pemilih jenis ini adalah apa yang bisa dan telah dilakukan oleh suatu partai maupun calon yang diusungnya.
2. Pemilih Kritis
Untuk menjadi pemilih kritis, seseorang melalui dua hal yaitu: Pertama, Jenis pemilih ini menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan untuk menentukan kepada
partai politik mana mereka akan berpihak dan selanjutnya akan mengkritisi kebijakan yang akan atau yang telah dilakukan. Kedua, bisa juga terjadi sebaliknya, pemilih
tertarik dulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partaikontestan baru kemudian mencoba untuk memahami nilai-nilai yang melatarbelakangi pembuatan
sebuah kebijakan. Pemilih jenis ini adalah pemilih kritis artinya mereka akan selalu menganalisis kaitan antara ideologi partai dengan kebijakan yang akan dibuat.
3. Pemilih Tradisional
Jenis pemilih ini memiliki orientasi ideologi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai suatu yang
penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budayanya, nilai, asal-usul, paham, dan agama sebagai ukuran untuk
memilih suatu partai politik maupun seorang kontestan. Biasanya pemilih jenis ini lebih mengutamakan figur dan kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis sebuah
partai politik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristik mendasar jenis pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang
nilai serta paham yang dianut. Pemilih jenis ini sangat mudah untuk dimobilisasi selama masa kampanye dan mereka memiliki loyalitas yang sangat tinggi.
Universitas Sumatera Utara
4. Pemilih Skeptis
Pemilih jenis ini tidak memiliki orientasi ideologi yang cukup tinggi terhadap sebuah partai politik atau seorang kontestan. Pemilih ini juga tidak menjadikan
sebuah kebijakan menjadi suatu hal yang penting. Kalaupun mereka berpartisipasi dalam pemilu, mereka berkeyakinan bahwa siapapun yang memenangkan pemilu,
hasilnya akan sama saja dan tidak ada perubahan yang berarti yang dapat terjadi bagi daerah, masyarakat, maupun negara.
Pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian
memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya. Konstituen adalah
kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestasi dalam institusi politik seperti partai politik. Di samping itu,
pemilih merupakan bagian masyarakat luas yang bisa saja tidak menjadi konsituen partai politik tertentu. Masyarakat terdiri dari beragam kelompok, terdapat kelompok
masyarakat yang memang non-partisan dimana ideologi dan tujuan politik mereka tidak dikatakan kepada suatu partai politik tertentu. Mereka menunggu sampai ada
suatu partai politik yang bisa menawarkan program kerja terbaik menurut mereka, sehingga partai tersebutlah yang akan mereka pilih.
34
Selain penjelasan diatas Firmanzah juga membagi 3 kelompok yang dianggap sebagai faktor-faktor determinan pemilih yang menggunakan hak pilih dalam
menentukan pasangan calon yaitu : 1.
Kondisi awal yang meliputi : keadaan sosial budaya pemilih, nilai tradisional pemilih, level pendidikan, serta ekonomi pemilih. . Seperti
pada awal yang merupakan tolak ukur pemilih menggunakan hak pilihnya yaitu dimulai dari kondisi awal, dalam hal ini yang akan berkaitan dengan
kondisi sosial budaya yaitu bagaimana pemilih tersebut dilihat dari
34
Firmanzah, Op. Cit, 2007, hlm. 102.
Universitas Sumatera Utara
kondisi sekitar lingkungannya seperti tingkat pendidikan, kondisi lingkungan sekitar, dan nilai-nilai dalam budaya pemilih dalam
menjatuhkan pilihannya terhadap kandidat yang mencalonkan ataupun yang dicalonkan. Ekonomi juga dilihat sebagai kondisi awal pemilih
dalam menentukan pilihannya karena faktor ekonomi juga merupakan salah satu alasan apa yang melaterbelakangi seorang pemilih menjatuhkan
pilihannya kepada calon tersebut. Dalam terjun kelapangan peneliti harus melihat beberapa kondisi awal yang terkait dengan kuisioner yang akan
dibagikan. 2.
Massa yang meliputi : data, informasi dan berita dari media masa, ulasan ahli, permasalahan kini, serta perkembangan media dan trend situasi.
