sebanyak 48,06 kg dan 40,84 kg TSP di Desa Tanjung Pasir, 42,12 kg urea dan 15,64 kg TSP di Desa Tanjung Baru untuk 1 ha lahan Tambak.
c. Setelah lahan siap digunakan, kemudian setiap petakan tambak di isi air setinggi 30 – 40 cm, selanjutnya benih siap untuk ditebar.
6.2.2. Masa Pemeliharaan
Masa pemeliharaan dimulai sejak benur ditebar dalam petakan tambak, pemeliharaan ini berlangsung selama kurang lebih 4 sampai dengan 6 bulan.
Petambak di Kecamatan Tanah Merah menggunakan sistem tradisional plus dan semi intensif. Desa Tanjung Pasir menggunakan sistem semi intensif dengan
padat penebaran berkisar 45.321 ekor per ha, dengan Survival Rate SR sebesar 66,5. Di Desa Tanjung Baru menggunakan sistem tradisional plus dengan padat
penebaran berkisar 18.787 ekor per ha dengan Survival Rate SR sebesar 31,6. Petambak di daerah ini tidak hanya mengandalkan pakan alami tetapi juga
menggunakan pakan tambahan berupa pellet. Pemberian pakan tambahan biasanya dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu di waktu pagi dan sore. Pakan
yang diberikan berdasarkan hasil sampling dari bobot udang tiap minggu. Proses pergantian air dilakukan satu kali dalam satu minggu yaitu di waktu pagi atau sore
hari, tergantung kondisi perairan tambak.
6.2.3. Masa Pemanenan
Masa pemanenan adalah akhir dari 1 siklus kegiatan budidaya udang windu. Selama kurang lebih 4 bulan udang sudah siap dipanen, dengan ukuran
size standar 30. Pemanenan biasa menggunakan jaring, togok atau serok yang
dilakukan secara total. Petambak di lokasi penelitian biasanya melakukan pemanenan di waktu pagi hari dengan persiapan pada malam harinya. Proses
pemanenan dimulai dari pembuangan air ke luar tambak.
6.3. Hasil Produksi dan Pemasaran 6.3.1. Hasil Produksi
Hasil produksi kegiatan budidaya tambak udang windu di lokasi penelitian pada umumnya tidak selalu sama dari satu siklus dengan siklus berikutnya. Hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, yaitu kondisi lahan dan air, kualitas benih dan ketersediaan pakan alami di perairan tambak. Rata-rata dalam
satu siklus hasil produksi tambak di Desa Tanjung Pasir bisa mencapai 266,83 kg per siklus dengan hasil produksi tertinggi 465 kg dan terendah 80 kg per siklus.
Untuk Desa Tanjung Baru rata-rata satu siklus produksi mencapai 198 kg per siklus dengan hasil produksi tertinggi 250 kg dan terendah sebanyak 100 kg per
siklus.
6.3.2. Pemasaran Hasil Produksi
Sistem pemasaran di lokasi penelitian yaitu petambak langsung menjual hasil produksinya ke pedagang pengumpul yang berada di Desa Tanjung Baru.
Jarak dari tambak udang ke pedagang pengumpul rata-rata 1 km sampai dengan 4 km. Umumnya pembudidaya mengangkut hasil panennya dengan menggunakan
perahu motor. Alat transportasi tersebut rata-rata memiliki kapasitas 1.000 kg. Biaya transportasi yang dikeluarkan dalam kegiatan pemasaran hasil produksi
udang windu di Desa Tanjung Pasir adalah sebesar Rp15.000,00 sampai dengan Rp30.000,00, sedangkan di Desa Tanjung Baru sebesar Rp25.000,00 sampai
dengan Rp40.000,00. Harga jual udang windu tergantung ukuran sizenya. Ukuran size udang windu di lokasi penelitian antara size 30 sampai dengan size
20, dengan harga rata-rata Rp60.982,00 per kg dimana harga tertinggi Rp65.000,00 per kg dan harga terendah Rp54.000,00 per kg untuk Desa Tanjung
Pasir. Harga rata-rata di Desa Tanjung Baru Rp54.242,00 per kg dengan harga tertinggi Rp60.000,00 per kg dan harga terendah Rp45.000,00 per kg.
6.4. Analisis Permintaan dan Nilai dari Lahan Tambak
Analisis permintaan digunakan untuk menghitung atau mengestimasi perubahan surplus konsumen dan produsen yang terkait dengan perubahan
sumberdaya yang diminta. Hasil analisis regresi berganda terhadap variabel yang diduga berpengaruh pada permintaan lahan tambak di Kecamatan Tanah Merah,
Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru, antara lain harga lahan tambak Px, umur X
1
, pendidikan X
2
, pendapatan X
3
, jumlah anggota Keluarga X
4
dan pengalaman usaha X
5
.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan model kuadrat terkecil Ordinary Least Square
diperoleh nilai koefisien regresi dari variabel yang diduga berpengaruh terhadap permintaan lahan tambak. Secara lengkap data hasil
pendugaan koefisien regresi dengan metode OLS untuk Desa Tanjung Pasir disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil Usaha Tambak Udang di Desa Tanjung Pasir Tahun 2007
No. Peubah Koefisien
Regresi
1. Intercept
-1.20613 2. P
x
Harga lahan -0.0679
3. X
1
Umur responden 0.089058
4. X
2
Pendidikan 0.000296 5. X
3
Pendapatan 1.228058 6. X
4
Jumlah anggota Keluarga -0.02583
7. X
5
Pengalaman usaha 0.006665
Sumber: Diolah dari Data Primer, 2007
Keterangan : R Square r
2
= 0,97304 = nyata pada selang kepercayaan = 99
Adjusted R Square = 0,968422
Standar Error = 0,119742
F
hitung
= 210,5624
Besarnya nilai R Square tersebut menunjukkan bahwa permintaan lahan dipengaruhi oleh variabel-variabel input tersebut sebesar 97, sedangkan sisanya
sebesar 3 dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dihitung. Berdasarkan hasil metode OLS diperoleh nilai Adjusted R Square sebesar 0,96,
hal ini berarti apabila ditambahkan lagi variabel lain maka nilai R Square nya menjadi 96.
Berdasarkan nilai F
hitung
diperoleh nilai sebesar 210,5624. Apabila nilai F
tabel
adalah 2,34, maka nilai F
hitung
lebih besar daripada nilai F
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95 yang artinya faktor input secara serentak berpengaruh
nyata terhadap output atau permintaan lahan. Nilai t
hitung
untuk variabel harga lahan P
x
adalah -0,4918 dengan nilai peluang 0,6258. Apabila nilai t
tabel
adalah 1,70, maka nilai t
hitung
lebih kecil daripada nilai t
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang
dihasilkan.
Nilai t
hitung
untuk variabel umur petambak X
1
adalah 0,6539 dengan nilai peluang 0,5174. Apabila nilai t
tabel
adalah 1,70, maka nilai t
hitung
lebih kecil daripada nilai t
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang
dihasilkan. Nilai t
hitung
untuk variabel pendidikan petambak X
2
adalah 0,00707 dengan nilai peluang 0,99439. Apabila nilai t
tabel
adalah 1,70, maka nilai t
hitung
lebih kecil daripada nilai t
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang
dihasilkan. Nilai t
hitung
untuk variabel pendapatan petambak X
3
adalah 13,3366 dengan nilai peluang 2,7722. Apabila nilai t
tabel
adalah 1,70, maka nilai t
hitung
lebih besar daripada nilai t
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap permintaan lahan yang
dihasilkan. Nilai t
hitung
untuk variabel jumlah anggota keluarga petambak X
4
adalah -0,5434 dengan nilai peluang 0,5902. Apabila nilai t
tabel
adalah 1,70, maka nilai t
hitung
lebih kecil daripada nilai t
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan
lahan yang dihasilkan. Nilai t
hitung
untuk variabel pengalaman usaha petambak X
5
adalah 0,1186 dengan nilai peluang 0,9062. Apabila nilai t
tabel
adalah 1,70, maka nilai t
hitung
lebih kecil daripada nilai t
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang
dihasilkan. Berdasarkan analisis OLS diperoleh nilai koefisien regresi dengan
persamaan linear sebagai berikut: ln Q
= -1,20613 – 0,0679lnPx + 0,089058ln X
1
+ 0,000296 ln X
2
+ 1,228058 ln X
3
– 0,02583 ln X
4
+ 0,006665 ln X
5
………………………… 6.1 Persamaan 6.1 disederhanakan lagi, dengan mentraspormasikan variabel
X
1
sampai dengan X
5
yang dirata-ratakan ke persamaan 6.2, karena sesuai
Luas Lahan Ha
dengan teori permintaan lahan dipengaruhi oleh harga lahan itu sendiri, sehingga persamaan 6.1 menjadi:
ln Q = 0.670917-0.0679lnPx …………………………. 6.2
atau Q
= 1.956029Px
-0.0679
……………………………... 6.3
atau
72689937 ,
14
89121 ,
19545 Q
Px =
........................................................ 6.4
Berdasarkan persamaan 6.3, terlihat bahwa nilai elastisitas permintaan terhadap lahan tambak di Desa Tanjung Pasir sebesar – 0,0679. Nilai tersebut
berarti bahwa setiap terjadi kenaikan nilai harga lahan sebesar satu rupiah, akan menurunkan permintaan lahan sebesar 0,0679 ha. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa permintaan terhadap lahan di Desa Tanjung Pasir tidak elastis. Dengan menggunakan program Maple 9,5 dapat disajikan kurva
permintaan lahan, nilai surplus konsumen dari permintaan lahan dan nilai ekonomi untuk total pemanfaatan lahan tambak udang di Desa Tanjung Pasir yang
terdapat pada Lampiran 3. Kurva permintaan lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Kurva Permintaan Lahan Tambak Udang Windu dari Hubungan Antara Harga Lahan dan Luas Lahan di Desa
Tanjung Pasir.
