Analisis land rent pemanfaatan lahan tambak di wilayah pesisir kabupaten Serang provinsi Banten

(1)

ANALISIS LAND RENT PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK

DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN SERANG

PROVINSI BANTEN

SANDRA DEWI ELIZABET KAUNANG

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Land Rent Pemanfaatan Lahan Tambak di Wilayah Pesisir Kabupaten Serang Provinsi Banten, adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2006 Yang menyatakan

SANDRA DEWI ELIZABET KAUNANG NRP C45102010. 1


(3)

ABSTRAK

SANDRA DEWI ELIZABET KAUNANG. Analisis Land Rent Pemanfaatan Lahan Tambak di Wilayah Pesisir Kabupaten Serang Provinsi Banten. Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO dan MOCH. PRIHATNA SOBARI.

Perikanan tambak merupakan kegiatan pemanfaatan lahan pesisir yang menjadi salah satu sumber mata pencaharian utama masyarakat pesisir Kabupaten Serang. Zona Tirtayasa yang berada di pesisir utara Kabupaten Serang ditetapkan sebagai sentra pengembangan perikanan tambak budidaya Ikan Bandeng. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik usaha budidaya Ikan Bandeng, menghitung nilai land rent berdasarkan faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar dan menghitung besarnya pengaruh perubahan variabel eksogen terhadap nilai land rent.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa diantara tiga kecamatan yang terletak di Zona Tirtayasa, Kecamatan Pontang memiliki tingkat produktivitas dan biaya produksi tertinggi, sementara Kecamatan Tanara terletak pada jarak yang paling jauh dari pasar. Berdasarkan konsep Ricardian land rent, Kecamatan Pontang memiliki nilai land rent

yang tertinggi, yaitu Rp 1.571.237,00, sementara di Kecamatan Tirtayasa nilai land rent

sebesar Rp 1.327.500,00 dan yang terendah adalah di Kecamatan Tanara yaitu Rp 513.000,00. Melalui analisis regresi berganda, diperoleh persamaan yang menyatakan hubungan antara nilai land rent dengan faktor produktifitas dan jarak. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa produktivitas memiliki pengaruh positif terhadap nilai land rent,

sementara jarak memiliki pengaruh negatif terhadap nilai land rent.

Hasil analisis optimalisasi kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng di masing-masing kecamatan menunjukkan bahwa, kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng yang dilakukan oleh petambak di Zona Tirtayasa sudah mendekati kondisi optimal sementara hasil analisis sensitifitas menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM mengurangi nilai

land rent yang besar perubahannya dipengaruhi oleh jarak lokasi tambak ke pusat pasar. Kata kunci: land rent, lahan tambak, Ikan Bandeng, kesuburan dan jarak


(4)

SANDRA DEWI ELIZABET KAUNANG. Land Rent Analiysis of Pond Usage in Serang Region Coastal Area, Banten province. Under the direction of TRIDOYO KUSUMASTANTO, and MOCH. PRIHATNA SOBARI.

Pond fisheries is an activity whereby coastal land is used as the major of income for Serang Coastal Community. Tirtayasa Zona lies north of Serang Region and is established as the centre for pond fisheries. The major activity there, is the culture of milk fish (Bandeng). This research aim to identify the characteristic of milk fish culture, measure the land rent based on factor of fertility and distance, and to measure the effect of exogenous variabel changes to the land rent.

The result shows that Subdistrict Pontang has the highest productivity and either highest production cost, while Subdistrict Tanara has the longest distance from the market. Based on Ricardian land rent concept, Subdistrict Pontang has the highest land rent that is Rp 1.571.237,00 while Subdis trict Tirtayasa assess land rent equal to Rp 1.327.500,00 and Subdistrict Tanara has the lowest land rent, that is Rp 513.000,00. Using multiple regresion analysis, obtained an equation that expressing the correllation between land rent with factor of productivity and distance. The equation shows, that productivity has a positif correllation with land rent, while distance has a negatif corellation with land rent.

Result of optimalization analysis from the activity of Milk Fish culture in each subdistrict, shows that activity of Milk Fish culture practiced by farmers in Zona Tirtayasa almost reaching optimal condition. The result of sensitivity analysis , suggests that the increase of oil prices reduces the value of land rent and the magnitude of change in value of land rent is affected by the distance of the pond location from the market.