Setelah pada kondisi awal lalu peneliti menggunakan indikator media massa dalam mengumpulkan data untuk dimasukkan kedalam kuisioner,
tidak dapat ditepiskan bahwa media massa juga mengambil alih dalam memobilisasi suara pemilih, yang meliputi data, ataupun informasi yang
diperoleh pemilih seputar pemilihan kepala daerah dilingkungannya, begitupun media juga terlibat dalam mobilisasi pemilih karena media juga
mengulas pendapat para ahli dalam mengemukakan pendapatnya terkait dengan kondisi politik saat ini, bukan hanya itu saja media massa juga
merupakan indikator dalam melihat situasi dan permasalahan yang ada di masyarakat yang di angkat kekondisi publik sehingga masyarakat juga
dapat dipengaruhi oleh pemberitaan oleh media massa baik media cetak, elektronik ataupun media sosial lainnya.
3. Serta bagian terakhir yaitu partai politikkontestan yang meliputi
performance record dan reputasi, marketing politik, serta program kerja dari kandidat yang mengikuti pemilihan calon kepala daerah. Dalam
melihat kondisi untuk menentukan determinasi pemilih partai politik yang
Universitas Sumatera Utara
mengusung calon juga tidak dapat terpisahkan dalam menentukan pilihan pemilih, hal tersebut terlihat dari kondisi kontestan dalam mencalonkan
diri yaitu penampilannya, trek record reputasi serta pengalamannya dibidang politik, bagaimana proses marketing politik dalam hal ini untuk
dapat memperoleh suara dan mobilisasi diperlukan merketing politik, yaitu manajemen untuk dapat memperoleh suara dari pemilih sebanyak-
banyaknya serta program kerja yang dapat diterima oleh semua masyarakat tidak yang berlebihan dan yang dapat terjadi secara nyata
tanpa harus ada yang berlebihan dalam penyusunan program kerja. Hal tersebut dapat mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihannya
terlihat dari iklan, baliho, ataupun spanduk yang dipasang dimana saja sehingga masyarakat lebih mengenal calon yang ingin dipilih dalam
pemilihan kepala daerah. Ketika pemilih menilai partai atau seorang kontestan dari kaca mata policy
problem-solving maka yang terpenting bagi mereka adalah sejauh mana para kontestan mampu menawarkan program kerja atau solusi suatu permasalahan yang
ada. Sementara pemilih yang lebih mementingkan ikatan ideologi suatu partai atau seorang kontestan akan lebih menekankan pada aspek-aspek subjektifitas seperti
kedekatan nilai, budaya, agama, moralitas, norma, emosi, dan psikografis. Semakin dekat kesamaan partai politik atau calon kontestan, maka pemilih akan cenderung
memberikan suaranya ke partai dan kontestan tersebut.
Penjelasan bagian faktor-faktor determinan tersebut tergambar dalam bagan dibawah ini :
35
35
Firmansyah, Menyoal Rasionalitas Pemilih : Antara Orientasi Ideologi dan Policy Problem-Solving dalam Usahawan No.7 tahun XXXIV Juli 2005.
Universitas Sumatera Utara
Bagan 1 Faktor Determinan Pemilih
Kondisi awal 1.
Sosial budaya pemilih
2. Nilai tradisional
Pemilih 3.
Level pendidikan 4.
Ekonomi pemilih 5.
Dll Media masa
1. Data, informasi dan
berita media masa 2.
Ulasan ahli 3.
Permasalahan terkini
4. Perkembangan dan
trend situasi Partai politikkontestan
1. Performance
record dan reputasi
2. Marketing
politik 3.
Program kerja
F.2.2. Pola Pengelompokan Pemilih
Meskipun tampak relatif, pola pengelompokkan pemilih mencerminkan kecenderungan saling terkait dan mempengaruhi. Lingkup pengelompokkan atau
segmentasi itu dapat didasarkan pada :
36
36
Agung Wibawanto,dkk. Memenangkan Hati dan Pikiran Rakyat. Yogyakarta : Pembaruan 2005, hlm. 24-26.
Pemilih
Ideologi Policy-problem-solving
Partai politikkontestan
Universitas Sumatera Utara
1. Lingkup agama keluarga
Diantara beberapa jenis pengelompokan sosial lainnya, lingkup agama merupakan salah satu faktor pembentukan perilaku memilih. Setiap orang
yang mengaku beragama akan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari kelompok agamanya dan pilihan politiknya biasanya disejalankan
dengan agama yang dianutnya. Misalnya pemilih yang beragama Islam akan memiliki kecenderungan memilih kontestan beragama Islam juga.