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Gambar 11 memberikan informasi tentang konsumen surplus dari permintaan terhadap lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir, dengan
persamaan sebagai berikut:
H arga Lahan
RpH a
∫
=
2 1
q q
dq Q
Px CS
.................................................................... 6.5
atau 56
, 66
89121 ,
19545
4 25
. 1
72689937 ,
14
= =
∫
Q CS
Konsumen surplus dari permintaan terhadap lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir adalah sebesar 66,56, berarti setiap petambak yang ada di
Desa Tanjung Pasir bersedia mengolah lahan tambak sampai dengan 66,56 ha, sehingga jumlah permintaan lahan tambak untuk seluruh responden adalah
2.795,52 ha, sedangkan nilai ekonomi pemanfaatan lahan tambak udang di Desa Tanjung Pasir didapatkan dari perkalian antara jumlah pemanfaatan lahan dengan
rata-rata harga lahan tambak. Harga rata-rata lahan tambak di Desa Tanjung Pasir adalah Rp2.461.904,76 per ha, sehingga didapatkan nilai ekonomi pemanfaatan
lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir sebesar Rp163.862.746,11. Berdasarkan hasil analisis menggunakan model kuadrat terkecil OLS
diperoleh nilai koefisien regresi dari variabel yang diduga berpengaruh terhadap permintaan lahan tambak. Untuk Desa Tanjung Baru, secara lengkap data hasil
pendugaan koefisien regresi dengan metode OLS disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil Usaha Tambak Udang di Desa Tanjung Baru Tahun 2007
No. Peubah Koefisien
Regresi
1. Intercept
0.262129 2. P
x
Harga lahan -0.51532
3. X
1
Umur responden 0.18976
4. X
2
Pendidikan -0.03516
5. X
3
Pendapatan 0.26842 6. X
4
Jumlah anggota keluarga -0.04768
7. X
5
Pengalaman usaha -0.13484
Sumber: Diolah dari Data Primer, 2007 Keterangan :
R Square r
2
= 0.691014
= nyata pada selang kepercayaan = 99 Adjusted R Square = 0.619709
Standar Error = 0.108865
F
hitung
= 9.691029
Besarnya nilai R Square tersebut menunjukkan bahwa permintaan lahan dipengaruhi oleh variable-variabel input tersebut sebesar 69 sedangkan sisanya
sebesar 31 dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dihitung. Berdasarkan hasil metode OLS diperoleh nilai Adjusted R Square sebesar 0,62,
hal ini berarti apabila ditambahkan lagi variabel lain, maka nilai R Square nya menjadi 62.
Berdasarkan nilai F
hitung
diperoleh nilai sebesar 9,691029. Apabila nilai F
tabel
adalah 3,47 maka nilai F
hitung
lebih besar daripada nilai F
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95 yang artinya faktor input secara serentak berpengaruh
nyata terhadap output atau permintaan lahan. Nilai t
hitung
untuk variabel harga lahan P
x
adalah -6,58362 dengan nilai
peluang 0,00000006. Apabila nilai t
tabel
adalah 1,71, maka nilai t
hitung
lebih kecil daripada nilai t
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang
dihasilkan. Nilai t
hitung
untuk variabel umur petambak X
1
adalah 0,924779 dengan nilai peluang
0,363585. Apabila nilai t
tabel
adalah 1,71, maka nilai t
hitung
lebih kecil daripada nilai t
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang
dihasilkan. Nilai t
hitung
untuk variabel pendidikan petambak X
2
adalah -0,67813
dengan nilai peluang 0,503677. Apabila nilai t
tabel
adalah 1,71, maka nilai t
hitung
lebih kecil daripada nilai t
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap permintaan lahan yang
dihasilkan. Nilai t
hitung
untuk variabel pendapatan petambak X
3
adalah 2,601885 dengan nilai peluang 0,015104. Apabila nilai t
tabel
adalah 1,71, maka nilai t
hitung
lebih kecil daripada nilai t
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap permintaan lahan yang
dihasilkan. Nilai t
hitung
untuk variabel jumlah anggota keluarga petambak X
4
adalah -0,56446 dengan nilai peluang 0,577277. Apabila nilai t
tabel
adalah 1,71, maka nilai t
hitung
lebih kecil daripada nilai t
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap
permintaan lahan yang dihasilkan.
Nilai t
hitung
untuk variabel pengalaman usaha petambak X
5
adalah -1,77363 dengan nilai peluang 0,08784. Apabila nilai t
tabel
adalah 1,71, maka nilai t
hitung
lebih kecil daripada nilai t
tabel
pada taraf kepercayaan sebesar 95. Hal ini berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap
permintaan lahan yang dihasilkan. Berdasarkan analisis OLS diperoleh nilai koefisien regresi dengan
persamaan linear sebagai berikut: ln Q = 0.262129 -0.51532 lnPx + 0.18976 ln X
1
- 0.03516ln X
2
+ 0.2684lnX
3
-0.04768 lnX
4
-0.13484ln X
5
………………………… 6.6 Persamaan 6.6 disederhanakan lagi, dengan mentraspormasikan variabel
X
1
sampai dengan X
5
yang dirata-ratakan ke persamaan 6.7, karena sesuai dengan teori permintaan lahan dipengaruhi oleh harga lahan itu sendiri, sehingga
persamaan 6.6 menjadi: ln Q = 0.915255-0.51532 lnPx ………………………….
6.7 atau
Q = 2.497413 Px
-0.51532
……………………………... 6.8
atau
940541799 ,
1
906723430 ,
5 Q
Px =
........................................................ 6.9 Berdasarkan persamaan 6.8, terlihat bahwa nilai elastisitas permintaan
terhadap lahan tambak di Desa Tanjung Baru sebesar –0,51532. Nilai tersebut berarti bahwa setiap terjadi kenaikan nilai harga lahan sebesar satu rupiah, akan
menurunkan permintaan lahan sebesar 0,51532 ha. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa permintaan terhadap lahan di Desa Tanjung Baru lebih elastis
dibandingkan dengan elastisitas di Desa Tanjung Pasir. Dengan menggunakan program Maple 9,5 dapat disajikan kurva
permintaan lahan, nilai surplus konsumen dari permintaan lahan dan nilai ekonomi untuk total pemanfaatan lahan tambak udang di Desa Tanjung Baru yang
terdapat pada Lampiran 5. Kurva permintaan lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Baru disajikan pada Gambar 12.
Luas Lahan ha
Gambar 12. Kurva Permintaan Lahan Tambak Udang Windu dari Hubungan Antara Harga Lahan dan Luas Lahan di Desa
Tanjung Baru.
