48 5.30. Rencana Produksi Akhir ... V-48 5.31. Penyiapan Buffer dengan Penambahan Hari Kerja ... V-49 5.32. Penyiapan Buffer dengan Sistem Shift ... V-49 5.33. Kelebihan Kapasitas Tiap WC ... V-51 5.34. RCCP Hasil Pengaturan Jam Kerja WC I, II, IV, VI, VII, VIII

dan IX ... V-54 6.1. Periode Terjadinya Kekurangan Kapasitas Setelah Penyesuaian VI-2 6.2. Utilitas Stasiun Kerja ... VI-4


(17)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT. Tjipta Rimba Djaja ... II-4

3.1. Kerangka Dasar Sistem Perencanaan dan Pengendalian Produksi III-12 3.2. Langkah-langkah Peramalan Secara Kuantitatif ... III-12

3.3. Peta Moving Range ... III-24 3.4. Profil Beban W/C 101 Bulan Januari-Juli 2000X ... III-29 4.1. Model Konseptual Penelitian ... IV-2 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-5 4.3. Blok Diagram Pengolahan Data ... IV-7

4.4. Diagram Alir Pengukuran Waktu dengan Stopwatch Time Study IV-8 4.5. Diagram Alir Peramalan dengan Time Series ... IV-10

4.6. Diagram Alir Penyusunan Jadwal Induk Produksi dan Perencanaan Kebutuhan Kapasitas ... IV-11 5.1. Peta Kontrol Waktu Siklus Produk 1 pada WC I ... V-6 5.2. Scatter Diagram Jumlah Permintaan Plywood Lima Lapis .... V-21 5.3. Moving Range Chart ... V-29

5.4. Profil Beban WC III Periode Oktober 2011 s/d September 2012 V-44 5.5. Profil Beban WC III Sesudah Penyesuaian ... V-47


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

L.1. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab L.2. Mesin-Mesin dan Peralatan

L.3. Tabel Rating Westing House

L.4. Tabel Allowance

L.5. Tabel Distribusi F untuk Probabilitas 0,05


(19)

ABSTRAK

PT. Tjipta Rimba Djaja adalah salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang produksi kayu terutama beragam jenis kayu lapis (plywood) mulai dari yang berlapis tiga, lima dan tujuh. Dalam strategi produksinya, perusahaan menerapkan sistem make to stock. Pada bulan Oktober Juli 2011, perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan, dimana jumlah produksi adalah 1.876 m3 sedangkan jumlah permintaan adalah 1.913 m3. Ketidakmampuan perusahaan tersebut disebabkan oleh adanya ketidaklancaran produksi, yaitu terdapat stasiun kerja menganggur akibat perbedaan kapasitas antara stasiun kerja

rotary (stasiun kerja II) dengan stasiun kerja dryer (stasiun kerja III). Stasiun kerja rotary memiliki kapasitas 16 m3/jam sedangkan stasiun kerja dryer memiliki kapasitas 10 m3/jam. Ketidaklancaran produksi ini juga menandakan rendahnya utilitas pada stasiun kerja. Oleh karena itu penyelesaian yang dilakukan untuk mengatasi ketidaklancaran tersebut adalah dengan melakukan perencanaan kapasitas yang dapat memaksimisasi utilitas.

Dari hasil pengolahan yang dilakukan, didapatkan bahwa ketersediaan kapasitas work centre III pada beberapa periode (Oktober – Desember 2011, Februari, April, Juni, Agustus dan September 2012) tidak mencukupi yaitu dibawah kapasitas yang dibutuhkan. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan beberapa alternatif untuk mengatasinya, yaitu dengan re-adjusment jumlah grup produk, penyiapan buffer pada WC III dan penambahan mesin. Dengan penambahan mesin kapasitas WC III meningkat 6 m3/ jam. Untuk work centre

yang lainnya didapati bahwa ketersediaan kapasitas melebihi kapasitas yang dibutuhkan sehingga diperlukan pengaturan yaitu dengan mengurangi jam kerja sebesar 2 jam yang bertujuan untuk mengurangi biaya produksi dan juga dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja. Setelah dilakukan pengaturan kapasitas, maka utilitas dari stasiun kerja meningkat.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia sekarang ini mengalami laju pertumbuhan yang sangat pesat, ini ditandai dengan bermunculannya berbagai jenis usaha khususnya dalam bidang manufaktur. Dengan pertumbuhan yang pesat tersebut tentu akan akan menimbulkan persaingan antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya untuk menjadi yang terdepan. Persaingan dengan perusahaan lain dan ambisi menjadi yang terdepan di bidangnya memerlukan kinerja yang baik dalam perusahaan dan salah satunya adalah sistem produksi yang efisien dan efektif. Perusahaan memiliki sistem produksi yang efisien dan efektif apabila perusahaan tersebut mampu mengelola sumber daya yang ada secara optimal sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.

PT. Tjipta Rimba Djaja adalah salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang produksi kayu terutama beragam jenis kayu lapis (plywood). Dalam strategi produksinya, perusahaan menerapkan sistem make to stock. Pada bulan Oktober Juli 2011, perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan, dimana jumlah produksi adalah 1.876 m3 sedangkan jumlah permintaan adalah 1.913 m3. Ketidakmampuan perusahaan tersebut disebabkan oleh adanya ketidaklancaran produksi, yaitu terdapat stasiun kerja menganggur akibat perbedaan kapasitas antara stasiun kerja rotary (stasiun kerja II) dengan stasiun kerja dryer (stasiun kerja III). Stasiun kerja rotary memiliki kapasitas 16


(21)

m3/jam sedangkan stasiun kerja dryer memiliki kapasitas 10 m3/jam. Ketidaklancaran produksi ini juga menandakan rendahnya utilitas pada stasiun kerja. Oleh karena itu penyelesaian yang dilakukan untuk mengatasi ketidaklancaran tersebut adalah dengan melakukan perencanaan kapasitas yang dapat memaksimisasi utilitas.

Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh James C.Chen, dkk pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa metode yang paling efektif untuk meningkatkan performansi produksi adalah dengan melaksanakan perencanaan kapasitas yang efektif. Perencanaan kapasitas yang efektif tidak hanya dapat memaksimisasi utilitas tetapi juga mengurangi work in process (WIP), biaya, dan lain-lain. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Nils Altfeld, dkk pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa terjadinya bottleneck berhubungan dengan beban kerja (workload) stasiun kerja dan kapasitas yang ada.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka pokok permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini adalah terjadinya ketidaklancaran produksi yang terjadi pada stasiun kerja dryer yang menyebabkan utilitas menjadi rendah dan akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan adanya perencanaan kapasitas yang dapat memaksimisasi utilitas pada lantai produksi.


(22)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah menyusun perencanaan kapasitas yang dapat memaksimisasi utilitas pada lantai produksi PT. Tjipta Rimba Djaja.

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :

1. Menganalisis kapasitas produksi serta kapasitas tersedia pada lantai produksi. 2. Melakukan pengaturan kapasitas terhadap hasil analisis kapasitas.

3. Menganalisis utilitas terhadap perencanaan kapasitas.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini, yaitu:

1. Dapat memberi masukan kepada perusahaan dalam memecahkan masalah perencanaan kapasitas produksi.

2. Menambah keterampilan dan pengalaman bagi mahasiswa dalam memecahkan masalah sebelum terjun ke dunia kerja.

3. Menjadi tambahan literatur di Departemen Teknik Industri yang dapat dijadikan referensi bagi semua pihak yang ingin mengetahui aplikasi dan prosedur perencanaan kebutuhan kapasitas.

1.5. Asumsi dan Batasan Penelitian

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Tidak ada perubahan proses produksi dan jenis produk di PT. Tjipta Rimba Djaja selama penelitian.


(23)

Sementara batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Penelitian dilakukan pada bagian produksi PT. Tjipta Rimba Djaja.

2. Jangka waktu perencanaan produksi hanya dibatasi dalam 12 periode (bulan). 3. Sistem produksi pada PT. Tjipta Rimba Djaja bersifat make-to-stock.

4. Varian produk yang diteliti berjumlah dua buah dari grup plywood lima lapis.

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana

Penulisan tugas sarjana ini dibagi ke dalam beberapa bab yang dapat dilihat sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang masalah yang mendasari peneliti melakukan perencanaan kebutuhan kapasitas, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi penelitian, serta sistematika penulisan tugas sarjana.

Bab II Gambaran Umum Perusahaan, menguraikan sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, organisasi dan manajemen perusahaan yang meliputi uraian tugas dan tanggung jawab, jam kerja, dan sistem pengupahan, proses produksi yang meliputi bahan-bahan yang digunakan dan uraian proses produksi, serta mesin dan peralatan.

