Kajian Penilaian Dampak Kebijakan Penanganan Kasus Bank Century dengan Metode Percobaan Ekonomi

(1)

OLEH

ELVHA ADITIA SIDIK H14070031

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

ELVHA ADITIA SIDIK. Kajian Penilaian Dampak Kebijakan Penanganan Kasus Bank Century dengan Metode Percobaan Ekonomi (dibimbing oleh

BAMBANG JUANDA).

Kontroversi terkait tindakan penyelamatan Bank Century hingga saat ini masih menjadi pertanyaan besar. Berbagai kalangan menilai bahwa tindakan penyelamatan merupakan tindakan yang tepat karena tindakan penutupan Bank Century dapat menyebabkan dampak sistemik terhadap stabilitas perbankan dan ekonomi secara keseluruhan. Hal tersebut didasarkan pada kondisi krisis yang dialami pada saat itu. Kalangan yang lain menilai bahwa tindakan penyelamatan Bank Century tidak tepat karena penutupan Bank Century tidak akan berdampak sistemik disebabkan ukuran Bank Century yang relatif kecil.

Mengingat tindakan yang telah dilakukan pemerintah adalah tindakan penyelamatan Bank Century, perdebatan antara ada dan tidak adanya dampak sistemik akibat kebijakan penutupan Bank Century sulit dipecahkan dengan metode ekonomi yang lain, seperti metode survei atau kajian terhadap data sekunder. Oleh karena itu, kajian ada atau tidaknya dampak sistemik yang ditimbulkan penutupan Bank Century menarik untuk dikaji secara ilmiah melalui metode percobaan ekonomi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dampak kebijakan penanganan bank bermasalah terhadap variabel ekonomi yang ditimbulkan akibat kebijakan penanganan bank bermasalah yang dikaitkan dengan kondisi ekonomi (kondisi krisis dan kondisi normal) dan ukuran bank bermasalah (relatif kecil ataukah relatif sama besarnya ukuran bank bermasalah tersebut dengan bank lain pada umumnya). Variabel ekonomi tersebut terdiri dari suku bunga deposito, total deposito, suku bunga kredit, total pinjaman, tingkat pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat inflasi. Dengan demikian, diharapkan mampu menjawab kontroversi dampak sistemik dan nonsistemik akibat kebijakan penutupan Bank Century.

Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah data hasil simulasi percobaan ekonomi. Sedangkan data sekunder yang digunakan data Statistik Perbankan bulan November 2008, data Rasio-rasio Keuangan Pokok Perbankan tahun 2008, data Suku Bunga Simpanan Berjangka Per tahun, dan data Suku Bunga Pinjaman Per tahun. Data-data tersebut digunakan sebagai acuan dalam menentukan kondisi awal percobaan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok 3 Faktor dengan menggunakan analisis ragam ANOVA. Metode analisis data tersebut digunakan untuk melihat pengaruh dan interaksi antara ketiga faktor, yaitu kebijakan penanganan bank, kondisi ekonomi, dan ukuran bank bermasalah terhadap respon suku bunga deposito, total deposito, suku bunga kredit, total pinjaman, tingkat pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat inflasi.

Berdasarkan analisis ragam, interaksi antara kebijakan penanganan bank bermasalah dan kondisi ekonomi berpengaruh signifikan terhadap suku bunga


(3)

bunga kredit, total deposito, total pinjaman, dan pertumbuhan ekonomi. Namun, interaksi antara kebijakan penanganan bank bermasalah dan kondisi ekonomi dan interaksi antara kebijakan penanganan bank bermasalah dan ukuran bank bermasalah terhadap tingkat inflasi tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan.

Berdasarkan simulasi yang dilakukan, kebijakan penutupan bank bermasalah berukuran kecil seperti Bank Century memiliki pengaruh yang lebih besar pada saat kondisi krisis dibandingkan kondisi normal terhadap respon suku bunga deposito, suku bunga kredit, total pinjaman, dan tingkat pengangguran. Selain itu, kebijakan penutupan bank bermasalah berukuran besar pada saat krisis memiliki pengaruh yang besar terhadap respon suku bunga deposito, suku bunga kredit, total deposito, total pinjaman, dan pertumbuhan ekonomi dibandingkan penutupan bank bermasalah berukuran kecil.

Hasil penelitian terkait kasus Bank Century dengan menggunakan metode percobaan ekonomi menunjukkan bahwa penutupan Bank Century menyebabkan dampak sistemik yang relatif sangat rendah. Pengaruh sistemik yang cukup besar akan ditimbulkan jika penutupan bank bermasalah pada saat krisis tersebut dilakukan pada bank bermasalah yang berukuran besar. Dalam kondisi normal (tidak adannya gejolak krisis), penutupan bank bermasalah berukuran kecil seperti Bank Century tidak akan menimbulkan dampak sistemik. Tekanan dan potensi kegagalan bank sangat rendah karena stabilitas ekonomi dalam kondisi normal masih terjaga sehingga kepercayaan nasabah terhadap perbankan tidak mengalami penurunan.


(4)

people consider that the closure of Century Bank could cause systemic impact on the stability of the banking and the economy. It is based on the crisis condition at that time. Closure of small bank during the crisis could lead bank panics which is shown by rush action of bank costumers. The others consider that the closure of Century Bank would not cause systemic impact due to the size of Century Bank which is relatively small. Based of the controversy, the closure of Century Bank considering economic condition and bank size factor needs to be studied scientifically against some economic variables by the economic experimental method.

Based on economic experimental method of this research, the closure of small troubled bank which is like Century Bank has a greater influence on the crisis condition compared to the normal condition on the responses of deposit rates, lending rates, total loans, and the unemployment rate. In additon, the closure of large troubled bank compared to the small troubled bank in crisis has a greater influenced on responses of deposit rates, lending rates, total deposits, total loans, and economic growth.

The answering of Century Bank closure controversy by economic experimental method suggests that the closure of Century Bank has a relatively low systemic impact. Greater systemic impact woud be happened on the closure of a big trouble bank in crisis. In normal condition, the closure of a small troubled bank wouldn’t cause systemic impact because that condition dosesn’t influence significantly to the consumer bank trust.

Keyword : closure of troubled bank, systemic impact, experimental economics method


(5)

Oleh

ELVHA ADITIA SIDIK H14070031

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(6)

Nama : Elvha Aditia Sidik

NRP : H14070031

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS. NIP. 19640101 198803 1 061

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003


(7)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2011

Elvha Aditia Sidik H14070031


(8)

Penulis bernama Elvha Aditia Sidik lahir pada tanggal 3 November 1989 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari dua saudara, dari pasangan Iip Japar Sidik dan Etty Liswanty. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Ciriung 2 Cibinong pada tahun 2001, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Cibinong dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi seperti Unit Kegiatan Mahasisawa (UKM) Kewirausahaan Century dan HIPOTESA. Pada tahun 2008, penulis aktif sebagai staf HRD UKM Century. Pada tahun 2010, penulis aktif sebagai Staf Divisi Lable (Life for Academic and Education) HIPOTESA. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif sebagai Assisten Dosen Mata Kuliah Ekonomi Umum dan Tentor Matematika Bimbingan Belajar Primagama sejak tahun 2009 hingga tahun 2011. Pada tahun 2010, penulis juga pernah mengikuti seleksi pemilihan Mahasiswa Berprestasi tingkat Departemen Ilmi Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.


(9)

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, para keluarganya, sahabatnya, dan pengikutnya hingga akhir jaman.

Penulisan skripsi yang berjudul “Kajian Penilaian Dampak Kebijakan Penanganan Kasus Bank Century dengan Metode Percobaan Ekonomi”

merupakan pemenuhan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kontroversi seputar tindakan penyelamatan Bank Century yang terjadi pada tahun 2008 sempat menimbulkan pro dan kontra terkait ada atau tidaknya dampak sistemik jika tindakan penutupan Bank Century dilakukan. Mengingat, kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah pada saat itu adalah kebijakan penyelamatan. Dampak ada atau tidaknya kebijakan penutupan Bank Century sulit dipecahkan dengan metode lain, seperti survei atau kajian data sekunder. Berdasarkan alasan tersebut, Penulis tertarik untuk mengkajinya secara ilmiah dengan metode Percobaan Ekonomi.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kerjasama dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS. selaku pembimbing skripsi yang selalu memberi arahan dan bimbingan di sela-sela kesibukan beliau kepada penulis demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Nunung Nuryartono selaku dosen penguji utama yang telah memberikan kontribusi pemikiran, kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Ranti Wiliasih, M.Si selaku dosen penguji komdik yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Kedua orang tua penulis, Ayah Iip Japar Sidik dan Ibu Etty Liswanty atas semua kasih sayang, dukunga, perhatian, doa, serta pengorbanannya yang tak ternilai selama ini.


(10)

6. Chandra Wangsa Setiadipura yang telah membantu penulis dalam pembuatan program simulasi percobaan ekonomi.

7. Riska Nuridha Putri dan Putri Yasmin yang telah memberikan bimbingan dan ilmunya terkait pengolahan data simulasi penelitian ini.

8. Teman satu bimbingan, Firza Fardilah, S.E. dan Meriani Puspa Wardani yang selalu meluangkan watunya untuk berbagi ilmu, saran, serta nasihat selama penyusunan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat penulis, Andy Inggryd, Rani Nutfitriani, Retno Priandini, Lilih Suprianti, Ricky Setiawan, dan Adi Asrullah Daulay yang selama ini selalu memberikan dukungan semangat, doa, serta masukan-masukan positif kepada penulis.

10. Teman IE 44 dan IE 45, terima kasih atas dukungan dan kerja samanya dalam membantu kelancaran simulasi ekonomi.

11. Semua Staf Tata Usaha serta para dosen Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuan serta ilmu yang diberikan selama penulis berkuliah.

Semoga semua bantuan dan jerih payah yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT. Akhirnya dengan segala kerendahan hati yang tulus, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang bersangkutan.