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Pada Gambar 12 memberikan informasi tentang konsumen surplus dari permintaan terhadap lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Baru, dengan
persamaan sebagai berikut:
∫
=
2 1
q q
dq Q
Px CS
.................................................................... 6.10
atau 96
, 4
906723430 ,
5
2 75
, 940541799
, 1
= =
∫
Q CS
Konsumen surplus dari permintaan terhadap lahan tambak udang windu di Desa Tanjung Baru adalah sebesar 4,96, dimana artinya setiap pembudidaya yang
ada di Desa Tanjung Baru bersedia mengolah lahan sampai 4,96 ha, sehingga jumlah permintaan lahan tambak untuk seluruh responden adalah 163,68 ha,
sedangkan nilai ekonomi pemanfaatan lahan tambak udang di Desa Tanjung Baru didapatkan dari perkalian antara jumlah pemanfaatan lahan dengan rata-rata harga
lahan tambak. Harga rata-rata lahan tambak di Desa Tanjung Baru adalah Rp1.248.484,85 per ha, sehingga didapatkan nilai ekonomi pemanfaatan lahan
tambak udang windu di Desa Tanjung Baru sebesar Rp6.191.627,23.
6. 5. Analisis Nilai Land Rent
Dalam penelitian ini, nilai land rent yang dimaksudkan adalah nilai surplus suatu bidang lahan yang didapat dari penggunaan lahan tersebut untuk
kegiatan ekonomi tertentu, yaitu untuk kegiatan budidaya udang windu. Teori
H arga
La han
R pha
Ricardian land rent menyatakan bahwa rente ekonomi dari sebidang lahan ditentukan oleh kesuburan dan jarak lahan ke pusat pasar, dimana dalam
penelitian ini dilakukan pembahasan mengenai faktor kesuburan dan faktor jarak lahan di Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru ke pedagang pengumpul
yang berada di Desa Tanjung Baru.
6.5.1. Produktivitas Lahan
Produktivitas diartikan sebagai jumlah produksi per satuan luas. Produktivitas digunakan sebagai indikator tingkat kesuburan lahan, dimana jika
tingkat produktivitas suatu lahan labih tinggi dibandingkan dengan lahan yang lain, maka dapat dikatakan bahwa lahan tersebut memiliki tingkat kesuburan yang
lebih tinggi. Dengan demikian surplus produksi dari lahan tersebut dengan lahan yang lain itu dinamakan sebagai land rent.
Hasil dari pengolahan data penelitian, memberikan informasi bahwa produktivitas rata-rata tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir adalah sebesar
133,16 kg per ha dengan luas lahan rata-rata 2,2 ha dan produksi rata-rata sebesar 266,83 kg. Menurut data responden dari luasan yang paling besar yaitu 4 ha
menghasilkan produksi 465 kg per siklus produksi, sehingga produktivitasnya adalah 116,25 kg per ha dan yang paling rendah dengan luasan sebesar 0,4 ha
menghasilkan produksi 80 kg per siklus produksi, sehingga produktivitasnya adalah 200 kg per ha.
Sementara di Desa Tanjung Baru, produktivitas rata-rata adalah sebesar 87,76 kg per ha dengan luas lahan rata-rata 2,3 ha dan produksi rata-rata sebesar
198 kg. Menurut data responden dari luasan yang paling besar yaitu 3 ha menghasilkan produksi 250 kg per siklus produksi, sehingga produktivitasnya
adalah 83,33 kg per ha dan yang paling rendah dengan luasan sebesar 1.8 ha menghasilkan produksi 100 kg per siklus produksi, sehingga produktivitasnya
adalah 55,55 kg per ha. Tabel 17 menyajikan nilai produktivitas rata-rata lahan tambak di masing-masing unit analisis dan diilustrasikan pada Gambar 13.
Tabel 17. Nilai Produktivitas Lahan Tambak Udang di Masing-Masing Unit Analisis
Produktivitas kgha Desa Luas
Lahan Rata-rataha
Produksi Rata-rata kg
Kisaran Rata-rata
Tanjung Pasir 2,2
266,83 116,25-200,00
133,16 Tanjung Baru
2,3 198,00
55,55-83,33 87,76
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Gambar 13.Produktivitas Lahan Tambak Udang Windu di Masing-Masing
Unit Analisis
6.5.2. Biaya Produksi
Biaya produksi dalam kegiatan budidaya tambak udang terdiri atas biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi.
1. Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja merupakan perkalian dari jumlah tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. Biaya tenaga kerja budidaya tambak udang di Kecamatan
Tanah Merah dibedakan dalam tiga bagian yaitu masa persiapan, masa pemeliharaan dan masa pemanenan. Total biaya tenaga kerja merupakan
penjumlahan dari keseluruhan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dalam masa produksi. Data mengenai biaya tenaga kerja untuk kegiatan budidaya udang di
masing-masing unit analisis terlihat dalam Tabel 18.
133,16 87,76
20 40
60 80
100 120
140
P ro
dukt iv
it a
s kg
ha
1 2
Tanjung Pasir Tanjung Baru
Tabel 18. Biaya Tenaga Kerja Kegiatan Budidaya Tambak Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis
Kegiatan Satuan Besaran
Biaya Satuan
Rp Total Biaya
Rp Desa Tanjung Pasir
1. Persiapan HOK
39.22 30.000,00
1.176.674,00 2. Pemeliharaan
HOK 36.63
30.000,00 1.098.920,00
3. Pemanenan HOK
11.32 30.000,00
339.525,00
Total Biaya 2.615.119,00 Desa Tanjung Baru
1. Persiapan HOK
71.69 20.000,00
1.433.903,00 2. Pemeliharaan
HOK 36.16
20.000,00 723.259,00
3. Pemanenan HOK
13.14 20.000,00
262.812,00
Total Biaya 2.419.974,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Tabel 18 menunjukkan biaya tenaga kerja per 1 ha luasan lahan tambak. Dari data tersebut diketahui bahwa rata-rata total biaya tenaga kerja di Desa
Tanjung Pasir yaitu Rp2.615.119,00 per ha per siklusnya yang terdiri atas masa persiapan sebesar Rp1.176.674,00, masa pemeliharaan sebesar Rp1.098.920,00,
dan masa pemanenan sebesar Rp339.525,00. Untuk Desa Tanjung Baru rata-rata total biaya tenaga kerja sebesar Rp2.419.974,00 per Ha per siklusnya yang terdiri
atas masa persiapan sebesar Rp1.433.903,00, masa pemeliharaan sebesar Rp723.259,00, dan masa pemanenan sebesar Rp262.812,00. Nilai rata-rata output
per input per ha di Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru berbeda, hal ini disebabkan luas lahan tambak per ha di Desa Tanjung Baru lebih besar sehingga
tenaga kerja dan waktu yang dibutuhkan juga lebih banyak. Tabel 19 menampilkan total biaya tenaga kerja per ha per siklus produksi kegiatan
budidaya udang windu di masing-masing unit analisis dan diilustrasikan pada Gambar 14.
Tabel 19. Total Biaya Tenaga Kerja Per ha Per Siklus Produksi Kegiatan Budidaya Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis
Desa Biaya Tenaga Kerja Rpha
Desa Tanjung Pasir 2.615.119,00
Desa Tanjung Baru 2.419.974,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Gambar 14. Biaya Tenaga Kerja per ha per Siklus Produksi Kegiatan
Budidaya Udang Windu di Lokasi Penelitian
2. Biaya
Input Produksi
Biaya input produksi kegiatan budidaya udang windu antara lain terdiri atas biaya pembelian benih benur, pupuk urea, TSP, obat-obatan, pakan, kapur,
saponin, kaporit, biaya operasional genset dan pompa. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa biaya sarana produksi budidaya udang windu di
masing-masing unit analisis berbeda. Tabel 20 menginformasikan jenis dan besarnya biaya sarana produksi di lokasi penelitian.