(5)

ANALISIS LAND RENT PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK

DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN SERANG

PROVINSI BANTEN

SANDRA DEWI ELIZABET KAUNANG

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains pada

Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Nama : Sandra Dewi Elizabet Kaunang

NRP : C.45102010.1

Program Studi : Ekonomi Sumberdaya Kelauatan Tropika

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto. MS Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

Prof.Dr.Ir. Tridoyo Kusumastanto. MS Prof. Dr.Ir. Syafrida Manuwoto,MSc


(7)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, pencipta alam semesta yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia -Nya kepada Penulis sehingga karya ilmiah yang berjudul Analisis Land Rent Pemanfaatan Lahan Tambak di Wilayah Pesisir Kabupaten Serang Provinsi Banten ini berhasil diselesaikan. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada Prof.Dr.Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S., dan Ir. Moch. Prihatna. Sobari, M.S., atas bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada Penulis serta waktu yang telah diluangkan untuk membimbing Penulis dalam menyelesaikan studi ; Ir. Gatot Julianto, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan untuk penyempurnaan tesis ini; serta Guru-guru Penulis di Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika dan Departemen Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan IPB.

Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh Staf Dinas Kelautan dan Perikanan dan BAPPEKAB Serang atas keterbukaannya selama pengumpulan data; Lembaga Pengembangan Inovasi yang telah memberikan beberapa informasi dan data tambahan selama pengumpulan data dan juga bapak-bapak petambak dan pedagang pengumpul Ikan Bandeng di Kawasan Zona Tirtayasa yang telah bersedia menjadi responden.

Teriring hormat dan sayang, rasa terima kasih Penulis sampaikan kepada Mama, Papa, Onal, Onya dan sikecil Aura, atas doa yang selalu mengalir serta kasih sayang dan dukungan yang selalu menjadi sumber ins pirasi bagi Penulis; seluruh keluarga besar yang ada di Sukabumi, Menado, Depok, Jakarta, dan Bali terima kasih atas kasih sayang dan doanya; dan teman-teman yang senantiansa memberikan doa, dorongan dan bantuan kepada Penulis baik secara moril dan materil. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Februari 2006


(8)

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 14 April 1979. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara pasangan Yanche Kaunang dan Mia Nurmina Heriwati.

Pada tahun 1997 penulis lulus dari SMUN 1 Sukabumi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis memilih Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan baik di jenjang sarjana maupun pascasarjana, penulis diberi kepercayaan untuk menjadi asisten berbagai mata kuliah antara lain Ekologi Perairan, Manajemen Keuangan, Manajemen Agribisnis Perikanan dan Statistika Dasar.

Sejak menjadi mahasiswa sampai dengan sekarang, penulis aktif di beberapa organisasi antara lain Organisasi Mahasiswa TPB-IPB periode 1997/1998, Staf Departemen HIMASEPA periode 1998/1999, Anggota Pleno KNPI Kabupaten Sukabumi periode 1997/2000, Anggota HMI Komisariat Perikanan, Sekretaris 2 pengurus pusat Pitaloka AMS periode 2005/2010.

Setelah lulus dari Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan Fakultas Perikanan IPB pada tahun 2001, penulis memiliki beberapa pengalaman kerja antara lain Asisten Peneliti pada PT. CREPS (Center of Resource Economic and Policy

Study) Tahun 2001-2003, Tim Market Survey PT Sepatu Bata Tahun 2004,

Tenaga Ahli Sosial Ekonomi Perikanan pada PT Harkat Ekawisa Sarana Konsultan Tahun 2004 -2005 dan Technical Advisor Marginal Fishing

Community Development Pilot BAPPENAS-WORLD BANK Tahun 2004 – 2005.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL...ix

DAFTAR GAMBAR...xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan dan Kegunaan... 6