Bogor, Agustus 2011

Elvha Aditia Sidik H14070031


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...10

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori-teori ...12

2.1.1. Definisi dan Fungsi Perbankan dalam Perekonomian ...12

2.1.2. Tingkat Kesehatan Bank ...14

2.1.3. Tindakan Rush oleh Nasabah terhadap Bank ...18

2.1.4. Risiko Sistemik Perbankan ...21

2.1.5. Penanganan Bank Bermasalah...24

2.1.6. Percobaan Ekonomi ...28

2.2. Penelitian Terdahulu ...33

2.3. Kerangka Pemikiran ...35

2.4. Hipotesis ...39

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengamatan ...40

3.2. Jenis dan Sumber Data ...40

3.3. Rancangan Simulasi Percobaan ...42

3.4. Metode Analisis ...48

3.5. Alur Berpikir Penelitian ...52

3.6. Prosedur Perlakuan Simulasi ...55


(12)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Implikasi Kebijakan terhadap Suku Bunga Deposito ...73

4.2. Implikasi Kebijakan terhadap Total Deposito ...78

4.3. Implikasi Kebijakan terhadap Suku Bunga Kredit ...80

4.4. Implikasi Kebijakan terhadap Total Pinjaman ...85

4.5. Implikasi Kebijakan terhadap Tingkat Pengangguran...90

4.6. Implikasi Kebijakan terhadap Pertumbuhan Ekonomi ...92

4.7. Implikasi Kebijakan terhadap Tingkat Inflasi ...94

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ...96

5.2. Saran ...97

DAFTAR PUSTAKA ...99

LAMPIRAN ...101


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

3.1. Kondisi Awal Bank Bermasalah Berukuran Besar ...47

3.2. Kondisi Awal Bank Bermasalah Berukuran Kecil ...48

3.3. Penjabaran Kondisi Perlakuan dalam Simulasi Percobaan Ekonomi ...56

4.1. Analisis Ragam Suku Bunga Deposito ...73

4.2. Analisis Ragam Total Deposito ...78

4.3. Analisis Ragam Suku Bunga Kredit ...81

4.4. Analisis Ragam Total Pinjaman ...85

4.5. Analisis Ragam Tingkat Pengangguran...90

4.6. Analisis Ragam Pertumbuhan Ekonomi ...92


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor. Halaman

1.1. Financial Stability Index...3

1.2. Banking Pressure Index Indonesia ...4

2.3. Ilustrasi Perancangan Percobaan ...29

2.4. Karakteristik Pengumpulan Data dengan Rancangan Percobaan ...30

2.5. Kerangka Pemikiran ...38

3.1. Gambaran Simulasi Percobaan Ekonomi ...45

3.2. Kerangka Berpikir Simulasi ...52

4.1. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Suku Bunga Deposito Per tahun (Kondisi Krisis) ...74

4.2. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Suku Bunga Deposito Per tahun (Kondisi Normal) ...75

4.3. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Suku Bunga Deposito Per tahun (Ukuran Bank Bermasalah Besar) ...77

4.4. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Suku Bunga Deposito Per tahun (Bank Bermasalah Berukuran Kecil) ...77

4.5. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Total Deposito (Ukuran Bank Bermasalah Besar) ...79

4.6. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Total Deposito (Ukuran Bank Bermasalah Kecil) ...80

4.7. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Suku Bunga Kredit Per tahun (Kondisi Krisis)...81

4.8. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Suku Bunga Kredit Per tahun (Kondisi Normal) ...82

4.9. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Suku Bunga Kredit Per tahun (Ukuran Bank Bermasalah Besar) ...84

4.10. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Suku Bunga Kredit Per tahun (Ukuran Bank Century Kecil) ...84

4.11. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Total Pinjaman (Kondisi Krisis) ...86

4.12. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Total Pinjaman (Kondisi Normal) ...87

4.13. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Total Pinjaman (Ukuran Bank Bermasalah Besar) ...88


(15)

4.14. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Total

Pinjaman (Ukuran Bank Bermasalah Kecil)...89 4.15. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Tingkat

Pengangguran (Kondisi Krisis)...91 4.16. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap Tingkat

Pengangguran (Kondisi Normal) ...92 4.17. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap

Pertumbuhan Ekonomi (Ukuran Bank Bermasalah Besar) ...93 4.18. Implikasi Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah terhadap


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data Hasil Percobaan ...102

2. Instruksi Percobaan Ekonomi untuk Deposan ...103

3. Lembar Keputusan Deposan ...108

4. Instruksi Percobaan Ekonomi untuk Bank ...108

5. Lembar Keputusan Bank ...116

6. Instruksi Percobaan Ekonomi untuk Perusahaan ...116


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada tanggal 21 November 2008, berdasarkan Keputusan Nomor 04/KSSK.03/2008 secara resmi memutuskan bahwa Bank Century dinyatakan sebagai bank gagal yang berdampak sistemik sehingga harus diselamatkan1. Dalam rapat tersebut, Komite Koordinasi (KK) menyerahkan penanganan Bank Century kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui keputusan KK Nomor 01/KK.01/2008. Dengan demikian, secara resmi penanganan Bank Century sepenuhnya dilakukan oleh LPS sesuai Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang LPS2.

Berdasarkan data Bank Indonesia per 31 Oktober 2008, Bank Century memenuhi kualifikasi sebagai bank gagal dengan nilai CAR (Capital Adequacy Ratio) sebagai salah satu indikator kesehatan bank sebesar negatif 3,53 persen3. Hal tersebut menyebabkan Bank Century mengalami gagal bayar (default) atas kewajibannya terhadap nasabah. Berdasarkan hasil pengawasan Bank Indonesia, Bank Century memiliki permasalahan likuiditas dan telah melakukan beberapa kali pelanggaran terhadap GWM (Giro Wajib Minimum)4. Hal tersebut terbukti pada tanggal 13 November 2008, Bank Century ditengarai mengalami gagal kliring karena telat menyetor prefund (penyediaan dana oleh bank untuk mengatasi risiko kegagalan bank dalam memenuhi kewajiban kliringnya). Dalam kerangka stabilitas sistem perbankan, kondisi demikian dapat mengancam

1

Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Buku Putih Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis, (Jakarta : Kemenkeu, 2010), hlm 39.

2

Ibid, 38.

3

Ibid, 46.

4

Bank Indonesia, Krisis Global dan Penyelamatan Sistem Perbankan Indonesia, (Jakarta : Bank Indonesia, 2010), hlm 47.


(18)

stabilitas perbankan secara keseluruhan sehingga perlu diselamatkan. Hasil pengawasan Bank Indonesia juga menemukan tingkat kredit macet atau NPL (non-performing loan) Bank Century berada di atas 5%5. Selain itu, terdapat surat-surat berharga valas senilai US$ 65 juta di luar skim AMA (Assets Management Agreement) yang berindikasi tidak terbayarkan (macet)6. Permasalahan likuiditas tersebut diperparah dengan adanya penarikan Dana Pihak Ketiga (DPK) secara besar-besaran oleh deposan (rush) akibat semakin simpang siurnya pemberitaan seputar kinerja keuangan Bank Century yang semakin memburuk7.

Berdasarkan keputusan rapat KSSK yang melibatkan Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada tanggal 23 November 2008, Bank Century perlu diselamatkan dengan dana akhir sebesar 6,7 trilliun rupiah8. Meskipun sebelumnya, likuidasi (pembubaran) Bank Century sempat menjadi opsi pada saat rapat KSSK tanggal 20-21 November 2008. Upaya penyelamatan Bank Century tersebut ternyata menimbulkan kontroversi pada sejumlah kalangan dan pakar ekonomi. Kontroversi tersebut didasarkan pada kontoversi alasan sistemik dan nonsistemik yang ditimbulkan jika dilakukan tindakan penutupan Bank Century pada saat itu.

Salah satu latar pertimbangan dalam menetapkan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik adalah kondisi makroekonomi yang pada saat itu dihadapkan pada krisis keuangan global. Krisis keuangan global yang terjadi di Amerika Serikat akibat permasalahan kegagalan pembayaran kredit

5

Ibid, 45.

6

Ibid, 46.

7

Ibid, 47.

8


(19)

perumahan di Amerika Serikat tidak hanya merusak sistem perbankan di Amerika Serikat, namun telah menjalar membawa efek domino terhadap sektor keuangan dan sektor perbankan di Eropa dan Asia, termasuk Indonesia. Dalam buku Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis yang dipublikasikan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia menjelaskan bahwa beberapa indikator keuangan mengalami penurunan yang signifikan akibat ancaman dan tekanan dari krisis finansial tersebut9. Hal tersebut juga tercermin pada Financial Stability Index (FSI) sebagai indikator kestabilan sektor keuangan yang dikeluarkan Bank Indonesia yang tercatat berada pada nilai 2,43 atau berada di atas angka indikatif maksimum 2,0 per November 200810 (Gambar 1.1). Nilai tersebut mengindikasikan bahwa sistem keuangan berada dalam kondisi genting.

Sumber : Bank Indonesia, 2010

Gambar 1.1. Financial Stability Index

Menurut Bank Indonesia, sejumlah kepanikan akibat krisis keuangan global tersebut juga memberikan dampak negatif terhadap industri perbankan Indonesia. Hal tersebut juga tercermin dari nilai Banking Pressure Index yang

9

Indikator Krisis dapat dilihat pada Gambar Kerangka Pemikiran (Gambar 2.5)

10


(20)

dikeluarkan oleh Danareksa Research Institute sebagai indikator untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya krisis di sektor perbankan. Banking Pressure Index per Oktober 2008 tercatat sebesar 0,911 (Gambar 1.2). Nilai tersebut berada di atas nilai ambang normal yaitu sebesar 0,5 yang mengindikasikan bahwa tekanan terhadap sistem perbankan cukup tinggi dan berpotensi terjadinya kegagalan (default) yang sangat besar.

