Hasil Pengamatan dan Wawancara

Universitas Sumatera Utara Binsar dan Hotma , dan yang terakhir informan ke 5 yaitu pasangan yang bersedia dia wawancarai dan peneliti di izinkan untuk terjun langsung selama beberapa hari.

IV.2 Hasil Pengamatan dan Wawancara

Berikut hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap kedua pasang subjek penelitian : Informan I Pasangan : Marso Luhut Sitanggang dan Eldy Sonta Silaen Alamat : Jalan Pintu Air 4 Gg. Pegagan Kelurahan Simalingkar B Penelitian yang dilakukan pada hari pertama tanggal 4 april 2014 pukul 10.00 WIB dikediaman Luhut dan Sonta. Peneliti awalnya melihat pintu rumah kedua pasangan ini tertutup rapat lalu mengetuk pintu dan dibuka oleh Luhut. Luhut langsung mempersilahkan peneliti untuk masuk kedalam rumah mereka yang sangat terlihat berantakan. Dengan rasa malu pasangan ini bergegas untuk merapikan nya. Waktupun terus berlalu hingga akhirnya Luhut dan Sonta mengajak peneliti untuk masuk dan mengajak peneliti untuk duduk di belakang rumah sambil menikmati ubi rebus dengan teh manis. Kedua pasangan ini terlihat sangat akrab dimana sang istri Sonta yang sudah lelah membereskan rumah langsung menghisap sebatang rokok yang ditemani oleh suaminya Luhut, dan mereka pun mempersilahkan peneliti untuk mewawancarai mereka. Pertemuan pertama kedua pasangan ini sewaktu mereka masih duduk di bangku SLTA, dimana Luhut yang dulu suka sekali datang dan bermain kartu bersama teman- temannya di sebuah warung kopi di Jalan Sei Wampu. Disitu pula tempat tinggal Sonta. Luhut yang selalu melihat Sonta berjalan kaki sewaktu pulang sekolah dan membuat Luhut menyukai Sonta karena kecantikannya. Waktu berjalan akhirnya hubungan kedua pasangan 69 Universitas Sumatera Utara ini kejenjang yang lebih serius lagi. Kekurangan dan kelebihan yang dimiliki dari diri mereka masing-masing sudah diketahui oleh keduanya yang membuat mereka nyaman dalam berkomunikasi satu dengan yang lain. “aku suka main kartu dulu dek, terus aku liat lah ibu ini jalan pas masih SMA manis dia ku tengok, pake kaca mata dia nya kan, rambutnya panjang, badannya berisi enggak kayak sekarang ini kurus kali. Nah disitu lah dia aku sukanya sama ibu. Kemaren itu tahun 1999 kalau enggak salah ya. Lama juga kami pacaran setahun kalau enggak salah ya, terus langsung aja aku lamar dia. Nanti kalau lama-lama diambil orang kan enggak enak. Iya bapak ini ganteng mudanya, kurus-kurusnya tetap lah enggak beda kayak dulu “kata Sonta”. Lucu dia dek, suka banget buat ibu itu ketawa, sekarang uda beda dia kebanyakan diemnya dan suka main judi gitu lah tetap aja enggak berkurang”. Ketika memasuki rumah tangga, tidak adanya hambatan yang di hadapi mereka. Semua berjalan dengan aman dan baik-baik saja. Keluarga kedua belah pihak juga menyetujui hubungan mereka sampai mereka dikaruniai 6 orang anak yang jarak umurnya sangatlah berdekatan. Keinginan Luhut dan Sonta memiliki banyak anak adalah salah satu faktor mereka masih memegang kuat adat istiadat suku mereka Batak Toba yang diwajibkan memiliki anak laki-laki untuk penerus marga. Tetapi satu saja anak laki-laki yang mereka miliki terlebih dahulu tidak membuat kedua pasangan ini terus mencoba agar punya satu anak laki-laki lagi. Dan sekarang Sonta telah hamil 4 bulan. Mereka berharap mendapatkan anak laki-laki kembali. Sonta juga tidak menerapkan program KB, dikatakannya dia tidak cocok untuk menggunakannya diselah rasa sakit yang ia rasakan. Harapan yang mereka inginkan yaitu memiliki anak banyak agar kelak mampu membantu orang tuanya nanti. Semua diberikan pendidikan yang bagus oleh Luhut dan Sonta, dengan menyekolahkan mereka. Memberikan les tambahan yang ada disekolah dengan biaya gratis yang tidak disia-siakan oleh anak-anaknya. Dan pasangan ini memberikan pandangan positif tentang agama yang dianutnya dengan membuat anak-anaknya aktif di gereja untuk pelayanan seperti mengikuti Pendalaman Alkitab PA, retreat dan sekolah minggu. Luhut yang bekerja sebagai kuli kasar bangunan dan Sonta yang bekerja sebagai ibu rumah tangga membuat mereka tidak dapat terkadang memberi sesuatu yang anak-anaknya inginkan. Dengan arahan yang baik dan 70 Universitas Sumatera Utara komunikasi yang baik pula, kedua pasangan ini memberitahukan dengan pengertian agar anak-anak mereka mampu menerima kenyataan yang dimilikinya. “kalau mendidik anak itu yah harus baik-baik, terkadang kalau mereka uda kelewat batas yah ku pukul pake tali pinggang kalau enggak tangan lah. Mau juga aku maki kok dek, kalau uda naik pitam yah,” ucap Sonta”. Bapak nya yang jarang mukul, tapi mau juga enggak kayak aku dek, namanya aku kan dirumah kerja juga kan kadang-kadang mukul kemiri orang lah. Datang mereka berantem sama kakak adek juga, yah gak bisa kusuruh tenang main tali pinggang itu ku buat” Terkadang komunikasi yang mereka sampaikan tidaklah pantas dan layak untuk diucapkan kepada anak-anaknya. Apabila ada kesalahan yang dilakukan oleh anaknya langsung keluar kata-kata yang tidak layak. Itu sudah menjadi kebiasaan didalam keluarga ini, bukti nyatanya di depan peneliti pun Sonta mau memaki anak-anaknya ketika