Tabel 20. Biaya Sarana Produksi Kegiatan Budidaya Tambak Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis
Biaya sarana produksi Satuan
Besaran Biaya Satuan
Rp Total Biaya
Rp Desa Tanjung Pasir
1. Benih Ekor
23.245,14 65,36
1.519.236,00 2. Urea
Kg 48,06
2.500,00 120.140,39
3. TSP Kg
40,84 3.000,00
122.527,00 4. Obat
Liter 2,40
29.845,24 71.551,22
5. Pakan Kg
56,55 10.940.48
618.739,46 6. Kapur
Kg 45,38
1.700,12 77.166,31
7. Saponin Kg
22,72 4.545,24
103.249,55 8. Kaporit
Kg 11,15
10.297,62 114.875,17
9. Oprasional genset Liter
115,33 5.119,05
590.404,20
Total 3.337.889,20 Desa Tanjung Baru
1. Benih Ekor
8.147,18 51,52
419.702,94 2. Urea
Kg 42,12
2.500,00 105.289,09
3. TSP Kg
15,64 3.000,00
46.911,96 4. Obat
Liter 1,31
30.000,00 39.421,81
5. Pakan Kg
21,94 11.000,00
241.392,90 6. Kapur
Kg 39,42
1.700,00 67.017,08
7. Saponin Kg
18,90 4.000,00
75.584,76 8. Kaporit
Kg 8,99
10.000,00 89.881,73
Total 1.085.202,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
2.615.199
2.419.974
2300000 2350000
2400000 2450000
2500000 2550000
2600000 2650000
B ia
ya T en
ag a K
er ja
R p
H a
1 2
Tanjung Pasir Tanjung Baru
Tabel 20 menjelaskan biaya input produksi per 1 ha luasan lahan tambak dalam satu siklus produksi. Dari data tersebut diketahui bahwa total biaya input
produksi budidaya tambak di Desa Tanjung Pasir yaitu Rp3.337.889,20 per ha per siklus produksi, sementara di Desa Tanjung Baru total biaya input produksi
mencapai Rp1.085.202,00 per ha per siklus produksi. Nilai rata-rata output per input per ha di Desa Tanjung Pasir lebih besar dari pada di Desa Tanjung Baru,
hal ini disebabkan di Desa Tanjung Pasir menggunakan sistem semi intensif, sehingga membutuhkan sarana produksi lebih banyak dibandingkan dengan Desa
Tanjung Baru. Apabila dibandingkan dengan Desa Tanjung Pasir, total biaya input
produksi di Desa Tanjung Baru nilainya juga lebih kecil. Hal ini disebabkan kegiatan budidaya udang windu di Desa Tanjung Baru bersifat tradisional, tidak
menggunakan sarana genset, sehingga dalam struktur biaya tidak terdapat biaya oprasional genset. Tabel 21 menampilkan data total biaya input produksi per ha
per siklus produksi dan diilustrasikan pada Gambar 15.
Tabel 21. Total Biaya Sarana Produksi Per ha Per Siklus Produksi Budidaya Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis
Desa Biaya Sarana Produksi Rpha
Tanjung Pasir 3.337.889,20
Tanjung Baru 1.085.202,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Gambar 15. Total Biaya Sarana Produksi Per ha Per Siklus Produksi
Budidaya Udang Windu di Masing-masing Unit Analisis
3.337.889,2
1.085.202
500000 1000000
1500000 2000000
2500000 3000000
3500000
Bi aya S
a ra
n a
P ro
duks i
R p
H a
1 2
Tanjung Pasir Tanjung Baru
Berdasarkan hasil analisis struktur biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi di atas, dapat diketahui besarnya biaya produksi kegiatan budidaya
Udang Windu di masing-masing unit analisis. Biaya produksi per ha per siklus kegiatan budidaya tambak udang windu di lokasi penelitian pada umumnya diatas
Rp3.000.000,00. Total biaya di Desa Tanjung Pasir sebesar Rp5.953.008,00 per ha per siklus, dan di Desa Tanjung Baru sebesar Rp3.505.176,00 per ha per siklus.
Besarnya biaya produksi kegiatan budidaya Udang Windu di masing-masing unit analisis terlihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Total Biaya Produksi Budidaya Tambak Udang Windu di Masing- Masing Unit Analisis
Desa Biaya Tenaga
Kerja Rp Biaya Sarana
Produksi Rp Total Biaya
Produksi Rp
Tanjung Pasir 2.615.119,00
3.337.889,20 5.953.008,00
Tanjung Baru 2.419.974,00
1.085.202,00 3.505.176,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
6.5.3. Biaya Transportasi
Dalam analisis nilai land rent, faktor jarak lokasi lahan tambak dinilai akan mempengaruhi besarnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan, sehingga
akan berpengaruh terhadap besarnya nilai land rent dari pemanfaatan lahan tersebut. Hasil penelitian mendapatkan bahwa petambak di lokasi penelitian
umumnya memasarkan hasil produksinya ke pedagang pengumpul yang berada di Tanjung Baru yang nantinya akan di bawa ke daerah Moro Kabupaten Tanjung
Balai Karimun Provinsi Kepulauan Riau, yang seterusnya akan di ekspor ke Negara Singapura.
Jarak rata-rata dari tambak di lokasi penelitian ke pedagang pengumpul adalah 2,3 km untuk Desa Tanjung Pasir, dan 3,4 km untuk Desa Tanjung Baru.
Untuk mengangkut hasil produksi dari tambak ke pedagang pengumpul, petambak menggunakan perahu motor dengan kapasitas maksimal adalah 1.000 kg atau 1
ton. Biaya yang dilekuarkan untuk satu kali pengangkutan adalah antara Rp15.000,00 sampai dengan Rp30.000,00 untuk biaya pengangkutan dari Desa
Tanjung Pasir dan Rp25.000,00 sampai dengan Rp40.000,00 untuk biaya pengangkutan dari Desa Tanjung Baru.
Jarak berbanding lurus dengan biaya transportasi dalam arti semakin jauh jarak lokasi dari pusat pasar, maka semakin besar pula biaya transportasi yang
dikeluarkan. Dari data hasil penelitian tersebut di atas, dapat dibuktikan bahwa faktor jarak berbanding lurus terhadap besarnya biaya transportasi. Data
mengenai besarnya biaya transportasi untuk mengangkut udang windu ke pedagang pengumpul dari masing-masing unit analisis terdapat pada Tabel 23.
Tabel 23. Biaya Transportasi dari Masing-Masing Unit Analisis ke Pedagang Pengumpul
Unit Analisis Jarak km
Ongkos Rata- rataRp
Produksi Rata-Rata
kg Biaya Transportasi
Rpkgkm
Tanjung Pasir 2,3
24.285,71 266,83
40,24 Tanjung Baru
3,4 32.606,06
198,00 48,56
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Tabel 23 menjelaskan bahwa jarak rata-rata dari tambak di Desa Tanjung Pasir ke pedagang pengumpul yaitu sebesar 2,3 km dengan ongkos rata-rata yang
dikeluarkan oleh petambak sebesar Rp24.285,71 dan biaya transportasi rata-rata Rp40,24 per kg per km. Sementara di Desa Tanjung Baru jarak rata-rata ke
pedagang pengumpul yaitu 3,4 km dengan ongkos rata-rata sebesar Rp32.606,06 dan biaya transportasi rata-rata Rp48,56 per kg per km.
6.5.4. Land Rent Berdasarkan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Ke
Pusat Pasar
Konsep Ricardian Land Rent dibangun berdasarkan faktor kesuburan lahan dan jarak lokasi produksi terhadap pasar. Data variabel-variabel dalam
perhitungan land rent dan nilai land rent yang dihasilkan di masing-masing unit analisis ditampilkan pada Tabel 24.
Tabel 24. Nilai Land Rent Berdasarkan Faktor Kesuburan dan Jarak Lokasi
Tambak
Desa Produktivitas
kgha Biaya
Tenaga Kerja
Rpha Biaya
Sarana Produksi
Rpha Harga
Rpkg Biaya
Transportasi Rpkgkm
Jarak Ke
Pasar km
Rente Rpha
Tanjung Pasir 133.1618
2.615.119,00 3.337.889,20
60.982,00 40,24
2,3 1.065.431,00
Tanjung Baru 87.7596
2.419.974,00 1.085.202,00
54.242,00 48,56
3,4 1.560.182,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Analisis land rent dilakukan terhadap dua titik analisis yaitu Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru. Berdasarkan Tabel 23, nilai land rent berdasarkan
lahan tambak untuk kegiatan budidaya udang windu di Desa Tanjung Pasir adalah Rp1.065.431,00 sementara di Desa Tanjung Baru adalah Rp1.560.182,00.
Dalam penelitian Sobari et al. 2006, wilayah yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi, karena sumberdaya yang dimanfaatkan sebagai sarana dalam kegiatan
tambak memiliki kualitas yang baik terutama dalam hal kualitas lahan dan air. Gambar 16 merupakan ilustrasi land rent di dua titik analisis tersebut.
