59 nelayan yang menjadi sasaran pengambilan data terkait aspek keberlanjutan
pemasangan dan pemanfaatan rumpon mengacu kepada Irianti dalam Bungin 2004 yaitu 10 dari kelompok nelayan yang memanfaatkan 22 unit rumpon
yang dipasang di Barat Daya perairan Pelabuhanratu Jawa Barat. Responden penentuan prioritas kebijakan dipilih secara purposive sengaja dari pihak-
pihakstakeholders yang berinteraksi langsung yang banyak mengetahui pengelolaan rumpon selama ini. Stakeholders tersebut berasal dari pemerintah,
pengusaha perikanan, ilmuan dan nelayan yang memanfaatkan rumpon dengan jumlah masing-masing 7 tujuh orang. Untuk wawancara lebih lanjut expert
survey terhadap ilmuan, dilakukan secara mendalam dan dipilih yang telah
berpengalaman dalam seluk beluk tentang rumpon.
4.4 Analisis Data 4.4.1 Analisis Keberlanjutan
Kajian dimulai dengan analisis keberlanjutan dari kondisi saat ini pemasangan rumpon di lokasi penelitian melalui proses ordinasi menggunakan
algoritma RAPFISH The Rapid Appraisal of The Status Of Fisheries Kavanagh, 2001 dengan metode Multidimensional Scaling MDS.
Dengan menggunakan MDS, diperoleh posisi relatif keberlanjutan pengelolaan rumpon
yang dikaji terhadap dua titik acuan yaitu titik “baik good” dan titik “buruk bad”. Analisis keberlanjutan dilakukan melalui 3 tiga tahapan, yaitu: 1
tahap penentuan atribut atau kriteria pengelolaan rumpon berkelanjutan, mencakup dimensi ekologi, ekonomi, teknologi, sosial dan lingkungan, 2 tahap
penilaian setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi, 3 tahap analisis ordinasi nilai indek keberlanjutan dengan
menggunakan metode MDS. Adapun tahapan dari analisis keberlanjutan diperlihatkan pada Gambar 4.3. Dalam analisis MDS , sekaligus dilakukan
Laverage , analisis Monte Carlo, penentuan nilai Stress, dan nilai Koefisien
Determinasi R
2
. Analisis Laverage digunakan untuk mengetahui atribut yang
sensitif, ataupun intervensi yang dapat dilakukan terhadap antribut yang sensitive untuk meningkatkan status keberlanjutan.
60 Gambar 4.3 Tahapan Analisis Menggunakan MDS dengan Aplikasi
RAPFISH Fauzi, 2005
Analisis Monte Carlo digunakan untuk menduga pengaruh galat dalam proses analisis yang dilakukan, pada selang kepercayaan 95. Nilai Stress dan
koeefisien determinasi R
2
berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut, untuk mencerminkan dimensi yang dikaji secara akurat.
Menurut Kavanagh dan Pitcher 2004, model yang baik ditunjukkan dengan nilai Stress dibawah nilai 0,25, dan nilai R
2
di atas kepercayaan 95 sehingga kualitas dari analisis MDS dapat dipertanggung jawabkan.
4.4.1.1 Penentuan Atribut dan Analisis Skoring Dimensi Ekologi Menurut Code of Conduct Responsible Fisheries CCRF
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh atribut dari dimensi ekologi suatu wilayah perairan yang dijadikan sebagai lokasi pengelolaan
rumpun. Atribut ekologi yang dimaksud pada penelitian ini adalah yang
Penentuan atribut sebagai criteria penilaian
Penilaian skor setiap atribut
MDS ordinansi setiap atribut
Analisis Keberlanjutan Mulai
Kondisi aspek pengelolaan rumpon saat ini
Analisis Monte Carlo Analisis sensitivitas
61 berkaitan dengan aspek biologi ikan, fisika perairan dan kimia perairan. Hal ini
penting agar rumpon yang dikembangkan benar-benar dapat menjadi daerah penangkapan ikan yang baru disamping
tidak menyebabkan konflik pengelolaan. Terkait dengan ini, maka rumpon harus dipasang pada wilayah
perairan yang tepat dan menjamin keberlanjutannya. Atribut ekologi ini
didasarkan pada CCRF dan disesuaikan dengan kebutuhan di lokasi penelitian untuk mendukung pengelolaan perikanan yang bersifat
kehati-hatian. Berdasarkan penelitian pendahuluan ke lokasi penelitian di peroleh atribut dari
dimensi ekologi pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelebauhanratu. Adapun atribut dari dimensi ekologi yang dianalisis terkait pengelolaan rumpon
ini yaitu tingkah laku ikan, suhu perairan, salinitas perairan, arus perairan, kedalaman, zona kawasan pengelolaan rumpon, dan batas wilayah. Secara
rinci, atribut dari dimensi ekologi ini dijelaskan : a. Tingkah laku ikan.
