8 perikanan serta kontribusinya dalam meningkatkan kondisi ekonomi lokasi
penelitian. Begitu juga dengan dimensi sosial yang berkaitan dengan potensi konflik dan dampak penggunaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu,
Jawa Barat. Pengelolaan rumpon juga belum maksimal memperhatikan
keselamatan nelayan dalam penangkapan, keamanan produk yang dihasilkan, dan selektifitas terhadap ikan yang dilindungi.
Terkait dengan itu, maka perlu untuk dikaji secara mendalam tentang kebijakan
pengelolaan rumpon
berkelanjutan yang
mengakomodir dan
melindungi semua komponen atau dimensi pengelolaan tersebut, sehingga pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu lebih dapat
diandalkan dalam mendukung pembangunan usaha perikanan tangkap yang berkelanjutan.
Kerangka pemikiran penelitian dimaksud disajikan pada Gambar 1.2.
1.5 Manfaat
Secara praktis, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah dapat dijadikan acuan terutama penyusunan kebijakan
pengelolaan rumpon secara berkelanjutan serta dapat diacu secara langsung maupun tidak langsung
untuk pembinaan pelaku usaha penangkapan ikan khususnya di barat daya perairan Pelabuhanratu Jawa Barat dan Pemerintah sebagai pengambil
kebijakan Departemen Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Daerah. Secara ilmiah, penelitian ini memberikan manfaat berupa penyediaan informasi tentang
pengelolaan dan
pemanfaatan rumpon
laut dalam
yang berkelanjutan
berdasarkan keterpaduan dimensi ekologi, ekonomi, teknologi, sosial.
1.6 Kebaharuan
Penelitian ini menghasilkan kebaharuan yaitu kebijakan pengelolaan rumpon yang berkelanjutan berdasarkan keterpaduan dimensi ekologi, ekonomi,
teknologi dan sosial di Barat Daya perairan Pelabuhanratu, Jawa Barat.
9 Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran Penelitian
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada : a Pengelolaan rumpon
yang berkelanjutan di Barat Daya perairan Pelabuhanratu, Jawa Barat koordinat 105º BT sd 108ºBT dan 7ºLS sd
8ºLS b Alternatif kebijakan pengelolaan rumpon
yang berkelanjutan berdasarkan keterpaduan multidimensi ekologi, ekonomi, teknologi, lingkungan sosial
di Barat Daya perairan Pelabuhanratu, Jawa Barat.
EKOLOGI
EKONOMI
TEKNOLOGI
LINGKUNGAN SOSIAL
K e
b ij
a k
a n
P e
n g
e lo
la a
n
R u
m p
o n
PENGELOLAAN RUMPON YANG BERKELANJUTAN
Menyesuaikan Karakteristik
perairan, zonasi
Manfaat finansial dan
kesejahteraan
Mengoptimal kan
Keandalan teknologi
Minimalisir bahaya dan
konflik KETERPADUAN
DIMENSI
P E
N G
E L
O L
A A
N
R U
M P
O N
PERMASALAHAN
Ekologi Ekonomi
Teknologi Lingkungan
Sosial
Eksisting Pengeloaan
Rumpon di Perairan
Pelabuhanratu, Jawa Barat
10
II. TINJUAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan Berkelanjutan Wilayah Pesisir dan Lautan
Jumlah penduduk miskin di Indonesia masih cukup banyak, sebagian besar terdapat di perdesaan termasuk wilayah pesisir dan pantai. Berdasarkan data
statistik bahwa 60 penduduk Indonesia tinggal di daerah pesisir dan pantai Dari 60 tersebut, 80nya merupakan masyarakat miskin dan sebagian besar
memanfaatkan sumberdaya perikanan dan kelautan. Pengertian tentang
kemiskinan secara umum dapat dikatakan pada sebuah kondisi yang serba kekurangan yang bisa diukur secara objektif, dirasakan secara subjektif atau
dirasakan pada perbandingan dengan orang lain Subri, 2005.