malas untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Dengan kelakuan kedua orang tuanya anak-anaknya pun ikut dengan mengucapkan kata-kata yang kotor di ucapkan kepada saudara-saudaranya sampai menjerit-jerit kesal. Sampai akhirnya Sonta yang sedang hamil pun mengambil tali pinggang memukul anaknya hingga menyuruhnya diam. luhut hanyalah penetral di dalam itu, dengan nasehat dan akhirnya pun semua kembali tenang. Sonta dan Luhut mengakui mereka juga terbilang keluarga yang didikan kepada anaknya tidaklah wajar, tapi inilah hidup yang sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Dalam Komunikasi Antarpribadi mungkin kedua pasangan ini kurang, hanya disaat keemosian yang tinggi diredakan saat itu juga dan penyampaiannya pun tidak lah dengan lembut dan baik. Tetapi malah dengan bahasa yang keras juga. Dalam memilih kasih sayang tidak ada satupun di bedakan oleh mereka, semua nya sama rata yang diberikan kedua pasangan ini. Tidak ada yang membedakan antara anak laki-laki mereka dengan anak perempuan mereka. “ibu sama bapak enggak pernah beda-bedakan orang ini. Kalau sayang semua kami sayang kok. Tapi kalau dibilang beda-bedakan enggak lah. Mereka melakukan kesalahan kami marahi, kami cubit, kalau uda naik kali emosi kami pukul biar diam, yah kalau disaat mereka melakukan kebaikan kami banggakan kok didepan mereka. Apalagi kalau mereka dapat sesuatu yang mereka rasa itu sesuatu yang dapat mereka buat dengan kemampuan mereka sendiri selalu kami banggakan kok. Kami dukung untuk menjadi yang baik lagi gitu.” 71 Universitas Sumatera Utara Selama dalam pernikahan komunikasi antara Luhut dan Sonta baik-baik saja, dimana mereka satu sama lain saling terbuka pabila ada yang tidak mereka sukai atau sukai. Masalah dalam mendidik anak pun mereka saling sharing satu sama lain, sehingga mendapatkan titik penyelesaiannya. Ketika dalam perubahan sifat atau kedewasan anak mereka, Luhut dan Sonta mengatakan sangat memperhatikan tumbuh kembang anak-anaknya. Perubahan fisik ataupun tingkah laku selalu mereka perhatikan, pergaulan dan pertemanan anak-anak mereka kedua pasangan ini perhatikan, karena itu merupakan tanggung jawab mereka sebagai kedua orang tua. Akan ada penyesalan apa bila kelak anak-anaknya terlambat mereka perhatikan tumbuh kembangnya. Informan II Nama : Daud Julius Maulae dan Mei Christina br.Ambarita Alamat : Jalan Pintu Air 4 Gg. Pegagan Kelurahan Simalingkar B Dihari yang berbeda Sabtu 5 April 20014 pukul 08.00 WIB peneliti tinggal di rumah kediaman Daud dan Mei. Daud yang saya temui di depan pintu sedang menikmati secangkir kopi dan menghisap rokok langsung mempersilahkan saya untuk masuk dan meletakkan pakaian saya kedalam rumah. Peneliti pun bergegas untuk mempersiapkan segala sesuatunya agak semua terlihat rapi. Dengan berjalannya waktu, Daud pun mengajak saya untuk mencicipi kopi yang dibawanya dari kampung. Peneliti yang dasarnya tidak menyukai kopi tetap harus menghargai pemberian orang tua. Daud yang pekerjaannya adalah wiraswasta ini memiliki 4 orang anak yang masih kecil, tidak membuatnya patah semangat bekerja dan menafkahi istri dan anak-anaknya. 72 Universitas Sumatera Utara Disamping kesibukannya sebagai wiraswasta, Daud juga memiliki ladang yang cukup untuk dia bercocok tanam. Daud mengatakan bahwa penghasilan yang dia terima adalah sesuai dengan UMR yang diberikan kepadanya. Maka dari itu, Daud memiliki ladang menurutnya itu sudah cukup membantu untuk kebutuhan pokok mereka yang tidak perlu banyak mengeluarkan biaya. Ketertarikan Daud kepada istrinya Mei, yang menurutnya Mei adalah sesosok wanita yang menerimanya apa adanya. Tahun 2003 Daud bertemu dengan Mei, mereka sekitar 1 tahunan telah menjalin hubungan, sehingga memutuskan untuk menikah tahun 2005 dan di karuniai 4 orang anak yaitu 2 laki-laki dan 2 perempuan. Alasan Daud menikahi Mei adalah suatu komitmen yang telah disepakatin mereka berdua untuk menjalin hubungan yang serius. Bagi Daud, menikahi seseorang adalah hal yang sangat di harapkan oleh pasangan yang telah lama merajut kasih. “dulu saya takut kehilangan mei, hingga saya katakan pada mei saya belum punya pekerjaan, apakah kamu mau menikah dengan saya? Lalu Mei menjawab dengan cepat mau. Tanpa pikir panjang lagi yah saya langsung lamar uda saling suka kan. Tahun 2005 lah kami menikah, bulannya saya lupa coba nanti tanya sama ibu saja “ sambil tertawa”. Di dalam memasuki pernikahan Daud mengatakan tidak hambatan yang mereka rasakan, semuanya hanya kita yang atur bagaimana bisa menjalin hubungan yang baik. Tetapi setelah memasukin rumah tangga ada sedikitnya hambatan yang menurut Daud itu wajar dalam rumah tangga, tetapi Daud tidak mempermasalahkannya karena dengan melalui komunikasi yang baik itu membuat nya nyaman dalam memilih teman hidupnya yaitu Mei. Karena dimana Daud, Mei adalah wanita yang luar biasa. Sisi positif dan negatif yang dimiliki Mei sudah Daud ketahui sejak mereka pacaran terlebih dahulu, sehingga tidak ada hambatan lagi yang membuat keluarganya tidak harmonis. Awalnya mereka hanya menginginkan 3 orang anak saja, tetapi anak kedua mereka