15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Emisi CO
2
pada Sistem Perumahan Perkotaan
Pengendalian emisi CO
2
pada skala perkotaan, regional dan nasional menjadi tujuan penting dalam dekade terakhir ini untuk mengurangi emisi karbon yang
berdampak pada kenaikan iklim global. Dalam upaya pengendalian tersebut maka pemahaman yang lebih baik tentang emisi karbon dalam berbagai skala
geographis menjadi prasyarat penting dalam usaha mengelola emisi CO
2
di udara. Dalam skala kota ini berarti bahwa pemahaman komprehensif atas penggunaan
energi di perkotaan dan emisi CO
2
, dan lebih jauh pemahaman mendalam atas 2 dua sektor terbesar yaitu; lingkungan binaan bangunan-bangunan termasuk
perumahan dan transportasi serta perlunya dilakukan intervensi teknologi dan perubahan gaya hidup akan menyumbang pengurangan emisi CO
2
Astuti, 2005; Bhattachayya, 2010; Herawati, 2010. Beberapa literatur meyakini bahwa emisi
CO
2
secara langsung di perkotaan adalah sangat penting akan tetapi emisi tersembunyi yang berasal dari sektor-sektor jasa dan barang adalah juga perlu
dicermati serius karena kawasan perkotaan adalah tempat bertumbuh dan berkembangnya berbagai gaya hidup yang melahirkan emisi karbon Hartfield,
2000; Firth dan Lomas, 2009. Karbon dioksida CO
2
adalah suatu gas penting dan dalam kadar yang normal sangat bermanfaat dalam melindungi kehidupan manusia di bumi.
Komposisi ideal dari CO
2
dalam udara bersih seharusnya adalah 314 ppm sehingga jumlah yang berlebihan di atmosfer bumi akan mencemari udara serta
Universitas Sumatera Utara
16
menimbulkan efek gas rumah kaca – GRK Kirby, 2008. Emisi CO
2
berasal dari pembakaran bahan bakar fosil merupakan penyebab terbesar sekitar 50 dari efek
GRK Puslitbangkim, 2005. Umumnya, pencemaran yang diakibatkan oleh emisi CO
2
bersumber dari 2 dua kegiatan yaitu; alam natural, dan manusia antropogenik seperti emisi CO
2
yang berasal dari transportasi, sampah, dan konsumsi energi listrik rumah tangga. Emisi CO
2
yang dihasilkan dari kegiatan manusia antropogenik konsentrasinya relatif lebih tinggi sehingga mengganggu
sistem kesetimbangan di udara dan pada akhirnya merusak lingkungan dan kesejahteraan manusia
Yoshinori, et al ., 2009
Kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang banyak terpusat di daerah perkotaan di Indonesia, telah menyebabkan naiknya populasi penduduk
perkotaan Budihardjo, 2006. Kenaikan ini selanjutnya meningkatkan penggunaan bahan bakar fosil, sumber timbulan emisi CO
2
ke udara. Aktifitas penduduk perkotaan ini menyebabkan konsentrasi gas buang seperti CO
2
makin bertambah dalam udara Wackernagel, N. dan Ress, W. E., 1996. Sumber gas
buang atau emisi CO
2
di daerah perkotaan ini terkait dengan beragam fungsi bangunan dan aktifitas transportasi Astuti, 2005. Sementara, sumber emisi CO
2
pada perumahan ataupun pemukiman adalah berasal dari konsumsi energi akibat proses pembangunan perumahan yaitu; mulai dari pabrikasi bahan bangunan,
konstruksi bangunan, penggunaan energi dari aktifitas domestik, sampai dengan demosili pasca hunian. Oleh karena itu, untuk mengetahui besaran emisi CO
2
dari penyelenggaraan perumahan perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi
setiap tahapan dalam proses pembangunan perumahan Zubaidah, 2005.