Bab III Landasan Teori, menguraikan teori-teori yang digunakan dalam penelitian yaitu Studi Waktu, Teknik Peramalan dan Perencanaan Kebutuhan Kapasitas. Sumber teori atau literatur yang digunakan diambil dari referensi buku dan jurnal penelitian yang berhubungan dengan topik penelitian yang dapat dilihat pada Daftar Pustaka.


(24)

Bab IV Metodologi Penelitian, menguraikan tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian yaitu persiapan penelitian meliputi penentuan lokasi penelitian, objek penelitian, jenis penelitian, kerangka konseptual, variabel peneltian, dan instrumen pengumpulan data serta langkah-langkah penelitian meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis pemecahan masalah sampai kesimpulan dan saran.

Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data, mengidentifikasi data yang diperlukan baik berupa data primer seperti pengukuran waktu siklus produksi, faktor efisiensi dan utilitas, varian produk dan proporsi permintaan, jumlah pekerja tiap work center, waktu kerja, kemampuan pekerja dan kondisi lingkungan maupun data sekunder seperti jumlah permintaan. Selain itu, juga terdapat tahap pengolahan yang terdiri dari tahap penentuan waktu baku, peramalan permintaan, perhitungan kapasitas dibutuhkan dan kapasitas tersedia, pengaturan kapasitas yang kurang dan berlebih.

Bab VI Analisis Pemecahan Masalah, menguraikan hasil dan alternatif dari pengolahan data serta dilakukan pembahasan mengenai kapasitas tersedia dan kapasitas yang dibutuhkan di lantai produksi. Pembahasan yang dilakukan juga mengenai pengaturan kapasitas tersedia apabila terjadi kekurangan dan pengaturan kapasitas tersedia apabila terjadi kelebihan kapasitas yang tidak efektif. Selain itu juga dilakukan pembahasan mengenai utilitas perusahaan.

Bab VII Kesimpulan dan Saran, memberikan hasil yang ditunjukkan oleh penelitian seperti kemampuan produksi dari masing-masing stasiun kerja dan


(25)

pengaturan kapasitas agar menjadi lebih efektif serta saran-saran yang berkaitan dengan penelitian.


(26)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Tjipta Rimba Djaja Medan didirikan dengan Akte Notaris Nj. Jo Kian Tjaij, SH No. 2 tanggal 1 Juni 1970 dan terdaftar dalam Lembaran Negara No : 71, tanggal 3 September 1971. Perusahaan yang yang bergerak di bidang industri kayu untuk mengolah kayu bulat menjadi kayu lapis dan kayu gergajian ini didirikan pada areal tanah seluas ± 4 hektar berlokasi di Jl. Kom. Laut Yos Sudasrso KM. 7,5 Desa Tanjung Mulia Medan dan berkantor pusat di Jl. Prof. H.M. Yamin S.H, No. 46 Medan.

Perusahaan ini secara resmi berdiri tanggal 4 Mei 1973 dan terdaftar pada Panitia Teknis Penanaman Modal Sub Penanaman Modal Dalam Negeri dengan surat izin No 1675/SKRS/SP PMDN/70. Pada awalnya perusahaan ini hanya bergerak di bidang importir kayu lapis.

Hal yang mendorong PT. Tjipta Rimba Djaja untuk memproduksi kayu lapis sendiri pada tahun 1973, yaitu:

1. Permintaan terhadap kayu lapis yang semakin meningkat baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

2. Adanya bantuan yang diberikan pemerintah yaitu pembebasan pajak perusahaan selama 5 tahun dan bebas bea masuk untuk barang-barang keperluan produksi yang diimpor.


(27)

3. Bahan baku yaitu kayu bulat cukup banyak tersedia di Indonesia, khususnya Sumatera.

4. Hasil studi kelayakan yang menunjukkan keuntungan yang lebih besar memproduksi sendiri.

Kebijakan mutu PT. Tjipta Rimba Djaja, yaitu:

1. Menghasilkan kayu olahan yang bermutu sesuai dengan permintaan pelanggan.

2. Memperhatikan kelestarian hutan dan lingkungan hidup.

3. Menerapkan sistem manajemen mutu terpadu mengacu pada ISO 9002.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Tjipta Rimba Djaja bergerak di bidang industri kayu, dimana produk utamanya adalah kayu lapis (plywood). Selain plywood, PT. Tjipta Rimba Djaja juga menghasilkan kayu gergajian yang digunakan untuk industri kusen dan sejenisnya. PT. Tjipta Rimba Djaja menghasilkan ribuan m3 kayu lapis per bulannya. Umumnya produk ini diekspor (82%) ke negara tujuan seperti Singapura, Inggris, Eropa, Cina, Jepang, Amerika Serikat, Negara-Negara Timur Tengah, Mesir, Korea, dan 18% sisa produksi dijual ke lokal. Sedangkan kayu hasil gergajian dijual ke lokal untuk bahan bangunan seperti kusen dan lainnya.

PT. Tjipta Rimba Djaja menghasilkan ukuran tebal dan luas kayu lapis yang bermacam-macam. Jumlah kayu lapis yang dihasilkan bervariasi dan ini sesuai dengan standar perusahaan, yaitu:


(28)

2. Kayu berlapis lima. 3. Kayu berlapis tujuh.

2.3. Lokasi Perusahaan

PT. Tjipta Rimba Djaja berlokasi di Jl. Kom. Laut Yos Sudarso KM. 7,5 Desa Tanjung Mulia Medan dan berkantor pusat di Jl. Prof H. M. Yamin S.H. No. 48 Medan.

2.4. Organisasi dan Manajemen 2.4.1. Struktur Organisasi Perusahaan

PT. Tjipta Rimba Djaja menggunakan struktur organisasi berbentuk fungsional dimana pemimpin perusahaan membagi pekerjaan berdasarkan fungsi tertentu. Struktur organisasi tersusun sedemikian rupa sehingga jelas terlihat batas-batas tugas, wewenang dan tanggung jawab dari setiap personil dalam organisasi. Adapun struktur organisasi PT. Tjipta Rimba Djaja dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(29)

Direktur

Wakil Manajemen

Plant Manager

Manajer Keuangan Manajer Sekretaris

dan Pembantu Umum Manajer Personalia

Manajer Eksploitasi

Hutan Manajer Produksi

Kepala Keamanan

Kepala Pembukuan

& Adm.

Kepala Pengadaan Bahan Baku &

Penolong

Kepala Perkapalan

Kepala Adm. Produksi

Kepala Export Kepala Import

Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan


(30)

2.4.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Adapun tugas dan tan1ggung jawab dari masing-masing bagian pada PT. Tjipta Rimba Djaja dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.4.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja

Tenaga kerja pada PT. Tjipta Rimba Djaja dapat dikategorikan menjadi beberapa, yaitu:

1. Staff

Tenaga kerja yang termasuk bagian ini seperti wakil manajemen, plant manager, manajer, kepala bagian, karyawan kantor, dan lain-lain.

2. Karyawan Tetap

Tenaga kerja yang termasuk bagian ini seperti kasubag, mandor, operator, karyawan, dan satpam.

3. Karyawan Lepas

Tenaga kerja yang termasuk bagian ini seperti operator dan karyawan. Untuk tenaga kerja ini, perusahaan tidak mengadakan kontrak kerja pada pekerja secara langsung tetapi kepada pihak perusahaan yang menjadi penyalurnya.

Rincian tenaga kerja yang ada pada PT. Tjipta Rimba Djaja dapat dilihat pada Tabel 2.1.


(31)

Tabel 2.1. Rincian Tenaga Kerja pada PT. Tjipta Rimba Djaja

No. Posisi Jumlah (orang)

1 Wakil Manajemen 1

2 Plant Manager 1

3 Manajer Sekretaris dan Pembantu Umum 1

4 Manajer Personalia 1

5 Manajer Keuangan 1

6 Manajer Eksploitasi Hutan 1

7 Manajer Produksi 1

8 Kepala Keamanan 1

9 Kepala Pembukuan dan Administrasi 1

10 Kepala Pengadaan Bahan 1

11 Kepala Perkapalan 1

12 Kepala Ekspor 1

13 Kapala Impor 1

14 Kepada Administrasi Pabrik 1

15 Kepala Teknik 1

16 Kepala Quality Control 1

17 Kepala Pabrik 1

18 Satpam 12

19 Kepala Sub Bagian 10

20 Mandor 20

21 Operator 155

22 Karyawan 355

Jumlah 569

PT. Tjipta Rimba Djaja memiliki aturan jam kerja sebagai berikut: 1. Jam kerja staff

a. Kerja aktif : 08.00 – 12.00 WIB b. Istirahat : 12.00 – 13.00 WIB c. Kerja aktif : 13.00 – 16.00 WIB


(32)

2. Jam kerja karyawan pabrik

a. Kerja aktif : 07.00 – 12.00 WIB b. Istirahat : 12.00 – 13.00 WIB c. Kerja aktif : 13.00 – 19.00 WIB 3. Jam kerja satpam

a. Shift I : 08.00 – 16.00 WIB b. Shift II : 16.00 – 24.00 WIB c. Shift III : 24.00 – 08.00 WIB

2.4.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

Dalam hal pengupahan, PT. Tjipta Rimba Djaja memberikannya sekali setiap bulan di mana besar upah disesuaikan dengan ketentuan Upah Minimum Kota (UMK) Medan yaitu sekitar ± Rp. 1.400.000,-/bulan. Sementara untuk lembur, perusahaan memberikan batasan lembur 2 jam di mana lembur dihitung apabila pekerja bekerja lebih dari jam kerja normal dengan perincian gaji lembur dapat dilihat sebagai berikut:

1. Upah lembur jam pertama adalah 1,5 kali upah normal per jam.

2. Upah lembur jam kedua dan seterusnya adalah 2 kali upah normal per jam. Perusahaan juga memberikan tunjangan dan fasilitas lain untuk menambah kesejahteraan karyawan, yaitu:

1. Tunjangan Hari Raya (THR)

Besarnya adalah tambahan gaji satu bulan bagi karyawan yang telah bekerja lebih dari satu tahun.