terlahir kembar. Itu yang di ucapkan Daud ketika diwawancarai. Menurutnya banyak anak itu adalah rejeki Tuhan buat keluarga Daud, apalagi Daud sangat kental dengan adat istiadat suku Batak Toba. Harus ada 73 Universitas Sumatera Utara yang meneruskan marga kelak dan dapat membantu keluarganya Daud saat dia sudah tak sanggup lagi menafkahi keluarganya. Tidak ada yang di sesali oleh Daud memiliki anak lebih dari 2, Daud merasakan bahwa banyak anak rumahnya terasa ramai. Sebaliknya, pabila Daud menolak pemberian Tuhan merupakan salah satu tindakan yang sangat menyakitkan hatinya. Dalam mendidik anak yang dimilikinya, Daud tidak pernah memukuli anaknya. Hanya dengan cara menasehati, dan menegur nya. Menurutnya, apabila dia memukuli anaknya dia takut nanti diluar sana anaknya akan mencontoh tindakan orang tuanya. “anak kami ada 4, 2 laki-laki 2 perempuan dek. Sudah ada penerus marga sudah tenang lah bapak kan. Tapi bapak pikir-pikir nanti kalau saya enggak bisa kerja lagi kan bisa anak saya tuh bekerja bantuin mama nya. Kalau kami tidak terlalu sering dek, memukul anak kami. Kasihan lah sering-sering enggak tega, takut saja ntar anak kami jadi makin nakal diluar sana. Lebih baik saya menegur saja kadang-kadang , ketimbang kami pukulin dia dengan alat apa saja.” Mengingat jumlah anak Daud dan Mei ada 4 orang, kedua pasangan sangat sedih ketika tidak dapat memenuhi kebutuhan anak-anaknya ataupun keinginan anaknya. Walaupun anak yang baru masuk sekolah TK hanya 1 orang tetapi untuk membeli buku atau peralatan sekolahnya saja terpaksa Daud meminjam dulu kepada keluargnya. Mengingat jumlah pengeluaran perhari mereka sekitar 40-50 ribu itu sudah termasuk uang jajan mereka, makan dan kebutuhan dapur. Melihat perekonomian yang sangat tinggi membuat Daud dan Mei terkadang terasa sedih. Mereka hanya berharap dengan didikan yang diajarkan oke pada anak-anaknya dapat membuat ke 4 anak-anaknya mengerti dan menghargai arti kehidupan dan menghargai serta mensyukuri apa yang telah dimiliki. “terkadang kasihan juga liat anak-anak yang butuh mainan kayak temen-temennya yang lain itu bapak enggak bisa belik. Terkadang kalau uda lama kali baru dibeli udah ketinggalan jaman kata anak-anak. Didalam memberi kasih sayang kami tuh enggak pernah beda-bedain, sayang kali lah kami sama mereka semua kan anak kami. Hanya satu yang saya harapkan kepada anak-anak saya adalah nanti kelak akan menjadi orang pintar biar bisa kerja dan sampai saya dimana mampu menyekolahkannya ,kata Daud” 74 Universitas Sumatera Utara Di hari yang sama peneliti diajak makan siang bareng bersama keluarga pasangan Daud dan Mei. Pada waktu itu hujan turun dengan lebatnya yang membuat perut kami terasa lapar. Mei yang tampak sibuk memberi makan ke 3 anaknya karena anaknya tidak mau makan sendiri. Tetapi tidak membuat Mei lupa untuk makan siang juga dan menawar peneliti untuk makan siang bersama. Ibu rumah tangga yang satu ini, mengerjakan semua kegiatan rumahnya sendiri. Melihat ke 4 anak nya masih kecil tak membuat dia lupa untuk tetap menjalani tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan istri. Mei yang tidak memiliki pekerjaan karena Daud tidak mengizinkannya bekerja membuat terkadang dirinya serba salah. Dimana dulu sewaktu muda, Mei bekerja sebagai tukang jahit yang membantu ibu nya bekerja. Mei mengatakan pertama kali berjumpa dengan Daud pada tahun 2003, waktu masih pacaran Mei merasa Daud adalah dambaan hatinya. Disatu sisi Daud adalah pria yang tampan menurut Mei, Daud juga merupakan pria yang humoris juga. Sehingga akhirnya menetapkan Daud sebagai suaminya dan menikah awal bulan Maret 2005. Alasan Mei memutuskan menikahi Daud karena menurutnya Daud adalah pria yang baik dan bertanggung jawab. “kemaren kan ibu kerja tuh, jait-jait baju bantu ibu ku, sekarang enggak dibolehkan sama suami ku. Yah kek gini-gini aja lah dirumah bosen juga sih. Bapak orangnya baik, saya akui deh bertanggung jawab juga makanya ibu mau sama bapak. Tapi jangan pernah di buat marah aja, karena dia enggak suka. Tegas sih bapak orangnya tuh dek. Ibu minta kerja aja dia gak kasih, katanya kalau saya masih sehat saya masih bisa hidupin kamu sama anak-anak kok. Jaga aja anak-anak.” Selama memasuki pernikahan tidak ada hambatan yang mereka hadapi. Tetapi sesudah memasuki pernikahan pasti ada hambatan apa aja. Dalam berkomunikasi dengan Daud ia merasa nyaman, karena menurut Mei suaminya sangat lah lembut dalam menyelesaikan sesuatu. Tidak hanya itu, dalam memasuki pernikahan Mei tidak tau banyak lebihnya sisi positif Daud dan negatifnya. Awalnya Mei dan Daud hanya berharap memiliki 3 anak saja, tetapi kelahiran anak kedua Tuhan memberikannya kembar. Selain itu Mei mengatakan bahwa Mei menggunakan pil atau suntik KB dia tidak lah cocok, tetapi Mei akan 75 Universitas Sumatera Utara tetap menjaga agar tidak kebobolan kembali. Dalam mendidik anak kedua pasangan ini mengatakan bahwa dia sangat mengharapkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Pendidikan nomor satu, agar kelak bisa menjadi orang sukses. Daud dan Mei mau untuk menghajar anaknya dengan cara memukul, berkata