1.4 Hipotesis Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Sumberdaya Lahan ... 8

2.2 Pemanfaatan Sumberdaya Lahan... 11

2.2.1 Efisiensi Pemanfaatan Lahan ... 12

2.2.2 Alokasi dan Distribusi Pemanfaatan Lahan ... 13

2.3 Nilai Ekonomi Pemanfaatan Lahan ... 14

2.4 Produktivitas ... 18

2.5 Biaya ... 19

2.6 Harga ... 20

2.7 Biaya Trasnportasi... 21

2.8 Budidaya Tambak Ikan Bandeng ... 22

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI ... 25

IV. METODOLOGI... 27

4.1 Metode Penelitian... 27

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 27

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 28

4.4 Metode Analisis Data ... 29

4.4.1 Analisis Land Rent... 29

4.4.2 Analisis Optimalisasi Nilai Land Rent... 34

4.4.3 Analisis Sensitifitas Nilai Land Rent... 34

4.6 Batasan Penelitian ... 35

V. PROFIL LOKASI PENELITIAN ... 36

5.1 Kabupaten Serang ... 36

5.1.1 Kondisi Geofisik Kabupaten Serang ... 36

5.1.2 Tata Guna Lahan ... 38


(10)

5.1.5 Kondisi Perekonomian Wilayah... 42

5.1.6 Karakteristik Wilayah Pesisir Kabupaten Serang ... 43

5.1.6.1 Potensi dan Karakteristik Sumberdaya Alam... 43

5.1.6.2 Potensi dan Karakteristik Sumberdaya Manusia ... 45

5.1.6.3 Permasalahan dan Hambatan Masyarakat Pesisir ... 46

5.2 Zona Tirtayasa... 47

5.2.1 Kondisi Geografis Kawasan Zona Tirtayasa ... 47

5.2.2 Kondisi Demografi Kawasan Zona Tirtayasa ... 48

5.2.3 Kondisi Sarana dan Prasarana Ekonomi Zona Tirtayasa ... 49

5.2.4 Karakteristik Wilayah Pesisir Zona Tirtayasa ... 50

5.2.4.1 Potensi dan Karakteristik Sumberdaya Alam... 50

5.2.4.2 Potensi dan Karakteristik Sumberdaya Manusia ... 54

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 55

6.1 Sarana Produksi... 55

6.1. 1 Lahan Tambak ... 55

6.1.2 Peralatan Kegiatan Tambak ... 57

6.1.3 Benih Ikan Bandeng ... 59

6.1.4 Tenaga Kerja ... 60

6.1.5 Sarana Produksi Lainnya... 62

6.1.5 Modal Investasi... 63

6.2 Kegiatan Produksi ... 63

6.2.1 Masa Persiapan... 64

6.2.2 Masa Pemeliharaan... 65

6.2.2 Masa Pemanenan... 65

6.3 Hasil Produksi dan Pemasaran ... 66

6.3.1 Hasil Produksi ... 66

6.3.2 Pemasaran Hasil Produksi... 66

6.4 Analisis Nilai Land Rent... 68

6.4.1 Produktivitas Lahan... 69

6.4.2 Biaya Produksi ... 72

6.4.3 Biaya Transportasi... 77

6.4.4 Land Rent Berdasarkan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak ke Pusat Pasar ... 80

6.5 Optimalisasi Nilai Land Rent... 85

6.6 Analisis Sensitivitas Nilai Land Rent... 91

6.7 Implikasi Kebijakan... 96

VII. KESIMPULAN DAN SAR AN ... 98

7.1 Kesimpulan... 98


(11)

Halaman

DAFTAR PUSTAKA... 100 LAMPIRAN ... 103


(12)

Halaman

1. Panjang Garis Pantai Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten... 2 2. Jenis Data dan Sumber Data ... 28 3. Nama dan Lokasi Pulau-Pulau Kec il yang Terdapat di Kabupaten Serang.. 36 4. Luasan Lahan Menurut Ketinggiannya di Kabupaten Serang ... 37 5. Luas Lahan Menurut Penggunaanya di Kabupaten Serang Tahun

2001 – 2002 (Ha) ... 38 6. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru untuk Berbagai Jenjang Pendidikan

di Kabupaten Serang ... 40 7. Jenis dan Jumlah Sarana Kesehatan yang Terdapat di Kabupaten Serang ... 41 8. Banyaknya Bayi yang Diimunisasi Menurut Jenis Imunisasi di Kabupaten

Serang... 41 9. Jumlah Penduduk Kabupaten Serang yang Bermata Pencaharian di Bidang

Perikanan... 45 10. Jumlah Keluarga Miskin di Wilayah Pesisir Kabupaten Serang ... 46 11. Luas Wilayah dan Panjang Pantai Masing-Masing Kecamatan yang Berada

dalam Zona Tirtayasa Kabupaten Serang... 48 12. Batas Wilayah Masing-Masing Kecamatan yang Berada Dalam Zona