(33)

2. Cuti

Lamanya cuti yang diberikan oleh perusahaan yaitu 12 hari kerja setiap tahunnya.

3. Pelayanan Kesehatan

Penyediaan obat P3K dan perawatan terhadap kecelakaan ringan yang dialami tenaga kerja saat bekerja.

4. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

Dimana pihak perusahaan mengasuransikan seluruh tenaga kerja pada PT. Jamsostek. Jaminan yang diberikan meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, serta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

5. Izin Khusus

Yaitu dispensasi yang diberikan kepada tenaga kerja untuk melakukan kegiatan tertentu, misalnya istirahat karena sakit, beribadah, menikahkan anak, kemalangan, dan lain-lain.

2.5. Proses Produksi

2.5.1. Standar Mutu Bahan / Produk

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kayu lapis adalah kayu gelondongan (log). Dalam pengadaan bahan baku, PT. Tjipta Rimba Djaja mendapat pasokan kayu dari Kalimantan dan Riau.

PT.Tjipta Rimba Djaja hanya mengajukan pesanan kepada pemasok, dan selanjutnya dalam waktu paling lambat tiga hari bahan baku kayu harus sudah tiba di tempat. Setiap kali pemesanaan diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan


(34)

yang cukup besar terhadap mutu plywood. Oleh karena itu, PT.Tjipta Rimba Djaja menetapkan kebijakan bahwa untuk lapisan permukaan kayu lapis, perusahaan lebih mengutamakan pemakaian kayu dari jenis meranti, karena kayu ini memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan jenis kayu lainnya, baik mengenai kualitas, warna maupun corak lembarannya. Sedangkan untuk lapisan bagian dalam yaitu length core dan cross core, masing-masing dapat menggunakan segala jenis kayu yang umum untuk pembuatan kayu lapis seperti meranti, bintangor, rengas, durian, mersawa, jelutung, belau, dan lain-lain.

Perusahaan menetapkan standar produk plywood yang diproduksi yaitu dengan ketentuan setiap jenis kayu lapis, baik yang berlapis tiga, lima, maupun berlapis tujuh memiliki standar yang harus dipenuhi. Adapun ketentuan tersebut adalah:

1. Kayu lapis yang berlapis tiga (triplex)

Lapisan yang terdapat pada kayu lapis ini terdiri dari:

a. Satu lapisan untuk faceback atau untuk permukaan atas dan bawah kayu lapis

b. Satu lapisan cross core yang terletak di tengah-tengah lapisan kayu lapis Ukuran produk ini pada umumnya adalah 210 cm x 120 cm, dengan ketebalan bervariasi mulai dari 2,7 mm hingga 6 mm

2. Kayu lapis berlapis lima

Lapisan yang terdapat pada kayu lapis ini terdiri dari:

a. Dua lapisan untuk permukaan atas (face) dan bawah (back)


(35)

c. Satu lapisan length core yang terletak di tengah-tengah face/back dan

crosscore di atas

Jenis kayu lapis ini diproduksi untuk ukuran ketebalan mulai 8 mm hingga ketebalan 12 mm dengan ukuran umumnya adalah 210 cm x 90 cm

3. Kayu lapis berlapis tujuh

Lapisan yang terdapat pada kayu lapis ini terdiri dari:

a. Dua lapisan untuk permukaan atas (face) dan bawah (back) b. Tiga lapisan cross core.

c. Dua lapisan length core.

Jenis kayu lapis ini diproduksi untuk ukuran ketebalan mulai dari 22 mm sampai 25 mm dengan ukuran 180 cm x 120 cm.

2.5.2. Bahan yang Digunakan

Adapun bahan yang digunakan oleh PT. Tjipta Rimba Djaja dalam menghasilkan produk terdiri dari bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan yang dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

2.5.2.1.Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam memproduksi kayu lapis adalah kayu bundar. Jenis kayu yang biasa digunakan untuk membuat kayu lapis adalah kayu balu, bintagor, durian, jati, jelutung, jeunjing, kapur, keruing, meranti, mersawa, rahim, renghas, semangkok, ulasan, dan kemiri.


(36)

Untuk pengadaan bahan baku ini, PT. Tjipta Rimba Djaja memiliki areal yang ditetapkan sebagai HPH (Hak Pengusaha Hutan) yang berada di Aceh. Selain itu, PT. Tjipta Rimba Djaja juga memiliki pemasok kayu yang berada di beberapa daearah seperti Kalimantan, Pekan Baru, Dumai, Kabanjahe, Padang dan Kota Pinang.

2.5.2.2.Bahan Tambahan

Bahan tambahan merupakan bahan yang digunakan untuk membantu proses produksi dan merupakan bahan yang bersifat esensial dalam membantu meningkatkan kualitas produk. Bahan tambahan yang digunakan pada produk kayu lapisi ini adalah:

1. Dempul, yaitu bahan yang digunakan untuk mendempul atau menambal permukaan kayu lapis yang cacat atau retak atau berlubang

2. Gum tape, yaitu sejenis pita kertas yang pada salah satu sisinya diberi cat perekat. Bahan ini digunakan untuk mengikat lembaran kayu yang terdiri dari

length core dan cross core agar tidak mudah koyak. Di samping itu, juga digunakan untuk merangkai lembaran faceback yang robek

3. Lem, yaitu bahan yang terdiri dari bahan campuran tepung perekat, hardener, resin dan air. Resin merupakan lem yang bentuknya seperti santan dan tepung terigu, yang digunakan untuk merekat lapisan atau lembaran kayu hingga berbentuk kayu lapis.


(37)

2.5.2.3.Bahan Penolong

Bahan penolong merupakan bahan yang digunakan untuk membantu proses produksi dan tidak menjadi bagian yang esensial dari suatu produk. Bahan penolong yang digunakan untuk proses pembuatan produk ini adalah air. Dimana air digunakan untuk mencuci kayu bundar sebelum proses pembubutan. Pencucian ini penting untuk membersihkan kotoran dari kayu bundars sehingga dapat diperiksa apakah masih ada paku atau benda keras lainnya yang terdapat pada kayu bundar.

2.5.3. Uraian Proses Produksi

Proses produksi plywood pada PT. Tjipta Rimba Djaja Medan dimulai dari persiapan kayu (log yard), pembubutan balok kayu (rotary), pengeringan (dryer), penyambungan (composer), perekatan (glue spreader), perakitan, dan finishing. Dalam produksinya, walaupun produk yang dihasilkan beragam tetapi mempunyai proses produksi yang sama di mana perbedaannya terletak pada perlakuan terhadap proses dalam work center tertentu.

Uraian proses pembuatan plywood pada PT. Tjipta Rimba Djaja Medan ini adalah :

1. Log Yard

Balok-balok yang terdapat dalam tumpukan balok (log pond) mempunyai panjang dan diameter yang berbeda. Balok-balok tersebut kemudian dipilih sesuai mutu yang telah ditetapkan, dimana untuk lapisan face back (lapisan atas


(38)

yang sedikit sekali cacat, sedangkan untuk lapisan cross core (lapisan tengah

plywood) umumnya digunakan balok yang mempunyai cacat berupa retak. Setelah pemilihan balok dilakukan, maka balok dimasukkan ke log bucket/loader untuk dilakukan pengukuran dan pemotongan ukuran balok. Proses pemotongan dilakukan dengan menggunakan chain saw. Setelah balok kayu dipotong sesuai ukuran yang ditetapkan, balok kayu tersebut kemudian dikupas kulit luarnya dengan menggunakan mesin debarker. Setelah dikupas, balok kayu dibersihkan dengan menggunakan air. Tujuan dari pembersihan adalah untuk membuang kotoran dan paku yang menancap pada permukaan batang kayu. Hal ini diperlukan untuk mencegah kerusakan pada mata pisau pada saat pembubutan. Sisa dari potongan kayu yang ukurannya tidak memenuhi syarat, kemudian diangkut ke gudang bahan bakar untuk dijadikan sebagai bahan bakar boiler bagi keperluan produksi.