2. Lingkup gender
Lingkup gender mengidentifikasikan bahwa perbedaan jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki turut mempengaruhi perbedaan perilaku
politik yang dilakukan.
3. Lingkup kelas sosial
Individu yang berasal dari kelas sosial yang berbeda biasanya memiliki perilaku yang berbeda, hal ini disebabkan karena faktor ekonomi dan
pendidikan.
4. Lingkup geografi
Lingkup geografi berkaitan dengan pengelompokan pemilih berdasarkan aspek geografi atau lingkungan.
5. Lingkup usia
Lingkup usia pada dasarnya mampu mengelompokkan individu. Dimana usia seringkali mempengaruhi pilihan atau tindakan yang diambil oleh
seseorang dalam menjatuhkan pilihannya terhadap calon-calon kandidat yang ikut dalam pemilihan. Ruang lingkup usia yang berdasarkan pada
individu juga dapat menjadi faktor penentu dalam rasionalisasi pemilih.
Universitas Sumatera Utara
6. Lingkup demografi
Lingkup demografi mengelompokkan masyarakat terkait dinamika kependudukan meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk.
7. Lingkup psikografis
Lingkup psikografis dapat diartikan sebagai segmentasi pemilih berdasarkan gaya hidup yaitu bagaimana pola hidup seseorang yang
diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya.
8. Lingkup perilaku
Lingkup perilaku adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri sebagai respon terhadap sesuatu yang terjadi. Perilaku seseorang dapat
mempengaruhi perilaku individu lainnya.
F.3. Pengertian Perempuan
Para femenisme berpendapat bahwa ‘Wanita’ dalam kosakata jawa berarti “Wani ditoto=berani ditata oleh laki-laki. Sedangkan berkaitan dengan istilah
perempuan, dalam prasasti Gundasulli ditemukan bahwa Ia berasal dari serapan kata ‘Parpuanta’ yang artinta ‘dipertuan atau dihormati’ empu = gelar kehormatan yang
berarti tuan. Oleh karena itu, kaum feminis tidak mau menggunakan istilah wanita, tetapi lebih memilih istilah perempuan. Mereka memilih persepsi bahwa kata wanita
mengandung makna yang bias patriarhki. Mereka juga berpendapat bahwa pola hidup perempuan lebih sempurna dari pada laki-laki, karena menurut pandang mereka:
“perempuan = laki-laki + kemampuan melahirkan dan menyusui”, artinya: perempuan sebenarnya sama dengan laki-laki, tetapi perempuan diberikan potensi
untuk mengandung, dan menyusui anak, potensi ini tidak dimiliki oleh laki-laki.
37
37
Arief B. Iskandar, Revisi Politik Perempuan, Bogor: Penerbit, Adea Pustaka, 2003, hlm. 121.
Universitas Sumatera Utara
Perempuan adalah manusia, bahkan manusia yang agung. Ia adalah pendidik masyarakat, yang dari pengasuhan perempuan lahirlah laki-laki. Mula-mula lahirlah
laki-laki dan perempuan yang sehat dari pengasuhan perempuan. Perempuan adalah pendidik laki-laki. Oleh karena itu, kebahagiaan dan kesengsaraan suatu negeri
tergantung pada perempuan. Karena pendidikan yang benar akan mampu mencetak manusia, dengan pendidikannya yang sehat maka ia akan memakmurkan negeri.
Pengasuhan perempuan merupakan jalan seluruh kebahagiaan, dan perempuan harus menjadi jalan pertama seluruh kebahagiaan.
Perempuan adalah refleksi dari terwujudnya harapan menusia, dan ia adalah pendidik kaum Hawa dan kaum Adam yang mulia. Dari pengasuhan perempuan, laki-
laki mampu mencapai ketinggian spiritual. Perempuan adalah buaian pendidikan perempuan dan laki-laki yang agung.
38
Di bawah pendidikan perempuan dan di bawah dekapannya, lahirlah laki-laki yang pemberani. Sesungguhnya Al-Qur’an Al-Karim mendidik manusia, dan
perempuan juga mendidik manusia. Tugas perempuan adalah mendidik manusia. Seandainya bangsa dihilangkan dari perempuan yang memiliki kemampuan mendidik
manusia, niscaya bangsa itu akan kalah dan menuju kehancuran serta kehinaan.