Secara kuantitatif,
kemiskinan ditandai
dengan masih
adanya kerentanan,
ketidakberdayaan, keterisolasian, dan ketidak mampuan untuk mencapai aspirasi bagi sebagian masyarakat. Kondisi ini apabila tidak ditangani dengan baik, pada
gilirannya akan mengakibatkan antara lain:rendahnya kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia, rendahnya partisipasi aktif masyarakat, kemungkinan
merosotnya mutu generasi yang akan datang Yudoyono, 2004. Salah satu cara untuk mengurangi kemiskinan adalah adanya pembangunan.
Pembangunan dapat
dilakukan pada
bidang ekonomi,
manusia atau
pembangunan wilayah. Untuk mencapai hasil yang optimal dalam pembangunan suatu wilayah, diperlukan pendekatan berbeda-beda mengingat wilayahnya yang
luas dengan kondisi fisik, sosial dan ekonomi masyarakat yang beragam. Salah satu pendekatan pembangunan yang sering dipakai oleh ekonom adalah
pendekatan pusat-pusat pertumbuhan dan pendekatan sektoral. Pendekatan yang disebut pusat-pusat pertumbuhan memprioritaskan pembangunan pada kota atau
tempat-tempat strategis yang diharapkan akan menarik daerah pinggiran di sekitarnya, sedangkan pembangunan sektoral adalah pembangunan melalui
pemberian prioritas pada sektor-sektor tertentu, dengan kata lain pembangunan wilayah ditekankan pada penanganan langsung pada stakeholder. Dengan cara
demikian, pendekatan wilayah berorientasi pada pemerataan dan keadilan yang bertujuan untuk memperkecil bahkan menghilangkan kesenjangan ekonomi,
11 sosial, baik antar kelompok dalam masyarakat maupun antar daerah Mubyarto,
2000. Pergeseran paradigma pembangunan dari pertumbuhan ekonomi ke arah
pembangunan yang berwawasan lingkungan memberikan indikasi ke pemerataan dan keadilan. Pemerataan pembangunan adalah dalam upaya pengentasan
kemiskinan melalui pembangunan perdesaan yang jauh tertinggal khususnya ketersediaan prasarana
dibandingkan dengan perkotaan Mubiyarto, 2000.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pembangunan dengan cara memberdayakan masyarakat akan menjamin pembangunan berkelanjutan karena masyarakat pada
gilirannya akan meningkatkan kemandirian yaitu rasa percaya diri yang besar tanpa perlu menggantungkan diri pada pihak-pihak luar, baik dengan pasokan
sarana produksi maupun dalam pemasaran hasil-hasil produksinya. Keadilan
yang dimaksud adalah keadilan untuk generasi sekarang dan tidak mengurangi keadilan untuk generasi yang akan datang.
Namun dalam pembangunan perdesaan tersebut dipengaruhi juga oleh sikap-sikap hidup masyarakat.
Sebenarnya sikap-sikap hidup dalam masyarakat bukan suatu yang statis, tetapi selalu ada
kemungkinan untuk mengalami perubahan yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan dari dalam masyarakat itu baik yang berupa keinginan
individu maupun kelompok masyarakat. Keinginan berubah yang berasal dari dalam masyarakat yang muncul karena pengaruh dari luar nilai-nilai tradisional
seperti program pembangunan, masuknya nilai-nilai budaya baru yang datang dari luar daerah atau dibawa oleh masyarakat pendatang, juga dapat merubah
sikap hidup masyarakat setempat. Informasi
yang masuk melalui media informasi seperti, media masa, elektronik televisi, radio.