yang tidak baik dan mencubit anak-anaknya apa bila memiliki kesalahan. Tetapi dengan begitupun keduanya tidak pernah membedakan atau memberikan kasih sayang yang berbeda-beda kepada anaknya. Dalam mendidik anak, Mei mengatakan bahwa Daud dan Mei lah yang berinisiatif dalam menyelesaikan masalah. Dan disela kebutuhan anak mereka Mei tidak sepenuhnya dapat memberikan apapun yang mereka minta. “ibu itu enggak cocok pake KB, pernah dulu spiral tuh lah anak ke dua tiba- tiba hamil. Suntik KB pun terkadang agak sulit karena males untuk rutin KB. Kalau banyak anak menurut ibu enggak banyak lah empat, tapi kalau diliat ekonomi kami sulit juga sih penuhi kebutuhan mereka semuanya. Ibu berharap anak ibu bisa lah sekolah, biar pinter sama biar bisa dapat kerja yang pas bantu-bantu ibu bapak kalau uda tua” Untuk pengeluaran kebutuhan pokok Mei mengatakan jumlah yang mereka keluarkan dalam sehari yaitu sekitar 30-40 ribu, semua sudah di dalamnya termasuk membeli sayur dan jajan anak-anaknya. Melihat jumlah anak Mei dan Daud cukup banyak, terkadang Mei merasa bahwa tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan anak-anaknya. Didalam mengatasi masalah didalam keluarga Mei mengakui bahwa dia lah yang sangat berperan untuk berinisiatif untuk menyelesaikan masalah dalam mendidik anak. Salah satu contohnya bahwa dalam mendidik anak, Mei memang suka memarahi nya, tetapi dalam benak hati nya dia sangat menyayangi ke 4 anak nya. Karena menurut Mei dia akan memberikan yang terbaik agar anak-anaknya menjadi anak yang pintar dan berguna. 76 Universitas Sumatera Utara Informan III Nama : Jekson Sitorus dan Leni br. Panjaitan Alamat : Jalan Pintu Air 4 Gg. Pegagan Kelurahan Simalingkar B. Hari ke 3 dimana peneliti mendatangi kediaman rumah Jekson dan Leni setelah beberapa hari telah tinggal di rumah informan lain. Saat itu peneliti datang berpapasan dengan Jekson pukul 18.00 WIB telah tiba di rumah. Jekson yang terlihat sedikit kurang sehat langsung beristirahat. Leni sang istri pun mengajak peneliti untuk beberes di kamar anaknya yang telah mereka sediakan. 3 jam peneliti menunggu dan akhirnya kedua pasangan ini siap diwawancarai oleh peneliti walaupun keadaan Jekson yang kurang fit. Jekson yang lahir di Porsea 1973 ini bekerja sebagai supir angkot 54. Penghasilan yang ia peroleh tergantung dengan jumlah penumpang yang dia angkut. Apalagi Jekson cuma bisa menarik sewa dari pukul 15.00-18.00 dikarenakan Jekson memiliki penyakit jantung yang membuat dia tidak sanggup untuk berlama-lama menyupir. Leni sudah menyarankan agar Jekson tidak perlu bekerja lagi, tetap saja nasehat dan saran istrinya tidak di dengarkan oleh Jekson. Penghasilan yang didapat kan 100ribu perhari apabila mendapat target banyak bisa lebih dari jumlah uang yang di tentukan. “aku uda bilang sama nya ini lah, gak pernah di dengarkannya cakap ku ini, biarlah situ dia. Tengoklah ini udah enggak sehat lagi ku tengok dia. Besok kerja lagi, bandal bapak ini enggak tau lagi gimana bilanginya. “sambil memijat badan Jeson”. Kalau tidak kerja makan apa lah mereka semuanya ya kan dek? Namanya juga sudah tua ada aja penyakit, yah harus disyukuri kalau berdiam dirumah aja malah makin nambah penyakitnya. Biasanya enggak dominan banyak uang saya dapat nang, cukup makan untuk besok pagi uda syukur kali lah. ujar Jekson.” Awal mula Jekson mengenal Mei istrinya pada tahun 1999, Jekson mengatakan bahwa ia memilih Leni karena orangnya yang baik, pandai memasak dan menerima kekurangan dan kelebihan Jekson. Dan akhirnya memutuskan menikahi Leni karena dianggap Jekson sudah sama-sama saling cocok dan mencintai sehingga mau membangun 77 Universitas Sumatera Utara rumah tangga dengan bersama-sama. Didalam menjalani kehidupan berumah tangga, kedua pasangan ini mengakui tidak memiliki hambatan dalam pernikahannya. Semua berjalan dengan baik dan aman. Dalam berkomunikasi pun Jekson merasa nyaman dengan sang istri Leni, karena memang dari awal berkenalan mereka mengenal sisi positif dan negatif dari sifat mereka masing-masing. Didalam pernikahannya Jekson dan Leni memiliki 5 orang anak, diantaranya 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Dari ke-5 anak mereka baru 3 orang yang bersekolah. Dalam mendidik anak Jekson mengakui bahwa dia tidak mau memarahi atau pun mengeluarkan kata-kata kasar, karena menurutnya apabila melakukan hal seperti itu kelak anaknya akan menjadi orang yang mengikuti tingkah laku orang tuanya. Berbeda dengan Leni yang terkadang mau turun tangan dalam memarahi anak-anaknya dengan memukul dengan benda seperti sapu ataupun tali pinggang. Didalam kasih sayang yang Jekson berikan terhadap kelima anaknya ia tidak memilih-milih kasih untuk itu, semua dia cintai dan ia sayangi karena itu merupakan hasil buah cintanya dengan Leni. “ibu tuh pande masak, waktu pacaran suka kali bawakan makanan ke rumah. Dia baik lagi sopan, item manis, kecil lagi bapak suka sama yang pande masak sama kecil2 gitu gak gemuk. aku orangnya gak mau marahi anak, takut anaknya jadi bodoh. Kalau mereka punya kesalahan yang bapak tegur aja. Kalau main pukul juga bapak enggak