Pemerintahan Pemerintahan dan Sosial Kependudukan

50 jumlah 52.693,30 ton atau senilai Rp 879,41 Miliyar, sedangkan pada tahun 2006 produksi mencapai angka terendah yaitu 29.207,50 ton. Gambar 9 Hasil perikanan tangkap tahun 2006 – 2010 ton. Tabel 13 Perkembangan hasil tangkapan ikan tiap triwulan dari tahun 2006-2010 ton Triwulan Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 I 7.166,25 8.152,00 12.045,90 14.074,80 13.138,20 II 7.740,00 7.929,30 10.038,25 13.793,32 12.217,50 III 7.965,00 7.794,30 10.841,31 11.963,73 13.806,90 IV 6.336,25 7.744,40 8.030,60 12.385,82 13.530,70 Sumber : DKPP Kota Sibolga 2011 Peningkatan produksi dari tahun 2006 hingga tahun 2010 memiliki angka pertumbuhan rata-rata sebesar 17,31 persen, artinya produksi ikan hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan di kota Sibolga meningkat setiap tahunnya. Angka pertumbuhan produksi ditahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 berturut-turut adalah 8,26 persen, 29,53 persen, 27,50 persen dan 0,91 persen. Untuk melihat produktivitas tiap nelayan dapat dihitung melalui pembagian antara jumlah produksi ikan dengan jumlah nelayan. Angka produduktivitas nelayan di kota Sibolga lima tahun dari tahun 2006 hingga tahun 2010 sebesar 5,34 tontahun Tabel 14. Tabel 14 Produktivitas kapal dan nelayan di kota Sibolga tahun 2006-2010 Tahun Nelayan Jiwa Kapal Penangkap Unit Produksi Ton Produktivitas Kapal TonKapalTahun Produktivitas Nelayan TonJiwaTahun 2006 7.131 608 29.207,50 48,04 4,10 2007 9.742 586 31.620.00 53,96 3,25 2008 7.606 566 40.956,06 72,36 5,38 2009 8.360 544 52.217,67 95,99 6,25 2010 7.014 614 52.693,30 88,41 7,74 Sumber : Data BPS 2011a data diolah. 29.207,50 31.620,00 40.956,06 52.217,67 52.693,30 - 20.000 40.000 60.000 2006 2007 2008 2009 2010 51 Jika dilihat dari angka produktivitas nelayan dan produktivitas kapal setiap tahunnya, angka produktivitas tertinggi dicapai pada tahun 2009, dan angka produktivitas terendah berada ditahun 2006. Angka produktivitas kapal tahun 2009 mencapai dua kali angka produktivitas kapal tahun 2006. Fluktuasi angka produksi yang diikuti oleh fluktuasi produktivitas tiap kapal maupun nelayan diduga bukan dikarenakan oleh gejala penyusutan sumber daya perikanan atau overfishing seperti pendapat Stobutzki et al. 2006 maupun Widodo dan Suadi 2006. Keadaan yang mengakibatkan fluktuasi produksi ini tidak tetap dikarenakan faktor cuaca yang sering sekali berubah-ubah, disamping itu juga kemampuan armana penangkapan yang terbatas untuk memperluas wilayah penangkapan ikan serta jumlah armada penangkapan terutama kapal dengan jumlah yang berubah-ubah Tabel 15. Tabel 15 Perkembangan jenis alat tangkap ikan tahun 2006-2010 No Jenis Alat Tangkap 2006 2007 2008 2009 2010 Perkembangan 1 Pukat Cincin 164 102 105 105 105 -35,97 2 Bagan Terapung 96 74 104 104 104 8,33 3 Bagan Tancap 25 25 64 42 42 68,00 4 Rawai Tetap 39 5 1 1 1 -97,43 5 Gillnet 125 124 53 53 62 -50,40 6 Pukat Ikan 38 30 20 20 20 -47,36 7 Pancing Ulur 55 62 62 74 78 41,81 8 Bubu 41 38 34 27 26 -36,58 9 Tramel net 21 26 6 6 6 -71,42 10 Serok 18 18 37 37 37 105,55 Sumber : DKPP Kota Sibolga 2011 Perkembangan jenis alat tangkap ikan selama tahun 2006-2010 di Sibolga sebagaimana tercantum pada Tabel 15, terlihat adaya penurunan jumlah alat tangkap pada pukat cincin. Menurut Sitanggang 2012 hal