Universitas Sumatera Utara
17
Sejak tahun 1990 konsentrasi CO
2
telah meningkat menjadi 350 ppm naik sebesar 63 ppm dari tingkat yang ada di tahun 1850 sebesar 290 ppm. Apabila
digunakan asumsi konsumsi dan pertumbuhan ekonomi sama seperti saat ini maka diperkirakan pada tahun 2100 konsentrasi CO
2
adalah sekitar 580 ppm. Industrialisasi dan urbanisasi disertai dengan gaya hidup berbagai kegiatan
perkotaan manusia modern telah mempercepat kenaikan timbulan emisi CO
2
di atmosfer. Pada dasarnya, penyumbang terbesar emisi CO
2
perkotaan modern adalah berasal dari bahan bakar fosil yaitu dari penggunaan; pembangkit listrik,
kendaraan, serta akitifitas pembakaran hutan melalui konversi lahan terutama di daerah tropis. Data tahun 1989 menunjukkan sekitar 71 persen sampai dengan 89
persen dari keseluruhan perkiraan emisi CO
2
sebesar 5,8 juta ton sampai 8,7 juta ton berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, sementara antara 10 persen sampai
28 persen bersumber dari pembakaran hutan Puslitbangkim, 2006. Di Indonesia, emisi CO
2
dari sektor rumah tangga, tidak termasuk kendaraan pribadi, memberi sumbangan sebesar 11 dari keseluruhan emisi nasional
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2002. Ini belum termasuk emisi tidak langsung dari konsumsi energi listrik pada rumah tangga sebesar 38,6 dari
konsumsi energi listrik nasional seperti tampak pada gambar 2.1. Penelitian di Kampung Naga menunjukkan bahwa upaya pengurangan emisi CO
2
melalui konstruksi rumah berkaitan langsung dengan perilaku kehidupan masyarakat
perumahan melalui aturan yang mengatur tahap pembangunan rumah, sumber material bangunan, pembatasan penggunaan lahan, kendaraan dan peralatan yang
digunakan dalam proses konstruksi Dewi, I.K. dan Sudjono, P. 2007. Akan tetapi, pada penyelenggaran perumahan perkotaan modern, timbulan emisi CO
2
Universitas Sumatera Utara
18
Emisi CO2 Nasional
50 100
150 200
250
1990 1991
1992 1993
1994 1995
1996 1997
1998 1999
2000
Ju ta
T o
n
Pembangkit Listrik Rumah Tangga Komersial
Industri Transportasi
Lainnya
di udara dapat dikendalikan sejak dari proses pra-konstruksi, konstruksi, hingga aktifitas pasca-konstruksi terutama melalui konsumsi energi listrik dan bahan
bakar dari keperluan rumah tangga Priemus, 2005; Suhedi, 2007.
Gambar 2.1 Grafik emisi CO
2
Nasional
Sumber: Deptambem ESDM, 2002
Besarnya timbulan emisi CO
2
yang bersumber dari energi akibat aktifitas domestik dalam rumah tangga sangat berkaitan erat dengan gaya hidup, budaya,
pola kehidupan di rumah masing-masing individu ataupun kelompok masyarakat. Lebih jauh juga, emisi karbon yang berasal dari konsumsi energi rumah tangga
atas penggunaan bahan bakar organik fosil dan listrik erat berhubungan dengan tingkat penghasilan masyarakat Bhattacharyya dan Ghoshal, 2010. Selain itu,
berbagai aktifitas rumah tangga lainnya seperti membersihkan rumah serta cuci setrika secara kumulatif ikut pula memberi kontribusi bagi besarnya emisi karbon
dari penyelenggaraan perumahan. Protokol Kyoto 1997 menekankan perlunya pengurangan emisi sebesar 5,2 persen sebelum tahun 2012 dari tingkat emisi pada
Universitas Sumatera Utara
19
tahun 1990. Sementara, perkiraan emisi CO
2
tahun 1990 adalah 105,7 juta ton dimana sebesar 23 persen berasal dari pembangkit energi dan 16 persen dari
penyelenggaraan perumahan atau sektor rumah tangga. Emisi CO
2
pada penyelenggaraan perumahan sederhana perkotaan dihasilkan mulai dari proses pembuatan bahan bangunan dan transportasi bahan
bangunan, penggunaan peralatan selama proses konstruksi sampai dengan aktifitas rumah tangga ketika rumah dihuni Yudhi, C.O. dan Sudjono, P. 2007.
Oleh karena itu komponen sistem perancangan rumah dapat mempengaruhi peningkatan timbulan karbon apabila terjadi aktifitas perbaikan, perubahan,
maupun penambahan luasan bangunan rumah. Selain itu, berbagai kegiatan pemanfaatan fungsi ruang di dalam rumah melalui pengkondisian ruang baik
berupa udara maupun cahaya turut juga memberi dampak pada peningkatan emisi CO
2
. Beberapa pendekatan pada penyelenggaraan perumahan berkelanjutan
perkotaan telah dikembangkan untuk mengurangi timbulan emisi karbon di udara. Hal ini dilakukan dengan misalnya, pertama adalah hemat bahan bangunan yang
diarahkan kepada terbentuknya masyarakat “Zero-Emmission” melalui daur ulang material dan bangunan-bangunan tahan lama, atau kedua hemat energi melalui
perbaikan sistem bahan dan konstruksi bangunan, dan ketiga adalah melalui optimalisasi sistem jaringan lalulintas perkotaan Kobayashi, 2010.
2.2. Kota Berkelanjutan