F.4. Perempuan Dalam Pandangan Islam
Dalam Islam sebagaimana halnya yang pernah di sabdahkan oleh Rasullullah Saw bahwa ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan muslimah secara etimologis, kata-
kata muslim itu mencakup laki-laki dan perempuan. Islam mempersiapkan agar
perempuan dapat berperan dalam segala bidang.
Kaum perempuan Islam digambarkan sebagai perempuan yang aktif, sopan dan terpelihara akhlaknya. Bahkan dalam Al-Qur’an, figur ideal seseorang Muslimah
disimbolkan sebagai pribadi yang memiliki kemandirian politik al-istiqlal al-siyasa, Allah Swt berfirman:
38
Husein Alkaff, Loc.Cit, hlm. 81.
Universitas Sumatera Utara
“Wahai Nabi Apabila perempuan-perempuan mukmin datang kepadamu untuk mengadakan bai’at janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan
sesuatu apa pun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-
adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan
untuk mereka kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
39
Seperti figur Ratu Bulgis yang memimpin kerajaan superpower ‘arsyun ‘azhim Allah Swt berfirman:
“Sungguh, kudapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar.”
40
Memiliki kemandirian ekonomi, al-istiqlal al-iqtishadi Allah Swt berfirman: “Tidak diragukan lagi bahwa Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan
apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang sombong.”
41
Seperti figur-figur perempuan mengelola perternakan dalam kisah Nabi Musa di Madyan, Allah Swt berfirman:
“Dan ketika dia sampai di sumber air negeri Madyan, dia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang memberi minum ternaknya, dan dia menjumpai
di belakang orang banyak itu, dua orang perempuan sedang menghambat ternaknya. Dia Musa berkata, “Apakah maksudmu dengan berbuat begitu?”
Kedua perempuan itu menjawab, “Kami tidak dapat memberi minum ternak kami, sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan ternaknya, sedang
ayah kami adalah orang tua yang telah lanjut usianya.”
42
Bagi perempuan yang sudah menikah, memiliki kemandirian dalam menentukan pilihan pribadi al-istiqlal al-syakhshi yang diyakini kebenarannya
sekalipun berhadapan dengan suami. Allah Swt berfirman: “Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri
Fir’aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surge dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannta,
dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”
43
39
QS. Al-Mumtahanah [60]: 12
40
QS. Al-Naml [27]: 23
41
QS. Al- Nahl [16]: 23
42
QS. Al-Qasas, [28]: 23
43
QS. Al-Tahrim, [66]: 11
Universitas Sumatera Utara
Atau menentang pendapat orang banyak public opinion bagi perempuan belum menikah. Allah Swt berfirman:
“Dan Maryam putrid Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh ciptaan Kami ; dan dia
membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya; dan dia termasuk orang-orang yang taat.”
44
Al-Qur’an mengizinkan kaum perempuan melakukan gerakan “oposisi” terhadap segala bentuk sistem yang bersifat tirani demi tegaknya kebenaran. Allah
Swt berfirman: “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan
zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh Mahaperkasa, Mahabijaksana.”
45
Perempuan dalam pandangan Islam sejajar dengan laki-laki. Islam diyakini oleh para pemeluknya sebagai rahmatan lil’alami agama yang menebarkan rahmat
bagi alam semesta. Salah satu bentuk rahmat itu adalah pengakuan terhadap keutuhan kemanusiaan perempuan yang setara dengan laki-laki. Ukuran kemuliaan
seorang manusia disisi Tuhan adalah prestasi dan kualitas taqwanya, tanpa membedakan ras, etnik dan jenis kelamin.
Sebelum Islam datang, perempuan dipandang tidak memiliki kemanusiaan yang utuh dan oleh karenanya tidak berhak bersuara, berkarya dan berharta. Bahkan,
ia dianggap tidak memiliki dirinya sendiri. Islam secara bertahap mengembalikan hak-hak perempuan sebagai manusia yang merdeka. Bahkan menyuarakan keyakinan,
berhak mengaktualisasikan karya, dan berhak memiliki harta yang memungkinkan mereka dianggap sebagai warga masyarakat. Ini merupakan gerakan emansipatif yang
tiada tara di masanya, saat saudara-saudara perempuan mereka di belahan bumi Barat terpuruk dalam kegelapan dan kehancuran yang mendalam, dimana setiap umat harus
44
QS. Al- Tahrim, [66]: 12
45
QS At-Taubah, [9]: 71
Universitas Sumatera Utara
dapat mempertanggungjawabkan apa yang telah ia perbuat dalam kehidupan dan manfaat bagi orang sekitar dalam berbagai segi kehidupan.