Sumber : Danareksa Research Institute, 2010

Gambar 1.2. Banking Pressure Index Indonesia

Di tengah kepanikan sektor keuangan dan perbankan tersebut akibat krisis keuangan global, penutupan bank akan menimbulkan sentimen negatif pada pasar keuangan terutama dalam kondisi pasar yang sangat rentan terhadap isu dan berita yang dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pasar keuangan. Penutupan sebuah bank berpotensi menimbulkan contagion effect yang akan menyebabkan kepanikan dari para nasabah bank-bank lain terutama peer banks

(bank yang lebih kecil) untuk melakukan penarikan dana secara besar-besaran (rush) ataupun pemindahan dana pada bank yang dipandang lebih aman (flight to quality). Penarikan secara besar-besaran terutama pada peer banks (bank yang

11


(21)

lebih kecil) tersebut akan mengakibatkan bank-bank yang pada awalnya sehat menjadi bermasalah dan mengalami masalah likuiditas. Berdasarkan data, fakta, dan analisis Bank Indonesia, pada saat itu terdapat 23 bank yang setara atau lebih kecil dari Bank Century serta sejumlah Bank Perkreditan Rakyat yang memiliki permasalahan likuiditas dan juga permasalahan lain yang sama dengan Bank Century12. Jika Bank Century ditutup, dikhawatirkan akan mengakibatkan rush

pada 23 bank yang setara atau lebih kecil dari Bank Century serta sejumlah Bank Perkreditan Rakyat tersebut. Berbagai pihak yang setuju terhadap tindakan penyelamatan Bank Century berpendapat bahwa sekecil apapun ukuran bank apabila ditutup pada saat krisis akan menurunkan kepercayaan nasabah pada bank-bank lain serta akan berpotensi sistemik mengganggu kelancaran sistem keuangan dan perekonomian secara keseluruhan.

Di sisi lain, sejumlah kalangan menilai bahwa tindakan penyelamatan Bank Century melalui tindakan bail out dinilai tidak tepat karena penutupan Bank Century diperkirakan tidak akan menimbulkan dampak sistemik pada sistem perbankan nasional. Hal tersebut didasarkan pada relatif kecilnya Bank Century sehingga diperkirakan tidak akan menimbulkan rush pada sistem perbankan nasional. Sugema (2009) menyatakan relatif kecilnya Bank Century didasarkan pada rendahnya market share Bank Century yang dapat dilihat dari jumlah nasabah Bank Century sebesar 65 ribu orang atau sebesar 0,1% dari jumlah nasabah perbankan di Indonesia. Selain itu, aset Bank Century hanya berjumlah 15 trilliun rupiah atau sebesar 0,3% dari total aset perbankan Indonesia. Jika dilihat dari Dana Pihak Ketiga (DPK), total DPK yang terkumpul pada Bank

12


(22)

Century sekitar 10 trilliun rupiah atau tidak sampai 1% dari total simpanan masyarakat yang tertampung pada semua bank13. Alasan nonsistemik juga didukung oleh Abdullah (2009) yang menyatakan bahwa Bank Century merupakan bank yang relatif kecil dan tidak termasuk pada kategori 15 bank sistemik (Systemically Important Bank) yang secara umum menguasai 85% aset perbankan nasional14. Lima belas bank yang tergolong pada kategori Systemically Important Bank antara lain Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, BII, Danamon, Panin, BTN, Bank Mega, Bank Permata, Bank Niaga, Bukopin, Bank Lippo (Bank Lippo kini bergabung dengan Bank Niaga). Nasution (2009) memiliki pendapat yang serupa. Menurutnya, penutupan Bank Century tidak akan berdampak sistemik karena Bank Century tidak memiliki peran yang penting dalam Pasar Uang Antar Bank (PUAB)15. Peranan Bank Century dalam Pasar Uang Antar Bank hanya sekitar 0,4%.

Pro dan kontra terhadap tindakan penyelamatan Bank Century mencerminkan suatu spekulasi publik terhadap ketidakpastian dampak yang terjadi jika dilakukan penutupan Bank Century. Tindakan yang telah dilakukan pemerintah adalah tindakan penyelamatan Bank Century, perdebatan antara ada dan tidak adanya dampak sistemik akibat kebijakan penutupan Bank Century sulit dipecahkan dengan metode ekonomi yang lain, seperti metode survei atau kajian terhadap data sekunder. Oleh karena itu, kajian ada atau tidaknya dampak sistemik yang ditimbulkan dikaji secara ilmiah melalui metode percobaan ekonomi. Dengan metode percobaan ekonomi, interaksi antara para pelaku ekonomi seperti

13

Dapat diakses pada http: xa.yimg.com/.../Brief+Analysis+Perbankan+-+Problem+Century_final.doc

14

http://us.detikfinance.com/read/2009/12/21/120517/1263532/5/burhanuddin-bank-century-tak-termasuk-bank-sistemik

15


(23)

bank, deposan, dan debitur (perusahaan) dalam membuat keputusan yang menguntungkan diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai dampak kebijakan penanganan bank bermasalah, sehingga dapat menjawab hal-hal kontroversi seputar dampak sistemik dan nonsistemik yang ditimbulkan akibat penutupan Bank Century.

1.2. Perumusan Masalah

Perdebatan yang terjadi antara tindakan penyelamatan dan penutupan Bank Century pada dasarnya dilandasi oleh alasan ada atau tidaknya dampak sistemik yang ditimbulkan. Alasan ada atau tidaknya dampak sistemik akibat kebijakan penanganan bank bermasalah tersebut pada umumnya didasarkan pada dua faktor, yaitu faktor kondisi ekonomi dan faktor ukuran bank bermasalah. Faktor kondisi ekonomi adalah kondisi ekonomi yang dihadapi pada saat permasalahan perbankan tersebut terjadi, yaitu kondisi krisis ekonomi ataukah kondisi normal (tidak adanya gejolak krisis ekonomi). Sedangkan faktor ukuran bank bermasalah, didasarkan pada relatif kecil atau sama besarnya bank bermasalah tersebut.

Risiko sistemik tidak hanya berpengaruh pada instabilitas sistem perbankan nasional, namun lebih jauh berpengaruh terhadap sistem keuangan dan perekonomian nasional. Dengan mengacu pada hal tersebut, dalam penelitian ini akan dikaji dampak sistemik yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah dalam menangani Bank Century tersebut terhadap kinerja ekonomi. Kinerja ekonomi yang akan dikaji dalam penelitian ini mengacu pada hal-hal berikut, antara lain : 1. Rata-rata suku bunga deposito dan rata-rata suku bunga kredit sebagai


(24)

2. Total deposito yang dihimpun bank sebagai gambaran respon dari deposan (nasabah),

3. Total pinjaman yang dipinjam dari para pelaku usaha (perusahaan),

4. Tingkat pengangguran yang dipengaruhi oleh keputusan pelaku usaha (perusahaan) dalam alokasi penggunaan tenaga kerja (penggunaan atau pemutusan hubungan kerja (PHK)),

5. Output yang dihasilkan dari kegiatan usaha debitur (perusahaan) sebagai representasi dari gambaran pertumbuhan ekonomi, serta

6. Tingkat inflasi yang dipengaruhi oleh perkembangan harga dari kegiatan produksi pelaku usaha (perusahaan).

Berdasarkan pemaparan tesrsebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain :

1. Apakah terdapat perbedaan pengaruh kebijakan penutupan bank bermasalah terhadap kinerja perekonomian dalam kondisi krisis dan normal ?

2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh kebijakan penutupan bank bermasalah terhadap kinerja perekonomian antara bank bermasalah yang relatif kecil dengan bank bermasalah yang ukurannya relatif sama besarnya dengan bank lain ?

3. Apakah kebijakan penutupan Bank Century sebagai bank bermasalah akan menimbulkan dampak sistemik ?


(25)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain :

1. Mengetahui perbedaan pengaruh kebijakan penutupan bank bermasalah terhadap kinerja perekonomian dalam kondisi krisis dan normal.

2. Mengetahui perbedaan pengaruh kebijakan penutupan bank bermasalah terhadap kinerja perekonomian antara bank bermasalah yang relatif kecil dengan bank bermasalah yang ukurannya relatif besar.

3. Mengetahui ada atau tidaknya dampak sistemik yang ditimbulkan jika dilakukan kebijakan penutupan Bank Century.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penulisan skripsi ini antara lain :

1. Bagi penulis, penggunaan metode percobaan ekonomi dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran dalam memecahkan permasalahan terkait dengan perdebatan tindakan penyelamatan dan penutupan bank bermasalah. Mengingat kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah adalah kebijakan penyelamatan bank, dampak dari kebijakan penutupan Bank Century sulit dipecahkan dengan metode ekonomi lain, seperti survei atau kajian terhadap data sekunder.

2. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan terkait kebijakan perbankan serta dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan permasalahan kasus bank bermasalah serupa.


(26)

3. Bagi pemerintah, diharapkan dapat membuat keputusan yang tepat terkait penanganan suatu bank bermasalah dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dialami pada saat permasalahan perbankan terjadi dan kondisi ukuran bank bermasalah tersebut.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi oleh sejumlah asumsi tertentu. Penjelasan mengenai asumsi-asumsi tersebut akan dijelaskan dalam metode penelitian. Adapun runag lingkup dalam penelitian ini, antara lain :

antara lain :

1. Penentuan market share bank sebagai objek penelitian didasarkan pada jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dimiliki bank, dimana DPK diasumsikan hanya berasal dari deposito.

2. Dana bank diasumsikan hanya disalurkan pada penyaluran kredit pinjaman modal kerja.

3. Deposan berperan sebagai tenaga kerja yang digunakan oleh debitur (pelaku usaha). Penentuan deposan terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) oleh debitur akan dilakukan secara acak oleh peneliti.

4. Dalam mengkaji tingkat pengangguran, tenaga kerja keseluruhan yang diperhitungkan diasumsikan berasal dari tenaga kerja yang dipekerjakan oleh keseluruhan debitur (pelaku usaha) selaku pelaku percobaan dalam penelitian ini.


(27)

5. Pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang dikaji berdasarkan perkembangan output dan perkembangan harga yang dihasilkan dari respon simulasi percobaan ekonomi.

6. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data primer hasil percobaan ekonomi.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori-teori

2.1.1. Definisi dan Fungsi Perbankan dalam Perekonomian

Bank berasal dari kata Italia yaitu banco, yang artinya bangku (Hasibuan, 2008). Istilah bangku inilah yang dipergunakan oleh bankir dalam kegiatan operasionalnya melayani kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan populer menjadi Bank. Menurut UU Perbankan No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana tersebut kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank Indonesia (2006) menyatakan bahwa bank merupakan lembaga perantara keuangan yang dalam menjalankan operasinya menerima simpanan masyarakat dalam bentuk giro, tabungan dan deposito, untuk kemudian menanamkan dana simpanan tersebut dalam bentuk penyaluran kredit dan pembiayaan lain kepada dunia usaha maupun bentuk portfolio asset financial, seperti surat-surat berharga yang diterbitkan pemerintah dan bank sentral.

