Dampak Sistemik TINJAUAN PUSTAKA

bank dan penilaian tersebut tidak disebarluaskan ke masyarakat, namun bank bermasalah akan lebih sering diperiksa dibandingkan dengan bank yang berkondisi sehat. Penangan bank bermasalah sangat serius dilakukan oleh pemerintah karena berpengaruh penting terhadap kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional.

2.3 Dampak Sistemik

Istilah sistemik diambil dari kata sistem. Kerusakan sistemik berarti kerusakan menyeluruh pada sistem yang ad a. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang -Undang PERPPU No. 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan JPSK dalam Fitri 2010, yang dimaksud berdampak sistemik adalah suatu kondisi sulit yang ditimbulkan oleh suatu bank, lembaga keuangan bukan bank, atau gejolak pasar keuangan yang apabila tidak diatasi dapat menyebabkan kegagalan sejumlah bank dan lembaga keuangan bukan bank lain sehingga menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem keuangan dan perekonomian nasional. Sementara itu, lembaga Internasional seperti Bank for International Settlements BIS dan European Central Bank menekankan berdampak sistemik menga cu pada istilah kekacauan yang menyeluruh, bersifat tiba -tiba, menghasilkan efek domino kekacauan finansial yang lebih besar. Sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya, dalam PERPPU JPSK tidak diatur secara jelas mengenai ukuran dan kriteria bank yang dapat dikategorikan sebagai bank yang ditengarai berdampak sistemik. Secara international best practices, juga tidak pernah ditemui adanya definisi dan ukuran baku mengenai dampak sistemik di dunia ini. Dampak sistemik tidak diatur secara jelas dan tegas mengenai ukuran dan kriterianya karena pengaturan yang rinci dan jelas dapat menimbulkan moral hazard. Maksudnya adalah jika semua bank tahu tentang kriteria berdampak sistemik, dikhawatirkan bank -bank itu akan dengan sengaja mengkondisikan diri agar masuk ke dal am kriteria berdampak sistemik sehingga bank-bank tersebut dapat meminta bantuan pemerintah. Hal ini dapat mendorong manajemen bank tidak berhati -hati prudent dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Hal inilah yang menyebabkan kriteria sistemik tidak terca ntum dalam undang-undang. Bank Indonesia mencoba mengadaptasi sistem penilaian dampak sistemik berdasarkan framework MoU Uni Eropa. Framework tersebut melakukan penilaian dampak sistemik dari aspek sistem keuangan, pasar keuangan, sistem pembayaran, dan sektor riil. Selain aspek tersebut, Bank Indonesia juga menambahkan satu aspek lagi yaitu aspek psikologi pasar. Penambahan aspek psikologi pasar ini merujuk pada pengalaman Indonesia pada krisis 1997 -1998 lalu sehingga perlu dimasukkan untuk mencegah krisis serupa terulang. Krisis tersebut berujung pada penarikan besar -besaran dana nasabah di bank -bank lain rush atau bank runs sehingga mengakibatkan krisis perbankan dan merambah pada krisis keuangan dan sektor lainnya. Menurut Bank Indonesia 2002, penyebab terjadinya bank runs antara lain: 1. Moral hazard dan penurunan aset. Teori ini diasumsikan bahwa banyak bank yang memperoleh fasilitas berupa kemudahan mendapatkan pinjaman dengan tingkat bunga yang aman dari pemerintah, sehingga terjadi persaingan dalam menyalurkan kredit. Hal ini mengakibatkan kinerja dari bank seolah –olah sangat sehat dibandingkan dengan kondisi yang sebenarnya. Penurunan nilai aset terjadi jika pemerintah tidak lagi memberikan jaminan pada pinjaman bank, sehingga mengubah ekspektasi in vestor karena mereka merasa dananya tidak aman lagi. Bank runs terjadi pada saat ketidakpercayaan investor atau nasabah diwujudkan dengan menarik dana mereka dalam jumlah besar. 2. Disintermediasi dan likuidasi yang diasumsikan bahwa pihak bank adalah pihak yang baik, sehingga penyebab utama terjadinya krisis dan asset deflation adalah financial panic bank runs yang tidak diikuti oleh kebijakan yang tepat. Pihak bank melakukan investasi utamanya untuk jangka panjang, sehingga membutuhkan pembiayaan dana yang bersifat jangka panjang. Keadaan ini menyebabkan bank mudah terserang kepanikan keuangan. Dampak yang akan terjadi akibat bank runs menurut Bank Indonesia 2002, yaitu: 1. Berdasarkan teori no contagion effect, bank runs tidak akan merubah volume deposito dalam pengertian bahwa nasabah yang tidak percaya kepada suatu bank memindahkan dananya kepada bank lain, sehingga total simpanan dalam sistem perbankan akan tetap jumlahnya. Sebaliknya, koalisi antar bank dimana bank yang mengalami kelebihan likuiditas mengalirkan dananya kepada bank yang kekurangan likuiditas akan mengurangi efek bank runs lebih lanjut. 2. Contagion effect yang maksudnya adalah ketidakpercayaan pada suatu bank juga akan membawa ketidakpercayaan kepada sistem perbankan secara keseluruhan, sehingga akan menimbulkan kepanikan. Contagion effect of bank runs suatu bank terjadi jika nasabah menarik dananya dari bank yang gagal dan yang masih baik dalam waktu yang sama tanpa adanya proses pemindahan deposito. Contagion effect dapat ditentukan dengan membandingkan uang kartal terhadap simpanan dana pihak ketiga DPK dalam sistem perbankan. Sebagai lembaga keuangan yang berperan penting bagi sistem perekonomian di negara kita, bank dituntut agar mampu mengelola berbagai risiko yang harus dihadapi. J ika tidak, maka risiko ini akan memberikan dampaknya kepada para masyarakat. Tingkat kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada bank menentukan eksistensi dari bank tersebut yang akhirnya berpengaruh kepada kelancaran aliran dana dalam sistem pereko nomian negara kita.

2.4 Informasi dalam Perbankan