Tingkah laku ikan yang diperhatikan adalah lebih ditekankan pada tingkah laku ikan target penangkapan. jenis ikan target
adalah cakalang
Katsuwonus pelamis
, tuna
madidihang Thunnus
albacores , tuna albakor Thunnus allalunga, tongkol Euthynnus affinis dan
Auxix spp .. Tingkah laku ikan tersebut perlu dipelajari sehingga dukungan
pemasangan rumpon terhadap pengembangan habitat dapat diketahui. b. Suhu air laut. Suhu air laut diperlukan untuk mengetahui kesesuaian suhu
air lokasi rumpon dengan kebutuhan dari algae, ikan kecil, ikan sedang, dan ikan besar yang membentuk ekosistem di kawasan rumpon. Suhu perairan
tersebut sebaiknya berkisar antara 10 – 30
o
C. c. Salinitas air laut. Salinitas air perlu dianalisis untuk mengetahui kesesuaian
salinitas air lokasi rumpon untuk kelangsungan ekosistem di kawasan rumpon terdiri dari algae, ikan kecil, ikan sedang, dan ikan besar. Salinitas
perairan tersebut sebaiknya sekitar 33
00
d. Arus air laut. Arus air laut juga perlu diketahui untuk mengetahui kesesuaian arus dengan kebiasaan hidup ikan-ikan target penangkapan dan kesesuaian
penempatan rumpon. Untuk kesesuaian ikan target, arus air sebaiknya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, dan diutamakan merupakan wilayah
62 pertemuan
arus. Kekuatan
arus air
diperlukan juga
untuk mempertimbangkan kesesuaian keberadaan rumpon di sekitar lokasi
penelitian. e. Kedalaman laut dan atraktor rumpon. Kedalaman perairan menentukan jenis
rumpon yang dipasang dan kedalaman atraktor rumpon karena berkaitan dengan jenis ikan target yang ditangkap.
Kedalaman juga akan mempengaruhi
kecerahan yang tinggi, sehingga cahaya matahari bisa tembus.
f. Zona kawasan. Lokasi pengelolaan rumpon dapat dilakukan pada lokasi kawasan pemanfaatan atau kawasan pengelolaan bukan pada kawasan
lindung dengan status “kawasan perlindungan, kawasan rehabilitasi, kawasan inti” atau sejenisnya yang disterilkan dari aktivitas pemanfaatan.
Kemudian juga diperhatikan zona yang berkaitan dengan aktifitas lainnya seperti pelayaran, dan wisata bahari.
g. Batas wilayah. Lokasi pengelolaan rumpon perlu dihindari pada wilayah laut yang menjadi perbatasan negara dengan negara lain.
Lokasi pengelolaan dapat dilakukan pada wilayah laut perbatasan antar propinsi
atau antar kabupaten asalkan ada kesepakatan antar pihak-pihak di kedua propinsi atau di kedua kabupaten. Hal ini penting untuk menghindari klaim
pengelolaan dan konflik pemanfaatan. Sedangkan skor yang diberikan
untuk setiap atribut dari dimensi teknologi terkait pengelolaan rumpon
disajikan pada Tabel 4.1
63 Tabel 4.1 Atribut dan skor dalam analisis dimensi ekologi dari
pengelolaan rumpon
No. Atribut
Skala Skor Buruk
Baik Nilai
1. Ikan tidak ada di sekitar rumpon
3 1
Ikan menyebar dengan kepadatan rendah di sekitar rumpon
2 Ikan menyebar dengan kepadatan
sedang di sekitar rumpon Tingkah laku
ikan
3 Ikan menyebar dengan kepadatan
tinggi di sekitar rumpon 2.