Bank merupakan bagian dari lembaga keuangan yang memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi yang menjembatani kepentingan pihak yang kelebihan dana (penyimpan dana atau kreditur) dan pihak yang membutuhkan dana (peminjam dana atau debitur). Dalam Bank Indonesia (2006), fungsi bank sebagai lembaga intermediasi mencakup tiga hal, yaitu:

1. Sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan,


(29)

2. Sebagai lembaga yang menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit, dan

3. Melancarkan transaksi perdagangan dan peredaran uang.

Terkait dengan bank sebagai lembaga intermediasi, pihak-pihak yang berkelebihan dana, baik perseorangan, badan usaha, yayasan, maupun lembaga pemerintah dapat menyimpan kelebihan dananya di bank dalam bentuk rekening giro, tabungan, ataupun deposito berjangka sesuai dengan kebutuhan dan preferensinya (Bank Indonesia, 2004). Di sisi lain, pihak-pihak yang kekurangan dan membutuhkan dana akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Hasibuan (2008) menjelaskan bahwa kredit dibagi menjadi tiga berdasarkan tujuan penggunannya, yaitu :

1. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang dipergunakan untuk kebutuhan konsumsi. Kredit ini bersifat tidak produktif.

2. Kredit modal kerja, yaitu kredit yang akan dipergunakan untuk menambah modal usaha debitur. Kredit ini bersifat produkstif.

3. Kredit invetasi, yaitu kredit yang dipergunakan dalam jangka waktu yang relatif lama.

Melalui proses intermediasi, bank sebagai lembaga intermediasi memiliki peran penting dalam memobilisasi dana-dana masyarakat sebagai salah satu sumber pembiayaan utama bagi dunia usaha, baik untuk investasi maupun produksi dengan harapan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.


(30)

2.1.2. Tingkat Kesehatan Bank

Bank Indonesia (2004) menyatakan bahwa bank dikatakan sehat jika bank dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik dalam hal menjaga dan memeilhara kepercayaan masyarakat, menjalankan fungsi intermediasi, membantu kelancaran lalu lintas pembayaran, serta dapat mendukung efektifitas kebijakan moneter. Untuk menjalankan fungsi bank dengan baik, bank harus memiliki kriteria modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, mengelola dengan baik dan mengoperasikan bank berdasarkan prinsip kehati-hatian, memelihara keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat.

Berdasarkan pasal 29 UU tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 tahun 1998, bank wajib memilihara tingkat kesehatannya sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas, serta aspek lain yang berkaitan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha dengan prinsip kehati-hatian (Bank Indonesia, 2004).

Dalam Bank Indonesia (2004), penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia secara garis besar didasarkan pada faktor CAMEL (Capital, Asset Quality, Management, Earning, and Liquidity). Kelima faktor tersebut saling berkaitan dan merupakan faktor yang menentukan kondisi suatu bank. Secara umum, faktor CAMEL sangat relevan dalam mengukur tingkat kesehatan semua bank. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang


(31)

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Penilaian Tingkat Kesehatan Bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMEL yang terdiri dari :

1. Permodalan (Capital)

Kecukupan modal merupakan faktor yang penting bagi bank dalam mengembangkan usaha dan menampung risiko kerugian yang mungkin dihadapi. Penilaian tingkat kesehatan bank melalui aspek permodalan yang dimiliki oleh bank didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Bank Indonesia menetapkan Capital Adequacy Ratio (CAR), yaitu kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Dendawijaya (2005) menjelaskan bahwa CAR merupakan rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. Perbandingan rasio CAR adalah rasio modal terhadap ATMR. CAR dapat dirumuskan sebagai berikut :

...(2.1) Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) atau CAR (Capital Adequacy Ratio) berdasarkan standar BIS (Bank for International Settlement) yaitu sebesar 8%. CAR dipergunakan sebagai salah satu cara untuk menghitung apakah modal yang ada pada suatu bank telah memadai atau belum. Ketetapan CAR sebesar 8% bertujuan untuk menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan, melindungi dana pihak ketiga pada bank bersangkutan, serta dalam rangka untuk memenuhi ketetapan standar BIS Perbankan Internasional. Sanksi bagi bank yang tidak memenuhi CAR 8% di samping diperhitungkan dalam


(32)

penilaian tingkat kesehatan bank, juga akan dikenakan sanksi dalam rangka pengawasan dan pembinaan bank (Hasibuan, 2008).

2. Kualitas Aktiva (Asset)

Dalam penilaian faktor ini, hal yang dilakukan adalah menilai jenis-jenis aset yang dimiliki oleh bank. Penilaian aset harus sesuai dengan peraturan Bank Indonesia dengan memperbandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif melalui rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dan rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan (Hasibuan, 2008).

3. Aspek Manajemen (Management)

Penilaian terhadap faktor manajemen sulit diukur dengan penilaian secara kuantitatif. Baik buruknya manajemen dalam suatu bank dapat dinilai secara kualitatif berdasarkan aturan-aturan manajemen yang telah ditetapkan. Penilaian dalam aspek manajemen meliputi manajemen umum dan manajemen risiko (Hasibuan, 2008). Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, penilaian faktor manajemen antara lain dilakukan dengan penilaian komponen-komponen berikut, antara lain manajemen umum, penerapan sistem manajemen risiko, dan kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau kepada pihak lainnya.

4. Aspek Rentabilitas (Earning)

Faktor rentabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan juga untuk mangukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank. Pada aspek rentabilitas ini yang dilihat adalah


(33)

kemampuan bank dalam meningkatkan laba dan efisiensi usaha yang dicapai. Penilaian dalam ini meliputi rasio laba terhadap total asset (Return on Asset

(ROA)) dan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) (Hasibuan, 2008).

...(2.2) ...(2.3) 5. Aspek Likuiditas (Liquidity)

Bank dapat dikatakan likuid jika bank tersebut mampu memenuhi semua kewajiban, khususnya kewajiban jangka pendek yang berkaitan dengan simpanan masyarakat (simpanan, tabungan, dan giro) dan bank tersebut juga mampu memenuhi permohonan kredit yang layak untuk dibiayai. Tingkat likuiditas suatu bank dapat diukur melalui rasio keuangan Loan Deposit Ratio (LDR). LDR adalah rasio antara jumah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan suatu bank dalam membayar penarikan dana yang dilakukan oleh deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit mampu mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit (Dendawijaya, 2005). Perhitungan LDR dapat dilakukan sebagai berikut :

...(2.4) Semakin tinggi rasio LDR memberikan indikasi bahwa semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal tersebut disebabkan karena


(34)

jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari rasio LDR suatu bank adalah sekitar 80%. Namun, batas toleransi berkisar antara 85% - 100% (Dendawijaya, 2005).

2.1.3. Tindakan Rush oleh Nasabah terhadap Bank

Kegiatan operasional bank sangat dipengaruhi oleh sumber dana dari masyarakat. Oleh karena itu, kelangsungan kegiatan operasional bank sangat dipengaruhi oleh aspek kepercayaan masyarakat terhadap bank. Menurut Kemenkeu (2010) menjelaskan bahwa aspek kepercayaan dalam industri perbankan sangat penting dalam menentukan keberlangsungan (going concern) suatu bank, baik itu kepercayaan dari para deposan maupun kepercayaan dari kreditur lainnya. Aspek kepercayaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain :

1. Sifat/perilaku manusia yang cenderung tidak mau ambil risiko, cenderung reaktif dan panik apabila mendengar berita yang buruk;

2. Adanya ketidakseimbangan penyaluran informasi antara nasabah dan pengelola bank tentang kondisi bank yang sebenarnya.

Bank Indonesia (2004) memaparkan bahwa menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap bank akan memberikan dampak negatif terhadap kelangsungan bank bersangkutan.

Adanya ketidakseimbangan informasi antara nasabah dan pengelola bank mengenai kondisi bank sebenarnya dapat mengakibatkan reaksi yang berlebihan baik dari nasabah bank maupun dari para pelaku pasar. Sulitnya memperoleh


(35)

informasi lengkap mengenai kondisi bank menyebabkan mereka akan cenderung mengandalkan informasi dari nasabah lainnya maupun indikator umum pasar keuangan (seperti Surat Utang Negara (SUN), nilai tukar rupiah, kondisi keuangan devisa, serta indeks saham). Bagi nasabah yang tidak memperoleh informasi tersebut akan cenderung bereaksi mengikuti reaksi para pelaku pasar dan nasabah yang lain. Reaksi-reaksi tersebut akan memicu kepanikan masyarakat dan cenderung mendorong mereka mengambil tindakan yang irrasional

(Kemenkeu, 2010). Park (1991) mengidentifikasikan kurangnya informasi yang diperoleh oleh masyarakat akan suatu bank akan menyebabkan kepanikan.

Bank Indonesia (2004) memaparkan bahwa keterbatasan informasi nasabah mengenai kondisi bank dapat mengakibatkan suatu bank rentan terhadap

bank run atau penarikan dana masyarakat dari perbankan. Pemburukan kondisi bank baik disebabkan karena kesulitan likuiditas maupun kesulitan solvabilitas ataupun adanya rumor (berita negatif) terhadap suatu bank akan mengakibatkan kekhawatiran dan ketidakpercayaan nasabah (Kemenkeu, 2010). Kekhawatiran tersebut akan menyebabkan para nasabah untuk saling berlomba menarik dananya pada bank bersangkutan karena adanya ketakutan jika penarikan dana pada bank tersebut didahului oleh nasabah lainnya. Bahkan hal tersebut memungkinkan mempengaruhi nasabah lainnya di lokasi yang berbeda. Adanya antrian penarikan dana oleh para nasabah terhadap satu bank dapat memicu nasabah bank lain untuk menarik dananya dari bank mereka. Gilbert dan Wood (1986) menyatakan bahwa kegagalan dari suatu bank akan membuat masyarakat khawatir akan keamanan uang mereka pada bank lain sehingga masyarakat akan berusaha untuk menarik uang mereka dari bank tersebut. Adanya pemberitaan melalui media mengenai hal


(36)

tersebut akan memicu penarikan dana secara besar-besaran (rush/bank runs) pada banyak bank, meskipun tidak ada keterkaitan antara bank bermasalah dengan bank lainnya tersebut.