2. Rotary Peeling

Batang kayu yang telah dibersihkan tersebut, kemudian diangkut ke bagian pembubutan. Tujuan dari pengupasan/pembubutan adalah untuk menghasilkan

veneer (lembaran kayu tipis). Sebelum pengupasan dilakukan, ujung pangkal balok disesuaikan dengan ketebalan kupasan yang diinginkan serta terlebih dahulu ditentukan titik pusat batang kayu (central mark projector) yang titik pusatnya sama tinggi dengan titik pusat spindle mesin bubut. Pengupasan dilakukan dengan pemutaran simetris yaitu batang kayu diputar berlawanan dengan mata pisau yang bergerak transisi. Pembubutan dilakukan hingga centre log (inti balok) hanya


(39)

berukuran 8 inci. Center log ini digunakan sebagai bahan bakar. Setelah veneer

panjang keluar dari bagian pengupasan, maka lembaran veneer tersebut kemudian digulung dengan reel untuk selanjutnya dikeringkan. Lembaran-lembaran face back dan cross core digulung pada rol reeling deck untuk dikeringkan. Lembaran yang tergulung ini memiliki panjang bervariasi tergantung diameter dan mutu balok. Pada saat penggulungan veneer face back, kedua sisinya dilekatkan pada pita pelekat agar veneer tidak mudah koyak ketika digulung Sedangkan untuk lembaran veneer length core disimpan dalam bentuk potongan jadi yang disusun dalam pallet.

3. Veneer Drying

Veneer pada reeling equipment kemudian dimasukkan ke dalam mesin pengering (dryer) dengan cara memasukkan ujung lembaran-lembaran kayu tersebut terlebih dahulu, kemudian reeling equipment akan berputar sesuai dengan kecepatan pengeringan pada mesin pengering. Ada 2 jenis pengering yaitu roller dryer dan continuous dryer. Mesin roller dryer digunakan untuk mengeringkan lapisan crosscore dan length core. Sedangkan continuous dryer digunakan untuk mengeringkan lapisan face back dan length core. Setiap mesin pengering dilengkapi dengan mesin pemotong otomatis (arisun clipper) yang terletak pada setiap ujung pada tempat pengeluaran lembaran yang melalui poros pengeringan. Pada mesin ini, veneer yang keluar dari mesin pengering dipotong secara otomatis sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan hasil pemotongan disusun di atas


(40)

4. Composer

Pada proses penyambungan, veneer ini mengalami proses pensortiran dan

setting. Pada proses penyortiran dilakukan persiapan pekerjaan untuk cross core

yang dilakukan pada bagian hand clipper, sedangkan face back dan length core

dilakukan pada bagian taping. Bagian taping adalah bagian yang memperbaiki kayu yang koyak dengan kertas lem. Lembaran cross core yang telah dikeringkan di mesin pengering terdiri dari dua bagian, yaitu one pieces core (core yang merupakan lembaran hasil pemotongan di autoclipper) dan multipieces core

(lembaran yang koyak dan terputus-putus). Pada one pieces core (opc) dilakukan proses pemeriksaan dan perbaikan pada bagian-bagian yang cacat, sedangkan pada multipieces core (mpc) dilakukan pemotongan pada posisi sejajar dengan serat kayu dan tegak lurus pada posisi lainnya. Potongan-potongan core ini disambungkan satu sama lainnya dengan menggunakan benang, sehingga dapat lembaran-lembaran cross core dengan ukuran 126 cm x 250 cm. Lembaran-lembaran ini disusun di atas pallet dan siap dibawa ke bagian glue spreader untuk dirakit. Pada bagian setting, dilakukan pemeriksaan dan perbaikan terhadap face back dan length core. Bagian-bagian yang berlobang disisip dengan veneer yang sama sehingga dihasilkan permukaan yang rata, sedangkan bagian yang koyak disambung dengan menggunakan kertas perekat (gum tape) dan pita. Untuk lembaran face back dipisah menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Kelompok BB, yaitu lembaran-lembaran kayu yang hampir tidak ada cacatnya, bergelombang dan koyak. Kelompok ini disiapkan untuk permukaan atas (face) dari kayu lapis.


(41)

b. Kelompok CC, yaitu lembaran-lembaran kayu yang kurang baik, yaitu ada bekas tambal dan bekas sambungan-sambungan. Kelompok ini disiapkan untuk permukaan bawah kayu lapis.

Selanjutnya lembaran-lembaran kayu yang telah disortir tersebut disusun sepasang (1 BB dan 1 CC) dan ditumpuk di atas pallet. Bila dikehendaki plywood dengan ketebalan 8 mm atau lebih, maka diantara pasangan BB dan CC perlu ditambahkan lenght core. Length core yang ditambahkan disesuaikan dengan tebal plywood yang dikehendaki. Tujuan dari lembaran yang diselang-seling ini adalah untuk menciptakan kekuatan plywood sehingga tidak mudah patah.

5. Glue Spreader

Pada bagian ini terjadi proses perekatan lembaran satu terhadap lembaran lainnya. Dalam hal ini posisi dari lembaran yang direkat harus tegak lurus satu sama lainnya. Hal ini bertujuan untuk menambah kekuatan produk yang dihasilkan. Operasi perakitan dan perekatan lembaran-lembaran ini dilakukan pada mesin glue spreader. Bagian utama dari mesin glue spreader ini terdiri dari dua rubber roll dan dua doctor roll. Fungsi doctor roll adalah sebagai roll

distribusi perekat (glue) di permukaan roll karet. Doctor roll terletak pada posisi

input sedangkan rubber roll terdapat pada posisi output. Proses kerja alat ini adalah sebagai berikut:

a. Cross Core didorong masuk diantara kedua rubber roll sehingga kedua permukaan cross core dilumuri oleh perekat yang keluar dari roll


(42)

b. Cross core yang telah diberi perekat melalui conveyor diteruskan ke sisi kanan operator (daerah perakitan) dan disatukan dengan faceback dan length core.

Hasil perakitan pada mesin glue spreader ini ditumpukkan di atas pallet kemudian siap untuk dilakukan proses press dingin bila jumlah hasil perakitan ini sudah memenuhi jumlah yang telah ditentukan.

6. Veneer Assembly

Pallet yang berisi lembaran kayu lapis hasil pengerjaan pada mesin glue spreader kemudian dibawa ke mesin press dingin dengan cara mendorongnya melalui rel-rel yang telah disediakan. Lembaran-lembaran tersebut disusun pada mesin press dingin sampai ketinggian tertentu di mana mesin ini dapat melakukan penekanan maksimal ±100 cm. Kegunaannya untuk meratakan dan menyatukan susunan veneer. Pada mesin ini, susunan lembaran kayu lapis tersebut mendapat tekanan mencapai ±145 kg/cm2 dan ±175 kg/cm2. Setelah itu, lembaran-lembaran kayu lapis tersebut diperiksa dan diperbaiki jika ada kemungkinan terjadi cacat pada lembaran-lembaran tersebut. Setelah melalui pemeriksaan dan perbaikan, kemudian panel tersebut dibawa ke bagian press panas (hot press) dengan cara mendorongnya melalui rel yang telah disediakan. Tujuan press panas ini untuk mengeringkan perekat yang ada pada lembaran-lembaran kayu lapis sambil merapatkan panel-panel tersebut. Pada press panas, veneer dimasukkan ke dalam

tray yang terdiri dari lembaran-lembaran baja berongga, yang kemudian akan saling menekan satu sama lainnya secara otomatis. Bila ronga-rongga tersebut telah diisi dengan lembaran-lembaran kayu lapis atau panel yang akan dipress


(43)

panas, kemudian proses pemanasan dan penekanan akan berjalan sekaligus. Temperatur pemanas yang digunakan pada mesin press adalah 115oC-130oC sedangkan tekanan dan lamanya press tergantung pada ketebalan kayu lapis yang akan dipress. Untuk tekanan umumnya berkisar antara 145 kg/cm3 dan 175 kg/cm3.

7. Putty Aplication

Pada work center ini akan dilakukan pendempulan di mana tujuannya untuk memperbaiki lagi kecacatan dari bagian press panas, seperti press sampah, retak, daun timpa, daun kurang, bolong, dan lekang ujung. Dempul harus padat, kalau tidak padat akan mengakibatkan penyusutan.