ini terjadi diakibatkan banyaknya armada penangkap ikan yang dijual oleh pemiliknya. Untuk alat tangkap bagan apung, pukat cincin, pukat ikan, trammel net, rawai tetap dan serok merupakan armada yang jumlahnya cenderung stabil dari tahun 2008 sampai 2010. Berdasarkan data dari peta keragaman perikanan tangkap tahun 2010 yang dikeluarkan oleh KKP-RI tahun 2011 yang mencatat bahwa estimasi potensi sumber daya ikan di zona WPP-572 yang meliputi perairan laut Sumatera bagian 52 barat dan selat Sunda, mencapai 565,30 ribu ton per tahunnya rincian data potensi perikanan dapat dilihat pada Tabel 16, dan jika dihitung dari data hasil tangkapan ikan yang didaratkan pada tahun 2010 di wilayah zona penangkapan WPP 572 baru mencapai 441,67 ribu ton KKP, 2011b, ini artinya masih ada peluang pemanfaatan pengelolaan sumberdaya ikan sebesar 123,63 ribu ton lagi. Angka ini masih sangat tinggi untuk dapat dimanfaatkan. Disamping potensi perikanan yang berada di luar Zona Ekonomi Ekslusif pantai barat Sumatera yang langsung menghadap pada perairan laut lepas Samudera Hindia. Tabel 16 Estimasi potensi sumber daya ikan di zona WPP-572 No Kelompok Sumber Daya Ikan Potensi ribu tontahun 1 Ikan Pelagis Besar 164,9 2 Ikan Pelagis Kecil 315,1 3 Ikan Demersal 68,1 4 Udang Penaeid 4,9 5 Ikan Karang Konsumsi 8,9 6 Lobster 0,7 7 Cumi-cumi 1,8 Jumlah 565,3 Sumber : KKP 2011a Menurut Sparre dan Vanema, 1999 beberapa aspek yang mengakibatkan produksi ikan yang rendah adalah kurangnya peningkatan teknologi, kurangnya perluasan pasar dan biaya operasional yang tinggi. Untuk itu diperlukan bantuan dari berbagai pihak untuk menyediakan modal usaha atau modal operasional yang meringankan nelayan dalam melaksanakan kegiatannya. Mengingat masih banyak lembaga keuangan yang membatasi kredit atau penyaluran modal bagi usaha bidang perikanan, terutama perikanan tangkap. Wilayah pantai barat Sumatera merupakan bagian laut Indonesia yang stategis karena langsung berhadapan dengan laut lepas yaitu Samudera Hindia. Potensi yang cukup tinggi belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh kapal-kapal penangkap ikan yang beroperasi di wilayah penangkapan tersebut. Potensi sumber daya ikan yang ada di zona ini, khususnya perairan laut barat Sumatera yang cukup tinggi ini memancing kapal-kapal asing masuk masuk dan melakukan penangkapan ikan. Dengan teknologi penangkapan yang dibenahi mesin kapal yang kuat, kapal-kapal asing ini secara cepat dan langsung melarikan diri ketika tertangkap dan dikejar oleh angkatan laut Indonesia Ferdi dan Delfiyanti, 2010. 53 Ferdi dan Delfiyanti 2010 juga mengatakan bahwa intensitas kegiatan penangkapan ikan di sekitar wilayah pantai barat Sumatera semakin meningkat seiring dengan semakin sedikitnya jumlah ikan di wilayah laut negara lain. Hal inilah yang mendorong banyak kapal-kapal penangkap ikan negara lain mencari wilayah penangkapan baru. Salah satunya di wilayah pantai barat Sumatera yang terdapat di laut Teritorial laut wilayah dan Zona Ekonomi Eksklusif memiliki potensi perikanan yang besar. Indonesia mengalami kerugian sebesar USD 2 milar atau sekitar Rp 19 triliun per tahun akibat tindakan illegal fishing yang dilakukan baik laut teritorial dan ZEE Indonesia. Dengan kata lain, 22 persen produksi illegal fisihing di seluruh dunia berasal dari Indonesia. Lebih lanjut Ferdi