Bank Indonesia (2010) menyatakan bahwa penutupan suatu bank dalam kondisi tidak sedang menghadapi gejolak krisis keuangan, tidak akan menimbulkan goncangan psikologi pada nasabah bank. Namun sebaliknya, ketika kondisi makroekonomi dihadapkan pada kondisi krisis keuangan, isu mengenai kondisi suatu bank bermasalah bersifat sensitif terhadap psikologi pelaku pasar dan nasabah. Di tengah kondisi psikologi pasar yang sensitif akibat gejolak krisis keuangan, kegagalan sebuah bank dapat menular secara cepat (contagion effect), bahkan bank dengan fundamental yang kuat juga akan terkena tindakan rush oleh nasabahnya (Kemenkeu, 2010). Penarikan dana secara besar-besaran (rush) tersebut akan bersifat menular (contagion) pada bank-bank lainnya secara cepat dan mengakibatkan kepanikan. Akibatnya, bank-bank akan mengalami kesulitan likuiditas bahkan lebih parah lagi akan mengalami kesulitan solvabilitas (self fulfilling prophecy). Gilbert (1998) menyatakan bahwa contagion dari suatu bank terjadi pada saat terdapat informasi negatif pada suatu bank yang menyebabkan deposan menarik dananya dan memindahkan dananya ke bank lain meskipun mereka tidak memiliki cukup informasi atas bank tersebut. Kaufman (1995) mendefinisikan contagion (sistemic risk) sebagai probabilitas dimana kerugian secara komulatif akan terjadi dari suatu peristiwa yang terjadi pada suatu series kerugian pada rantai institusi atau pasar pada suatu sistem.


(37)

2.1.4. Risiko Sistemik Perbankan

Rush terhadap perbankan pada umumnya bersifat menular dan dapat terjadi pada bank baik pada kondisi bank yang sehat maupun bank yang tidak sehat (Bank Indonesia, 2004). Kejadian tersebut sering disebut sebagai permasalahan perbankan yang bersifat sistemik. Kegagalan suatu bank khususnya yang bersifat sistemik tersebut akan mengakibatkan terjadinya krisis yang dapat mengganggu kegiatan suatu perekonomian.

Dalam Buku Putih yang berjudul Upaya Penanganan dan Pencegahan Krisis yang ditulis oleh Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, Kementrian Keuangan Republik Indonesia (2010), sistemik berasal dari kata sistem. Kerusakan sistemik berarti kerusakan menyeluruh pada sistem yang ada. Mengacu pada definisi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Jaringan Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), dampak sistemik adalah suatu kondisi sulit yang ditimbulkan oleh suatu bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), dan atau gejolak pasar keuangan yang apabila tidak diatasi dapat menyebabkan kegagalan sejumlah bank dan/atau LKBB lain sehingga menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem keuangan dan perekonomian nasional. Lembaga Internasional seperti Bank for International Settlements dan European Central Bank menekankan dampak sistemik mengacu pada kekacauan yang menyeluruh, bersifat tiba-tiba, menghasilkan efek domino kekacauan finansial yang besar.

Kemenkeu (2010) menjelaskan dua kriteria umum yang digunakan Bank Sentral untuk menentukan Systemically Important Bank (SIB), yakni :


(38)

1. Too big to fail. Semakin besar ukuran suatu bank (misalnya dilihat dari sisi nilai asset, nilai transaksi, atau jumlah cabang), maka bank tersebut memiliki dampak sistemik yang semakin tinggi. Oleh karena itu, bank tersebut tidak boleh dibiarkan gagal.emerintah dalam Pence da

2. Too interconnected to fail. Semakin besar keterkaitan suatu bank dengan bank atau lembaga keuangan lainnya (misalnya melalui pinjaman antar bank atau kepemilikan), maka bank tersebut semakin tinggi dampak sistemiknya. Oleh karena itu, bank tersebut tidak boleh dibiarkan gagal.

Bank Indonesia selaku otoritas pengaturan dan pengawasan perbankan mengelompokkan beberapa bank besar sebagai Systemically Important Bank

(SIB) (Kemenkeu, 2010). Systemically Important Bank merupakan bank yang memiliki ukuran yang cukup signifikan, dimana dalam keadaan normal akan berdampak sistemik jika bank tersebut mengalami kegagalan. Dalam kondisi normal, Systemically Important Bank tidak boleh gagal, terlebih lagi dalam kondisi krisis. Kegagalan Systemically Important Bank akan membahayakan sistem pembayaran, sistem keuangan, serta perekonomian nasional.

Kemenkeu (2010) memaparkan bahwa perkembangan sektor keuangan yang semakin kompleks dan terkait satu sama lain, pertimbangan dampak sistemik berdasarkan kategori SIB tidak dapat diterapkan, sebab kriteria umum tersebut lazimnya digunakan dalam kondisi normal. Mengingat situasi kondisi tahun 2008 tidak berada dalam kondisi normal, melainkan berada dalam gejolak krisis keuangan global, aspek psikologis yang dihadapi para pelaku pasar turut dijadikan pertimbangan tambahan dalam pengambilan kebijakan. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Bank (DPNP) BI menggunakan kerangka analisis


(39)

sistem Memorandum of Understanding (MoU) Uni Eropa 1 Juni 2008 (Bank Indonesia, 2010). Salah satu petikan Mou Uni Eropa tersebut mengatakan :

“...in a such situation, one may also need to place more reliance on qualitative judgements rather than on up-to-date quantitative information.”

Inti pernyataan tersebut adalah bahwa penilaian kualitatif menjadi unsur lebih penting daripada informasi kuantitatif terkini. Terdapat empat aspek yang dipakai MoU UE dalam menganalisis bank gagal yang ditenggarai sistemik, yaitu institusi keuangan, pasar keuangan, sistem pembayaran, dan sektor riil. Terhadap keempat aspek itu, BI menambah satu aspek yang lain yaitu faktor psikologis pasar. Berdasarkan pertimbangan tersebut, bank sekecil apapun jika dilakukan tindakan penutupan pada saat krisis akan berpotensi sistemik memicu menurunkan kepercayaan nasabah terhadap bank-bank lain.

Kemenkeu (2010) menjelaskan bahwa tidak ada kriteria bank berdampak sistemik yang dinyatakan secara tegas dalam undang-undang. Hal tersebut didasarkan oleh dua alasan berikut, yaitu :

1. Berpotensi menimbulkan moral hazard

Kriteria berdampak sistemik memang tidak dinyatakan eksplisit. Jika semua bank mengetahui tentang kriteria berdampak sistemik, maka pengelola bank cenderung secara sengaja mendorong atau mengondisikan diri masuk ke

kriteria “berdampak sistemik” agar dapat memeperoleh bantuan pemerintah demi

keuntungan-keuntungan yang tidak wajar.

2. Pengukuran Dampak Sistemik Bersifat Situasional

Dampak sistemik bisa diakibatkan banyak hal, internal maupun eksternal. Hal yang bersifat internal umumnya berupa masalah dari dalam lembaga bank itu sendiri. Sedangkan hal yang bersifat eksternal dapat berupa bencana alam, krisis


(40)

keuangan global maupun bentuk-bentuk lain yang berpengaruh terhadap sistem keuangan. Ini yang menyebabkan dampak sistemik sulit ditentukan batasannya. Suatu lembaga keuangan dapat dinyatakan berdampak sistemik pada situasi tertentu, namun tidak berdampak sistemik pada situasi yang berbeda. Untuk itu diperlukan professionaljudgment untuk memutuskan hal tersebut.

2.1.5. Penanganan Bank Bermasalah

Kegagalan suatu bank khususnya yang bersifat sistemik akan dapat mengakibatkan terjadinya krisis yang dapat mengganggu kegiatan suatu perekonomian. Crockett (1997) menyatakan bahwa stabilitas dan kesehatan sektor perbankan sebagai bagian dari stabilitas sektor keuangan terkait erat dengan kesehatan suatu perekonomian. Kajian yang dilakukan Lindgren (1996) menunjukkan bahwa banyak negara yang perekonomiannya rusak sebagai akibat tidak sehatnya sektor perbankan. Sektor keuangan, terutama di negara-negara berkembang pada umumnya didominasi oleh lembaga perbankan. Mengingat kondisi demikian, kondisi lembaga perbankan yang tidak sehat dan tidak berfungsinya secara optimal, maka dapat dipastikan akan berakibat pada terganggunya kegiatan perekonomian.

Sistem perbankan yang tidak sehat menunjukkan bahwa fungsi bank sebagai lembaga intermediasi tidak befungsi secara optimal (Bank Indonesia, 2004). Fungsi intermediasi yang tidak optimal tersebut mengakibatkan alokasi dan penyediaan dana dari perbankan untuk kegiatan investasi dan pembiayaan sektor-sektor produktif dalam perekonomian menjadi terbatas. Sistem perbankan yang tidak sehat juga akan mengakibatkan lalu lintas pembayaran yang dilakukan


(41)

sistem perbankan tidak lancar dan tidak berjalan efisien. Selain itu, sistem perbankan yang tidak sehat juga akan menghambat efektifitas kebijakan moneter. Melihat akibat yang ditimbulkan dari sistem perbankan yang tidak sehat tersebut, maka pengaturan dan pengawasan bank dinilai sangat penting dalam upaya menciptakan dan memelihara kesehatan sistem perbankan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undand Nomor 3 Tahun 2004, dalam hal keadaan suatu bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, maka Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana dalam undang-undang tentang perbankan yang berlaku. Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan, Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat (financial safety net).

Dalam Bank Indonesia (2010), pengawas Bank Indonesia akan memasukkan bank dalam pengawasan intensif jika permasalahan pada bank tersebut hanya sebatas pada peningkatan NPL (non-performing loan). Pengetatan pengawasan dilakukan dengan serangkaian arahan tindakan koreksi yang akan direkomendasi oleh Pengawas Bank. Langkah koreksi ini dimaksudkan agar kondisi bank mengalami pemulihan dalam waktu tidak terlalu lama sehingga status bank dalam status pengawasan intensif pun dapat dicabut. Langkah-langkah koreksi yang direkomendasikan BI antara lain meminta bank melaporkan hal-hal


(42)

tertentu, misalnya, informasi profil kredit bermasalah yang membuat bank dalam kondisi terancam kelangsungan usahanya.