Suhu perairan 10
o
C atau 30
o
C 2
1 Suhu perairan 10 - 18
o
C Suhu perairan
2 Suhu perairan 19 – 30
o
C 3.
Salinitas 27
00
3 1
Salinitas 36
00
2 Salinitas 28 – 31
00
Salinitas perairan
3 Salinitas 32 - 35
00
4. Arus terlalu besar
3 1
Arus terlalu terlalu kecil 2
Arus tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, tidak di wilayah
pertemuan arus Arus perairan
3 Arus tidak terlalu besar atau dan
tidak terlalu kecil, dan di wilayah pertemuan arus
5. Kedalaman 15 m
3 1
Kedalaman 11 – 15 m 2
Kedalaman 7 – 10 m Kedalaman
atraktor rumpon di
perairan 3
Kedalaman 2 – 6 m 6.
Zonakawasan inti dan perlindungan yang steril
2 1
Zonakawasan konservasi dengan pemanfaatan terbatas
Zonakawasan pengelolaan
rumpon
2 Zonakawasan pemanfaatan
7.
Di wilayah laut negara lain
3 1
Di wilayah laut perbatasan dengan negara lain
2 Di wilayah laut perbatasan antar
propinsi atau antar kabupaten Batas wilayah
3 Di wilayah laut dalam batas
administrasi wilayah sendiri
Sumber : Subani 1958, Nyebakken 1988, Martosubroto dan Malik 1989, dan Jusuf 1999, disesuaikan dengan obyek analisis rumpon
64
4.4.1.2 Penentuan Atribut dan Analisis Skoring Dimensi Ekonomi
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian atribut dari dimensi ekonomi pengelolaan rumpon berupa manfaat finansial dari keberadaan rumpon
bagi nelayan, serta kontribusinya dalam meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat dan daerah sekitar.
Analisis finansial ini dilakukan dengan membandingkan semua penerimaan yang diperoleh akibat investasi pengelolaan
rumpon dengan semua pengeluaran yang harus dikeluarkan selama proses investasi dilaksanakan. Baik penerimaan maupun pengeluaran dinyatakan dalam
bentuk uang agar dapat dibandingkan dan harus dihitung pada waktu yang sama. Manfaat ekonomi yang dimaksud dalam hal ini adalah keuntungan yang
diperoleh oleh nelayan berdasarkan total biaya yang dikeluarkan dalam operasional rumpon dan kapal yang digunakan.
Atribut analisis finansial ini difokuskan pada analisis BC ratio, yang menyatakan perbandingan dari manfaat
pengelolaan rumpon dengan biaya yang dikeluarkan untuk pengusahaan pemanfaatan.
Sedangkan pengaruh terhadap kondisi ekonomi masyarakat dan daerah sekitar dapat diketahui dari atribut rasio usaha perikanan tangkap yang bergantung pada
rumpon, pertumbuhan usaha perikanan tangkap yang mendukung usaha penangkapan, kontribusi terhadap pendapatan asli daerah PAD, pendapatan
nelayan terutama nelayan skala kecil, dan kemampuan memenuhi bahan pokok konsumsi rumah tangga nelayan.
Skor yang diberikan untuk setiap atribut dari dimensi ekonomi disajikan pada Tabel 4.2.
4.4.1.3 Penentuan Atribut dan Analisis Skoring Dimensi Teknologi
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian atribut dari dimensi teknologi terkait pengelolaan rumpon. Analisis ini penting untuk menyeleksi
sifat keandalan teknik dan tepat guna dari pengelolaan rumpon dan alat tangkap yang dioperasikan di sekitar rumpon. Atribut yang digunakan untuk analisis
dimensi teknologi dari pengelolaan rumpon ini mengacu kepada kaidah Code of Conduct for Responsible Fisheries
CCRF. Skor yang digunakan untuk
65 memberi nilai atribut dari dimensi teknologi ini bervariasi tergantung klasifikasi
dukungan atribut terhadap dimensi teknologi. Tabel 4.2 Atribut dan skor kesesuaian dalam analisis dimensi ekonomi dari
pengelolaan rumpon
No. Atribut
Skala Skor Buruk
Baik Nilai
1.