mau, bapak paling nasehatin suara agak keras aja biar anak-anak pun takut. Terkadang bapak takut kalau suka marah nanti jantung bapak kumat, anak-anak juga pada tidak tau kan. Beda sama ibu dek, kalau mereka bandal lasak ibu enggak segan-segan main pukul lah. Kalau mereka dibilangi dengan cara lembut pun bakalan enggak pernah dengar jadi harus dikasari; kata Leni. Ibu enggak bisa pake suntik-suntik KB itu dek, badan ibu jadi melar nanti kayak kata teman- teman disini. Mending dijaga saja, bisa kok kami jaga biar gak nambah-nambah lagi. Tapi itu kan tergantung sama ibu juga, kalau bisa di kontrol ya bisa. Kalau banyak anak kan banyak rejeki sih dek heheh” Dari hasil kerja yang Jekson peroleh, tidak semua keinginan anak-anaknya bisa dia penuhi. Untuk makan saja pasangan ini bisa menghabiskan uang 50-70rbu perhari beserta uang jajan dan membeli kebutuhan dapur. Apalagi Leni juga tidak di perbolehkan oleh Jekson untuk bekerja, cukup menjaga dan mendidik anak-anak dirumah. Kadang sang istri yang tidak bisa membeli sayur terpaksa mengambil di ladang yang mereka miliki. Walaupun ladangnya tidak besar namun masih bisa sedikit-sedikit membantu membayar kontrakan 78 Universitas Sumatera Utara rumah mereka. Keinginan Jekson dan Leni memiliki banyak anak adalah dapat menjadi penerus marga mengikuti adat istiadat batak dan kelak dapat menjaga keluarganya . Awal mulanya hanya ingin memiliki 3 anak, tetapi alasan lain Jekson adalah semua itu pemberian Tuhan dan tidak bisa di tolak, selagi Jekson masih mampu membiayai kelima anaknya dia akan terus berusaha dan bertanggung jawab karena itu sudah kesepakatannya dengan sang istri Leni. Didalam memberi kasih sayang, mereka mengatakan tidak ada pernah membeda- bedakan anaknya yang cukup banyak itu. Mereka berdua selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Dan dalam pergaulan anak mereka juga memperhatikan, tidak pernah juga kedua pasangan ini lupa untuk selalu mengontrol perkembangan kedewasaan anak nya. Terutama anak pertama mereka yang masih duduk dibangku SD. Walau di akui oleh Leni, lingkungan dirumah mereka ini tidak semua yang didikannya bagus. Walaupun daerah lingkungan rumahnya tidaklah aman, tetapi mereka ini berusaha membuat anak mereka tetap kejalan yang terarah. Cara Leni dalam berkomunikasi dengan anak- anaknya ketika saat berkumpul bersama diruang televisi, bercanda dan tertawa mereka rasakan bersama. Pembukaan pembicaraan terkadang Jekson yang awal-awalnya menanyakan “bagaimana sekolah hari ini”, “pelajaran apa yang paling enak hari ini’? dan lain sebagainya. Sehingga anak-anak pun dengan senangnya menceritakan apa saja yang terjadi di sekolahnya satu harian, dan disitu kesempatan Jekson dan Leni untuk memberikan masukan serta ajaran yang baik. 79 Universitas Sumatera Utara Informan IV Nama : Binsar Saut Sijabat dan Hotmaida Tiur Silaen Alamat : Jalan Pintu Air 4 Gg. Pegagan Kelurahan Simalingkar B. Hari ke 4 tepat pada hari Senin tanggal 7 April 2014, peneliti mendatangi keluarga Binsar dan Hotma. Saat itu Binsar yang saya temui di depan rumah sedang bersiap-siap untuk berangkat ke ladang milik mereka. Binsar mengajak peneliti untuk ke ladang bersama 3 orang anak dan istrinya Hotma. Sekitar 3 menit untuk sampai ke ladang, sesampai disana peneliti langsung mewawancarai kedua pasangan suami tersebut. Berhembus angin yang masih sejuk, kedua pasangan ini menceritakan tentang kehidupannya . Binsar dan Hotma adalah pasangan suami istri yang memiliki banyak anak. Awal pertemuan kedua pasangan ini adalah tahun 1988, Binsar mengakui kepada Hotma bahwa dia tidak memiliki harta apa-apa hanya ladang yang kurang besar ini mata pencahariannya. Tetapi itu tidak menjadi penghalang bagi Hotma untuk tetap memilih Binsar sebagai pemimpin kepala rumah tangga. “bapak udah pernah nikah muda dulu dek, tapi karena kami enggak ada keturunan akibat ibu dulu ada sakit jadi meninggal. Tapi itu enggak ada salahnya kan untuk menikah lagi, toh bapak bukan cerai. Ehhh malah jumpa sama ibu ini, yah kami akhirnya nikahi dia. Walau kemaren banyak lah hambatan. Dari sodara-sodaranya keluarganya semuanya lah, kalau kita serius dan berdoa yang pasti akan di bantu. Tapi sampek skrang gak pernah datang mrertuaku itu liat anak-anak ku, hahhaha “ sambil melirik Hotma.” Jumlah anak mereka ada 6 orang dan semuanya berjenis kelamin perempuan. Alasan kedua pasangan ini memilih untuk memiliki anak banyak, karena dasarnya mereka mau mencari anak lak-laki dimana adat istiadat Batak harus memiliki keturunan yang menjadi penerus marga, tetapi Tuhan berkehendak lain tetap memberikan kepada pasangan ini anak perempuan. Binsar yang hanya memiliki ladang milik orang tuanya dulu berharap dari hasil ladangnya ini bisa menghidupi keluarganya. Sama dengan harapan Hotma sang istri yang hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga, terkadang Hotma ikut menemani Binsar ke ladang. 