Apabila kinerja bank dalam pengawasan intensif tidak juga bergerak memperlihatkan perbaikan, status pengawasan pun ditingkatkan lagi menjadi bank dalam pengawasan khusus (special surveilance unit/SSU). Predikat bank SSU pada umumnya menyebabkan ketidaknyamanan pada manajemen bank. Seperti sudah digambarkan, bila informasi ini beredar di publik disertai rumor negatif akan menyebabkan tindakan rush dari para nasabah. Santoso (2010) memaparkan bahwa bank dalam pengawasan khusus pada umumnya memiliki permasalahan yang lebih buruk yang ditandai dengan kinerja modal (CAR) bank yang berada pada kisaran nilai kurang dari 8% disertai NPL yang lebih besar dari 5% sehingga memungkinkan adanya permasalahan lain yaitu menurunnya tingkat profitabilitas. Jika penanganan bank dalam pengawasan khusus tidak membuahkan hasil, maka bank tersebut dapat dinyatakan sebagai bank gagal oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia. Selanjutnya diputuskan apakah bank gagal tersebut berdampak sistemik atau tidak. Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Pejabat Sementara Gubernur BI pada 22 Oktober 2009 mengatur perihal tata cara sebuah bank gagal (sistemik atau nonsistemik) yang untuk selanjutnya akan diserahkan ke LPS. Dalam menangani bank gagal tidak sistemik pihak LPS akan melakukan kajian dan memutuskan apakah akan diselamatkan atau tidak. Jika biaya penyelamatan lebih mahal dari pada melikuidasi, maka penyelesaian singkat saja, bank diusulkan dicabut izin usahanya lalu dilikuidasi dan LPS membayar klaim atas simpanan masyarakat.


(43)

Apabila LPS memutuskan bank gagal untuk diselamatkan, maka berlaku dua perlakuan berbeda. Terhadap bank gagal nonsistemik, tindakan penyelamatan tidak akan melibatkan pemegang saham lama. Artinya, semua biaya yang timbul dari tindakan penyelamatan itu akan ditanggung oleh LPS. Sedangkan penanganan bank gagal sistemik dapat dilakukan baik dengan melibatkan pemegang saham lama atau tanpa melibatkan mereka didalamnnya. Bila pemegang saham lama terlibat didalamnya, maka LPS mewajibkan menyetor dana setidaknya 20% dari total biaya penyelamatan yang telah dikeluarkan LPS.

Dalam hal menangani bank gagal dalam skim apa pun, pihak LPS mendasari tidakan tersebut berdasarkan mandat Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang LPS. Penanganan bank gagal yang dipertimbangkan untuk diselamatkan akan diambil langkah-langkah bahwa kewenangan mengadakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan pengelolaan bank sepenuhnya diambilalih LPS. Terhadap bank gagal yang diselamatkan, LPS akan melakukan penyertaan modal sementara (PMS). Selain itu, LPS juga dapat melakukan merger

dan konsolidasi dengan bank lain

Bank Indonesia (2010) menyatakan bahwa dalam kondisi ekonomi yang tidak dihadapkan pada gejolak krisis keuangan, penutupan bank berjalan secara alamiah tanpa menimbulkan goncangan psikologi nasabah bank. Namun sebaliknya, ketika penutupan bank bermasalah dalam kondisi krisis, pendekatan dan penanganan dilakukan secara berbeda. Dalam kondisi krisis, aspek psikologis nasabah harus dipertimbangkan dalam kebijakan penangangan bank bermasalah. Hal tersebut disebabkan karena kondisi krisis berpotensi mempengaruhi psikologi


(44)

pasar sehinga dikhawatirkan penutupan bank bermasalah tersebut akan berpotensi sistemik mempengaruhi perbankan lain.

2.1.6. Percobaan Ekonomi

Perancangan percobaan adalah suatu uji atau sederetan uji, baik itu menggunakan statistika deskripsi maupun statistika inferensia, yang bertujuan untuk mengubah peubah input menjadi suatu output yang merupakan respon dari percobaan tersebut (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Juanda (2009) menjelaskan bahwa rancangan percobaan (experimental design) merupakan suatu metode pengumpulan data yang efektif dalam mengkaji hubungan sebab akibat antar peubah (variabel) tapi seringkali sulit dilakukan terutama dalam ilmu sosial atau ilmu ekonomi. Penggunaan percobaan memungkinkan peneliti mengubah nilai suatu peubah atau faktor yang dikaji, namun mempertahankan nilai dari faktor-faktor lainnya, sehingga pengaruh faktor-faktor yang dikaji tersebut dapat diketahui dengan jelas. Percobaan terkontrol memberikan suatu dasar untuk mengisolasi faktor penyebab karena faktor lainnya dibuat (dikendalikan) sama sehingga tidak berperan pengaruhnya. Dalam terminologi statistika tindakan ini sering disebut

“kontrol lingkungan”.

Dalam studi experimental, peneliti mengkaji pengaruh minimal satu peubah bebas (independent variables) terhadap satu atau lebih peubah tak bebas (dependent variables) (Juanda, 2009). Independent variables disebut juga peubah perlakuan atau eksperimental, sedangkan dependent variables disebut juga peubah respons atau outcome (hasil percobaan). Dalam rancangan percobaan terdiri dari dua karakteristik, yaitu minimal terdapat dua kondisi (pada umumya lebih) atau


(45)

dua perlakuan yang diperbandingkan untuk menilai pengaruh dari perlakuan-perlakuan atau kondisi tertentu (independent variables) dan peubah bebas tersebut dimanipulasi secara langsung oleh peneliti untuk mengkaji pengaruhnya pada satu atau lebih respon atau outcome (dependent variables).

Sumber : Juanda, 2009

Gambar 2.1. Ilustrasi Perancangan Percobaan

Juanda (2009) memaparkan bahwa data dari hasil suatu perancangan percobaan (experimental design) dikatakan valid apabila memenuhi tiga prinsip dasar, yaitu :

1. Ulangan

Fungsi dari ulangan antara lain menghasilkan nilai dugaan bagi galat (kekeliruan) percobaan, meningkatkan ketepatan percobaan dengan memperkecil simpangan baku nilai tengah perlakuan.

2. Pengacakan (randomization)

Sebelum percobaan, pengalokasian subjek ke kelompok yang akan dicobakan ditentukan melalui pengacakan. Melalui pengacakan tersebut, dapat dianggap bahwa subjek-subjek tersebut hanya berbeda karena faktor kebetulan dalam peubah yang diuji. Tujuan dari pengacakan ini adalah

Input Proses Output

Peubah Tak Terkendali Z1, Z2, Z3, ..., Zq

Peubah Terkendali X1, X2, X3, ..., Xp


(46)

untuk mendapatkan dugaan tak bias bagi galat percobaan dan nilai tengah perlakuan.

3. Pengelompokan (kontrol lingkungan)

Peneliti harus mengontrol faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi respon (outcome). Tujuan pengendalian lingkungan adalah untuk mengurangi galat percobaan, sehingga lebih yakin dalam menyimpulkan bahwa perbedaan respon diakibatkan karena perbedaan perlakuan (Gambar 2.4).

Perlakuan Respon

Kontrol Lingkungan (Faktor lain diasumsikan sama) Sumber : Juanda, 2009

Gambar 2.2. Karakteristik Pengumpulan Data dengan Rancangan Percobaan

Meskipun metode percobaan ini banyak memiliki kelebihan, namun hingga saat ini masih banyak ekonom yang memiliki keyakinan bahwa ilmu ekonomi ridak dapat menguji hipotesis atau teorinya dengan melakukan percobaan-percobaan di laboratorium (Davis dan Holt, 1993). Persepsi tersebut muncul karena menganggap bahwa karakteristik yang dimiliki pelaku ekonomi sangat beragam dan sulit untuk dikontrol sehingga sulit pula untuk mengambil kesimpulan hubungan sebab akibat karena adanya confounding variables. Meskipun demikian, para ekonom sepakat menganggap bahwa setiap pelaku ekonomi bertindak rasional, artinya dalam setiap aktifitas selalu mempertimbangkan manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkannya atau berdasarkan struktur insentif dari aktifitas tersebut (Juanda, 2009).


(47)

Seiring dengan perkembangan metode percobaan ekonomi, muncul suatu teori yang disebut induced-value theory yang dikembangkan oleh Smith (1976). Ide dasar dari teori ini adalah bahwa penggunaan media imbalan yang tepat memungkinkan peneliti untuk memunculkan (induce) karakteristik pelaku ekonomi tertentu dan karakteristik bawaanya menjadi tidak berpengaruh lagi (irrelevant). Apabila karakteristik dasar pelaku ekonomi (experimental unit) sama atau homogen, maka peneliti dapata melakukan percobaan karena prinsip dasar

“pengendalian lingkungan sudah dilakukan”. Juanda (2009) mengemukakan

bahwa terdapat tiga syarat cukup untuk memunculkan karakteristik pelaku ekonomi tertentu, antara lain adalah:

1. Monotonicity, yaitu pelaku percobaan harus menyukai imbalan yang lebih besar.

2. Salience, yaitu Imbalan yang diterima pelaku tergantung dari tindakan mereka (dan pelaku-pelaku lain) dalam percobaan sesuai aturan intitusi yang mereka pahami.

3. Dominance, yaitu adanya dominansi kepentingan pelaku di dalam pelaksanaan dan mengabaikan hal-hal lain.

Friedman dan Sunder (1994) mengemukakan bahwa percobaan ekonomi dilakukan di dalam lingkungan yang terkontrol. Lingkungan ekonomi terdiri dari para pelaku ekonomi bersama aturan yang berlaku atau institusi sebagai tempat berinteraksi antar pelaku ekonomi. Juanda (2009) menyatakan bahwa dalam percobaan ekonomi diberikan instruksi percobaan yang terdiri dari deskripsi tentang ketentuan percobaan, pilihan-pilihan, dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan subjek penelitian (pelaku percobaan), serta aturan penentuan pemberian


(48)

imbalan (reward) kepada subjek, yang tergantung pada tindakan mereka. Lembar instruksi percobaan diberikan kepada subjek penelitian pada saat percobaan akan dilaksanakan sehingga subjek penelitian jelas memahami prosedur percobaan dan aturan yang berlaku. Dalam instruksi percobaan juga dapat dilengkapi dengan contoh ilustrasi yangs sederhana yang akan lebih memperjelas permasalahan bagi subjek percobaann.