R 5
3 1
5 R 15
2
15 R 25 Rasio
R usaha
perikanan tangkap yang
bergantung rumpon
3
R 25
2.
0 Tidak Ada
2
1 Usaha penyedia kebutuhan melaut dan pemasaran sedikit
Pertumbuhan usaha
pendukung penangkapan
2 Usaha penyedia kebutuhan melaut dan pemasaran banyak
3.
Nilai BC ratio: 1
3 1
Nilai BC ratio: 1 Nilai BC
ratio
2
Nilai BC ratio: 1 - 1,5
3
Nilai BC ratio: 1,5
4.
Tidak Ada
2 1
Kecil Kontribusi
terhadap PAD
2
Diperhitungkan
5.
Pendapatan nelayan : UMR
2 1
Pendapatan nelayan : 1kali UMR
2
Pendapatan nelayan: UMR Pendapatan
nelayan rumpon
terutama nelayan skala
kecil
6.
Konsumsi beras : 270 kgtahun
3 1
Konsumsi beras : 270 – 379 kgtahun
2
Konsumsi beras : 380 – 480 kgtahun
Konsumsi Rumah Tangga
N
elayan rumpon
terutama nelayan skala
kecil, diukur dari konsumsi
beras per tahun
3
Konsumsi beras : 480 kgtahun
Sumber: disesuaikan dengan obyek analisis rumpon
66 Semakin tinggi dukungan atribut tersebut, maka semakin tinggi skor yang
diberikan, dan bila sebaliknya maka semakin rendah skor yang diberikan. Secara spesifik, skor yang diberikan untuk setiap atribut dari dimensi teknologi
pengelolaan rumpon disajikan pada Tabel 4.3.
4.4.1.4 Penentuan Atribut dan Analisis Skoring Dimensi Sosial
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian atribut dari dimensi sosial dan lingkungan pengelolaan rumpon
Analisis ini penting untuk menyeleksi
sifat destruktif
aktivitas pengelolaan
rumpon termasuk
pengoperasian alat tangkap di sekitarnya terhadap sumberdaya ikan, nelayan, konsumenmasyarakat, konflik stakeholders, keanekaragaman hayati, dan
ekosistem, dan lingkungan sekitar Monintja, 2001. Atribut yang digunakan untuk analisis aspek lingkungan sosial
ini mengacu kepada prinsip-prinsip pengelolaan yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan. Skor yang digunakan untuk memberi nilai atribut dari dimensi lingkungan sosial ini bervariasi tergantung klasifikasi dukungan atribut terhadap
dimensi lingkungan sosial. Semakin tinggi dukungan atau kesesuaian
pengelolaan rumpon dengan kriteria prinsip pengelolaan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, maka semakin tinggi skor yang diperoleh, dan bila sebaliknya
maka semakin rendah skor yang diberikan Monintja, 2001. Secara spesifik, skor yang diberikan untuk setiap atribut dari dimensi sosial dan lingkungan ini
disajikan pada Tabel 4.4.