Gambar 16. Nilai
Land rent Pemanfaatan Lahan Tambak untuk Kegiatan Budidaya Udang Windu
1. Nilai
Land Rent Pemanfaatan Lahan Tambak di Desa Tanjung Pasir
Untuk melihat seberapa besar nilai land rent dipengaruhi oleh faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak udang di Desa Tanjung Pasir ke pusat pasar
yaitu pedagang pengumpul, maka dilakukan analisis regresi berganda Lampiran 6. Analisis tersebut dilakukan terhadap data land rent, produktivitas,
dan jarak dari setiap tambak yang dimiliki oleh responden di Desa Tanjung Pasir, dengan tingkat kepercayaan 95. Sebagaimana terlihat dalam data Lampiran 6,
output analisis regresi menghasilkan nilai R
2
sebesar 0,73 yang artinya bahwa 73 nilai land rent dipengaruhi oleh tingkat produktivitas dan jarak lokasi
tambak ke pusat pasar, sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara nilai land rent dengan faktor
kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, sedangkan 27 lagi dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan. Nilai F
hitung
yaitu sebesar 53,26 dan nilai
1.065.431 1.560.182
200000 400000
600000 800000
1000000 1200000
1400000 1600000
Re n
t R p
H a
1 2
Tanjung Pasir Tanjung Baru
F
tabel
4,08, sehingga Ho ditolak, artinya bahwa nilai land rent signifikan atau berhubungan dengan produktivitas dan jarak lokasi ke pusat pasar. Koefisien
regresi yang dihasilkan membentuk persamaan regresi antara nilai lend rent dengan faktor kesuburan dan jarak lokasi ke pusat pasar yang secara matematis
ditulis sebagai berikut: π = - 2.593.518,04 + 27.557,47 X
1
– 4.710,53 X
2
……… 6.11
dimana π adalah nilai land rent; X
1
variabel produktivitas; dan X
2
variabel jarak. Persamaan tersebut menggambarkan bahwa nilai produktvitas
berhubungan secara positif dengan nilai land rent yang artinya semakin besar nilai produktivitas, maka semakin tinggi pula nilai pemanfaatan lahan tambak udang
windu tersebut, besar satu-satuan produktivitas adalah sebesar Rp 27.557,47 per kg. Persamaan tersebut juga menggambarkan bahwa jarak lokasi tambak ke pusat
pasar berhubungan secara negatif dengan besarnya nilai land rent. Ada pun perubahan nilai land rent yang diakibatkan perubahan satu-satuan jarak adalah
sebesar Rp 4.710,53 per km. Untuk mengilustrasikan hubungan antara nilai land rent dengan faktor
kesuburan dan nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, digunakan perangkat lunak Maple 9,5 seperti tampak dalam Lampiran 7 yang
memplotkan variabel-variabel tersebut, sehingga dihasilkan grafik seperti yang tampak pada Gambar 17 dan Gambar 18.
Gambar 17. Hubungan Antara Nilai Land Rent dengan Produktivitas Lahan
di Desa Tanjung Pasir
Gambar 17 menampilkan hubungan antara nilai land rent dengan produktivitas. Dalam menggambarkan hubungan tersebut, variabel jarak nilainya
dianggap tetap, sehingga Gambar 17 dibangun berdasarkan persamaan: Re
nt R
p ha
Produktivitas kgha
Jarak km
π = 2.604.172,81 + 27.557,47 X
1
Lampiran 7, artinya jika produktivitas udang windu sama dengan 0 kg, maka nilai rent yang akan diperoleh adalah sebesar
Rp2.604.172,81 dan setiap terjadi perubahan 1 kg produktivitas udang windu, akan merubah nilai land rent sebesar Rp27.557,47.
Gambar 18. Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Udang Windu di Desa
Tanjung Pasir
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Gambar 18 menghubungkan antara besarnya nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar. Dalam ilmu ekonomi sumberdaya lahan dikenal
dengan nama bid rent schedule. Untuk menggambarkan hubungan antara nilai land rent dengan jarak, variabel produktivitas dianggap tetap, sehingga Gambar
18 dibangun berdasarkan persamaan: π = 618.444,86 - 4.710,53 X
2
Lampiran 7, diartikan bahwa jika lokasi tambak berjarak 0 Km dari pusat pasar, maka nilai land rent yang akan diperoleh adalah sebesar Rp618.444,86 dan setiap
terjadi perubahan satu-satuan jarak akan merubah nilai land rent sebesar Rp4.710,53.
Tanda negatif pada koefisien jarak berarti adanya hubungan negative antara nilai rent dengan variabel jarak, artinya semakin jauh jarak lokasi tambak
dari pusat pasar, maka semakin kecil nilai rent yang akan diperoleh. Dari Gambar 18 tersebut diketahui bahwa sampai jarak 130 Km dari pusat pasar, kegiatan usaha
tambak udang windu ini masih memberikan nilai pemanfaatan lahan yang positif.
2. Nilai Land Rent Pemanfaatan Lahan Tambak di Desa Tanjung Baru
Untuk melihat seberapa besar nilai land rent dipengaruhi oleh faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak udang di Desa Tanjung Baru ke pusat pasar
Re n
t R
p ha
yaitu pedagang pengumpul, maka dilakukan analisis regresi berganda Lampiran 8. Analisis tersebut dilakukan terhadap data land rent, produktivitas,
dan jarak dari setiap tambak yang dimiliki oleh responden di Desa Tanjung Baru, dengan tingkat kepercayaan 95. Sebagaimana terlihat dalam data Lampiran 8,
output analisis regresi menghasilkan nilai R
2
sebesar 0,80 yang artinya bahwa 80 nilai land rent dipengaruhi oleh tingkat produktivitas dan jarak lokasi
tambak ke pusat pasar, sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara nilai land rent dengan faktor
kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, sedangkan 20 lagi dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan. Nilai F
hitung
yaitu sebesar 61,41 dan nilai F
tabel
4,17, sehingga Ho ditolak, artinya bahwa nilai land rent signifikan atau berhubungan dengan produktivitas dan jarak lokasi ke pusat pasar. Koefisien
regresi yang dihasilkan membentuk persamaan regresi antara nilai lend rent dengan faktor kesuburan dan jarak lokasi ke pusat pasar yang secara matematis
ditulis sebagai berikut: π = - 2.678.541,02 + 54.703,39 X
1
– 165.745,99 X
2
……… 6.12
dimana π adalah nilai land rent; X
1
variabel produktivitas; dan X
2
variabel jarak. Persamaan tersebut menggambarkan bahwa nilai produktvitas
berhubungan secara positif dengan nilai land rent yang artinya semakin besar nilai produktivitas, maka semakin tinggi pula nilai pemanfaatan lahan tambak udang
windu tersebut, besar satu-satuan produktivitas adalah sebesar Rp54.703,39 per kg. Persamaan tersebut juga menggambarkan bahwa jarak lokasi tambak ke pusat
pasar berhubungan secara negative dengan besarnya nilai land rent. Ada pun perubahan nilai land rent yang diakibatkan perubahan satu-satuan jarak adalah
sebesar Rp165.745,99 per km. Untuk mengilustrasikan hubungan antara nilai land rent dengan faktor
kesuburan dan nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, digunakan perangkat lunak Maple 9,5 seperti tampak dalam Lampiran 9 yang
memplotkan variabel-variabel tersebut, sehingga dihasilkan grafik seperti yang tampak pada Gambar 19 dan Gambar 20.
Gambar 19. Hubungan Antara Nilai Land Rent dengan Produktivitas Lahan
di Desa Tanjung Baru
Gambar 19 menampilkan hubungan antara nilai land rent dengan produktivitas. Dalam menggambarkan hubungan tersebut, variabel jarak nilainya
dianggap tetap, sehingga Gambar 19 dibangun berdasarkan persamaan: π = 3.240.570,60 + 54.703,39 X
1
Lampiran 9, artinya jika produktivitas udang windu sama dengan 0 kg, maka nilai rent yang akan diperoleh adalah sebesar
Rp3.240.570,60 dan setiap terjadi perubahan 1 kg produktivitas udang windu, akan merubah nilai land rent sebesar Rp54.703,39.
Gambar 20. Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Udang Windu di Desa
Tanjung Baru
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Gambar 20 menghubungkan antara besarnya nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar. Dalam ilmu ekonomi sumberdaya lahan dikenal
dengan nama bid rent schedule. Untuk menggambarkan hubungan antara nilai land rent dengan jarak, variabel produktivitas dianggap tetap, sehingga Gambar
20 dibangun berdasarkan persamaan: π = 2.018.330,45 – 165.745,99 X
2
Ren t
R p
ha
Produktivitas kgha
Re nt
R p
ha
Jarak km
Lampiran 9, diartikan bahwa jika lokasi tambak berjarak 0 Km dari pusat pasar, maka nilai land rent yang akan diperoleh adalah sebesar Rp2.018.330,45 dan
setiap terjadi perubahan satu-satuan jarak akan merubah nilai land rent sebesar Rp165.745,99.