F.5. Peranan Perempuan Dalam Politik
Berkaitan dalam hal berpolitik terdapat dua aliran yang berbeda mengenai posisi perempuan sebagai pemimpin dalam pandangan Islam. Pertama, aliran yang
mengklim bahwa Islam tidak mengakui hak-hak politik bagi perempuan. Kedua, aliran yang berpendapat bahwa Islam mengakui hak-hak politik perempuan, sama
seperti yang diberikan kepada laki-laki. Kelompok ini menegaskan bahwa Islam menetapkan dan mengakui hak-hak politik bagi perempuan termasuk menjadi
pemimipin negara. Ada 3 alasan yang sering dikemukakan oleh aliran pertama yaitu:
46
1. Tempat yang paling cocok bagi perempuan adalah rumah. Pandangan ini
diperkuat hadis yang menyebutkan bahwa Allah telah menetapkan empat rumah bagi seorang perempuan: rahim ibunya, rumah orang tuanya yang menjadi
tempat tinggalnya sampai dia menikah, rumah suaminya yang tidak boleh dia tinggalkan tanpa izin yang bersangkutan, dan yang terakhir adalah kuburnya.
Dengan demikian, ruang publik adalah ruang yang sejak awal “ditetapkan” sebagai wilayah asing bagi perempuan. Allah Swt berfirman:
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah
salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
47
46
http:www.analisadaily.comindex.phparticlej=1?id=555 diakses pada hari Minggu tanggal 04 November 2012, pukul 13.20 Wib.
47
QS. Al-Ahzab [33]: 33
Universitas Sumatera Utara
2. Para ulama, seperti Ibnu Abbas, menegaskan bahwa masalah kepemimpinan
diambil dari ayat tersebut. Secara khusus masalah ini dirujukkan pada kalimat al- rijal qawwamuna ‘ala al-nisa’ laki-laki adalah pemimpin bagi kaum
perempuan. Berdasarkan ayat ini, Ibnu Abbas mengatakan bahwa laki-laki memiliki kekuasaan atas perempuan. Rasyid Ridlah malah menganalogikan
kekuasaan tersebut seperti kekuasaan raja terhadap rakyatnya. Allah Swt berfirman:
“Laki-laki suami itu pelindung bagi perempuan istri, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka laki-laki atas sebagian yang lain perempuan,
dan mereka laki-laki telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat kepada Allah
dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz,
hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur pisah ranjang, dan kalau perlu pukullah mereka. Tetapi jika mereka
menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.”
48
3. Abu Bakrah yang mengatakan bahwa: La yaflaha qaum wallau amrahum
imra’at Tidak akan berbahagia suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan.
49
Ayat-ayat dan hadis-hadis yang disebutkan itu, bagi aliran pertama merupakan justifikasi bahwa kepemimpinan hanya untuk kaum laki-laki dan perempuan harus
mengakui kepemimpinan laki-laki. Implikasi dari pemahaman dari itu adalah perempuan tidak memiliki hak-hak politik seperti yang dimiliki oleh laki-laki.
Memang ada satu hadist yang menyebutkan bahwa jangan sekali-kali perempuan menjadi imam sholat untuk laki-laki. Akan tetapi, sejumlah pakar
melakukan tahrij terhadap hadist tersebut dan memperoleh kesimpulan bahwa status
48
QS. An-Nisa [4]: 34
49
Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah yang amat popular dalam Kongres Umat Islam Indonesia yang dijadikan dalil pamungkas dalam menangkis pendapat yang memperbolehkan
perempuan menjadi presiden.
Universitas Sumatera Utara
hadist itu adalah daif karena dalam rentetan perawinya terdapat Abdullah bin Muhammad al-Adawi yang diduga oleh waqi’ telah melakukan pemalsuan hadist.
Itulah sebabnya, mengapa ulama, seperti Abu Tsaur dan al-Thabari, menganggap syah imam perempuan dalam sholat. Keabsahan tersebut didasarkan pada sebuah
hadist syahih riwayat Abu Daud tentang Ummu Waraqa yang meminta oleh Nabi Saw menjadi imam di rumahnya dengan muazin laki-laki dewasa.