67 Tabel 4.3 Atribut dan skor kesesuaian dalam analisis dimensi teknologi dari
pengelolaan rumpon
No. Atribut
Skala Skor Buruk
Baik
Nilai
1. 0 Memenuhi 2 kriteria alat
tangkapoperasi ramah lingkungan 3
1 Memenuhi 3 - 5 kriteria alat tangkapoperasi ramah lingkungan
2 Memenuhi 5 - 7 kriteria alat tangkapoperasi ramah lingkungan
Penerapan teknologi
ramah lingkungan
3 Memenuhi seluruh kriteria alat tangkapoperasi ramah lingkungan
2. 0 Hasil tangkapan 100 dari TAC
3 1 Hasil tangkapan 80 dari TAC
2 Hasil tangkapan 80X100 dari TAC
Rasio hasil tangkapan
terhadap TAC
3 Hasil tangkapan 80 dari TAC 3.
0 Keuntungan lebih kecil dari Rp 500.000 per bulan
3 1 Keuntungan antara Rp 500.000 - Rp
1.000.000 per bulan 2 Keuntungan antara Rp 1.000.000 - Rp
1.500.000 per bulan Keuntungan
nelayan dari
penangkapan di sekitar rumpon
3 Keuntungan lebih besar dari Rp 1.500.000 per bulan
4. 0 Investasi lebih besar dari Rp 2.000.000
per unitnelayan 3
1 Investasi antara Rp 1.000.000 - Rp 2.000.000 per unitnelayan
2 Investasi antara dari Rp 500.000 - Rp 1.000.000 per unitnelayan
Tingkat investasi
pengusahaan rumpon
3 Investasi lebih kecil dari Rp 500.000 per unitnelayan
5. 0 Penggunaan BBM lebih besar dari 15
liter per trip 3
1 Penggunaan BBM antara 10 - 15 liter per trip
2 Penggunaan BBM antara 5 - 10 liter per trip
Penggunaan BBM
untuk penangkapan di
rumpon
3 Penggunaan BBM lebih kecil dari 5 liter per trip
6. 0 Pengelolaan rumpon memenuhi 1 dari
4 kriteria di atas 3
1 Pengelolaan rumpon memenuhi 2 dari 4 kriteria yang ada
2 Pengelolaan rumpon memenuhi 3dari 4 kriteria
Tingkat akuntabilitas
: 1
CCRF, 2
UU tentang
Perikanan, 3
Peraturan daerah dan 4
hukum adat 3 Pengelolaan rumpon memenuhi semua
kriteria yang ada
Sumber : CCRF, Jusuf 1999 , disesuaikan dengan obyek analisis rumpon
68 Tabel 4.4 Atribut dan skor kesesuaian dalam analisis dimensi sosial dari
pengelolaan rumpon
No. Indikator
Skala Buruk
Baik Nilai
1. 0 Tidak tamat SD
3 1 Tamat SD, tetapi tidak tamat
SMP 2 Tamat SMP, tetapi tidak tamat
SMA Tingkat
pendidikan nelayan
3 Tamat SMAmasuk perguruan tinggi
2. 0 Sulit
2 1 Biasa saja
Kemudahan mendapat
pelayanan kesehatan
2 Mudah 3.
0 Ada bahan utama operasi menggunakan bahan peledak,
bahan kimia, atau bahan beracun
3
1 Ada 2 bahan pendukung operasi menggunakan bahan
peledak, bahan kimia, atau bahan beracun
2 Ada 1 bahan pendukung operasi menggunakan bahan
peledak, bahan kimia, atau bahan beracun
Status penggunaan
bahan berbahaya
3 Tidak ada penggunaan bahan peledak, bahan kimia, atau
bahan beracun 4.
0 Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas
3 1 Menyebabkan kerusakan
habitat pada wilayah yang sempit
2 Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah
yang sempit Pengaruh
terhadap habitat
3 Aman bagi habitat 5.
0 Bisa berakibat kematian pada nelayan
3 1 Bisa berakibat cacat permanen
pada nelayan 2 Hanya bersifat gangguan
kesehatan yang bersifat sementara
Keamanan bagi nelayan
3 Aman bagi nelayan
69 6.
0 Berpeluang besar menyebabkan kematian pada konsumen
3 1 Berpeluang menyebabkan
gangguan kesehatan pada konsumen
2 Relatif aman bagi konsumen Keamanan hasil
tangkapan sekitar
rumpon bagi konsumen
3 Aman bagi konsumen 7.
0 Menimbulkan konflik dan tidak terselesaikan
3 1 Menimbulkan konflik, tapi
terselesaikan 2 Tidak menimbulkan konflik,
namun tidak menyelesaikan konflik yang sudah ada
Potensi konflik stakeholders
antar nelayan
3 Tidak menimbulkan konflik, dan menyelesaikan konflik
yang sudah ada 8.