Tanda negatif pada koefisien jarak berarti adanya hubungan negative antara nilai rent dengan variabel jarak, artinya semakin jauh jarak lokasi tambak
dari pusat pasar, maka semakin kecil nilai rent yang akan diperoleh. Dari Gambar 20 tersebut diketahui bahwa sampai jarak 12 km dari pusat pasar, kegiatan usaha
tambak udang windu ini masih memberikan nilai pemanfaatan lahan yang positif.
6.6. Optimalisasi Nilai Land Rent
Nilai land rent yang didapat dari analisis di atas merupakan nilai land rent pada kondisi aktual kegiatan budidaya tambak udang windu di lokasi penelitian.
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis optimalisasi nilai land rent. Untuk lebih mengefisienkan kegiatan pemanfaatan lahan di lokasi penelitian, sebaiknya
kegiatan budidaya tambak udang dilakukan dalam kondisi optimal. Analisis ini dilakukan di dua unit analisis, dengan membangun fungsi tujuan yaitu
memaksimalkan nilai rente yang merupakan fungsi dari produktivitas, pupuk, benih, obat, pakan, kapur, saponin, kaporit dan tenaga kerja.
Berikut adalah hasil analisis optimalisasi di masing-masing unit analisis yang di run dengan menggunakan perangkat lunak MAPLE 9.5.
1. Desa Tanjung Pasir
Data dasar dalam analisis optimalisasi di Desa Tanjung Pasir, terdapat pada Lampiran 11. Berdasarkan data pada Lampiran 11 tersebut, secara matematis
fungsi tujuan dituliskan sebagai berikut: Max
π = 60982,14y-65,36q
1
-2500q
2
-3000q
3
-29845,24q
4
-10940,48q
5
-1700,12q
6
- 4545,24q
7
-10297,62q
8
-3750l
1
-3750l
2
-3750l
3
Dengan Kendala: • y
≤116,55; q
1
≤23245,14;q
2
≤48,06; q
3
≤40,84; q
4
≤2,40; q
5
≤56,55; q
6
≤45,39; q
7
≤22,72; q
8
≤11,15; l
1
≤39,22; l
2
≤36,63; l
3
≤11,32 • 199,43y-q
1
=0; 0,41y-q
2
=0;0,35y-q
3
=0; 0,02y-q
4
=0; 0,49y-q
5
=0; 0,39y-q
6
=0; 0,19y-q
7
=0; 0,10y-q
8
=0; 0,34y-l
1
=0; 0,31y-l
2
=0; 0,10y-l
3
=0
• 65,36q
1
+ 2500q
2
+ 3000q
3
+ 29845,24q
4
+ 10940,48q
5
+ 1700,12q
6
+ 4545,24q
7
+ 10297,62q
8
+ 3750l
1
+ 3750l
2
+ 3750l
3
≤ 241149900 dimana:
y :
Produksi Udang Windu q
1
: Benih q
2
: Urea q
3
: TSP q
4
: Obat-obatan q
5
: Pakan q
6
: Kapur q
7
: Saponin q
8
: Kaporit l
1
: Tenaga kerja pada masa persiapan
l
2 :
Tenaga kerja pada masa pemeliharaan l
3 :
Tenaga kerja pada masa pemanenan Ada pun nilai output dan input serta rente optimal yang didapat dari hasil
analisis tersebut, terdapat dalam Tabel 25. Nilai rente yang didapat dalam analisis tersebut adalah nilai rente optimal tanpa memasukkan biaya transportasi.
Tabel 25. Nilai Output, Input dan Rente Optimal Kegiatan Budidaya
Tambak Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Pasir
No. Jenis Output dan Input Nilai
Optimal
1. Produksi Udang Windu kg per ha
116,55 2.
Benih Ekor per ha 23.245,14
3. Urea kg per ha
48,06 4.
TSP kg per ha 40,84
5. Obat-obatan Liter per ha
2,40 7. Pakan
kg per
ha 56,55
6. Kapur kg per ha
45,39 8.
Saponin kg per ha 22,72
9. Kaporit kg per ha
11,15 10.
Tenaga Kerja pada masa persiapan HOK 39,22
11. Tenaga Kerja pada masa pemeliharaan HOK
36,63 12.
Tenaga Kerja pada masa pemanenan HOK 11,32
13. Rente Rp
per ha
4.033.403,35
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
2. Desa Tanjung Baru
Data dasar dalam analisis optimalisasi di Desa Tanjung Pasir, terdapat pada Lampiran 13. Berdasarkan data pada Lampiran 13 tersebut, secara
matematis fungsi tujuan dituliskan sebagai berikut:
Max π = 54242,42y-51,51q
1
-2500q
2
-3000q
3
-30000q
4
-11000q
5
-1700q
6
-4000q
7
- 10000q
8
-2500l
1
-2500l
2
-2500l
3
Dengan Kendala: • y
≤85,86; q
1
≤8147,17; q
2
≤442,12; q
3
≤15,64; q
4
≤1,31; q
5
≤21,94; q
6
≤39,42; q
7
≤18,90; q
8
≤8,99; l
1
≤71,70; l
2
≤36,16; l
3
≤13,14 • 94,89y-q
1
=0; 0,49y-q
2
=0; 0,18y-q
3
=0; 0,02y-q
4
=0; 0,26y-q
5
=0; 0,46y-q
6
=0; 0,22y-q
7
=0; 0,10y-q
8
=0; 0,84y-l
1
=0; 0,42y-l
2
=0; 0,15y-l
3
=0 • 51,51q
1
+ 2500q
2
+ 3000q
3
+ 30000q
4
+ 11000q
5
+ 1700q
6
+ 4000q
7
+ 10000q
8
+ 2500l
1
+ 2500l
2
+ 2500l
3
≤ 105.794.500 dimana:
y :
Produksi Udang Windu q
1
: Benih q
2
: Urea q
3
: TSP q
4
: Obat-obatan q
5
: Pakan q
6
: Kapur q
7
: Saponin q
8
: Kaporit l
1
: Tenaga kerja pada masa persiapan
l
2 :
Tenaga kerja pada masa pemeliharaan l
3 :
Tenaga kerja pada masa pemanenan Ada pun nilai output dan input serta rente optimal yang didapat dari hasil
analisis tersebut, terdapat dalam Tabel 26. Sama halnya dengan analisis di Desa Tanjung Pasir, nilai rente yang didapat dalam analisis optimal di Desa Tanjung
Baru adalah nilai rente optimal tanpa memasukkan biaya transportasi.
Tabel 26. Nilai Output, Input dan Rente Optimal Kegiatan Budidaya
Tambak Tambak Udang Windu di Desa Tanjung Baru
No. Jenis Output dan Input Nilai
Optimal
1. Produksi Udang Windu kg per ha
85,86 2. Benih
Ekor per
ha 8147,17
3. Urea kg per ha
42,12 4.
TSP kg per ha 15,64
5. Obat-obatan Liter per ha
1,31 6.
Pakan kg per ha 21,99
7. Kapur kg per ha
39,42 8.
Saponin kg per ha 18,90
9. Kaporit kg per ha
8,99 10.
Tenaga Kerja pada masa persiapan HOK 71,70
11. Tenaga Kerja pada masa pemeliharaan HOK
36,16 12.
Tenaga Kerja pada masa pemanenan HOK 13,14
13. Rente Rp per ha
3.269.593,98 Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Nilai optimal dari masing-masing komponen input kegiatan budidaya udang di masing-masing unit analisis membentuk biaya produksi optimal di dua
unit analisis tersebut. Tabel 27 menunjukkan biaya produksi optimal kegiatan budidaya tambak udang windu di lokasi penelitian.