80 Universitas Sumatera Utara Kedua pasangan ini memiliki perbedaan usia 8 tahun, tetapi itu tidak menjadi masalah bagi mereka. Hambatan yang mereka miliki adalah ketika menjalin hubungan orang tua Hotma tidak menyetujuinya, karena faktor umur yang jauh dan Binsar pernah menikah sebelumnya. Binsar mencari pasangan hidupnya karena istri pertama Binsar sudah meninggal, keturunan dengan istri pertama pun tidak dimiliki Binsar. Hotma yang disamping peneliti tertawa malu saat Binsar menceritakan masa lalunya. Faktor lain nya pekerjaan Binsar hanyalah berladang. Tidak memandang usia dan pekerjaan Hotma tetap saja memilih Binsar untuk menjadi pasangan hidupnya karena menurut Hotma suaminya sudah cukup matang dan dewasa. Kesedihan Hotma sampai saat ini pun orang tuanya tidak ada mendatangi untuk melihat anak-anak mereka, padahal rumah orang tua Hotma tidak jauh dengan rumah mereka sendiri. Yang membuat kedua pasangan ini memutuskan untuk menikah adalah sudah merasa cocok satu dengan yang lain, dan ketika peneliti bertanya mengapa memilih pasangan untuk menjadi suami atau istri? Kedua-duanya mengatakan “karena sudah waktunya untuk membangun rumah tangga yang baru” Dalam komunikasi sehari-hari pasangan ini menggunakan bahasa “ibu”, sempat peneliti kebingungan ketika di jawab dengan menggunakan bahasa Batak. Itu yang membuat mereka menjadi lebih harmonis, dan pasangan ini tidak pernah memarahi anak-anak mereka dnegan memukul, memaki atau cara lainya. Mereka berusaha memberikan yang terbaik, walaupun cara didikan mereka hanyalah dengan nasehat-nasehat. Dan kedua pasangan ini sangat bersyukur ke-6 anak mereka semuanya baik dan sopan. Dari sifat orang tua yang baik, akan juga turun ke anak-anak. Hotma juga berharap ke-6 anak mereka ini dapat menjadi orang yang pintar dan kelak bisa membantu kami orang tuanya. Dengan nasehat yang lembut, serta didikan yang baik pula membuat kedua pasangan ini sangat mensyukuri apa yang telah diberikan oleh sang Maha Kuasa, dan masih bersyukur anak-anak mereka masih bisa menerima setiap kekurangan yang ada dikeluarganya. Walaupun terkadang anak-anak kedua 81 Universitas Sumatera Utara pasangan ini yang sudah bersekolah iri terhadap kawan-kawannya yang ada disekolah bisa membeli barang yang menjadi trend masa kini tetapi mereka tidak bisa, mereka hanya bisa melihat. Terkadang mereka menangis untuk bisa dibelikan sesuatu yang sama dengan teman- temannya, tetapi dengan usaha orang tua yang mampu menjelaskan bahwa keadaan ekonomi tidak seperti orang tua temannya maka mereka masih bisa menerima dan menahan keinginan yang mungkin mereka bisa miliki tetapi butuh waktu yang lama. Hotma dan Binsar sangat mencintai ke-6 anaknya, tanpa membedakan kasih sayangnya terhadap setiap anak-anaknya. Apabila terjadi kesalahan yang dilakukan oleh anak-anaknya, mereka berdua selalu mengajak untuk menyelesaikan masalah dengan cara berkumpul di dalam rumah dan memberi solusi sehingga anak pun mampu dan berani untuk bertanggung jawab bila terjadi kesalahan. Tetapi beda halnya dengan Hotma, apabila ada anak mereka yang tidak bisa di nasehatin Hotma mau turun tangan dengan cara mencubit dan memukul, tetapi hal itu tidak terlalu sering dilakukan oleh Hotma terkadang saja ketika anak mereka sangat tidak bisa diberi tahu. Informan V Nama : Halomoan Gabe Sitorus dan Desi Yunita Siregar Alamat : Jalan Pintu Air 4 Gg. Pegagan Kelurahan Simalingkar B. Hari terakhir tanggal 8 April 2014 peneliti meneliti ke tempat tinggal pasangan Halomoan dengan Yunita tepatnya pukul 08.00 WIB dimana peneliti di sambut hangat oleh anak-anak kedua pasangan ini yang mengenal peneliti pada saat prapenelitian. Kebetulan Halomoan sedang membersihkan becak kesayangannya yang menjadi mata pencaharian kebutuhan hidup mereka. Ketika peneliti di lihat oleh Yunita sedang berbicara dengan Halomoan, Yunita pun mempersilahkan saya masuk untuk membawa perlengkapan saya dan 82 Universitas Sumatera Utara menyusunnya kedalam. Sampai akhirnya kedua pasangan ini mengajak sana duduk di depan pintu dan bersedia untuk diwawancarai. Tahun 1998 awal pertemuan mereka berdua, dimana Yunita seorang anak dari penjual gorengan di daerah simalingkar. Tak pandang waktu lama mereka akhirmya menikah. Kedua pasangan ini memiliki 5 orang anak yang masih kecil, dimana ke-5 anak mereka satu pun tidak ada yang mau bersekolah. Yang sangat disesali oleh kedua pasangan ini adalah kurang semangatnya anak-anak mereka untuk mencari masa depan. Halomoan yang bekerja sebagai penarik becak kendaraan bermotor ini pun mengatakan bahwa sehari-hari dia berpenghasilan yang tidak dapat ia tentukan. Hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan keluarga dia sudah berucap syukur. Apalagi pengeluaran sehari-hari sangatlah banyak, bisa perhari 70-100 ribu hanya untuk makan sehari saja. Sang istri Yunita juga hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga, yang Halomoan harapkan untuk bisa mendidik ke-5 anaknya yang masih kecil semua. Sehari-hari kegiatan anak-anak pasangan ini hanyalah bermain-main, karena semua anaknya tidak ada yang mau bersekolah. Awal mula kedua pasangan ini bertemu ketika Yunita yang pekerjaannya membantu kedua orang tuanya untuk berjualan gorengan dan Halomoan adalah seorang penarik becak yang selalu setiap jam istirahat makan siang di warung dimana Yunita