Kuatnya kultural masyarakat mengenai perempuan, sangat berkaitan dengan wajah Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk negeri ini. Ruang
jalan dan peranan perempuan senantiasa terbatas akibat benturan norma agama. Dan ini paling tidak memunculkan pemahaman dan sikap bahwa perempuan memang
tidak penting untuk terjun kedalam aspek yang bertentangan dengan yang ditetapkan oleh agama.
Sedangkan pandangan aliran kedua, melihat bahwa kewajiban berpolitik sebenarnya merupakan sebagian dari dakwah Islam. Islam mewajibkan seluruh kaum
Muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk berdakwah mengajak kepada yang ma’ruf dan menjauhi yang mungkar. Amar maaruf nahi mungkar ini bermaksud
menyeru untuk bertakwa kepada Allah Swt dengan menerapkan seluruh hukum syariat-Nya. Allah Swt berfirman :
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.
Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
50
Perlu kita ketahui, ayat ini diturunkan di Madinah yang merupakan negara Islam dan hukum-hukum yang diturunkan di Madinah bukan hanya mengatur
bagaimana cara beribadah kepada Allah Swt dalam hal sholat, zakat dsb, tetapi juga yang mengatur dalam sistem kehidupan. Pada saat itu, hukum-hukum yang mengatur
masyarakat seperti politik luar negeri, uqubat, sistem sosial pergaulan, sistem ekonomi, pemerintahan dan pendidikan telah diturunkan. Oleh karena itu, agar kaum
50
QS. Ali-Imran [3]: 104
Universitas Sumatera Utara
Muslimin dapat menjalankan kewajibannya untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar mereka harus memiliki kesadaran berpolitik. Maka, baik laki-laki maupun
perempuan, mereka mempunyai hak yang sama untuk berdakwah amar ma’ruf nahi mungkar.
Dalam hal ini, menurut pendapat Alkaf Hussein bahwa Allah telah menetapkan rambu-rambu bagi perempuan dalam beraktivitas politik. Islam telah
memberikan batasan dengan jelas dan tuntas mengenai aktivitas politik perempuan. Diantaranya :
51
1. Hak dan kewajiban Baiat. Ummu Athiyah berkata: ”Kami berbaiat kepada
Rasulullah Saw lalu beliau membacakan kepada kami agara jangan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dan melarang kami untuk
niyahah meratapi mayat. Karena itulah salah seorang perempuan dari kami menarik tangannya dari berjabat tangan, lalu ia berkata,”Seseorang telah
membuatku bahagia dan aku ingin membalas jasanya.”Rasulullah tidak berkata apa-apa, lalu perempuan itu pergi kemudian kembali lagi.” HR.
Bukhari. 2.
Hak memilih dan dipilih menjadi anggota majelis umat. Perlu dijelaskan, bahwa Majelis Umat adalah suatu badan negara Islam yang terdiri atas wakil-
wakil rakyat yang bertugas memberikan nasihat dari umat kepada khalifah, mengajukan apa saja yang dibutuhkan rakyat dan memberikan saran
bagaimana kebutuhan rakyat tersebut terpenuhi, mengoreksi dan menasehati penguasa apabila cara yang ditetapkan oleh khalifah bertentangan dengan apa
yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.
51
Alkaff, Husein, Kedudukan Wanita dalam pandangan Imam Khomeini, Jakarta: Penerbit PT. Lentera Basritama. 2004. hlm. 34-35.
Universitas Sumatera Utara
3. Kewajiban menasehati dan mengoreksi penguasa. Nasihat tersebut bisa
langsung disampaikan kepada penguasa atau melalui majelis umat atau melalui partai.
4. Kewajiban menjadi anggota partai politik. Keberadaan partai politik
merupakan pemenuhan kewajiban dari Allah Swt, sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Ali-Imran ayat 104 yang artinya: ”Hendaklah wajib
ada segolongan umat yang menyerukan kepada kebaikan Islam; memerintahkan kemakrufan dan mencegah kemungkaran.
52
Kesetaraan equality dalam perspektif Islam kondisi yang dialami para wanita di Barat sangat berbeda dengan yang dihadapi oleh para Muslimah di dunia Islam.
