62 di kota Sibolga mampu disediakan dari produksi sendiri, sedangkan
kekurangannya sebesar Rp 98.204 juta atau hanya 4,21 persen didatangkan dari luar daerah impor.
Tabel 22 Penawaran menurut sektor PDRB kota Sibolga tahun 2010
No. Sektor
Penawaran Jumlah
Impor Prod.
Domestik 1.
Peternakan dan Hasil-hasil Lainnya
56,22 7.280,11
7.336,33 2.
Perikanan Tangkap 12.472,53
365.460,75 402.722,99
3. Perikanan Budidaya
47,03 34.724,41
9.934,69 4.
Pertambangan dan Penggalian 74.522,26
122,23 169,26
5. Industri Bukan Migas
4.887,39 283.219,39
357.741,66 6.
Listrik, Gas dan Air Bersih 979,78
41.568,87 46.456,26
7. KonstruksiBangunan
353,90 207.782,93
208.762,71 8.
Perdagangan 154,47
427.972,07 428.325,96
9. Perhotelan
23,34 25.230,86
25.385,33 10. Restoran
856,23 20.860,09
20.883,43 11. Angkutan Jalan Raya
3.783,59 156.305,01
157.161,24 12.
Angkutan Laut, Sungai, Danau dan Penyeberangan
32,48 91.733,97
95.517,56 13. Jasa Penunjang Angkutan
20,67 47.721,13
47.753,61 14. Komunikasi
7,62 77.155,63
77.176,30 15.
Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan
6,49 176.324,06
176.331,68 16. Jasa-jasa Pemerintah dan Swasta
- 269.954,21
269.960,71 JUMLAH
98.204,00 2.233.415,71 2.331.619,71
Pada subsektor perikanan apabila dilihat dari sisi penawarannya perikanan tangkap 96,76 persen dapat dipenuhi dari produksi domestik, hanya 3,24 persen
dari total permintaan yang di impor masuk ke kota Sibolga. Begitu juga perikanan budidaya hanya sebesar 0,73 persen saja yang diimpor masuk ke kota Sibolga,
99,27 persen mampu di produksi di dalam daerah.
5.2.3 Struktur Output
Output merupakan nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi di kota Sibolga. Dengan menganalisa besarnya output yang
diciptakan oleh masing-masing sektor yang mampu memberikan sumbangan yang besar dalam pembentukan output keseluruhan di kota Sibolga.
Berdasarkan klasifikasi 16 sektor ekonomi, terlihat bahwa sektor perdagangan merupakan sektor terbesar menurut peringkat outputnya. Output
63 sektor tersebut memberikan andil 18,37 persen. Peringkat kedua diduduki oleh
perikanan tangkap dengan andil sebesar 16,20 persen dari total output. Dimaklumi bahwa sektor perdagangan menduduki peringkat pertama dikarenakan Sibolga
yang berada di jalur lintas antar beberapa kabupaten, sehingga transaksi di sektor perdagangan sangat tinggi dibandingkan transaksi lainnya. Perikanan tangkap
tidak kalah tingginya memberikan sumbangan outputnya terhadap transaksi ekonomi di kota Sibolga. Jika dilihat dari tabel transaksi I-O, tingginya stuktur
output mengindikasikan tingginya tingkat transaksi dalam daerah, yang berarti tingkat permintaan domestik maupun ekspor juga tinggi. Data peringkat output
sektor terbesar tahun 2010 di kota Sibolga dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Peringkat output sektor terbesar tahun 2010
Peringkat Kode I-O
Nama Sektor Nilai
Peranan Juta Rp
1 8
Perdagangan 428.325,96
18,37 2
2 Perikanan Tangkap
377.678,83 16,20
3 5
Industri Bukan Migas 357.741,66
15,34 4
16 Jasa-jasa Pemerintah dan Swasta
269.960,71 11,58
5 7
KonstruksiBangunan 208.762,71
8,95 6
15 Keuangan, Real Estat dan Jasa
Perusahaan 176.331,68
7,56 7
11 Angkutan Jalan Raya
157.161,24 6,74
8 12
Angkutan Laut, Sungai, Danau dan Penyeberangan
95.517,56 4,10
9 14
Komunikasi 77.176,30
3,31 10
13 Jasa Penunjang Angkutan
47.753,61 2,05
11 6
Listrik, Gas dan Air Bersih 46.456,26
1,99 12
9 Perhotelan
25.385,33 1,09
13 10
Restoran 20.883,43
0,90 14
3 Perikanan Budidaya
34.978,85 1,50
15 1
Peternakan dan Hasil-hasil Lainnya 7.336,33
0,31 16
4 Pertambangan dan Penggalian
169,26 0,01
Jumlah 2.331.619,71
100
Industri bukan migas masuk kedalam peringkat ketiga tertinggi dari penyusun total output dari transaksi ekonomi. Salah satu sektor industri yang
cukup berkembang di kota Sibolga adalah industri pemindangan ikan dan pengawetan ikan ikan asin. Produk-produk yang dihasilhan berupa ikan rebus
dan ikan asin, dimana hasil produksi industri ini banyak di ekspor keluar daerah kota Sibolga.
