19
tahun 1990. Sementara, perkiraan emisi CO
2
tahun 1990 adalah 105,7 juta ton dimana sebesar 23 persen berasal dari pembangkit energi dan 16 persen dari
penyelenggaraan perumahan atau sektor rumah tangga. Emisi CO
2
pada penyelenggaraan perumahan sederhana perkotaan dihasilkan mulai dari proses pembuatan bahan bangunan dan transportasi bahan
bangunan, penggunaan peralatan selama proses konstruksi sampai dengan aktifitas rumah tangga ketika rumah dihuni Yudhi, C.O. dan Sudjono, P. 2007.
Oleh karena itu komponen sistem perancangan rumah dapat mempengaruhi peningkatan timbulan karbon apabila terjadi aktifitas perbaikan, perubahan,
maupun penambahan luasan bangunan rumah. Selain itu, berbagai kegiatan pemanfaatan fungsi ruang di dalam rumah melalui pengkondisian ruang baik
berupa udara maupun cahaya turut juga memberi dampak pada peningkatan emisi CO
2
. Beberapa pendekatan pada penyelenggaraan perumahan berkelanjutan
perkotaan telah dikembangkan untuk mengurangi timbulan emisi karbon di udara. Hal ini dilakukan dengan misalnya, pertama adalah hemat bahan bangunan yang
diarahkan kepada terbentuknya masyarakat “Zero-Emmission” melalui daur ulang material dan bangunan-bangunan tahan lama, atau kedua hemat energi melalui
perbaikan sistem bahan dan konstruksi bangunan, dan ketiga adalah melalui optimalisasi sistem jaringan lalulintas perkotaan Kobayashi, 2010.
2.2. Kota Berkelanjutan
Kota berkelanjutan berkaitan erat dengan kemampuan dari suatu kota bertahan hidup serta tumbuh dan berkembang sejalan dengan populasi penduduk
yang terus bertambah akibat urbanisasi Bugliarello, 1999. Pengertian ini erat
Universitas Sumatera Utara
20
hubungannya dengan pengaruh dari suatu kota terhadap bagian dunia yang lain dan secara diagramatis diilustrasikan pada gambar 2.2 sebagai perpotongan antara
urbanisasi dengan dunia berkelanjutan. Biasanya, kemampuan suatu kota bertahan hidup dan memberi kesejahteraan pada penduduknya dalam jangka waktu cukup
lama melibatkan berbagai faktor: ekonomi suatu kota; ketersediaan lapangan kerja, perumahan dan berbagai sektor jasa; kesejahteraan dan daya tarik dari
lingkungan kota; ketersediaan sumber-sumber air, bahan-bahan pokok, energi; demikian juga tentu ruang-ruang yang memberi peluang terjadinya pertumbuhan
Siregar, Doli, 2004; Budihardjo, 2006. Ada 3 tiga tantangan utama yang dihadapi setiap kota agar dapat menjadi
suatu kota berkelanjutan Shireman, 1992, Thinh et al., 2002: 1. teknis: menemukan sumber-sumber air, menggali dan menciptakan
tempat-tempat penimbunan limbahsampah, mengatasi keterbatasan lahan kota dengan menyediakan lahan untuk pengembangan.
2. sosio-ekonomi: menyediakan lapangan kerja, perumahan, jasa-jasa bagi orang tidak mampu, menghubungkan sistem transportasi dan tata guna
lahan, membuat kebijakan-kebijakan yang efektif bagi mendorong pembangunan.
3. biological sphere: dampak dari kehidupan kota terhadap warga kota – dampak jadwal kerja dengan jarak antara hunian dan tempat kerja baik
dari segi waktu dan jadwal makan, berkurangnya aktifitas fisik berkaitan dengan transportasi dengan kendaraan motor, makanan cepat saji,
penyakit jantung dan obesitas, dampak tingkat kebisingan dengan gangguan pendengaran.
Universitas Sumatera Utara
21
Gambar 2.2 Kota berkelanjutan sebagai perpotongan dari dua phenomena
Sumber : Bugliarello, 2006.