8. Finishing

Pada bagian ini ada beberapa tahapan, yaitu: a. Sizing

Yaitu pemotongan sesuai dengan ukuran melalui peralatan pemotong (mesin potong). Panel hasil rakitan masih memiliki ukuran lebih besar dari produk, sehingga perlu dipotong sesuai ukuran. Pemotongan dilakukan dengan memakai gergaji ganda (double sizer), yang memotong sisi panjang dan pendek.

b. Sander

Yaitu proses pelicinan permukaan hasil potongan sehingga dapat menghasilkan kayu lapis dengan mutu yang baik. Veneer yang keluar dari


(44)

mesin amplas selanjutnya dibawa dengan conveyor yang sama dan akhirnya disusun diatas pallet yang dilakukan secara manual.

c. Grading

Setelah lembaran-lembaran kayu lapis keluar dari mesin penghalus, dilakukan pemeriksaan terhadap hasil penghalusan dan kemungkinan cacat lainnya. Pemeriksaan ini dilakukan secara manual oleh pekerja. Lembaran-lembaran kayu lapis yang kurang memenuhi mutu yang telah ditetapkan akan disisihkan untuk diperbaiki sehingga kriteria mutu dapat terpenuhi.

9. Packing

Tumpukan kayu lapis yang telah selesai diberi cap/logo perusahaan kemudian dikirimkan ke bagian pengepakan dengan bantuan kereta sorong. Proses pengepakan dilakukan secara manual oleh operator dimana isi tiap satu pak bervariasi menurut ukuran tebal dari kayu lapis. Setelah dikemas, kemudian dengan bantuan forklift, lembaran kayu lapis tersebut dibawa ke gudang penyimpanan dan siap untuk dipasarkan.

2.5.4. Mesin dan Peralatan

Mesin-mesin dan peralatan yang digunakan pada PT. Tjipta Rimba Djaja dapat dilihat pada Lampiran 2.


(45)

2.5.5. Utilitas

Pemakaian utilitas sangat penting untuk mendukung operasi/kegiatan produksi. Adapun utilitas yang digunakan pada PT.Tjipta Rimba Djaja, yaitu:

1. Boiler

Boiler digunakan untuk merebus air sehingga dapat menghasilkan steam.

Steam yang dhasilkan digunakan untuk pengeringan veneer pada Veneer Jet Dryer dan Roller Dryer.

2. Air

Air yang digunakan oleh PT. Tjipta Rimba Djaja berasal dari 2 sumber yaitu PDAM dan air sumur bor. Air yang berasal dari PDAM digunakan untuk keperluan minum karyawan tiap harinya dan untuk membersihkan toilet sedangkan air yang berasal dari sumur bor digunakan untuk pencucian kayu gelondongan, pencucian peralatan, dan steam boiler.

3. Tenaga Listrik

PT. Tjipta Rimba Djaja memiliki generator listrik sendiri untuk mengatasi gangguan arus listrik dari PLN. Walaupun sebagian besar kebutuhan listrik masih dipenuhi dari PLN.

2.5.6. Safety and Fire Protection

PT. Tjipta Rimba Djaja merupakan suatu perusahaan yang menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) untuk mengatur dan menjamin keselamatan dan kesehatan kerja bagi seluruh karyawannya.


(46)

Adapun penerapan dari SMK3 di perusahaan PT. Tjipta Rimba Djaja adalah sebagai berikut :

1. Mensosialisasikan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja dimana harus diketahui oleh seluruh karyawan yang bekerja di PT. Tjipta Rimba Djaja.

2. Mewajibkan para karyawan yang bekerja di perusahaan untuk selalu menggunakan APD (alat pelindung diri). Adapun beberapa APD yang digunakan yaitu :

a. Sarung tangan khusus yang berfungsi untuk melindungi tangan karyawan dari sayatan, tusukan, terkena benda panas, bahan kimia, dan aliran listrik selama bekerja di lantai produksi.

b. Masker yang berfungsi untuk melindungi karyawan dari debu, asap dan bau yang menyengat selama bekerja di lantai produksi.

c. Sepatu pengaman (sepatu boot) yang berfungsi untuk melindungi kaki karyawan dari benda tajam yang mungkin terinjak sewaktu bekerja, kecelakaan yang disebabkan oleh benda berat yang menimpa kaki, dan tergelincir selama bekerja di lantai produksi.

d. Kaca mata pengaman muka jenis face shield yang berfungsi untuk melindungi mata karyawan dari debu dan serbuk-serbuk kayu yang berterbangan di udara selama bekerja di lantai produksi.

3. Menyediakan alat pemadam kebakaran di setiap departemen produksi yaitu


(47)

Apabila terjadinya percikan api yang cukup membahayakan maka dapat dilakukan tindakan pemadaman dengan segera.

4. Melaksanakan program keselamatan diri karyawan bila terjadi kebakaran atau bencana alam. Satpam akan segera membunyikan lonceng sebagai tanda terjadinya suatu kebakaran atau bencana alam.

2.5.7. Waste Treatment

Limbah di PT. Tjipta Rimba Djaja terdiri dari dua jenis yaitu limbah padat dan limbah cair. Adapun penanganan limbah yang dilakukan oleh PT. Tjipta Rimba Djaja sebagai berikut:

1. Limbah padat yang dihasilkan merupakan limbah dari hasil pemotongan dan pengerjaan kayu yang berupa sisa potongan pinggir kayu, serbuk kayu (dust), sisa kupasan veneer, lembaran veener yang rusak, dan serbuk pengamplasan. Keseluruhan limbah padat ini merupakan sisa kayu cut off yang dapat digunakan sebagai bahan bakar boiler (ketel uap).

2. Limbah cair yang dihasilkan dapat berupa minyak pelumas bekas dari forklift. Jenis limbah cair ini akan digunakan kembali (reuse) sebagai minyak pelumas bagi mesin-mesin produksi.


(48)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Pengukuran Waktu (Time Study)1

Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaikan secara efisien apabila waktu penyelesaiannya berlangsung paling singkat. Untuk menghitung waktu baku (standard time) penyelesaian pekerjaan guna memilih alternatif metode kerja terbaik, maka perlu diterapkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengukuran kerja (work measurement atau time study). Pengukuran waktu kerja ini berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Pada garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu dibagi ke dalam dua bagian yaitu :

1. Pengukuran waktu secara langsung

Pengukuran ini dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Misalnya pengukuran kerja dengan jam henti (stopwatch time study) dan sampling kerja (work sampling).

2. Pengukuran secara tidak langsung

Pengukuran ini dilakukan dengan menghitung waktu kerja tanpa si pengamat harus ditempat kerja yang diukur. Pengukuran waktu dilakukan dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan.

1

Wignjosoebroto. Sritomo. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya: Guna Widya, 2000. hal.169- 170.


(49)

Misalnya aktivitas data waktu baku (standard data), dan data waktu gerakan (predetermined time system).

3.1.1. Stopwatch Time Study2

Stopwatch time study adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat yang telah disiapkan. Sesuai dengan namanya, maka pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stop watch) sebagai alat utamanya. Langkah-langkah pengukuran waktu kerja dengan menggunakan stopwatch time study adalah :

1. Definisikan pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada. Dalam penentuan tujuan tersebut, dibutuhkan adanya tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang digunakan dalam pengukuran jam henti.

2. Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan seperti layout, karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan.

3. Bagi operasi kerja dalam elemen-elemen kerja sedetil-detilnya tapi masih dalam batas-batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.

4. Amati, ukur dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk menyelesaikan elemen-elemen kerja tersebut.


(50)

5. Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Teliti apakah jumlah siklus yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak, tes pula keseragaman data yang diperoleh.

6. Tetapkan rating factor operator. Rating factor ini ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk performansioperator. Untuk elemen kerja yang sepenuhnya dilakukan oleh mesin maka performansi dianggap normal (100%).

7. Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performansi kerja yang ditunjukkan oleh operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal. 8. Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas.

Waktu longgar yang diberikan ini guna menghadapi kondisi-kondisi seperti kebutuhan yang bersifat personal, kelelahan, dan keterlambatan material. 9. Tetapkan waktu kerja baku (standard time) yaitu jumlah total antara waktu

normal dan waktu longgar.

3.1.2. Pengujian Keseragaman Data3

Selama melakukan pengukuran, operator mungkin mendapatkan data yang tidak seragam. Untuk itu digunakan alat yang dapat mendeteksinya yaitu peta kendali. Batas kendali dibentuk dari data yang merupakan batas yang menentukan seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam jika berada dalam batas control dan data dikatakan tidak seragam jika berada diluar batas control. Rumus untuk

3

Sutalaksana, Iftikar Z., dkk. Teknik Perancangan Sistem Kerja .Bandung: ITB, 2005. hal. 131 – 135.