Sektor industri bukan migas, jika dilihat dari struktur output sektoral ekonomi Tabel 24 provinsi Sumatera Utara menduduki peringkat tertinggi dari
64 sektor-sektor lain. Output sektor industri bukan migas memberikan andil sebesar
38,21 persen. Sektor perdagangan merupakan sektor kedua yang memberikan kontribusi sebesar 11,61 persen. Untuk sektor primer dalam hal ini sektor tanaman
perkebunan memberikan kontribusi pembentukan output pada peringkat kelima dengan nilai sebesar 6,19 persen. Dari struktur pembentukan output kegiatan
sektoral di provinsi Sumatera Utara dapat dikategorikan bahwa perekonomian sektoralnya mencirikan perekonomian perkotaan, hal ini terlihat peranan sektor-
sektor tersier dalam sumbangan terhadap pembentukan output total berada pada posisi empat tertinggi. Kota Sibolga sendiri juga telah memiliki penciri wilayah
perkotaan, hal ini terlihat dari sektor-sektor pembentuk output yang mirip dengan perekonomian provinsi Sumatera Utara.
Tabel 24 Sepuluh sektor terbesar menurut peringkat output tahun 2010 provinsi Sumatera Utara Tabel I-O update tahun 2010
Peringkat Nama Sektor
Nilai Peranan
Juta Rp 1
Industri Bukan Migas 206.489.800,00
38,21 2
Perdagangan 62.751.220,00
11,61 3
KonstruksiBangunan 47.253.720,00
8,74 4
Jasa-jasa Pemerintah dan Swasta 36.410.520,00
6,74 5
Tanaman Perkebunan 33.432.570,00
6,19 6
Tanaman Bahan Makanan 27.062.380,00
5,01 7
Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 22.633.100,00
4,19 8
Angkutan Jalan Raya 21.403.940,00
3,96 9
Restoran 13.765.110,00
2,55 10
Industri Migas 11.805.160,00
2,18 Jumlah 1 sd 10
483.007.520,00 89,37
Sektor Lainnya 57.434.081,37
10,63 Jumlah
540.441.601,37 100,00
5.2.4 Nilai Tambah Bruto
Nilai tambah bruto merupakan balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta dikarenakan adanya proses produksi. Kelompok yang masuk kedalam
NTB berupa; 1. Upah dan gaji, 2. Surplus usaha, 3. Penyusutan dan 4. Pajak tak langsung. Besaran NTB di setiap sektor ditentukan oleh besarnya output nilai
produksi yang dihasilkan serta jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Tetapi sektor yang memiliki output yang besar belum tentu memiliki
nilai tambah yang besar, hal ini dipengaruhi oleh biaya produksi yang dikeluarkan BPS Prov. SUMUT, 2004.
65 Berdasarkan struktur output, sektor perdagangan menduduki peringkat
pertama tetapi jika dilihat dari struktur NTB-nya, perikanan tangkap menduduki peringkat pertama dengan nilai Rp 338.331,14 juta atau 21,92 persen dari total
NTB yang terbentuk Tabel 25. Ini berarti perikaan tangkap di kota Sibolga memberikan nilai tertinggi memberikan nilai tambah. Kegiatan perikanan tangkap
dengan satuan unit usahanya dapat memberikan nilai tambah yang tinggi dari output usahanya jika dibandingkan dengan kegiatan lainnya.