0 Menyebabkan kematian semua mahluk hidup dan merusak
habitat 3
1 Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak
habitat 2 Menyebabkan kematian
beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat
Pengaruh terhadap
keanekaragaman hayati
3 Aman bagi biodiversity 9.
0 Ikan yang dilindungi sering tertangkap
3 1 Ikan yang dilindungi beberapa
kali tertangkap 2 Ikan yang dilindungi pernah
tertangkap Pengaruh
terhadap ikan-
ikan yang
dilindungi
3 Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap
Sumber : Monintja 2001 dan Pedum Pemanfaatan Biota Laut d i KKL 2005 Metode analisis RAPFISH untuk pengembangan MDS ini terintegrasi
dalam software SPSS. Posisi keberlanjutan pengelolaan rumpon divisualisasikan dalam dua dimensi sumbu horizontal dan vertikal. Untuk memproyeksikan
titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi, dengan titik ekstrim kategori “buruk” yang diberi nilai skor 0 dan titik ekstrim kategori
“baik” diberi nilai skor 100 Tabel 4.5. Posisi status keberlanjutan
pengelolaan rumpon yang dikaji akan berada diantara dua titik ekstrim tersebut. Nilai ini merupakan indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di lokasi tersebut.
70 Tabel 4.5. Kategori status keberlanjutan pengelolaan rumpon
Nilai Indeks Kategori
0 – 25 Buruk
26 – 50 Kurang
51 – 75 Cukup
76 – 100 Baik
Sumber : modifikasi Kruskal dalam Jhonson dan Wichern 1992
4.4.2 Analisis Kebijakan Pengelolaan Rumpon
Untuk menghasilkan suatu prioritas dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan pengelolaan rumpon dalam pemanfaatan sumberdaya ikan yang
berkelanjutan, akan dilakukan analisis menggunakan Analitical Hierarchy Process
AHP. Analitical Hierarchy Process merupakan salah satu alat analisis manajemen strategik dengan pendekatan sistem. Suatu totalitas sistem seperti
lingkungan, ekonomi, pemerintahan dan organisasi tidak bisa dianalisis pada bagian-bagiannya tetapi harus dipahami sebagai satu kesatuan. Oleh karena itu
AHP bertujuan untuk memecahkan masalah kualitatif yang komplek dengan memakai perhitungan kuantitatif, melalui proses pengekspresian masalah dalam
kerangka berfikir yang terorganisir, sehingga memungkinkannya proses pengambilan keputusan secara efektif. Adapun prinsip dasar dari AHP adalah:
1 penyederhanakan masalah yang komplek, serta bersifat startegik dan dinamis melalui panataan rangkaian variabelnya dalam suatu hirarki, 2 secara subjektif
tingkat kepentingan dari setiap variabel diberi nilai numerik yang dapat menjelaskan arti pentingnya suatu variabel dibandingkan variabel lainnya, 3
Mensintesiskan informasi yang tersedia untuk menetapkan variabel mana yang memiliki tingkat priritas paling tinggi disamping memiliki peran yang
mempengaruhi hasil dalam sistem dimaksud 4 secara grafis, persoalan keputusan dikonstruksikan sebagai bentuk diagram bertingkat, tersusun.
Dalam kaitan dengan analisis alternatif kebijakan pengelolaan rumpon dalam pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkelanjutan, maka analisis
menggunakan AHP ini diatur sedemikian rupa sehingga dapat mengkaji interaksi menyeluruh dari semua komponen yang terkait.
Dalam menggunakan AHP, berbagai komponen yang berinteraksiterkait dengan pengelolaan rumpon
71 sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ikan secara berkelanjutan ini akan
dikelompokkan ke dalam beberapa levelherarki, misalnya level goal tujuan, level kriteria, level pembatas limit factor, dan level opsi alternatif kebijakan
.
Harapan akhir dari analisis AHP ini adalah diketahuinya prioritas dari alternatif kebijakan pengelolaan rumpon dalam pemanfaatan sumberdaya ikan
yang berkelanjutan, beserta kestabilansensitivitas dari alternatif tersebut dalam aplikasi nyatanya di pengeloalan rumpon. Hal penting, supaya dapat dilakukan
antisipasi di kemudian hari dan kebijakan yang dirumuskan akomodatif terhadap berbagai perubahan nyata di lapang.