dan Delfiyanti 2010 mengatakan bahwa potensi ikan cakalang di sebelah barat pulau Sumatera sebesar 129.930 tontahun dengan potensi penangkapan lestari baru mencapai sebesar 50 persen dan ikan tenggiri tingkat penangkapannya baru sebesar 35 persen dari tingkat produksi lestarinya sebesar 19.673 tontahun. Potensi perikanan tersebut tentu saja telah mengundang minat dari kapal-kapal penangkap ikan asing untuk masuk serta melakukan penangkapan ikan tanpa izin dan tanpa sepengetahuan pemerintah daerah setempat. Kegiatan illegal fishing yang dilakukan khususnya oleh kapal-kapal penangkap ikan asing di Indonesia telah banyak terjadi di wilayah pantai barat Sumatera. Kegiatan illegal fishing ini sudah pada tahap memprihatinkan. Pasalnya perairan disekitar pantai barat Sumatera tersebut merupakan laut terbuka yang sangat mudah dimasuki oleh kapal-kapal asing. Permasalahan utama yang kerap dihadapi adalah pencurian ikan oleh kapal penangkap ikan asing illegal fishing, gejala penangkapan ikan yang dilakukan secara berlebihan over fishing, pencemaran laut, pembuangan limbah secara illegal dan degradasi habitat lingkungan. Diantara berbagai permasalahan tersebut maka yang paling banyak mendapat sorotan adalah kegiatan illegal fishing.

5.1.2 Perikanan Budidaya

Kegiatan budidaya yang dilakukan masyarakat kota Sibolga terdiri atas dua jenis kegiatan yaitu budidaya air laut dan air tawar. Lokasi budidaya laut terkonsentrasi seluruhnya di kelurahan Sibolga Ilir kecamatan Sibolga Utara. Sedangkan lokasi budidaya air tawar tersebar diseluruh kecamatan dan beberapa 54 kelurahan di kota Sibolga. Data produksi ikan dari kegiatan perikanan budidaya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Produksi budidaya ikan kota Sibolga tahun 2010 Jenis Ikan Budidaya Jumlah ton Nilai Produksi Rp Ikan Budidaya Air Tawar Mas 0,055 990.000 Nila 1,510 19.365.000 Mujahir 0,185 3.085.000 Lele 4,528 65.495.000 GaringMerah 0,035 875.000 Ikan Budidaya Laut Kerapu 1,730 68.740.000 Kakap 0,070 2.800.000 Baronang 1,500 29.400.000 Kuwe 1,650 37.750.000 Kepiting 0,075 1.125.000 Jumlah 11,338 229.625.000 Sumber : DKPP 2011 Untuk komuditas budidaya ikan laut yang dipelihara adalah jenis ikan kerapu, kuwe, kakap, kepiting dan baronang. Dari hasil wawancara langsung kepada masyarakat, alasan untuk memelihara kelima komoditas ikan ini dikarenakan nilai jual ikan yang relatif lebih tinggi dengan harapan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Sedangkan sumber bibit yang digunakan diperoleh dari hasil tangkapan ikan yang berasal dari bagan tancap milik warga, sehingga biaya dari sisi pengadaan bibit menjadi lebih rendah. Berdasarkan informasi yang didapatkan langsung dari pembudidaya ikan laut, bahwa hasil panen ikan yang dipelihara oleh masyarakat di kecamatan Sibolga Ilir ini akan langsung dijual kepada pengusaha eksportir yang ada di wilayah daerah tetangga yaitu kabupaten Tapanuli Tengah melalui perusahaan PT. 99 yang juga bergerak dibidang budidaya ikan laut. Rata-rata nilai penjualan ikan, menurut masyarakat pembudidaya, untuk keseluruhan total produksi ikan di kecamaran Sibolga Ilir ini mencapai Rp 100.000.000.- per tahunnya dari empat rumah tangga. Memelihara ikan laut di perairan laut di kota Sibolga menurut masyarakat pembudidaya yang diwawancarai tersebut masih sangat baik dilakukan. Dari hasil