(51)

menghitung keseragaman data dengan tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% adalah :

dimana:

: waktu rata-rata : simpangan baku

: Batas Kontrol Atas : Batas Kontrol Bawah

3.1.3. Pengujian Kecukupan Data4

Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diambil dari penelitian lapangan telah mencukupi untuk digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Rumus untuk mengetahui berapa jumlah pengamatan/ pengukuran yang sebaiknya digunakan adalah :

(

)

2

2 2

. / '

     

  

=

X

X X

N s z N


(52)

X = waktu pengamatan dari setiap elemen kerja untuk masing-masing siklus yang diukur

z = angka deviasi standard untuk t yang besarnya tergantung pada tingkat keyakinan yang diambil, dimana :

1. 90% confidence level : z = 1,65 2. 95% confidence level : z = 2,00 3. 99,7% confidence level : z = 3,00

s = derajat dari data t yang dikehendaki, yang menunjukkan maksimum prosentasi penyimpangan yang bisa diterima dan nilai t yang sebenarnya. Nilai k/s dikenal sebagai Confidence-Precision Ratio dari time study yang dilaksanakan.

N = jumlah pengamatan/pengukuran awal yang telah dilakukan untuk elemen kegiatan tertentu yang dipilih.

N’ = jumlah siklus pengamatan/pengukuran yang seharusnya dilaksanakan agar dapat diperoleh presentase kesalahan (error) minimum dalam mengestimasi t yaitu sebesar S.

Apabila N’ > N maka diperlukan pengukuran tambahan hingga memenuhi jumlah yang diperlukan. Apabila N’ < N maka data pengukuran pendahuluan sudah mencukupi.


(53)

3.1.4. Rating Factor5

Rating factor adalah faktor yang diperoleh dengan membandingkan kecepatan bekerja dari seorang operator dengan kecepatan kerja normal menurut ukuran peneliti/pengamat. Dari faktor ini dapat dilihat bahwa:

1. Apabila operator dinyatakan terlalu cepat yaitu bekerja di normal maka rating factor ini akan lebih besar dari pada 1 (Rf>l).

2. Apabila operator bekerja terlalu lambat yaitu bekerja dibawah kewajaran (normal) maka rating factor akan lebih kecil dari 1 (Rf<l).

3. Apabila operator bekerja secara normal atau wajar maka rating factor ini diambil sama dengan 1 (Rf = 1). Untuk kondisi kerja dimana operasi secara penuh dilaksanakan oleh mesin (operating atau machine time) maka waktu yang diukur dianggap waktu yang normal.

6

1. Skill dan Effort

Ada 5 sistem penyesuaian yang sering digunakan, yaitu :

Di sini faktor yang diperhatikan adalah kecakapan dan usaha-usaha yang ditunjukkan oleh operator pada saat bekerja, juga mempertimbangkan kelonggaran (allowance) waktu lainnya.

2. WestinghouseSystemofRating

Ada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yakni:


(54)

a. Skill (keterampilan)

Keterampilan adalah kemampuan untuk mengikuti cara kerja yang ditetapkan secara psikologis.

b. Effort (usaha)

Usaha adalah kesungguhan yang ditunjukkan oleh pekerja atau operator ketika melakukan pekerjaannya.

c. Condition (kondisi kerja)

Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan.

d. Consistency (konsistensi)

Faktor ini perlu diperhatikan karena angka-angka yang dicatat pada setiap pengukuran waktu tidak pernah semuanya sama.

Besar nilai rating performance secara terperinci menurut cara Westinghouse

dapat dilihat pada Lampiran 3. 3. ShumardRating

Cara ini memberikan penilaian melalui kelas-kelas performansi kerja dimana setiap kelas memiliki nilai tersendiri. Faktor ini diperoleh dengan membandingkan nilai performansi kerja dari kelas yang bersangkutan dengan nilai performansi normal. Dalam hal ini pengukur diberi patokan untuk menilai performansi kerja dari operator menurut kelas-kelas tertentu.

4. ObjectiveRating

Cara objektif adalah cara menentukan rating performance yang memperhatikan dua faktor, yaitu faktor kecepatan dan faktor tingkat kesulitan


(55)

pekerjaan. Kedua faktor inilah yang dipandang secara bersama-sama menentukan berapa besarnya harga P untuk mendapatkan waktu normal. Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa. Disini pengukur melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja yang ditunjukkan oleh operator.

5. SyntheticRating

Metode ini mengevaluasi kecepatan operator berdasarkan data waktu gerakan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Prosedurnya adalah dengan mengukur waktu penyelesaian dari setiap elemen gerakan kemudian dibandingkan dengan waktu aktual dari data tabel waktu gerakan untuk kemudian dihitung harga rata-ratanya. Harga rata-rata inilah yang digunakan sebagai faktor penyesuaian.

3.1.5. Penetapan Kelonggaran (Allowance)7

Kelonggaran (Allowance) diberikan berkenaan dengan adanya sejumlah kebutuhan di luar kerja, yang terjadi selama pekerjaan berlangsung. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu:

1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi (personal)

Kelonggaran yang termasuk di dalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal sepeti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekedarnya untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan dalam sewaktu bekerja


(56)

2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique

Fatique merupakan hal yang akan terjadi pada diri seseorang sebagai akibat dari melakukan suatu pekerjaan.

3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tidak terhindarkan (delay)

Hambatan-hambatan tidak terhindarkan terjadi karena berada diluar kekuasaan/kendali pekerja, seperti mesin macet, listrik padam, dan lain-lain.

3.1.6. Perhitungan Waktu Standar8

Waktu standard adalah waktu yang digunakan untuk menyelesaikan satu siklus pekerjaan yang dilakukan menurut metode kerja tertentu pada kecepatan normal dengan mempertimbangkan rating performance dan kelonggaran. Untuk menghitung waktu standar perlu dihitung waktu siklus rata-rata yang disebut dengan waktu terpilih, ratingfactor, waktu normal dan allowance. Adapun rumus untuk menghitung waktu normal dan waktu standar adalah :

dimana : Wn = waktu normal Wt = waktu terpilih

Rf = ratingfactor

) %

100 (

% 100 Wn

Ws

Allowance

− ×

= dimana : Ws = waktu standar


(57)

3.2. Perencanaan dan Pengendalian Produksi9

Perencanaan dan pengendalian adalah dua fungsi manajemen yang tidak dapat dipisahkan dalam setiap bidang kegiatan temasuk kegiatan produksi. Perencanaan adalah langkah pertama dalam proses manajemen yang meliputi penetapan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dan keputusan tentang bagaimana cara untuk mencapat tujuan dan sasaran tersebut.

3.2.1. Kerangka Dasar10

Sistem perencanaan dan pengendalian produksi terdiri dari beberapa sub-sistem yang dirancang untuk mencapai secara utuh dua sasaran pokok perencanaan dan pengendalian produksi yaitu tercapainya kepuasan pelanggan dan tingginya tingkat utilisasi penggunaan sumber daya produksi. Agar sasaran-sasaran tersebut dapat dicapai secara maksimum, maka seluruh sub-sistem harus secara sinergik melakukan fungsi-fungsi perencanaan dan pengendalian.

Kerangka dasar sistem perencanaan dan pengendalian produksi yang terintegrasi dan aliran informasi antar sub-sistem adalah seperti yang terlihat dalam Gambar 3.1. Kerangka dasar tersebut memperlihatkan dua tipe integrasi, yaitu pertama integrasi antara rencana jangka panjang, rencana jangka menengah, dan rencana operasional atau rencana eksekusi di lantai pabrik dan kedua ialah integrasi antara unit-unit fungsional dalam setiap fase perencanaan. Perencanaan pada empat sub-sistem pertama yaitu perencanaan bisnis (business planning),

9


(58)

perencanaan pemasaran (marketing planning), perencanaan agregat (aggregate planning), dan perencanaan sumber daya (resource planning) adalah termasuk dalam perencanaan strategis (strategic planning). Perencanaan ini merupakan tanggung jawab dan disusun oleh manajemen puncak. Jangkauan waktu keempat perencanaan ini pada umumnya lima tahun atau kurang.

Perencanaan pada empat sub-sistem kedua yang meliputi perencanaan

master production scheduling, rough-cut capacity planning, material requirement planning, capacity requirement planning adalah perencanaan jangka menengah. Perencanaan ini pada umumnya berjangka waktu satu tahun dan merupakan tanggung jawab manajer lini (line/middle managers). Dua perencanaan terakhir yaitu perencanaan kegiatan produksi di lantai pabrik (sering lebih dikenal sebagai perencanaan sistem pengendalian kegiatan produksi atau production activity control) dan pengadaan sumber daya operasional adalah perencanaan eksekusi. Perencanaan ini merupakan tahap akhir seluruh perencanaan.


(59)

Business Planning

Marketing Planning

Aggregate Planning Resource Planning Demand Management Forecasting Distribution Requirements Planning Order Entry Master Production Scheduling Rough-cut Capacity Planning Final Assembly Scheduling Material Requirements Planning Bill of Materials

Inventory Records

Capacity Requirements Planning

Production Activity Control

Order release Operation scheduling Dispatching Expediting Production reporting

Purchasing of Materials

Vendor selections Order placement Vendor scheduling Order follow-up Performance Measurements Top Management Planning Operation Management Planning Operation Management Execution

Gambar 3.1. Kerangka Dasar Sistem Perencanaan dan Pengendalian Produksi

3.2.2. Peramalan11

Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di masa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa.