Adapun tahapan analisis alternatif kebijakan pengelolaan rumpon dalam pemanfaatan sumberdaya ikan yang
berkelanjutan ini adalah :
1 Pendefinisian komponen
Pada tahapan ini, semua komponenvariabel yang berkaitan dengan pengembangan
kebijakan pengelolaan
rumpon dalam
pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkelanjutan ditetapkan dan didefinisikan. Lingkup
komponen yang didefinisikan mencakup tujuan pengelolaan rumpon, kriteria dalam pencapaian tujuan tersebut yang berupa pemenuhan
kepentinganaspirasi pelakustakeholders terkait, pembatas limit factor pemanfaatan berupa aspekfaktor ekologi, ekonomi, teknologi, sosial dan
lingkungan yang terkait dengan pengelolaan rumpon, serta alternatif kebijakan pengelolan rumpon yang ditawarkan.
2 Penyusunan struktur hierarki
Pada tahapan ini, semua interaksi komponen atau variabel yang telah didefinisikan disusun secara bertingkat dalam bentuk struktur hierarki
AHP yang dimulai dari tingkat paling atas berupa tujuan level 1, dilanjutkan dengan kriteria level 2, pembataslimit factor level 3, dan
opsi alternatif
kebijakan pengelolaan
rumpon dalam
pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkelanjutan pada tingkatan paling bawah hierarki
level 4. Rancangan awal struktur hierarki analisis kebijakan pengelolaan rumpon disajikan pada Gambar 4.4.
72 Gambar 4.4
Struktur Hirarki Analisis Kebijakan Pengelolaan Rumpon
3 Penetapan skala banding dan pembobotan
Pada tahapan ini, skala banding satu sama lain komponenvariabel penyusun ditetapkan. Hal ini dibutuhkan untuk menganalisis kepentingan
setiap kriteria pengembangan yang perlu dicapai dalam pemenuhan aspirasi pelakustakeholders terkait setiap kompenen di level ke-2, menganalisis
kepentingan setiap pembatas limit factor pengembangan yang perlu diperhatikan untuk setiap kriteria pengembangan yang perlu dicapai setiap
komponen di level ke- 3 pada setiap komponen di level ke-2, dan menganalisis kepentingan setiap alternatif kebijakan yang menjadi opsi
kebijakan pengelolaan rumpon dalam pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkelanjutan untuk setiap pembatas pengembangan pada setiap kriteria
pengembangan komponen di level ke-4 untuk setiap komponen di level ke- 3 pada setiap komponen di level ke-2. Penetapan skala banding ini dan
sistem pembobotannya mengacu kepada skala banding berpasangan menurut Saaty 1993 pada Tabel 4.6.
Pengelolaan Rumpon Yang Berkelanjutan
Level 2 aktor
Level 3 dimensi
Ekologi Ekonomi
Teknologi
Sosial
Level 4 subkriteria
Atribut sensitif Atribut sensitif
Atribut sensitif
Atribut sensitif
Level 5 Opsi
Kebijakan
A B
C D
E F
G H
I J
Pemerintah Pengusaha
Ilmuan Nelayan
Level 1 FokusTujuan
73 Tabel 4.6
Skala Banding Berpasangan dalam AHP
Tingkat Kepentingan
Keterangan Penjelasan
1
3
5
7
9
2,4,6,8
Kebalikan Kedua elemen sama
pentingnya. Elemen yang satu sedikit
lebih penting
daripada elemen yang lainnya.
Elemen yang satu lebih penting daripada elemen
yang lain. Elemen yang satu jelas
lebih penting
daripada elemen yang lain.
Elemen yang satu mutlak lebih
penting daripada
elemen yang lain. Nilai-nilai antara dua nilai
pertimbangan yang
berdekatan. Jika
untuk aktifitas
i mendapat satu angka bila
dibandingkan dengan
aktifitas j
, maka
j mempunyai
nilai kebalikannya
bila dibandingkan dengan i.