berjualan disitulah awal cerita mereka sehingga kedua pasangan suami istri ini memutuskan untuk menikah. Setelah memasuki pernikahan kedua pasangan ini baru mengetahui sisi positif dan negatif satu sama lain. “kami berdua dulu itu ketemu diwarungnya ibu, dulu dia jualan gorengan sama mertua saya. Namanya yah tukang becak kan, duduk dulu ngopi makan siang merokok, sering ditempat dia ini makan. Terus sering-sering jumpa ya jadi suka. Tapi ya itu lah mertua ku enggak suka sama bapak. Karna Cuma jadi tukang becak, mamak ku dulu mau nya aku sama orang yang kaya. Boro-boro lah sama orang kaya, yang makan di warung ku aja enggak ada orang kaya, hahahah. Anak kami ada 5, malas kali semuanya. Entah lah gak tau apa yang dipikiran mereka, dah ku suruh sekolah banyak kali alasannya. Tapi kalau bisa mau lah ya kan dek mreka skolah, udah palak kali aku liat mreka smua ini malas kali, dah capek ngajarinnya suka mreka gimana lah dulu.” 83 Universitas Sumatera Utara Hambatan yang dimiliki kedua pasangan ini adalah tidak direstui oleh kedua orang tua Yunita dengan alasan Halomoan hanya bekerja sebagai penarik becak bermotor yang tidak akan memberikan apa-apa, hal tersebut tidak menghalang untuk mereka tetap memutuskan menikah sampai akhirnya kedua pasangan ini dikaruniai 5 orang anak. Ketika peneliti bertanya kepada kedua pasangan ini mereka menjawab bahwa alasan mereka tertarik kepada pasangan nya adalah sang suami terlihat baik dan sang istri sosok wanita yang cantik dan keibuan. Didalam berkomunikasi peneliti melihat bahwa kedua pasangan ini pun kurang adanya rasa sopan santun satu sama lainnya, demikian juga berkomunikasi dengan ke-5 anak mereka, Halomoan dan Yunita mengakui bahwa mereka itu mau menggunakan kata-kata yang tidak pantas dalam mendidik anak-anak mereka. Hal tersebut dikarenakan apabila tingkah laku ke-5 anak mereka berlebihan dan menimbulkan amarah kedua orang tua mereka. Tidak hanya mengeluarkan kata-kata tidak baik, kedua pasangan ini mau melakukan tindakan kekerasan seperti mencubit, memukul disertai makian. Salah satu contoh didalam memenuhi keinginan anak-anak, kedua pasangan ini mengakui tidak dapat memberi apapun yang diharapkan oleh anaknya. Maka anak-anak mereka pun terkadang menjerit-jerit sambil memukul-mukul dinding rumah akibat tidak dikabulkan permintaannya. Disela itu kedua pasangan ini sama-sama berinisiatif apabila terjadi hal seperti ini, diantara mereka ada yang membujuk dan menenangkan anaknya dan memberikan nasehat yang membuat anak mereka pun menerima dan mensyukuri apa yang masih dimiliki. Didalam mendidik anak, kedua pasangan ini bersama-sama melakukan hal yang mampu membuat anak mereka sedikit demi sedikit mengetahui membaca, mewarnai, dan menghitung dengan batas kemampuan yang kedua pasangan ini miliki. Tidak ada perbedaan pemberian kasih sayang yang dilakukan kedua pasangan ini, mereka sangat sayang kepada ke-5 anaknya, tak mengenal dia anak laki- laki ataupun anak perempuan. 84 Universitas Sumatera Utara “bapak suka sama ibu karena ibu itu sifatnya keibuan dek, cantik lagi. Dulu itu ibu masih langsing lah saya liat pas muda skarang aja uda agak besaran. Hhhaaa, bapak pun krn baik nya dek ibu mau, kalau enggak mana mau ibu. Ibu ini cerewet kali skrg kalau waktu muda gak nya. Kalau kami ngajarin anak jadi bagus ya kami nasehatinlah, marahi. Kalau uda di batas kesabaran bisa aja kami cubitin kok, pukul pun mau nya kami. Itu kalau uda emosi nya uda enggak bisa di redakan lagi lah ya. Kalau masih sebatas wajar masih bisa lah bpaka ibu tahan. Mreka emang mau minta sesuatu gitu kan, kalau gak dikasih menjerit-jerit kayak orang kesurupan, malu kan sama tetangga makanya kami pukul cubitin kalau gak kami kurung didalam kamar.” Komunikasi yang hangat terjadi pada saat malam hari, dimana mereka semuanya berkumpul di ruang televisi yang tidak cukup luas sambil menonton film yang mereka sukai dan menunggu sampai jam tidur. Sambil memberikan masukan atau larangan pabila yang mereka tonton itu tidak cukup umur ataupun sebaliknya. Peneliti juga melihat bahwa kedua pasangan ini pun disela-sela kekosongan mau bercerita kejadian masa lalu, dan juga bercerita bagaimana pekerjaan ataupun kelakuan satu hari ini anak-anak dirumah. Saling memberi motivasi, dukungan dan saran agar menjadi lebih baik lagi. Kondisinya sebagai pasangan suami istri yang kurang mampu tidak menghambat komunikasi antarpribadinya dengan pasangannya, Yunita. Kondisi mereka berdua sebagai pasangan yang kurang mampu, membuat mereka saling mengerti. Kepercayaan yang tinggi kepada pasangannya, membuat mereka tidak menemukan hambatan berarti dalam berkomunikasi. Bagi Halomoan, komunikasi adalah senjata utama dalam mengatasi berbagai permasalahan rumah tangga, seperti masalah keuangan, pendidika anak, dan pengasuhan anak. Halomoan menyadari posisinya kepala rumah tangga, sehingga ia berinisiatif terlebih dahulu untuk menyelesaikan masalah dengan membahasnya dengan Yunita tanpa harus didengar oleh anaknya. Halomoan tidak ingin jika sebuah masalah dibiarkan berlarut-larut dan tidak segera diselesaikan. 85 Universitas Sumatera Utara

IV. 3 Pembahasan

Pernikahan haruslah dipersiapkan dengan matang dan tidak berhenti pada masa persiapan saja, sebab pernikahan merupakan sebuah hubungan yang mengaruh ke masa depan. Semua rancangan masa depan dan tindakan tersebut dilandasi oleh sebuah pedoman yang disebut komitmen. Proses pengkomunikasian komitmen dapat dilakukan dengan komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi membuat proses komunikasi dalam pernikahan semakin efektif karena dianggap potensial untuk mempengaruhi dan membujuk orang lain, khususnya pasangannya. Dari kelima pasangan yang saya teliti, dimana kelima pasangan ini sama-sama lebih mengutamakan adat istiadat batak yang mereka miliki, memiliki anak banyak mereka juga memegang kodrat itu agar kelak dapat rejeki banyak pula. Didalam mendidik anak mereka masing-masing, sama besar harapan mereka untuk menjadikan anak mereka yang terbaik dan kelak mampu membantu orang tuanya bekerja serta memiliki anak laki-laki sebagai penerus marga. Dari kelima pasangan ada yang tidak sama sekali memiliki penerus keturunan, itu tidak memberatkan kedua pasangan ini karena menurut mereka kedepannya akan dicoba kembali. Perkawinan merupakan sebuah proses bersatunya seorang pria dan wanita sebagai suami istri untuk membentuk rumah tangga. Pada umumnya, masing-masing pihak telah mempunyai pribadi yang telah terbentuk, karena itu untuk menyatukan satu dengan yang lain perlu adanya saling penyesuaian, saling pengorbanan, saling pengertian dan hal tersebut harus didasari benar-benar oleh kedua belah pihak yaitu oleh suami istri. Dalam kaitannya dengan hal itu maka peranan komunikasi dalam rumah tangga adalah sangat penting. Antara suami istri harus saling berkomunikasi dengan baik untuk dapat mempertemukan satu dengan yang lain, sehingga dengan demikian kesalahpahaman dapat dihindarkan. 86 Universitas Sumatera Utara Komunikasi yang dilakukan antar suami dan istri merupakan sebuah komunikasi yang sudah menyentuh tataran psikologis. Hal tersebut dikarenakan apa yang menjadi materi atau konten pembicaraan sudah merupakan hal-hal yang prinsipil. Seperti yang diungkapkan oleh Miller dab Steinberg, komunikasi yang sudah menyangkut pada tataran psikologis adalah komunikasi pribadi www.meriaoctaviani.com. Dalam komunikasi antarpribadi pasangan suami istri banyak anak yang kurang mampu Luhut dan Sonta, Daud dan Mei, Jekson dan Leni, Binsar dan Hotma, serta Halomoan dan Yunita, terdapat faktor-faktor pendukung, yaitu: 1. Pernikahan yang mereka jalani didasarkan saling mencintai tanpa ada paksaan. Hal ini membuat mereka tidak terpaksa dalam menjalani komitmen pernikahan. 2. Pasangan suami istri banyak anak yang kurang mampu membuat mereka tidak mempersulit dalam komunikasi antarpribadi. Kondisi anak yang banyak serta kondisi keuangan yang kurang menjadikan mereka jauh lebih peka terhadap pentingnya arti bersyukur. 3. Kepercayaan yang diberikan kepada pasangan, membuat komunikasi antarpribadi mereka berjalan efektif. Tidak adanya rasa curiga membuat personil komunikasi mereka nyaman dalam berkomunikasi. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam komunikasi antarpribadi pasangan suami istri banyak anak yang kurang mampu Luhut dan Sonta, Daud dan Mei, Jekson dan Leni, Binsar dan Hotma, serta Halomoan dan Yunita adalah : 1. Perbedaan kerangka berfikir serta sifat yang dimiliki masing-masing personil komunikasi. Hal ini menjadi hal yang berpengaruh bagi personil komunikasi ketika membahas suatu hal yang ataupun mengatasi permasalahan. Seperti sifat 87 Universitas Sumatera Utara para istri yang terlalu emosian terhadap anak membuat pasangannya menjadikan komunikasi antarpribadi dengan para suami tidak harmonis. 2. Perbedaan usia yang dimiliki setiap personil komunikasi membuat pasangan suami istri selalu memberikan persepsi yang berbeda terhadap pesan yang disampaikan. Dari wawancara mendalam peneliti dengan lima pasangan suami istri banyak anak yang kurang mampu dalam membentuk konsep diri anak, maka teori yang sesuai adalah Teori penetrasi sosial. Teori tersebut menggambarkan suatu pola pengembangan hubungan, sebuah proses yang diindefikasi sebagai penetrasi sosial. Penetrasi sosial merujuk pada sebuah proses ikatan hubungan dimana individu-individu bergerak dari komunikasi superficial menuju ke komunikasi yang lebih intim. Di dalam teori ini juga terdapat sebuah analogi yang menggambarkan bagaimana teori ini dapat di aplikasikan. Analogi bawang merupakan analogi yang dapat menjelaskan bagaimana proses penetrasi sosial dalam sebuah hubungan itu dapat terjadi. Pada analogi bawang ini, terdapat pembagian-pembagian tingkat penetrasi sosial berdasarkan lapisan- lapisan yang ada di bawang tersebut. Lapisan-lapisan itu diibaratkan sebagai suatu proses kedalaman interaksi yang terjadi. Mulai dari lapisan dalam, dimana memiliki proses yang masing-masing berbeda. Disitu terdapat beberapa pengkategorian berdasarkan lapisan itu, pertama: kematian, kedua: pernikahan , ketiga : pendidikan dan ke emapt : kencan. Teori ini dianggap sesuai sebab masing-masing informan memiliki kebutuhan yang berbeda. meskipun kurang mampu, masing-masing pasangan tetap memiliki kebutuhan, pandangan, sifat serta kehendak yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan- perbedan tersebut diatasi oleh masing-masing pasangan subjek penelitian untuk mencapai keseimbangan yang bisa diterima antara kehendak diri sendiri dengan pasangannya. 88 Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Komunikasi Antarpribadi Pasangan Suami Istri Banyak Anak Yang Kurang Mampu Dalam Mem-bentuk Konsep Diri Anak (Studi Deskriptif Di Kecamatan Medan Johor / Kelurahan Kwala Bekala Simalingkar Kota Medan Provinsi Sumatera Utara)

0 56 126

Dukungan Suami Kepada Istri Dalam Pemberian ASI 0–1 Tahun Di Kelurahan Simalingkar B Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011

0 21 67

Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan).

1 25 142

Anak Jalanan Kecamatan Medan Johor Kota Medan

0 48 129

Pengaruh Karakteristik Pemilik Anjing Terhadap Partisipasinya Dalam Program Pencegahan Penyakit Rabies Di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan Tahun 2009

2 54 90

Faktor-Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan

4 78 106

Komunikasi Antarpribadi Suami Istri (Studi Kasus Kualitatif Pasangan Suami Istri Yang Menikah Tanpa Pacaran di Kota Medan)

17 150 147

Komunikasi Antarpribadi Pasangan Suami Istri Banyak Anak Yang Kurang Mampu Dalam Mem-bentuk Konsep Diri Anak (Studi Deskriptif Di Kecamatan Medan Johor / Kelurahan Kwala Bekala Simalingkar Kota Medan Provinsi Sumatera Utara)

0 0 23

BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Paradigma Kajian - Komunikasi Antarpribadi Pasangan Suami Istri Banyak Anak Yang Kurang Mampu Dalam Mem-bentuk Konsep Diri Anak (Studi Deskriptif Di Kecamatan Medan Johor / Kelurahan Kwala Bekala Simalingkar Kota Medan Provinsi

0 0 52

BAB I PENDAHULUAN I.1 Konteks Masalah - Komunikasi Antarpribadi Pasangan Suami Istri Banyak Anak Yang Kurang Mampu Dalam Mem-bentuk Konsep Diri Anak (Studi Deskriptif Di Kecamatan Medan Johor / Kelurahan Kwala Bekala Simalingkar Kota Medan Provinsi Sumate

0 0 8