Peramalan tidak terlalu dibutuhkan dalam kondisi permintaan pasar yang stabil, karena perubahan permintaannya relatif kecil. Tetapi peramalan akan sangat dibutuhkan bila kondisi pasar bersifat komplek dan dinamis.


(60)

Dalam kondisi pasar bebas, permintaan pasar lebih banyak bersifat komplek dan dinamis, karena permintaan tersebut akan tergantung dari keadaan sosial, ekonomi, politik, aspek teknologi, produk pesaing dan produk substitusi. Oleh karena itu, peramalan yang akurat merupakaan informasi yang sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan manajemen.

3.2.2.1.Karakteristik Peramalan yang Baik

Peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang penting, antara lain adalah :

1. Akurasi

Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasan dan kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias apabila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan peramalan relatif kecil. Peramalan yang terlalu rendah akan mengakibatkan kekurangan persediaan, sehingga permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi segera, akibatnya adalah perusahaan dimungkinkan kehilangan pelanggan dan kehilangan keuntungan penjualan. Peramalan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya penumpukan persediaan, sehingga banyak modal yang akan terserap sia-sia. Keakuratan dari hasil peramalan ini berperan penting dalam menyeimbangkan persediaan yang ideal (meminimisasi penumpukan persediaan dan memaksimisasi tingkat pelayanan).


(61)

2. Biaya

Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah tergantung dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan, dan metode peramalan yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan mempengaruhi berapa banyak data yang dibutuhkan, bagaimana pengolahan datanya (manual atau komputerisasi), bagaimana penyimpanan datanya dan siapa tenaga ahli yang diperbantukan. Pemilihan metode peramalan harus disesuaikan dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi yang ingin didapat, misalnya item-item yang penting akan diramalkan dengan metode yang canggih dan mahal, sedangkan item-item yang kurang penting bisa diramalkan dengan metode yang sederhana dan murah. Prinsip ini merupakan adopsi dari Hukum Pareto.

3. Kemudahan

Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat dan mudah diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah percuma memakai metode yang canggih, tetapi tidak dapat diaplikasikan pada sistem perusahaan karena keterbatasan dana, sumber daya manusia, maupun peralatan teknologi.

3.2.2.2.Prinsip-prinsip Peramalan12

Ada lima prinsip peramalan yang sangat perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil peramalan yang baik, yaitu :


(62)

1. Peramalan selalu mengandung error. Peramalan mengurangi faktor ketidakpastian tetapi tidak pernah mampu untuk menghilangkannya.

2. Peramalan harus mencakup ukuran dari error. Besarnya error dapat dijelaskan dalam bentuk kisaran sekitar hasil peramalan baik dalam unit atau persentase dan probabilitas tentang permintaan sesungguhnya akan berada dalam kisaran tersebut.

3. Peramalan item yang dikelompokkan dalam famili selalu lebih akurat dibandingkan dengan peramalan dalam item per item.

4. Peramalan untuk jangka pendek selalu lebih akurat dibandingkan dengan peramalan untuk jangka panjang.

5. Apabila dimungkinkan, perkiraan besarnya permintaan lebih disukai berdasarkan perhitungan daripada hasil peramalan.

3.2.2.3.Metode Peramalan13

Metode peramalan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar yaitu metode kualitatif dan metode kunatitatif. Kedua kelompok tersebut memberikan hasil peramalan yang kuantitatif. Perbedaannya terletak pada cara peramalan yang dilakukan. Metode Kualitatif pada umumnya digunakan apabila data kuantitatif tentang permintaan tidak tersedia atau akurasinya tidak memadai. Misalnya peramalan tentang permintaan produk baru yang akan dikembangkan, jelas data masa lalu tidak tersedia, kalau kondisi lingkungan masa yang akan datang sama sekali sudah berbeda dengan kondisi masa lalu maka keberadaan


(63)

data masa lalu itu tidak akan menolong peramalan pada pemintaan masa yang akan datang. Peramalan berdasarkan metode kuantitatif (intrinsic forecasting) mempunyai asumsi bahwa data permintaan masa lalu dari produk atau item yang diramalkan mempunyai pola yang diperkirakan masih berlanjut ke masa yang akan datang. Pola permintaan tersebut mungkin kurang jelas terlihat karena faktor random yang menghasilkan fluktuasi.

3.2.2.4.Metode Peramalan Kuantitatif14

Peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi berikut: 1. Tersedia informasi tentang masa lalu.

2. Informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk data numerik.

3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa mendatang.

Kondisi yang terakhir ini dikenal dengan asumsi berkesinambungan (assumption of continuity), asumsi ini merupakan premis yang mendasari semua metode peramalan kuantitatif dan banyak metode peramalan teknologis.

15

14

Prosedur umum yang digunakan dalam peramalan secara kuantitatif dapat dilihat pada Gambar 3.2.


(64)

Gambar 3.2. Langkah-langkah Peramalan Secara Kuantitatif

3.2.2.5.Metode Time Series16

Metode time series adalah metode yang digunakan untuk menganalisis serangkaian data yang merupakan fungsi dari waktu. Langkah penting dalam memilih suatu metode time series yang tepat adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan pola tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:

1. Pola horizontal terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan (deret seperti itu adalah stasioner terhadap nilai rata-ratanya). Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat dan menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini.


(65)

2. Pola musiman terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu). Penjualan dari produk seperti minuman ringan, es krim, dan bahan bakar pemanas ruang menunjukkan jenis pola ini.

3. Pola siklis terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk seperti mobil, baja menunjukkan jenis pola ini.

4. Pola trend terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto nasional (GDP), dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi mengikuti suatu pola trend

selama perubahannya sepanjang waktu.

17

a. Trend linier

Ada beberapa trend yang digunakan di dalam penyelesaian masalah ini, yaitu:

Bentuk persamaan umum: Yt = a + bt

∑ ∑

− −

= 2 2

) ( t t

n

Y t tY n

b t t

n t b Y

a =

t

b. Trend Eksponensial Bentuk persamaan umum: Yt = aebt


(66)

∑ ∑

− −

= 2 2

) ( ln ln t t n Y t Y t n

b t t

n t b Y

a=

ln t

ln

c. Trend Logaritma

Bentuk persamaan umum: Yt = a + b log t

∑ ∑

− − = 2

2 ( log )

log log log t t n Y t tY n

b t t

n

t b

Y

a =

t

log

d. Trend Geometrik

Bentuk persamaan umum: Yt = atb

∑ ∑

− −

= 2 2

) log ( log log log log . log t t n Y t Y t n

b t t

n t b

Y

a =

t

log log

e. Trend Hyperbola

Bentuk persamaan umum: Yt = t

b a

∑ ∑

− −

= 2 2

) ( log log . log t n t Y t Y t n


(67)

n

t b Y

a=

log t −log

log

Metode proyeksi kecenderungan dengan regresi merupakan dasar garis kecenderungan untuk suatu persamaan, sehingga dengan dasar persamaan tersebut dapat di proyeksikan hal-hal yang akan diteliti pada masa yang akan datang. Bentuk fungsi dari metode ini dapat berupa:

1. Konstan, dengan fungsi peramalan (Yt): Yt = a, dimana

N Y

a=

1

Dimana : Yt = nilai tambah N = jumlah periode 2. Linier, dengan fungsi peramalan:

Yt = a + bt Dimana :

n bt Y

a = −

( ) ( )

( )

∑ ∑ ∑

− − = 2 2 t t n y t ty n b

3. Kuadratis, dengan fungsi peramalan: Yt = a + bt + ct2

Dimana : n t c t b Y

a=

2

;

∂ −

bα

c ; 2

α β θα δ − ∂ − ∂ = b

( )

=

∂ 2 2 4

t n t

∑ ∑

= t Y n tY

δ


(68)

∑ ∑

= 2 3

t n t t α

( )

= 2 2

t n t

β

4. Eksponensial, dengan fungsi peramalan: Yt = aebt

Dimana :

n t b Y

a=

ln −

ln

( )

2 2 ln ln

− − = t t n Y t Y t n b

5. Siklis, dengan fungsi peramalan:

n t c n t b a

Yˆt = + sin2π + cos2π Dimana : n tt c n tt b na

Y

sin2τ

cos2τ

= + + n t n t c n t b n tt a n tt

Ysin2τ

sin2τ sin2 2π

sin2π cos2π

= + + n t n t b n t c n t a n t

Ycos2π

cos2π

cos2 2π

sin2π cos2π

= + +

3.2.2.6.Kriteria Performance Peramalan18

Besar kesalahan suatu peramalan dapat dihitung dengan beberapa cara, yaitu:


(69)

1. Mean Square Error (MSE)

Dimana :