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama terhadap
tujuan. Pengalaman dan penilaian
sedikit mendukung
satu elemen dibandingkan elemen
lainnya. Pengalaman dan penilaian
sangat kuat mendukung satu elemen
dibanding elemen
lainnya. Satu elemen dengan kuat
didukung dan
dominan terlihat dalam praktek.
Bukti yang
mendukung elemen yang satu terhadap
elemen lain memiliki tingkat penegasan
tertinggi yang
mungkin menguatkan. Nilai ini diberikan bila ada
dua kompromi diantara dua pilihan.
Sumber : Saaty 1993 Lebar dan jumlah skala yang dibuat disesuaikan dengan kemampuan untuk
membedakan dari setiap komponen yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapang. Pembobotan diberikan berdasarkan taraf relatif pentingnya
suatu komponen dibandingkan dengan komponen lainnya di level yang sama. Dalam pembobotan, diusahakan agar setiap komponen mempunyai
skala yang sama sehingga antara komponen satu dengan komponen lainnya dapat diperbandingkan.
74
4 Formulasi data
Formulasi data merupakan kegiatan menginput data hasil analisis skala banding perpasangan ke dalam struktur hierarki. Pembuatan hierarki
dan input data ini dilakukan menggunakan Program Expert Choice 9.5. Sedangkan data yang diinput terlebih dahulu disiapkan menggunakan
program MS Excell.
5 Simulasi
Simulasi dilakukan setelah data terkait diinput ke dalam program. Simulasi merupakan kegiatan menganalisis dan membandingkan data
semua komponen yang ada dengan prinsip hasil banding antar dua pasangan komponen diperbandingkan dengan hasil banding antar dua
pasangan komponen lainnya di level sama dan hasil perbandingan tersebut dilanjutkan ke level di atasnya hingga berakhir di level 1. Simulasi seperti
ini merupakan upaya pertimbangan terhadap kepentingan semua komponen yang terkait sehingga alternatif kebijakan pengelolaan rumpon yang
menjadi prioritas benar-benar merupakan alternatif kebijakan terbaik.
6 Pengujian Konsistensi dan Sensitivitas
Tahapan ini bertujuan untuk menguji konsistensi dan sentivitas dari hasil simulasi yang telah dilakukan.
Bila dari hasil simulasi diperoleh rasio inconsistency 0,1 atau lebih berarti data yang digunakan tidak konsistensi
dan harus dilakukan pengambilan data ulang. Sedangkan untuk uji
sensitivitas diharapkan hasil simulasi yang tidak terlalu sensitif. Bila hasil simulasi terlalu sensitif berarti alternatif kebijakan pengelolaan rumpon
yang berkelanjutan yang dipilih sebagai prioritas terlalu labil terhadap dinamika yang berkembang terhadap pemasangan dan pemanfaatan rumpon
di Barat Daya perairan Pelabuhanratun. Kriteria uji konsistensi dan uji
sentivitas AHP disajikan pada Tabel 4.7.
75 Tabel 4.7 Kriteria uji konsistensi dan uji sentivitas AHP
Jenis Pengujian Kriteria
Rasio inconsistency 0,1
Sensitivity test Diharapkan tidak terlalu sensitive
Sumber : Expert Choice 9.5
7 Interpretasi hasil
Tahapan interpretasi ini merupakan tahapan penggunaan hasil analisis AHP dalam menjelaskan dan memberikan rekomendasi prioritas alternatif
kebijakan pengelolaan rumpon yang berkelanjutan dan kestabilansensitifitas prioritas tersebut terhadap berbagai perubahan yang terjadi secara nyata. Untuk
lebih ringkasnya tahapan AHP, menurut Maarif 2004, langkah-langkah penggunaan AHP adalah sebagaimana pada Gambar 4.4.
Gambar 4.5 Langkah-langkah Penggunaan AHP Maarif, 2004
Mulai
Identifikasi sistem
Penyusunan Hirarki
Pengisian Matriks Pendapat Individu
A A
CR memenuhi
revisi
Penyusunan matrik Gabungan
Pengolahan
Menghitung Prioritas
selesai
75
V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian