Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon

43 Produksi perikanan PPN Palabuhanratu tersebut merupakan 40-50 dari total produksi perikanan Kabupaten Sukabumi. Meskipun produksi perikanan di Kabupaten Sukabumi dan PPN Palabuhanratu cukup selama periode 1994-2007 cukup berfluktuatif, tetapi nilai produksinya tidak demikian. Nilai produksi ikan di Kabupaten Sukabumi periode 1994-2007 cenderung meningkat. Pada tahun 1994 berjumlah Rp 8.444.153.000,00 dan pada tahun 2007 menjadi Rp 83.785.200.000,00. Nilai produksi memang pernah menurun pada tahun 2000 Rp21.437.100,00 dibandingkan tahun 1999 Rp41.122.725,00. Namun kemudian meningkat terus hingga tahun 2007. Untuk PPN Pelabuhanratu, selama periode 1994-2007, nilai produksi ikannya cenderung meningkat yaitu dari Rp3.617.532.450,00 pada tahun 1994 meningkat menjadi Rp15.273.292.570,00 pada tahun 2003. Peningkatan nilai produksi cukup tajam terjadi pada periode 2005-2007, yaitu menjadi Rp 34.569.421.000,00 pada tahun 2007. Peningkatan nilai produksi tersebut lebih disebabkan oleh harga ikan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan dominan produksi disebabkan oleh keberadaan rumpon yang bersifat mengumpulkan ikan di lokasi seperti terlihat pada pada Gambar 3.3 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun P ro d u k s i Ik a n t o n Gambar 3.3 Perkembangan jumlah produksi perikanan laut di Pelabuhanratu

3.6 Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon

Perairan Pelabuhanratu merupakan perairan yang mempunyai ciri khas dibandingkan dengan perairan pantai lainnya yaitu lebih kurang 1-2 mil dari 44 garis pantai, perairannya sudah mempunyai kedalaman yang dalam yaitu besar dari 200 meter. Sesuai karateristik perairan ini mempunyai kesesuaian dalam usaha penangkapan ikan di laut. Sebelum tahun 2000, nelayan yang berpangkalan di PPPN Pelabuhanratu menangkap ikan di sekitar Teluk perairan Pelabuhanratu tersebut. Dengan berfluktuasinya harga BBM bahkan sampai mencapai peningkatan harga yang cukup tinggi banyak para nelayan yang tidak beroperasional ke laut karena BBM merupakan salah satu komponen biaya operasional melaut yang berkontribusi sebesar 60-70 dari biaya operasional seluruhnya. Oleh karena itu pemerintah mencanangkan program rumponisasi sebagai alternative usaha penangkapan ikan di laut. Sejalan dengan upaya pemerintah untuk peningkatan produksi perikanan laut, pengelolaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan memang sangat terandalkan. Rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dilaut, baik laut dangkal maupun laut dalam. Pemasangan tersebut dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul di sekitar rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Dengan pemasangan rumpon maka kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak lagi berburu ikan dengan mengikuti ruayanya, tetapi cukup melakukan kegiatan penangkapan ikan disekitar rumpon tersebut. Alat penangkap ikan yang dominan di lakukan di rumpon adalah jenis pancing yang diusahakan oleh nelayan kecil sampai menengah. Dari analisis ekonomi bahwa pendapatan nelayan dengan menggunakan pancing relatif lebih rendah dibandingkan dengan rawai dan payang, karena rawai, longline dan payang serta purse seine merupakan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan skala besar industri di Pelabuhanratu. Namun, biaya operasional pancing justru paling rendah dibandingkan dengan jenis alat penangkap ikan lainnya di perairan Pelabuhanratu. Selain itu, alat penangkap ikan dengan pancing lebih ramah lingkungan serta hampir tidak mempengaruhi produktivitas hasil tangkapan alat penangkap lainnya. Pancing merupakan alat tangkap yang sederhana terdiri atas mata pancing berkait, tali pancing dan umpan. Mata pancing yang dipakai memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Penentuan ukuran mata pancing menentukan ukuran ikan sasaran. Selain mata pancing, 45 umpan merupakan komponen lain yang menentukan keberhasilan dari operasi penangkapan ikan dengan menggunakan pancing. Umpan terdiri dari dua macam yaitu umpan alami natural bait dan umpan buatan artificial bait. Guna mendukung penangkapan ikan di sekitar rumpon, saat ini banyak berkembang penggunaan perahu motor dengan kapal motor, sedangkan perahu tanpa motor cenderung menurun. Jumlah perahuarmada perikanan selama periode tahun 1993-2007 cukup fluktuatif namun dengan kecenderungan meningkat. Peningkatan jumlah terbanyak terjadi pada tahun 2000 sebesar 1.441 unit, pada tahun berikutnya jumlah kapalperahu terus menurun hingga berjumlah 1.323 unit pada tahun 2006. Perahu tanpa motor cenderung menurun, yaitu dari 630 unit pada tahun 1994, menjadi 10 unit tahun 2003, dan tidak digunakan lagi tahun 2004. Penurunan jumlah perahu tanpa motor, diimbangi dengan keberadaan perahu motor tempel yang terus meningkat, yaitu dari 527 unit tahun 1994 menjadi 966 unit tahun 2006. Perahu motor tempel banyak beroperasi untuk menangkap ikan di perairan terdekat yang sebelumnya menjadi fishing ground untuk kapal motor sedang dan besar. Seiring dengan perkembangan pengelolaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan, pengusaha perikanan dan nelayan telah melakukan perbaikan dan pengembangan yang cukup berarti pada armada penangkapan yang digunakannya. Sekitar 50 dari kapal motor di Sukabumi adalah kapal yang beroperasi dengan basis di PPN Palabuhanratu. Alat penangkap ikan yang digunakan pada kapal motor adalah bagan, gill net, pancing ulur, rawai, purse seine, tuna long line dan tonda. Sejak tahun 2004 alat tangkap pancing dengan alat bantu rumpon laut dalam mulai beroperasi di perairan sebelah Selatan Palabuhanratu, yang merupakan salah satu upaya nelayan untuk mencari jenis alat penangkap ikan yang nilai produktifitasnya cukup baik dan dapat memberikan jawaban selama ini atas penurunan hasil tangkapan akibat biaya operasional yang kurang proporsional kepada nilai produksi hasil tangkapan. Model rumpon laut dalam yang berkembang di Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN Palabuhanratu adalah model rumpon yang telah diterapkan oleh Yayasan Anak Nelayan 46 Indonesia YANI – berkedudukan di PPN Palabuhanratu. Semula hanya dipasang dua unit rumpon laut dalam yang terletak di luar Teluk Palabuhanratu. Ternyata usaha pemasangan rumpon dengan alat penangkap ikan pancing cukup berhasil. Menurut YANI bahwa nilai jual ikan hasil tangkapan berkisar Rp. 8 sd 12 juta per trip, pendapatan bersih per perahu per trip rata-rata sebesar Rp. 2,5 juta, biaya operasional per trip sebesar Rp. 2 juta. Penggunaan rumpon laut dalam telah mampu meningkatkan laju penangkapan, mengingat biaya operasional dapat dikurangi 50 – 60 untuk ukuran kapal yang sama karena waktu yang diperlukan dalam mencari gerombolan ikan relatif singkat, sehingga frekuensi operasi penangkapan lebih banyak. Melihat keberhasilan YANI dan adanya dugaan sebagian nelayan lokal bahwa pemasangan rumpon menyebabkan hasil tangkapan non rumponisasi mengalami penurunan hasil. Dugaan para nelayan lokal tersebut memicu terjadi konflik. Konflik tersebut telah menimbulkan hilang dan rusaknya rumpon dan alat tangkap baik nelayan yang memanfaatkan rumpon maupun yang tidak. Pemerintah Daerah dan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu telah berhasil mengatasi konflik tersebut dengan cara musyawarah yakni melibatkan nelayan non rumponisasi untuk bergabung memanfaatkan rumpon. Namun biaya investasi rumpon yang cukup besar sehingga rumpon hanya dapat dilakukan dengan kerjasama dengan pemilik modal sehingga tidak semua nelayan juga yang tertampung untuk memanfaatkan rumpon, sehingga pemasangan rumpon dialihkan ke perairan Barat Daya perairan Pelabuhanratu, ZEE Samudera Hindia. Saat ini jumlah rumpon yang dipasang sebanyak 22 unit dengan ukuran kapal yang digunakan untuk alat tangkap pancing dengan alat bantu rumpon adalah kapal motor yang berukuran 10 GT. Pada tahun 2007 jumlah kapal motor yang menggunakan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu sebagai fishing base sebanyak 160 unit kapal dengan jumlah rumpon yang terpasang sebanyak 22 unit di kedalaman 400 – 2.000 meter. Koordinat penempatan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu seperti terlihat pada Lampiran 3, dan bentuk rumpon yang digunakan di barat Daya perairan Pelabuhanratu dapat dilihat pada Lampiran 5. Sejak tahun 2000- 2004 produktivitas alat penangkap 47 ikan sebelum adanya rumpon di PPN Pelabuhanratu berfluktuasi, seperti terlihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Produktivitas Kgtrip Alat Penangkap Ikan Periode Tahun 2000-2004 di Pelabuhanratu Kgtrip Jenis Alat Penangkap Ikan Tahun 2000 Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004 Payang 628 688 312 425 328 Rampus 200 242 93 162 75 Trammel net 4 9 10 Bagan 69 87 97 482 404 Gill net 746 338 599 886 249 Pancing ulur 165 222 21 77 172 Rawai 892 26 27 1.613 1.494 Purse seine 172 781 153 Tuna Long line 2.675 2199 Sumber; DKP 2007 Pada periode tahun 200-2004 tersebut di perairan Pelabuhan Pelabuhanratu belum berkembang rumponisasi. Pada tahun 2005- 2007, alat bantu penangkap ikan rumpon telah berkembang sehingga produktivitas alat penangkap ikan di perairan Pelabuhanratu mempunyai kecenderungan seperti pada Tabel 3.4 Tabel 3.4 Produktivitas Kgtrip Alat Penangkap Ikan Periode Tahun 2005- 2007 di Pelabuhanratu. Kgtrip Jenis Alat Penangkap Ikan Tahun 2005 Tahun 2007 Payang 454 210 Rampus 45 67 Trammel net 28 6 Bagan 374 363 Gill net 464 881 Pancing ulur 211 258 Rawai 880 1.345 Purse seine 1.219 14.049 Tuna Long line 5.095 4.119 Tonda 984 1.172 Sumber; DKP 2007 48 System pengelolaan rumpon saat ini modal awal rumpon adalah bantuan dari pemerintah dalam operasionalnya sebagian besar dibiayai oleh pengusaha perikanan. Hasil penjualan tangkapan akan dibagi sebanyak 60 untuk pengusaha dan 40 untuk nelayan dan kemudian dikurangi 5 untuk biaya pemeliharaan rumpon kelompok. Ikan hasil tangkapan alat tangkap pancing rumpon dipasarkan dalam bentuk segar dan hasil olahan pindang, mutu ikan hasil tangkapan berkualitas ikan ekspor karena ikan-ikan tuna langsung ditangani mutunya diatas kapal, kapalnya memiliki palkah berinsulasi baik dan menggunakan es yang cukup. Harga ikan jauh lebih baik biasanya harga tuna hanya Rp. 5.000 – Rp. 6.000 per kg dengan hsil rumpon harga tuna berkualitas ekspor menjadi Rp. 15.000 – Rp. 20.000 pe kg. Terlepas dari jumlah dan nilai produksi perikanan yang cenderung meningkat, komposisi armada perikanan perlu diatur tidak hanya sesuai dengan daya dukung pelabuhan tetapi juga sesuai dengan daya dukung sumberdaya perikanan di kawasan. Di samping itu, juga perlu diperhatikan jenis-jenis alat tangkap yang digunakan dan diharapkan yang mempunyai selektivitas tinggi dan ramah lingkungan. Hal ini disebabkan daya jangkau penangkapan ikan untuk jenis kapal tersebut relatif jauh dan secara alamiah akan terjadi pergeseran fishing ground ke arah luar Teluk Pelabuhanratu perairan ZEEI dengan sumberdaya perikanannya yang masih melimpah, apalagi bila pengelolaan rumpon berkembang baik dan berkelanjutan. Dalam kaitan dengan bahan bakar minyak BBM yang merupakan 60 – 70 dari komponen biaya operasional penangkapan ikan di Pelabuhanratu, keberadaan rumpon sangat membantu nelayan untuk menghemat BBM tersebut dalam melaut. Kenaikan harga BBM yang pernah terjadi pada beberapa tahun terakhir ini, menambah beban kehidupan bagi masyarakat nelayan terutama nelayan kecil, di Pelabuhanratu. Yang jelas dirasakan adalah sebagian besar penghasilan nelayan menurun. Untuk mensiasati penghematan penggunaan BBM yang merupakan komponen dominan komponen biaya operasional penangkapan ikan, maka pengusaha perikanan dan nelayan di Pelabuhanratu dapat telah mencoba mengusahakan rumpon secara tepat guna. 49 Tabel 3.5 Penggunaan BBM untuk beberapa unit penangkapan ikan di Pelabuhanratu Biaya Operasional Rptrip No. Jenis Unit Penangkapan Biaya Total Biaya BBM Rasio BBM dari Biaya 1 Pancing 1,951,667 1,266,667 64.90 2 Rawai 17,300,000 11,616,667 67.15 3 Payang 14,741,667 9,566,667 64.90 4 Purse Seine 15,363,333 9,333,333 60.75 Sumber : Hasil analisis data lapang 2008 Akan tetapi dalam perkembangannya, pemasangan rumpon selain menimbulkan efek positif juga menimbulkan beberapa masalah, antara lain akibat pemasangan rumpon yang tidak teratur dan lokasi yang berdekatan dapat merusak pola ruaya ikan yang berimigrasi jauh sehingga mengganggu keseimbangan dan konflik antar nelayan, kemudahan penangkapan ikan dengan menggunakan rumpon dapat menimbulkan overfishing, dan lain-lain. Terlepas dari itu, semua pengelolaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan di Pelabuhanratu telah berkembang dengan baik dan hasil nyatanya untuk membantu nelayan kecil dan menengah dalam penangkapan ikan cukup jelas dan memuaskan. Saat ini, tinggal diupayakan bagaimana pengelolaan rumpon di perairan Pelabuhanratu dapat berkelanjutan dan apakah semua dimensi pengelolaan yang ada di Pelabuhanratu mendukung keberlanjutan pengelolaan rupon di kawasan.

3.7 Fasilitas Pendukung Kegiatan Perikanan di Pelabuhanratu