Kemungkinan perubahan ini tidak semuanya menimbulkan dampak negatif tetapi juga ada yang
berdampak posisitf atau membangun walaupun perubahan ini memerlukan waktu yang cukup lama karena nilai-nilai yang sudah ada memberikan tatanan yang
cukup kokoh pada masyarakat tersebut. Dengan adanya agenda 21 global merupakan salah satu upaya terbesar dan
terpenting yang disepakati bersama pada saat Earth Summit di Rio de Janeiro tahun 1992 untuk memperbaiki konsep pembangunan yang dulunya cenderung
hanya memperhatikan peningkatan pada sisi ekonomi saja dan mengorbankan
12 sisi lingkungan. Konsep inilah kemudian dikenal dengan konsep pembangunan
berkelanjutan sustainable development yaitu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan
saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Secara substansi
pembangunan berkelanjutan mempertimbangkan penuh pada implikasinya terhadap lingkungan, antara lain:dampaknya pada masa depan, keseimbangan isu
pembangunan lingkungan, ekonomi dan sosial. Pembangunan berkelanjutan pada Agenda 21, mewujudkan tiga pilar utama yaitu pilar ekonomi, lingkungan dan
sosial yang di dalamnya berisikan antara lain:pengentasan kemiskinan dalam konteks pembangunan berkelanjutan, degradasi lingkungan, pengambilan
keputusan dalam pembangunan berkelanjutan, pembangunan wilayah perdesaan dan pertanian yang berkelanjutan, perlindungan laut dan kelautan, alih teknologi
yang ramah lingkungan, penguatan terhadap peran kelompok-kelompok utama yang berkaitan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Pada bidang
kelautan dan perikanan dalam agenda 21 dan deklarasi Summit Johannersburg tahun 2002 yang dapat di adopsi adalah melaksanakan pembangunan kelautan
dan perikanan di wilayah pesisir dan lautan Indonesia. Menurut Dahuri 2000, pembangunan wilayah pesisir dan lautan diarahkan
pada 4 empat aspek utama, yaitu: 1 . Aspek teknis dan ekologis
Aspek teknis dan ekologis dari setiap kegiatan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan harus
memperhatikan keharmonisan spasial ruang, kapasitas assimilasi daya dukung perairan, dan pemanfaatan sumberdaya secara berkesinambungan.
2. Aspek sosial, ekonomi dan budaya Aspek ini mensyaratkan bahwa masyarakat pesisir sebagai pelaku dan
sekaligus tujuan
pembangunan wilayah
pesisir dan
lautan harus
mendapatkan manfaat terbesar dari kegiatan pembangunan tersebut. 3. Aspek sosial politik
Kegiatan pembangunan berkesinambungan khususnya di wilayah pesisir dan lautan hanya dapat dicapai apabila didukung oleh suasana politik yang
demokratis dan transparan.
13 4. Aspek hukum dan kelembagaan
Pengaturan hukum dan kelembagaan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan pada dasarnya merupakan sarana penunjang bagi
kebijakan nasional. Pemanfaatan sumberdaya ikan di dunia saat ini sudah menjadi sebuah sektor
industri pangan yang telah berkembang secara dinamis yang digerakan oleh pasar dan negara pantai yang sudah berusaha keras mengambil manfaat dari
peluang baru yang diperoleh yaitu dengan cara menanamkan modal dalam armada penangkapan dan pabrik pengolahan moderen sebagai tanggapan
terhadap permintaan internasional. Begitu juga di perairan Indonesia, dengan semakin besarnya permintaan
pasar lokal dan internasional dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan protein hewani dari ikan
serta dipicu dengan peningkatan pendapatan devisa negara dari sumberdaya ikan maka upaya
pemanfataan atas sumberdaya ini selalu meningkat sehingga dapat mengancam kelestarian sumberdaya perikanan dan kelautan.
Berdasarkan kajian
Komisi Pengkajian
Stok Ikan
Nasional KOMNASJISKAN DKP, 2001 bahwa potensi lestari sumberdaya ikan
sebesar 6,4 juta ton per tahun yang meliputi 9 sembilan wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia dengan menggolongkan ikan pelagis kecil, pelagis besar,
ikan demersal, ikan karang, udang, crustacea, cumi-cumi, saat itu beberapa di wilayah pengelolaan perikanan tersebut dengan kelompok ikan tertentu sudah
ada yang berstatus fully ekploited dan over fishing. Dilanjutkan dengan hasil kajian KOMNASJISKAN, DKP 2005 bahwa keadaan sumberdaya ikan
semakin menghawatirkan yang ditandai dengan indikator biologis dan lingkungan sehingga peningkatan dan penambahan status stok beberapa jenis
ikan pada berbagai wilayah pengelolaan perikanan dari status moderat menjadi fully eksploited
dan fully exploited menjadi over exploited. Oleh karena itu
penerapan Code of Conduct for Responsible Fisheries CCRF pada pengelolaan sumberdaya perikanan
dengan prinsip hati-hati harus ditingkatkan agar sumberdaya ikan berkelanjutan.
14
2.2 Rumpon