Xt = data aktual periode t

Ft = nilai ramalan periode t N = banyaknya periode

2. Standard Error of Estimate (SEE)

f =derajat kebebasan

f = 1 (data konstan)

f =2 (data linear atau eksponensial)

f = 3 (data kuadratis atau siklis) 3. Persentage Error (PEt)

4. Mean Absolute Persentage Error (MAPE)

Setelah didapat kesalahan dari masing-masing metode peramalan, maka akan dilakukan pengujian terhadap dua metode yang memiliki kesalahan terkecil guna mendapatkan metode peramalan yang lebih baik untuk digunakan. Pengujian dilakukan dengan tes distribusi F. Langkah-langkahnya sebagai berikut:


(70)

1. Tentukan pernyataan awal (Ho) dan pernyataan alternatif (Ha) Ho : Metode X lebih baik daripada metode Y

Ha : Metode Y lebih baik daripada metode X 2. Lakukan tes statistik

Di mana:

S1 = besarnya kesalahan metode peramalan X

S2 = besarnya kesalahan metode peramalan Y

3. Bandingkan hasil yang diperoleh dari langkah 2 dengan hasil yang diperoleh dari tabel distribusi F dengan tingkat ketelitian yang telah ditetapkan

Jika Fhitung < Ftabel maka Ho diterima dan jika sebaliknya maka Ho ditolak.

Setelah didapatkan metode peramalan mana yang lebih baik maka dilakukan verifikasi terhadap metode peramalan yang terbaik tersebut.

3.2.2.7.Peta Moving Range19

Dalam peramalan, peta moving range digunakan untuk melakukan verifikasi yaitu untuk melihat apakah metode peramalan yang diperoleh representatif terhadap data. Jika semua titik berada di dalam batas kendali peta

moving range, diasumsikan peramalan permintaan yang dihasilkan telah cukup baik. Jika terdapat titik yang berada di luar batas kendali, maka peramalan yang didapat kurang baik dan harus direvisi. Dalam pembuatan peta moving range


(71)

1 1

2

=

=

N MR MR

N t

t

Proses verifikasi dengan menggunakan peta moving range dapat digambarkan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Peta Moving Range

Kondisi out of control dapat diperiksa dengan menggunakan empat aturan berikut :

1. Aturan Satu Titik

Bila ada titik sebaran berada di luar UCL dan LCL.Walaupun jika semua titik sebaran berada dalam batas kontrol, belum tentu fungsi/metode representatif. Untuk itu penganalisaan perlu dilanjutkan dengan membagi MRC dalam tiga daerah, yaitu : A, B, dan C.


(72)

2. Aturan Tiga Titik

Bila ada tiga buah titik secara berurutan berada pada salah satu sisi, yang mana dua diantaranya jatuh pada daerah A.

3. Aturan Lima Titik

Bila ada lima buah titik secara berurutan berada pada salah satu sisi, yang mana empat diantaranya jatuh pada daerah B.

4. Aturan Delapan Titik

Bila ada delapan buah titik secara berurutan berada pada salah satu sisi, pada daerah C.

3.2.3. Penyusunan Jadwal Induk Produksi20

Jadwal Induk Produksi (Master Production Scheduling) ialah suatu pernyataan tentang produk akhir apa atau item apa yang direncanakan untuk diproduksi, berapa banyak produk atau item tersebut akan diproduksi pada setiap periode sepanjang rentang waktu perencanaan. Rencana induk produksi berfungsi sebagai basis dalam penentuan jadwal proses operasi di lantai pabrik, jadwal pengadaan bahan dari luar perusahaan (boughtout materials) dan jadwal alokasi sumber daya untuk mendukung jadwal pengiriman produk kepada pelanggan.

Setiap produk tidak terkecuali bahan kebutuhan pokok selalu mengalami fluktuasi permintaan. Permintaan pasar terhadap produk yang berfluktuasi akan menimbulkan fluktuasi dalam kebutuhan sumber daya produksi seperti bahan baku, kapasitas produksi dan tenaga operator. Fluktuasi kebutuhan terhadap


(73)

sumber daya produksi ini akan menimbulkan kesulitan tersendiri karena faktor

supply yaitu kapasitas produksi dan jumlah tenaga operator pada umumnya relatif konstan sehingga ada peluang terjadinya ketidaksesuaian antara jumlah sumber daya yang dibutuhkan dan jumlah sumber daya yang tersedia.

Ada dua faktor penting yang perlu diperhatikan dalam menjabarkan rencana agregat ke dalam jadwal induk produksi. Pertama ialah kondisi flukuasi permintaan masing-masing kelompok produk dari rentang musim ke musim. Yang dimaksud dengan rentang musim adalah rentang periode terjadinya perubahan permintaan secara sognifikan. Misalnya, besarnya permintaan terhadap produk tertentu relative rendah selama bulan Januari, Februari dan Maret, tetapi pada bulan April, Mei dan Juni meningkat tajam yaitu meningkat hampir 50% di atas permintaan rata-rata pada tiga bulan sebelumnya. Dengan mengidentifikasi persentase perubahan perkiraan permintaan pasar pada setiap musim maka rencana produksi agregat tahun pertama dapat diuraikan ke dalam rencana produksi agregat bulanan.

3.2.4. Rough-Cut Capacity Planning (RCCP)21

Rough-Cut Capacity Planning menghitung kebutuhan kapasitas secara kasar dan membandingkannya dengan kapasitas yang tersedia. Perhitungan secara kasar yang dimaksud terlihat dalam dua hal yang menjadi karakteristik RCCP yaitu : Pertama, kebutuhan kapasitas masih didasarkan kepada kelompok produk,


(74)

bukan produk per produk dan kedua, tidak memperhitungkan jumlah persediaan yang telah ada.

22 jk ik n k b a Required Capacity

= = 1

Rumus untuk menghitung kapasitas yang dibutuhkan Produk k pada Stasiun Kerja i untuk Periode j yaitu :

untuk semua i, j. Keterangan :

ik

a = Waktu baku pengerjaan produk k pada Stasiun Kerja i

jk

b = Jumlah produk k yang akan dijadwalkan pada periode j

23

Efisiensi Utilitas

Tersedia Kerja

Waktu × ×

=

vailable Capacity A

Kapasitas tersedia didapat dengan rumus perhitungan yaitu :

Utilitas adalah ukuran kemampuan stasiun kerja dalam memanfaatkan kapasitas tersedia secara efektif. Misalnya suatu stasiun kerja mempunyai kapasitas tersedia sebesar 40 jam/ minggu. Sehubungan dengan berbagai permasalahan teknis yang berakibat tingginya idle time misalnya mencapai rata-rata 6 jam/ minggu, maka tingkat utilitas staisun kerja tersebut adalah sebesar [(40-6)/40] x 100% = 85%.

Efisiensi menjelaskan keadaan seberapa jauh stasiun kerja tertentu mampu menggunakan kapasitas yang tersedia secara efisien. Misalnya suatu operasi manufaktur di stasiun kerja tertentu, berdasarkan standar operasi yang telah ditentukan menurut hasil penelitian, seharusnya dapat diselesaikan dalam waktu

22

Fogarty, Donald W., dkk. Production & Inventory Management. Ohio : South-Western Publishing Co,1991. Hal 413.


(75)

2,5 jam per unit. Sehubungan dengan berbagai kesulitan teknis yang dihadapi maka waktu yang digunakan dalam penyelesaian operasi misalnya 3 jam. Dengan demikian, inefficiency adalah [(3-2,5)/2,5] x 100% = 20% sehingga efisiensinya adalah sebesar 100% - 20% = 80%.

24

1. Memproduksi produk pada periode yang lebih awal ataupun memproduksi pada periode yang akan datang.

Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan apabila kapasitas yang tersedia tidak dapat memenuhi yang dibutuhkan, yaitu :

2. Menambah jam kerja tanpa mengubah jumlah tenaga kerja. 3. Menambah jumlah tenaga kerja .

4. Subkontrakkan kerja pada perusahaan lain.

5. Mengkoreksi jumlah permintaan sampai jumlah yang dapat dipenuhi oleh kapasitas yang tersedia.


(76)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada PT. Tjipta Rimba Djaja yang bergerak dalam bidang manufaktur pembuatan produk kayu terutama beragam jenis kayu lapis (plywood). Pabrik ini beralamat di Jl. K. L. Yos Sudarso Km 7,5 Tanjung Mulia – Medan, Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober s/d Desember 2011.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian terapan (applied research). Hal ini dikarenakan penelitian ini dilakukan untuk pemecahan masalah yang nyata.25 Hasil jenis penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu perencanaan kapasitas yang dapat memaksimisasi utilitas.

4.3. Objek Penelitian

Objek yang diteliti adalah jumlah kapasitas yang ada pada tiap stasiun kerja (work centre) di PT. Tjipta Rimba Djaja.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)