Dalam dunia Islam, para perempuan diperlakukan dan dilayani sebagai manusia, yaitu mereka perempuan dan lelaki adalah makhluk Allah Swt. Selain itu, dalam
dunia umum, perempuan diberi kesempatan dan peluang untuk menimba ilmu dan berpolitik. Hal ini dapat kita lihat pada masa Rasulullah Saw dan Umar bin Al-
Khatab Radiallahu Anhu, yang mana Nabi Saw mengajarkan Al-Quran kepada kaum perempuan dan juga menerima baiat dari dua orang perempuan pada masa Baiat Al-
Aqabah II. Selain itu, pada masa Umar bin Al-Khattab Radiallahu Anhu ada seorang perempuan yang menegur Umar karena ingin menetapkan jumlah mahar perkawinan.
Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” Partai politik ada untuk menjaga agar semua
hukum-hukum Allah tetap diterapkan secara keseluruhan oleh manusia dalam kehidupannya sepanjang masa. Keberadaannya wajib bagi kaum muslimin,
baik di dunia ini diterapkan sistem Islam atau tidak. Jika sistem Islam telah tegak, menjadi bagian dari parpol Islam adalah fardu kifayah, sedangkan jika
belum ada, maka hukumnya menjadi wajib bagi seluruh kaum muslimin- termasuk para muslimah untuk menegakkan Syariat Islam bersama sebuah
partai.
52
QS. Ali-Imran ayat. 104
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi dari semua kesetaraan yang ada, kesamaan yang paling mendesak yang perlu kita sadari adalah adanya persamaan hak dan kewajiban untuk bertakwa
kepada Allah Swt, Allah Swt berfirman : ”Wahai orang-orang yang beriman Bertakwalah kamu kepada Allah dengan
sebenar-benar takwa, dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.”
53
Allah Swt tidak membedakan kemuliaan seseorang berdasarkan jenis kelaminnya tetapi menjadikan ketakwaan sebagai tolok ukur atau ‘standard’
kemuliaan seseorang. Jadi, inilah persamaan yang semestinya para permpuan perjuangkan. Persamaan untuk menerapkan syariat Islam, untuk menjadi manusia
yang bertakwa, serta manusia yang mulia di dunia dan akhirat. Justru, seandainya wujud perbedaan peranan dan cara mengatur urusan perempuan dalam Islam, itu
bukanlah suatu masalah karena yang menentukannya adalah Sang Pencipta lelaki dan perempuan yaitu Allah Swt. Jadi, apa pun peranan yang Allah Swt berikan, pasti akan
mendapatkan pahala di sisi-Nya.
54
F.6. Defenisi Konsep
Defenisi konsep adalah kata-kata yang merupakan unsur-unsur umum abstrak yang ditarik dari berbagai fenomena berbeda. Definisi konsep dalam penelitian ini
adalah: 1.
Perilaku Pemilih Perilaku pemilih adalah tingkah laku individu dalam pemungutan suara pada
kegiatan pemilu. 2.
Perempuan Islam Perempuan Islam adalah seorang individu berjenis kelamin perempuan dan
memeluk agama Islam yang dapat ditandai melalui Kartu Tanda Penduduk KTP.
53
QS. Ali-Imran :102
54
Alkaff, Husein, Op.Cit, hlm. 42
Universitas Sumatera Utara
F.7. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penjelasan bagaimana variabel-variabel akan diukur secara empiris. Adapun yang menjadi definisi operasional pada penelitian ini
ialah: 1.
Perilaku Pemilih a.
Pendekatan sosiologis Pendekatan sosiologis memiliki indikator seperti pendidikan, agama,
dan pekerjaan.
b. Pendekatan psikologis
Pendekatan psikologis memiliki indikator seperti kedekatan emosional dengan kandidat dan keterlibatan dengan partai pendukung kandidat.
c. Pendekatan rasional
Pendekatan rasional memiliki indikator seperti kepercayaan terhadap visi dan misi yang ditawarkan kandidat, adanya unsur materijabatan
yang diperoleh jika memilih kandidat, dan rekam jejak dari kandidat.
2. Perempuan Islam
Indikator perempuan Islam adalah: a.
Berjenis kelamin perempuan.
b. Memeluk agama Islam ditandai melalui Kartu Tanda Penduduk
KTP.
Universitas Sumatera Utara
G. Metodologi Penelitian G.1. Jenis Penelitian