Selanjutnya, Bugliarello 2006 mengembangkan 2 dua paradigma untuk memahami dan menghadapi tantangan-tantangan diatas serta seluruh dilema yang
terjadi. a. Paradigma kota sebagai konsentrator
Kota adalah sebagai pusat tempat berkumpulnya konsentrator populasi, sumber daya manusia, material, tata guna lahan, air, dan energi, informasi,
ekonomi dan peluang-peluang; demikian juga polusi, disfungsionalitas mulai dari kemacetan lalulintas sampai ke kriminal. Lebih jauh, kota kontemporer juga
sering disebut sebagai pusat informasi yaitu; melalui jaringan keberadaaan universitas-universitas, kompleks-kompleks perkantoran, perpustakaan, bank-
bank data, transmisi telekomunikasi, jaringan pos, dan komunikasi antar individu yang dilakukan di kota. Beberapa keuntungan dari kota konsentrator adalah:
1. sebagai tempat bagi percampuran beragam genetika. 2. sebagai tempat penggunaan energi efisien akibat penggunaan
transportasi publik.
Universitas Sumatera Utara
22
3. sebagai tempat penggunaan lahan yang minimal akibat tidak ada sub- sub pusat kota.
4. sebagai tempat penggunaan materi optimal karena perumahan menyediakan beragam kebutuhan ekonomi.
5. sebagai tempat penggunaan air minimal karena rumah-rumah pribadi memiliki halaman tidak luas.
b. Paradigma Biosoma Biologi, sosial, mesin Paradigma ini menekankan kompleksitas alami yang dimiliki suatu kota, yang
melibatkan komponen-komponen; biologi, sosial dan mesin yang saling berkaitan di dalam lingkungan kota seperti tampak pada gambar 2.3. Paradigma ini melihat
kota sebagai suatu entitas Biologi - Sosial - Mesin. Komponen biologi adalah manusia, dan spesies-spesies lainnya, yang secara bersama akan menghadirkan
keseimbangan bagi keduanya. Keseimbangan ini selanjutnya memberi arti bagi keberlanjutan kehidupan seperti misalnya kesenangan manusia atas tumbuhan,
burung-burung, dan binatang peliharaan. Komponen sosial termasuk organisasi- organisasi, pemerintah kota, kelompok-kelompok etnis dan informal, keluarga dan
lain lain. Komponen mesin termasuk artefak-artefak, mulai dari infrastruktur hingga perumahan, dari industri sampai kendaraan-kendaraan, komputer sampai
ke pakaian. Sedangkan lingkungan adalah termasuk udara, air, dan tanah. Semua perbedaan kapabilitas dari komponen-komponen biosoma menawarkan beragam
kemungkinan dalam penanganan tantangan-tantangan kota berkelanjutan.
Universitas Sumatera Utara
23
Bio So Ma
Manusia Spesies
lainnya Organisasi-organisasi:
Pemerintah Bisnis
Kesehatan Keluarga
Agama Budaya
Perumahan Infrastruktur
Transportasi Listrik, air, telepon
........... Dlsbnya
Gambar 2.3 Komponen-komponen bio-so-ma
Sumber : Bugliarello, 2006.
Kedua paradigma dimaksud, yaitu “konsentrator” dan “biosoma” melahirkan pertanyaan tentang masa depan kota-kota dunia seperti; bagaimana
konsekuensi-konsekuensi bio-sosial dari konsentrator. Semakin besar peran kota sebagai konsentrator, semakin penting untuk diperhatikan tentang dampaknya
terhadap alam dan kehidupan yang berkelanjutan. Apakah, misalnya peran konsentrator yang ekstrim dari suatu kota akan mempengaruhi keseimbangan bio-
sosial seperti misalnya, individualitas. Apakah tingginya tingkat efisiensi penggunaan energi suatu kota konsentrator, misalnya karena transportasi massal,
bangunan tinggi, rumah ramah lingkungan, ruang terbuka hijau, menjadi faktor
SO BIO
MA
Universitas Sumatera Utara
24
penting dalam usaha mengurangi efek gas rumah kaca GRK yang berasal dari emisi CO
2
dan pemanasan global?
2.3. Ekosistem Kota