Tabel 25 Peringkat Nilai Tambah Bruto NTB tahun 2010
Peringkat Kode I-O
Nama Sektor Nilai
Peranan Juta Rp
1 2
Perikanan Tangkap 338.331,14
21,92 2
8 Perdagangan
327.477,02 21,21
3 16
Jasa-jasa Pemerintah dan Swasta 228.293,29
14,79 4
15 Keuangan, Real Estat dan Jasa
Perusahaan 144.131,10
9,34 5
5 Industri Bukan Migas
131.367,89 8,51
6 11
Angkutan Jalan Raya 91.447,96
5,92 7
7 KonstruksiBangunan
85.869,21 5,56
8 14
Komunikasi 59.065,49
3,83 9
12 Angkutan Laut, Sungai, Danau
dan Penyeberangan 48.641,77
3,15 10
13 Jasa Penunjang Angkutan
29.068,89 1,88
11 6
Listrik, Gas dan Air Bersih 15.732,84
1,02 12
10 Restoran
15.157,01 0,98
13 3
Perikanan Budidaya 14.542,29
0,94 14
9 Perhotelan
10.387,27 0,67
15 1
Peternakan dan Hasil-hasil Lainnya
4.170,48 0,27
16 4
Pertambangan dan Penggalian 93,06
0,01 Jumlah
1.543.776,71 100
Untuk perikanan budidaya sendiri dari sisi struktur outputnya hanya menduduki peringkat ke-14 dan stuktur pembentukan NTB-nya yang berada pada
posisi ke-13, ini dimaklumi bahwa kegitan perikanan budidaya di kota Sibolga masih terbilang kecil. Kegiatan perikanan budidaya dapat dikatakan belum
berkembang di kota Sibolga sehingga nilai output yang dihasilkan dari kegiatan ini masih sangat kecil bila dibandingkan dengan perikanan tangkap.Jika dilihat
dari sisi pembentuk output maupun penghasil nilai tambah yang diciptakan, perikanan tangkap dan sektor perdagangan merupakan sektor utama atau sektor
kunci key sector di kota Sibolga.
66 Untuk stuktur komponen upah dan gaji merupakan suatu komponen nilai
tambah yang langsung diterima dibawa pulang oleh pekerja, sebaliknya surplus usaha merupakan komponen yang diterima oleh pengusaha. Untuk pajak
taklangsung merupakan nilai yang tambah yang masuk ke kas negara sebagai penghasilan negara, sedangkan biaya penyusutan akan dinikmati oleh sektor jasa
dan sektor perdagangan sebagai penyedia input. Komposisi komponen NTB dari analisis tabel I-O tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26 Komposisi komponen upah dan gaji dari nilai tambah bruto menurut
tahun 2010
Peri- ngkat
Kode I-O
Nama Sektor Komponen Nilai Tambah Bruto Rp juta
Upah dan Gaji
Surplus Usaha
Penyusutan Pajak Tak
Langsung 1
2 Perik. Tangkap
86.386,98 244.038,85 6.092,89
1.812,41 2
8 Perdagangan
70.089,29 217.837,90 27.777,77
11.772,07 3
16 Jasa Pemerintah
dan Swasta 167.671,76
37.557,10 20.187,38
2.877,05 4
15 Keuangan, Real
Estat dan Jasa Perusahaan
30.101,12 97.958,40
12.932,85 3.138,73
5 5
Industri Bukan
Migas 21.283,83
97.687,93 9.383,69
3.012,44 6
11 Angk. Jalan Raya
25.581,32 53.984,17
10.601,81 1.280,66
7 7
Konstruksi 45.402,43
29.865,21 6.597,12
4.004,45 8
14 Komunikasi
21.287,00 26.798,79
10.677,86 301,85
9 12
ASDP 16.322,25
25.587,52 5.999,27
732,73 10
13 Jasa
Penunjang Angkutan
7.643,11 18.194,32
3.178,42 53,05
11 6
Listrik, Gas dan Air Bersih
6.182,81 4.479,94
4.118,86 951,23
12 10
Restoran 4.586,55
9.078,85 971,55
520,06 13
3 Perik. Budidaya
345,19 13.657,93
302,50 236,67
14 9
Perhotelan 2.936,63
6.112,36 983,64
354,64 15
1 Peternakan
1.156,27 2.945,44
54,57 14,20
16 4
Pertambangan 21,35
67,24 3,71
0,76
Dari Tabel 26 untuk komponen nilai tambah bruto untuk upah dan gaji perikanan tangkap berada pada nilai Rp 86.386,98 juta, sedangkan nilai surplus
usaha mencapai Rp 244.038,85 juta atau 2,8 kali lebih besar dari komponen upah dan gaji. Surplus usaha sendiri merupakan komponen keuntungan yang dihasilkan
dari kegiatan perikanan tangkap itu sendiri atau akibat adanya investasi pada kegiatan perikanan tangkap. Surplus usaha yang dihasilkan belum tentu dapat
dinikmati oleh tenaga kerja. Tetapi jika surplus usaha ini kembali dijadikan