Tabel 27. Biaya Produksi Optimal Kegiatan Budidaya Udang Windu di Masing-Masing Unit Analisis
Biaya Sarana Produksi Satuan
Besaran Biaya Satuan
RpJam Total Biaya
Desa Tanjung Pasir
1. Tenaga Kerja HOK
39,22 3.750,00
147.075,00 2. Tenaga Kerja
HOK 36,63
3.750,00 137.362,50
3. Tenaga Kerja HOK
11,32 3.750,00
42.450,00 4. Benih
Ekor 23.245,14
65,36 1.519.302,00
5. Urea kg
48,06 2500,00
120.150,00 6. TSP
kg 40,84
3000,00 122.520,00
7. Obat-obatan Liter
2,40 29845.24
7.162.858,00 8. Pakan
kg 56,55
10940.48 618.684,10
9. Kapur kg
45,39 1700.119
77.168,40 10.Saponin kg
22,72 4545.238
103.267,80 11.Kaporit kg
11,15 10297.62
114.818,50 12.Oprasional Genset
Liter 115,33
5119.04 590.378,90
Total 10.756.035,00
Desa Tanjung Baru
1. Tenaga Kerja HOK
71,70 2.500,00
179.250,00 2. Tenaga Kerja
HOK 36,16
2.500,00 91.500,00
3. Tenaga Kerja HOK
13,14 2.500,00
32.850,00 4. Benih
Ekor 8147,17
51.52 419.742,20
5. Urea kg
42,12 2.500,00
105.300,00 6. TSP
kg 15,64
3.000,00 46.920,00
7. Obat-obatan
Liter 1,31 30.000,00 39.300,00
8. Pakan kg
21,99 11.000,00
241.890,00 9. Kapur
kg 39,42
1700,00 67.014,00
10.Saponin kg 18,90
4000,00 75.600,00
11.Kaporit kg
8,99 10.000,00 89.900,00
Total 1.389.266,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Dari Tabel 27 menampilkan total biaya produksi optimal di Desa Tanjung Pasir yaitu sebesar Rp10.756.035,00, di Desa Tanjung Baru sebesar
Rp1.389.266,00. Data biaya produksi optimal dan jumlah produksi optimal yang dihasilkan dari analisis optimalisasi tersebut membentuk nilai land rent optimal di
masing-masing unit analisis seperti tampak pada Tabel 28.
Tabel 28. Nilai Land Rent Optimal Kegiatan Budidaya Udang Windu di
Masing-Masing Unit Analisis
Desa Produktivitas
kgha Biaya
Produksi Rpha
Harga Rpkg
Biaya Transportasi
Rpkgkm Jarak
Ke Pasar
km Rente
Rpha
Tanjung Pasir 116,55
10.756.035,00 60.982,00 40,24
2,3 3.655.090,04
Tanjung Baru 85,86
1.389.266,00 54.242,00 48,56 3,4
3.263.655,49 Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Data Tabel 28 menampilkan nilai land rent optimal di Desa Tanjung Pasir yaitu Rp3.655.090,04 dan di Desa Tanjung Baru Rp3.263.655,49. Jika dibandingkan
dengan nilai land rent dalam kondisi aktual, perbedaannya untuk Desa Tanjung Pasir nyata, sedang untuk Desa Tanjung Baru perbedaannya tidak terlalu jauh,
seperti tampak pada Tabel 29.
Tabel 29. Perbandingan Nilai Land Rent Aktual dengan Land Rent Optimal
Desa Land Rent Aktual
Lend Rent Optimal Selisish
Tanjung Pasir 1.065.431,00 3.655.090,04 2.589.659,00
Tanjung Baru 1.560.182,00 3.263.655,49 1.703.473,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Data Tabel 29 memberikan penjelasan bahwa Desa Tanjung Baru memiliki selisih nilai land rent yaitu Rp1.703.473,00, sementara Desa Tanjung
Pasir memiliki selisih nilai land rent sebesar Rp2.589.659,00. Dapat dikatakan bahwa kegiatan aktual budidaya Udang Windu di Desa Tanjung Baru mendekati
kondisi optimal. Selain dilihat dari selisih nilai land rent juga dapat dilihat dari perbandingan nilai-nilai input produksi pada Tabel 27 yang merupakan nilai
optimal dengan nilai input produksi pada Tabel 18 dan Tabel 20 yang merupakan nilai aktual, dimana besaran nilai-nilai tersebut tidak jauh berbeda.
Kegiatan budidaya Udang Windu di Desa Tanjung Baru masih menggunakan teknologi tradisional, sehingga kondisi aktual kegiatan tersebut
hampir mendekati kondisi optimal, namun bukan berarti nilai pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya udang di Desa Tanjung Baru sudah efisien dan mencapai
nilai maksimal. Berdasarkan karakteristik usaha budidaya udang windu di masing-masing unit analisis bahwa kegiatan budidaya tersebut masih dapat
ditingkatkan untuk mendapat nilai pemanfaatan lahan yang lebih maksimal, salah
satunya dengan mengadopsi teknologi semi intensif atau bahkan intensif. Hal ini harus dipertimbangkan lebih lanjut karena setiap teknologi yang diadopsi harus
didukung oleh kondisi sumberdaya alam yang ada di Desa Tanjung Baru tersebut.
6.7. Analisis Sensitivitas Nilai Land Rent
Analisis sensitivitas dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh faktor eksogen terhadap perubahan nilai land rent. Asumsi yang
dibangun didasarkan pada isu yang sedang berlangsung pada saat penelitian yaitu kenaikan harga pupuk urea dan kenaikan harga BBM. Dengan analisis ini akan
dilihat seberapa besar pengaruh kesuburan terhadap perubahan nilai land rent karena adanya perubahan harga pupuk urea yang diakibatkan dari berkurangnya
subsidi terhadap harga pupuk urea tersebut. Selain itu, dapat juga dilihat seberapa besar pengaruh jarak terhadap perubahan nilai lend rent karena adanya perubahan
biaya transportasi yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM. Berdasarkan kenaikan harga pupuk sekitar 9
http: www.tempointeraktif.comhgekbis20051022brk,20051022-68389,id.html
terjadi kenaikan harga rata-rata pupuk urea sebesar Rp 225,00. Harga pupuk dianggap sebagai variabel eksogen yang mempengaruhi nilai biaya produksi
sebagai faktor endogen dalam perhitungan land rent. Selain kenaikan pupuk urea, kenaikan harga BBM juga, mengakibatkan
kenaikan biaya transportasi sekitar 19
http:www.pertamina.com index.php?option=comcontenttask=viewid=1617Itemid=33
. Kenaikan harga BBM dianggap sebagai variabel eksogen yang mempengaruhi nilai land rent,
dalam hal ini variabel endogen lainnya seperti tingkat produktivitas, biaya produksi dan harga dianggap tetap.
Analisis sensitivitas ini dilihat dari kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea secara bersamaan. Tabel 30 dan Tabel 31 menjelaskan perubahan nilai land
rent akibat kenaikan harga BBM dan kenaikan harga pupuk urea secara bersamaan. Dengan adanya kenaikan BBM dan kenaikan harga pupuk urea secara
bersamaan, maka hal ini berpengaruh terhadap besarnya nilai land rent sebagaimana terlihat pada Tabel 30 dan Tabel 31.
Kedua tabel tersebut memberikan informasi terjadi perubahan nilai land rent sebesar 2010 atau mengalami penurunan sebesar Rp1.014.938,00 per ha
untuk Desa Tanjung Pasir dan Desa Tanjung Baru terjadi perubahan nilai land rent sebesar 1,47 atau mengalami penurunan sebesar Rp22.666,28 per ha.
Persentase penurunan yang besar di Desa Tanjung Pasir disebabkan oleh penggunaan BBM yang lebih banyak, digunakan untuk operasional genset
penggerak kincir karena Desa Tanjung Pasir menggunakan sistem budidaya semi intensif.
Tabel 30. Perubahan Nilai Land Rent Berdasarkan Faktor Kesuburan dan
Jarak Tambak ke Pusat Pasar Akibat Adanya Kenaikan Harga BBM dan Pupuk Urea Tahun 2007
Desa Produtivitas kgha
Biaya Produksi
Rpha Harga
Rpha Biaya
Transportasi Rpkgkm
Jarak Ke
Pasar km
Rente Rpha
Tanjung Pasir 133,16
8.086.648,00 60.982,14
106,71 2,3
50.492,30 Tanjung Baru
87,76 3.227.746,00
54.242,42 59,54
3,4 1.537.515,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Tabel 31. Persentase Perubahan Nilai
Land Rent dengan Adanya Kenaikan Harga BBM dan Pupuk Urea Tahun 2007
Desa Jarak ke
Pasar km
Rent Sebelum BBM dan Pupuk Naik
Rpha Rent Sesudah
BBM dan Pupuk Naik
Rpha Penurunan
Nilai Land
Rent Rpha Persentase
Penurunan
Tanjung Pasir 2,3
1.065.431,00 50.492,30
1.014.938,00 2010,05
Tanjung Baru 3,4
1.560.182,00 1.537.515,00
22.666,28 1,47
Sumber : Diolah dari data primer, 2007
Dengan menggunakan teknik perangkat lunak yang sama seperti yang dilakukan pada analisis regresi berganda nilai land rent dengan faktor kesuburan
dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar sebelum adanya kenaikan harga BBM, dihasilkan output regresi berganda untuk Desa Tanjung Pasir yang terdapat pada
Lampiran 14. Berdasarkan hasil analisis tersebut, fungsi hubungan antara nilai land rent dengan faktor kesuburan dan jarak dengan adanya kenaikan harga BBM
dan kenaikan harga pupuk urea berubah menjadi:
π = - 6.064.874,47+ 45.931,31 X
1
– 45.057,71 X
2
Fungsi tersebut menjelaskan bahwa dengan terjadinya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea, nilai parameter berubah menjadi Rp6.064.874,47 sedangkan
koefisien produktivitas berubah menjadi 45.931,31 dan koefisien jarak berubah menjadi Rp45.057,71. Gambar 21 dan Gambar 22 merupakan ilustrasi hubungan
antara nilai land rent dengan variabel produktivitas dan jarak, setelah adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea dengan sebelum adanya kenaikan
harga BBM dan harga pupuk urea di Desa Tanjung Pasir.