Dalam penelitian di bidang ekonomi dengan metode percobaan, kelompok masyarakat yang seringkali menjadi subjek penelitian berasal dari kelompok mahasiswa (Friedman and Sunder, 1994). Alasan penggunaan mahasiswa sebagai subjek penelitian yaitu :

1. Kelompok ini dinilai paling siap untuk masuk ke dalam kelompok eksperimen

2. Latar belakang kelompok ini berasal dari kampus, dimana dari kampus inilah sebagian besar peneliti muncul

3. Biaya imbangan (opportunity cost) yang rendah

4. Merupakan salah satu cara untuk mengurangi pengaruh eksternal yang dapat menjadi variabel pengganggu di dalam penelitian

Metode percobaan dalam ilmu ekonomi adalah suatu cara yang sangat baik untuk membangkitkan data yang kualitasnya lebih baik (dan kemungkinan biayanya lebih kecil) daripada data yang tersedia di publikasi. Metode percobaan paling tidak memberikan cara alternatif untuk mendapatkan data (Juanda, 2009). Untuk tujuan ilmiah, data hasil percobaan relatif mudah diinterpretasikan dalam menyimpulkan hubungan sebab akibat.


(49)

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai kajian terhadap kebijakan pemerintah terhadap kasus Bank Century melalui metode percobaan ekonomi relatif masih jarang dilakukan. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Fardilah (2011) dalam skripsinya yang

berjudul “Percobaan Ekonomi Mengkaji Alternatif Kebijakan Pemerintah

terhadap Penyelamatan Bank Century”. Kajian terhadap kebijakan pemerintah

dalam penanganan kasus Bank Century dilakukan dengan membandingkan suku bunga deposito, suku bunga pinjaman, jumlah total deposito yang dapat dihimpun seluruh bank, persentase deposito yang ditarik, dan jumlah total pinjaman yang dipinjam oleh debitur (pelaku usaha).

Kebijakan membantu bank bermasalah dan menutup bank bermasalah memiliki perbedaan nyata terhadap suku bunga pinjaman, jumlah deposito, jumlah pinjaman, dan persentase deposito yang ditarik. Dalam penelitian tersebut menyimpulkan bahwa suku bunga deposito pada kebijakan membantu bank bermasalah lebih tinggi dibandingkan kebijakan menutup bank bermasalah. Sebaliknya suku bunga pinjaman pada kebijakan membantu bank bermasalah lebih rendah dibandingkan kebijakan menutup bank bermasalah. Pada kebijakan bank bermasalah dibantu, jumlah deposito dan jumlah pinjamannya lebih besar dibandingkan saat kebijakan bank bermasalah ditutup. Dalam penelitian tersebut menyimpulkan bahwa jumlah deposito memberikan dampak yang bertolak belakang dengan deposito yang ditarik. Sebaliknya, deposito yang ditarik bertolak belakang dengan kenaikan deposito, baik pada kebijakan membantu maupun menutup bank bermasalah. Semakin besar deposito yang ditarik semakin rendah


(50)

jumlah deposito. Semakin besar kenaikan deposito, semakin rendah deposito yang ditarik.

Penelitian ini memiliki perbedaan dibandingkan penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dibandingkan penelitian terdahulu adalah kompleksitas bahasan baik terkait kondisi perlakuan percobaan maupun bahasan respon percobaan yang lebih mendalam. Pembahasan respon percobaan yang lebih mendalam tersebut terkait respon kinerja perekonomian yang meliputi tingkat pengangguran, tingkat output nasional, serta tingkat inflasi. Selain itu, penelitian ini mempergunakan asumsi informasi yang sempurna terkait suku bunga deposito dan suku bunga kredit sebagai respon dari bank. Masing-masing bank, deposan, serta pelaku usaha (perusahaan) mengetahui informasi mengenai suku bunga deposito dan suku bunga kredit yang ditetapkan masing-masing bank agar memungkinkan adanya persaingan antar bank dalam menentukan suku bunga deposito dan suku bunga kredit sehingga diharapkan mampu menggambarkan kegiatan perbankan yang sebenarnya. Perbedaan lain antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah adanya faktor kondisi ekonomi dan ukuran bank bermasalah yang turut dipertimbangkan dalam masing-masing perlakuan percobaan ekonomi.

Keterbatasan yang dimiliki penelitian sebelumnya adalah tidak adanya persaingan antar bank dalam menentukan adanya suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Hal tersebut disebabkan karena informasi yang tidak sempurna antara masing-masing bank, deposan, serta pelaku usaha (perusahaan) terkait informasi mengenai suku bunga deposito dan suku bunga kredit yang ditetapkan oleh masing-masing bank. Selain itu, penelitian sebelumnya tidak menghendaki


(51)

adanya kebebasan bagi deposan dan perusahaan dalam memilih bank sesuai dengan preferensi suku bunga deposito dan suku bunga kredit yang ditawarkan sehingga kurang menggambarkan prilaku pelaku ekonomi yang sebenarnya.

2.3. Kerangka Pemikiran

Suatu bank dapat dikategorikan sebagai bank bermasalah atau bank yang teridentifikasikan tidak sehat jika tidak dapat menjalankan fungsi-fungsinya dalam menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, tidak dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran, serta tidak mampu mendukung efektifitas kebijakan moneter. Dalam penangananan suatu bank bermasalah, bank bermasalah yang teridentifikasikan sebagai bank gagal harus dikaji lebih lanjut terkait ada atau tidaknya risiko sistemik akibat kegagalan bank bermasalah tersebut. Risiko sistemik tidak hanya mengacu pada dampaknya terhadap instabilitas sektor keuangan dan perbankan, namun juga mengarah pada instabilitas sistem perekonomian.

Dalam menetapkan suatu bank berdampak sistemik atau tidak, Bank Sentral pada umumnya mempertimbangkan dua kriteria umum, yaitu ukuran suatu bank yang dilihat dari nilai asset, nilai transaksi, serta jumlah cabangnya dan besarnya keterkaitan bank tersebut dengan bank dan lembaga keuangan lainnya, yang dapat dilihat dari pinjaman antar bank atau kepemilikan. Semakin besar ukuran suatu bank serta besarnya keterkaitan bank tersebut dengan bank atau lembaga keuangan lainnya, bank tersebut memiliki dampak sistemik yang tinggi.

Seiring dengan semakin mutakhirnya pengetahuan, beberapa kajian sistemik terhadap perbankan mulai banyak memunculkan ide-ide baru.


(52)

Berdasarkan kajian sistemik Uni Eropa, risiko sistemik ternyata tidak cukup hanya mempertimbangkan besarnya penguasaan aset suatu bank, tetapi harus mempertimbangkan aspek psikologi pasar. Psikologi pasar tersebut pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang dialami saat permasalahan perbankan terjadi. Pada saat kondisi ekonomi mengalami gejolak krisis, isu-isu negatif tentang suatu perbankan dapat menyebabkan sentimen negatif terhadap para pelaku pasar. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kepanikan sejumlah pelaku pasar dalam sektor keuangan dan perbankan sehingga memungkinkan kepanikan tidak hanya terjadi pada suatu lembaga keuangan yang bermasalah, namun dapat menjalar pada lembaga keuangan yang tidak bermasalah.

Kebijakan penanganan bank bermasalah yang terdiri dari kebijakan penyelamatan dan kebijakan penutupan bank memiliki implikasi yang berbeda terhadap situasi dan kondisi perbankan dan perekonomian saat permasalahan perbankan terjadi. Dalam kondisi tidak krisis, tindakan penanganan bank bermasalah yang tergolong kecil (perannya kecil dalam totalitas sistem perbankan) melalui tindakan penutupan (likuidasi) mungkin akan dipilih oleh pemerintah. Hal tersebut disebabkan karena penutupan bank-bank yang secara kuantitatif memiliki ukuran kecil tidak memungkinkan terjadinya guncangan psikologi pelaku pasar, khususnya nasabah bank. Pada saat krisis, pendekatan dan penanganan suatu bank bermasalah akan menjadi berbeda. Dalam kondisi krisis, tidak hanya faktor-faktor kuantitatif saja yang mendominasi pertimbangan suatu kebijakan penanganan bermasalah, namun faktor-faktor kualitatif terkait aspek psikologi pasar juga perlu dipertimbangkan. Saat kondisi ekonomi dihadapkan


(53)

pada situasi krisis, guncangan psikologi pelaku pasar memungkinkan mempengaruhi bank-bank lain sehingga dikhawatirkan berdampak sistemik.

Kebijakan penanganan tersebut memang diakui banyak memicu perdebatan pada sejumlah kalangan. Oleh karena itu, perlu dikaji kebenarannya secara ilmiah dengan metode percobaan ekonomi terkait kebijakan penanganan bank bermasalah yang dipengaruhi oleh faktor kondisi ekonomi dan ukuran suatu bank terhadap ada atau tidaknya dampak sistemik yang ditimbulkan terhadap sistem perekonomian.


(54)

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran

Bank Bermasalah Kondisi Krisis Ekonomi

1. Rupiah terdepresiasi 2. IHSG menurun secara tajam 3. Credit Default Swap meningkat 4. Cadangan devisa menurun 5. Penjualan SUN dalam jumlah

besar

6. Banking Pressure Index>0,5 (adanya tekanan sistem perbankan) 7. Financial Stability Index>2,0

(sistem keuangan tidak stabil) 8. Indeks Keyakinan Konsumen

pesimis

9. Tingkat Ketersediaan Lapangan Kerja menurun

Kondisi Normal 1. Rupiah tidak terdpresiasi 2. IHSG tidak mengalami penurunan 3. Credit Default Swap tidak

mengalami peningkatan 4. Cadangan devisa tidak mengalami

penurunan

5. Kepemilikan SUN meningkat 6. Banking Pressure Index<0,5 7. Financial Stability Index<2,0 8. Indeks Keyakinan Konsumen tidak

pesimis

9. Tingkat Ketersediaan Lapangan Kerja tidak menurun

Kebijakan Penanganan Bank Bermasalah : 1. Kebijakan Penyelamatan

Bank Bermasalah

2. Kebijakan Penutupan Bank Bermasalah Ukuran Bank Bermasalah Relatif Kecil Dibandingkan Bank Lain Ukuran Bank Bermasalah Relatif Sama dengan Bank Lain Dampak terhadap

Kinerja Perekonomian : 1. Suku Bunga

Deposito 2. Total Depsoito 3. Suku Bunga Kredit 4. Total Pinjaman 5. Tingkat

Pengenagguran 6. Pertumbuhan

Ekonomi 7. Tingkat Inflasi


(55)

2.4. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka hipotesis dalam penelitian ini, antara lain :

1. Kebijakan penutupan bank bermasalah berukuran kecil seperti Bank Century pada kondisi krisis memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perekonomian. Pada kondisi normal, penutupan bank tersebut tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perekonomian.

2. Kebijakan penutupan bank bermasalah berukuran besar saat krisis memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan bank bermasalah tersebut berukuran kecil.

3. Tindakan penutupan pada Bank Century akan menyebabkan dampak sistemik karena ditutup pada saat krisis.


(56)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Pengamatan

Penelitian dengan menggunakan simulasi percobaan ekonomi

dilaksanakan pada tanggal 23 dan 24 Juli 2011 di Ruang Perpustakaan LSI, Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga, Bogor. Percobaan ekonomi dilakukan dengan menggunakan komputer yang saling terkoneksi melalui jaringan LAN (Local Area Network). Simulasi percobaan ekonomi dilakukan dengan menggunakan program komputer yang telah dirancang khsusus oleh peneliti. Dalam hal ini, peneliti tidak menggunakan responden yang berasal dari kalangan pelaku ekonomi sebenarnya. Hal ini dilakukan karena reward yang disediakan tidak sebanding dengan opportunity cost pelaku ekonomi sebenarnya, sehingga dikhawatirkan para pelaku ekonomi tersebut tidak memberikan respon yang rasional selama simulasi. Untuk itu, peneliti melibatkan 20 responden dari kalangan mahasiwa. Kalangan mahasiswa cenderung memiliki opportunity cost

yang rendah sehingga mampu memberikan gambaran respon yang rasional selama simulasi percobaan ekonomi.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini diperoleh dengan cara :

1. Perolehan data primer

Data primer diperoleh dari hasil simulasi percobaan ekonomi, dimana data primer tersebut merupakan gambaran respon dari para peserta sebagai pelaku


(1)

 lalu klik Submit untuk mengakhiri simulasi Anda sebagai Bank.

13. Akumulasi profit yang Anda peroleh setiap bulan akan dijadikan pertimbangan reward oleh peneliti.

Lampiran 5. Lembar Keputusan Bank

Lampiran 6. Instruksi Percobaan Ekonomi untuk Perusahaan

1. Sebelum simulasi dimulai, Anda log-in terlebih dahulu pada tampilan program simulasi berikut :

 Pilih Simulasi sesuai perlakuan yang diinstruksikan peneliti, contoh perlakuan1

 Ketik Username Anda, contoh : investor1

 Ketik Password yang merupakan angka dari inisial Anda, contoh : 1

Nama : Perlakuan :

Inisial : Ulangan :

Periode Waktu Bulan 1 Bulan 2

(Tutup/Beroperasi)

Bulan 3 (Tutup/Beroperasi) Keputusan Suku

bunga Suku bunga deposito Suku bunga kredit Suku bunga deposito Suku bunga kredit Suku bunga deposito Suku bunga kredit 0,90 1,27

Total Deposito Total Pinjaman yg disalurkan Profit


(2)

 Setelah selesai. Klik login

2. Kemudian akan muncul tampilan Waiting Confirmation. Tampilan akan tertutup secara otomatis setelah bank menentukan Pinjaman Maksimal untuk Perusahaan Anda.

3. Anda akan memasuki akun bulan pertama dengan asumsi sebagai berikut :  Modal Awal yang Anda miliki sebesar 40.000.000 di setiap bulannya.  Suku bunga kredit perbulan pada bulan pertama diasumsikan sama dari

semua bank sebesar 1,27%.

 Anda membuat keputusan pinjaman pada 4 bank berbeda (sesuai daftar random yang ditentukan peneliti) dengan mengetikan besarnya pinjaman sebesar pinjaman maksimal yang ditentukan oleh bank. Ketik 0 pada bank lain dimana Anda tidak meminjam pada bank tersebut. Setelah selesai klik Ajukan ke Bank.

 Modal Usaha merupakan akumulasi dari akumulasi Modal Sendiri dan Total Keputusan Pinjaman dari Bank.


(3)

 Anda membuat keputusan penggunaan tenaga kerja dengan ketik 30 pada kolom tenaga kerja yang digunakan. Jika perusahaan Anda terkena penurunan output (ditentukan peneliti pada saat krisis secara random), ketik 25 pada kolom tenaga kerja yang digunakan.

 Ouput merupakan fungsi dari tenaga kerja yang digunakan. Q = f(L) = 548L0,5. Output akan terisi secara otomatis setelah Anda melakukan keputusan penggunaan tenaga kerja. Semakin besar tenaga kerja yang digunakan semakin besar pula output yang dihasilkan.

 Harga produk merupakan fungsi dari total biaya produksi dan output, yang ditentukan dengan rumus Harga Produk = (1+35%) x (Total Biaya Produksi/Output). Nilai 35% merupakan nilai mark up (proporsi profit) yang telah ditentukan peneliti. Harga akan terisi secara otomatis.

 Total Biaya Produksi merupakan akumulasi dari Biaya Input Bahan Baku, Biaya Tenaga Kerja, dan Biaya Modal

1. Biaya Input Bahan Baku diasumsikan tetap di setiap bulannya sebesar 30.000.000

2. Upah pekerja diasumsikan tetap setiap bulannya sebesar 1.000.000 . Biaya Tenaga Kerja ditentukan dengan rumus Tenaga Kerja yang Digunakan x Upah pekerja. Semakin besar tenaga kerja yang digunakan, biaya tenaga kerja semakin tinggi.

3. Biaya Modal ditentukan berdasarkan total bunga pinjaman dan Opportunity cost dari Modal Awal. Semakin besar tingkat suku bunga kredit dan besar pinjaman kredit, semakin besar pula biaya modal. Opportunity Cost tersebut merupakan biaya imbangan seandainya modal awal tersebut didepositokan pada bank yang memiliki suku bunga deposito tertinggi.

 Penerimaan diperoleh dari Output x Harga Produk  Profit ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Profit = (Harga Produk x Output) – (Biaya Input + Biaya Modal + Biaya Tenaga Kerja)

 Anda diasumsikan selalu memperoleh keuntungan

Setelah data terisi lengkap, isi Lembar Keputusan lalu klik Submit untuk melanjutkan ke bulan kedua.

4. Kemudian akan muncul tampilanWaiting Confirmation. Tampilan akan tertutup secara otomatis setelah bank menentukan suku bunga kredit dan pinjaman maksimal untuk perusahaan Anda.

5. Anda akan memasuki akun bulan kedua dengan ketentuan sebagai berikut :  Modal Awal yang Anda miliki sebesar 40.000.000


(4)

 Indikasi Bank terkena penutupan (tidak beroperasi) : Pada kolom Pinjaman Kredit Maksimal berisi angka 0. Anda tidak dapat mengajukan pinjaman pada bank tersebut.

 Anda membuat keputusan pinjaman pada bank-bank yang masih beroperasi secara bebas dengan mengetikan besar pinjaman bank pada kolom keputusan pinjaman sesuai preferensi Anda dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Semakin tinggi suku bunga kredit yang ditawarkan oleh Bank, semakin besar pula biaya modal yang Anda bayarkan. Biaya modal yang tinggi merupakan pengurang profit yang akan Anda peroleh.

2. Keputusan pinjaman tidak boleh melebihi pinjaman kredit maksimal yang ditawarkan bank. Jika hal tersebut terjadi, akan muncul tampilan warning berikut :

3. Ketik 0 pada bank lain dimana Anda tidak meminjam pada bank tersebut. Setelah selesai membuat keputusan pinjaman, klik Ajukan ke Bank

 Anda membuat keputusan penggunaan tenaga kerja dengan mengetikan besar tenaga kerja yang digunakan pada kolom Tenaga Kerja yang digunakan dengan ketentuan tenaga kerja maksimal sebagai berikut :

Tenaga Kerja yang Digunakan = [(Modal Usaha) – 30.000.000]:1.000.000


(5)

Keterangan = nilai 30.000.000 merupakan biaya biaya input bahan baku, nilai 1.000.000 merupakan upah pekerja.

 Setelah data terisi lengkap, isi Lembar Keputusan lalu klik Submit untuk melanjutkan ke bulan ketiga.

6. Kemudian akan muncul tampilan Waiting Confirmation. Tampilan akan tertutup secara otomatis setelah bank menentukan suku bunga kredit dan pinjaman maksimal untuk perusahaan Anda.

7. Anda akan memasuki akun bulan ketiga dengan ketentuan sebagai berikut :  Modal Awal yang Anda miliki sebesar 40.000.000

 Anda membuat keputusan pinjaman pada bank-bank yang masih beroperasi secara bebas dengan mengetikan besar pinjaman bank pada kolom keputusan pinjaman sesuai preferensi Anda

 Anda membuat keputusan penggunaan tenaga kerja dengan mengetikan besar tenaga kerja yang digunakan pada kolom Tenaga Kerja yang digunakan dengan ketentuan tenaga kerja maksimal sebagai berikut : Tenaga Kerja yang Digunakan = [(Modal Usaha) – 30.000.000]:1.000.000 Keterangan = nilai 30.000.000 merupakan biaya biaya input bahan baku, nilai

1.000.000 merupakan upah pekerja.


(6)

Profit = (Harga Produk x Output) – (Biaya Input + Biaya Modal + Biaya Tenaga Kerja)

Anda diasumsikan selalu memperoleh keuntungan

 Setelah data terisi lengkap, isi Lembar Keputusan lalu klik Submit untuk mengakhiri simulasi Anda sebagai perusahaan.

8. Akumulasi profit yang Anda peroleh setiap bulan akan dijadikan pertimbangan reward oleh peneliti.

Lampiran 7. Lembar Keputusan Perusahaan

Nama : Perlakuan :

Inisial : Ulangan :

Bank Keputusan Total Pinjaman

Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3

B1 B2 B3 B4 B5

TK yg digunakan Ouput

Harga Produk Profit