Gambar 21. Hubungan Nilai Land Rent dengan Variabel Produktivitas Setelah Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea dan Sebelum
Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea Desa Tanjung Pasir
Gambar 21 menampilkan hubungan antara nilai land rent dengan produktivitas setelah adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea dengan
sebelum adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea. Dalam menggambarkan hubungan tersebut variable jarak dianggap tetap, sehingga
Gambar 21 dibangun berdasarkan persamaan : π = - 6.166.790,71 + 45.931,31 X
1
Lamapiran 15, yang artinya jika produktivitas udang windu sama dengan 0 Kg, maka nilai land rent yang akan diperoleh adalah sebesar -Rp6. 166.790,71 dan
setiap terjadi perubahan 1 Kg produktivitas udang windu, akan merubah nilai land rent sebesar Rp45.931,31. Melalui analisis gambar tersebut dapat diketahui
bahwa nilai pemanfaatan lahan atau land rent di Desa Tanjung Pasir akan bernilai positif atau lebih besar dari nol jika nilai produktivitas udang windu mencapai
lebih dari 135 kg per ha. Ren
t R
p ha
Produktivitas kgha
Gambar 22. Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Udang Windu Setelah Terjadi Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk dan Sebelum Adanya
Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea Desa Tanjung Pasir
Gambar 22 adalah Bid Rent Schedulle kegiatan tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir setelah adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea.
Dalam menggambarkan hubungan antara nilai rent dengan jarak, veriabel produktivitas dianggap tetap, sehingga Gambar 22 dibangun berdasarkan
persamaan : π = -711.346,74 - 45.057,71 X
2
Lampiran 15, yang artinya jika lokasi tambak berjarak 0 Km dari pasar, maka nilai rent yang akan diperoleh
adalah sebesar –Rp711.346,74 dan setiap terjadi perubahan satu-satuan jarak akan merubah nilai land rent sebesar Rp45.057,71. Melalui analisis gambar
tersebut diketahui bahwa kegiatan budidaya tambak udang windu di Desa Tanjung Pasir tidak memberikan nilai pemanfaatan lahan yang positif.
Sementara di Desa Tanjung Baru, dihasilkan output regresi berganda yang terdapat pada Lampiran 16. Berdasarkan hasil analisis tersebut, fungsi hubungan
antara nilai land rent dengan faktor kesuburan dan jarak dengan adanya kenaikan harga BBM dan kenaikan harga pupuk urea berubah menjadi:
π = - 2.697.887 + 54.686,63 X
1
– 166.291 X
2
Fungsi tersebut menjelaskan bahwa dengan terjadinya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea, nilai parameter berubah menjadi Rp2.697.887 sedangkan
koefisien produktivitas berubah menjadi 54.686,63 dan koefisien jarak berubah menjadi Rp166.291. Gambar 23 dan Gambar 24 merupakan ilustrasi hubungan
antara nilai land rent dengan variabel produktivitas dan jarak, setelah adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea dengan sebelum adanya kenaikan
harga BBM dan harga pupuk urea di Desa Tanjung Baru. Re
nt R
p ha
Jarak km
Gambar 23. Hubungan Nilai Land Rent dengan Variabel Produktivitas Setelah Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea dan Sebelum
Adanya Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea Desa Tanjung Baru
Gambar 23 menampilkan hubungan antara nilai land rent dengan produktivitas setelah adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea dengan
sebelum adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea. Dalam menggambarkan hubungan tersebut variable jarak dianggap tetap, sehingga
Gambar 23 dibangun berdasarkan persamaan : π = - 3.261.766,56 + 54.686,63 X
1
Lamapiran 17, yang artinya jika produktivitas udang windu sama dengan 0 kg, maka nilai land rent yang akan diperoleh adalah sebesar – Rp3.261.766,56 dan
setiap terjadi perubahan 1 kg produktivitas udang windu,akan merubah nilai land rent sebesar Rp54.686,63. Melalui analisis gambar tersebut dapat diketahui
bahwa nilai pemanfaatan lahan atau land rent di Desa Tanjung Baru akan bernilai positif atau lebih besar dari nol jika nilai produktivitas udang windu mencapai
lebih dari 60 kg per ha.
Gambar 24. Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Udang Windu Setelah Terjadi Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk dan Sebelum Adanya
Kenaikan Harga BBM dan Harga Pupuk Urea Desa Tanjung Baru
Rent Rp
ha
Produktivitas kgha
Re nt
R p
ha
Jarak km
Gambar 24 adalah Bid Rent Schedulle kegiatan tambak udang windu di Desa Tanjung Baru setelah adanya kenaikan harga BBM dan harga pupuk urea.
Dalam menggambarkan hubungan antara nilai rent dengan jarak, veriabel produktivitas dianggap tetap, sehingga Gambar 24 dibangun berdasarkan
persamaan : π = 1.997.545,59 – 166.291,45 X
2
Lampiran 17, yang artinya jika lokasi tambak berjarak 0 Km dari pasar, maka nilai rent yang akan diperoleh
adalah sebesar Rp1.997.545,59 dan setiap terjadi perubahan satu-satuan jarak akan merubah nilai land rent sebesar Rp166.291,45. Melalui analisis gambar
tersebut diketahui bahwa sampai dengan jarak 12 km dari pusat pasar, kegiatan budidaya tambak udang windu di Desa Tanjung Baru masih memberikan nilai
pemanfaatan lahan yang positif. Kenaikan harga BBM sangat berpengaruh terhadap hubungan antara nilai
land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, di Desa Tanjung Pasir sebelumnya kegiatan budidaya tambak udang windu masih memberikan nilai
positif untuk pemanfaatan lahan tambak sampai dengan jarak 130 km dari pusat pasar, namun dengan adanya kenaikan harga BBM kegiatan budidaya tambak
udang windu tidak memberikan nilai pemanfaatan yang positif lagi, hal ini dapat dilihat pada grafik bid rent schedull Gambar 22. Berdasarkan data dan Gambar
21, kenaikan harga BBM tidak terlalu mempengaruhi hubungan antara nilai land rent dengan produktivitas. Sebelumnya kegiatan budidaya udang windu di Desa
Tanjung Pasir akan memberikan nilai pemanfaatan yang positif jika nilai produktivitas lebih dari 100 kg, namun dengan adanya kenaikan harga BBM
kegiatan budidaya udang windu akan memberikan nilai positif jika produktivitas lebih dari 135 kg.
Kenaikan harga BBM di Desa Tanjung Baru kurang berpengaruh terhadap hubungan antara nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar.
Sebelumnya kegiatan budidaya tambak udang windu memberikan nilai positif untuk pemanfaatan lahan tambak sampai dengan jarak 12 km dari pusat pasar,
dengan adanya kenaikan harga BBM kegiatan budidaya tambak udang windu masih memberikan nilai pemanfaatan yang positif, hal ini dapat dilihat pada grafik
bid rent schedull Gambar 24. Berdasarkan data dan Gambar 23, kenaikan harga BBM tidak terlalu mempengaruhi hubungan antara nilai land rent dengan
produktivitas. Sebelumnya kegiatan budidaya udang windu di Desa Tanjung Baru memberikan nilai pemanfaatan yang positif jika nilai produktivitas lebih dari 60
kg, dengan adanya kenaikan harga BBM kegiatan budidaya udang windu masih memberikan nilai positif jika produktivitas lebih dari 61 kg.
Dari hasil analisis sensitivitas ini, disimpulkan bahwa dengan kenaikan harga BBM, terjadi penurunan nilai land rent dan penurunan tingkat
kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Tanah Merah khususnya para petambak di lokasi penelitian.
6.8. Implikasi Kebijakan