Tirtayasa ... 48 13. Jumlah Penduduk dan KK di Kawasan Zona Tirtayasa... 49 14. Sarana Ekonomi di Kawasan Zona Tirtayasa ... 49 15. Permasalahan Lingkungan yang Terjadi di Wilayah Pesisir Zona Tirtayasa 53 16. Jumlah Penduduk Kawasan Zona Tirtayasa yang Bermata Pencaharian di

Bidang Perikanan... 54 17. Jumlah Penduduk Miskin di Kawasan Zona Tirtayasa ... 54 18. Rata-Rata Luasan Lahan Tambak Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng di

Masing-Masing Unit Analisis ... 57 19. Harga Lahan Tambak di Masing-Masing Unit Analisis ... 57 20. Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Tambak Bandeng di Masing-Masing

Unit Analisis... 58 21. Padat Tebar Benih per Ha dan Harga Benih Ikan Bandeng di Masing-


(13)

Halaman

22. Jumlah Tenaga Kerja Pada Kegiatan Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis ... 60 23. Sistem Kerja Tenaga Kerja dalam Kegiatan Budidaya Tambak Ikan

Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis ... 61 24. Dosis Penggunaan Pupuk di Masing-Masing Unit Analisis ... 62 25. Rata-Rata Jumlah Modal Usaha Kegiatan Budidaya Tambak Ikan Bandeng

di Masing-Masing Unit Analisis ... 63 26. Siklus Budidaya di Masing-Masing Unit Analisis ... 64 27. Jumlah Produksi Ikan Bandeng per Ha di Masing-Masing Unit Analisis .... 66 28. Harga Ikan Bandeng per Kg di Masing-Masing Unit Analisis ... 67 29. Jarak Masing-Masing Unit Analisis ke Pasar Rau... 67 30. Jenis Angkutan, Kapasitas Angkut dan Biaya Transportasi untuk

Pemasaran Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis... 68 31. Nilai Produktivitas Rata-Rata Lahan Tambak di Masing-Masing Unit

Analisis ... 69 32. Informasi Kondisi Lahan dan Sumber Air di Lokasi Penelitian ... 71 33. Biaya Tenaga Kerja Kegiatan Budidaya Tambak Ikan Bandeng di

Masing-Masing Unit Analisis ... 72 34. Total Biaya Tenaga Kerja per Ha per Siklus Produksi Budidaya Ikan

Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis ... 74 35. Biaya Sarana Produksi Kegiatan Budidaya Tambak Ikan Bandeng di

Masing-Masing Unit Analisis ... 75 36. Total Biaya Sarana Produksi per Ha per siklus Budidaya Ikan Bandeng di

Lokasi Masing-MASing Unit Analisis ... 76 37. Total Biaya Produksi Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Masing-Masing

Unit Analisis... 77 38. Biaya Transportasi dari Masing-Masing Titik Unit Analsis ke Pasar Rau... 79 39. Nilai LandRent Berdasarkan Faktor Kesuburan Lahan dan Jarak Lokasi

Tambak ke Pusat Pasar... 80 40. Nilai Output, Input dan Rente Optimal Kegiatan Budidaya Tambak Ikan

Bandeng di Kecamatan Pontang ... 86 41. Nilai Output, Input dan Rente Optimal Kegiatan Budidaya Tambak Ikan

Bandeng di Kecamatan Tirtayasa... 87 42. Nilai Output, Input dan Rente Optimal Kegiatan Budidaya Tambak Ikan

Bandeng di Kecamatan Tanara ... 88 43. Biaya Produksi Optimal Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng di Masing-


(14)

Masing Unit Analisis... 90

45. Perbandingan Nilai Land Rent Aktual dengan Land Rent Optimal... 90

46. Perubahan Biaya Transportasi Karena Adanya Kenaikan Harga BBM ... 92


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Zona Tirtayasa dalam RTRW Kabupaten Serang... 4

2. Klasifikasi Sumberdaya Alam ... 9

3. Penggunaan dari nilai Produk dan Kurva Biaya untuk Ilustrasi Konsep Land Rent yang Merupakan Surplus Ekonomi Setelah Pembayaran Biaya Produksi... 15

4. Ilustrasi Perbedaan Kesuburan Tanah pada besarnya Land Rent... 16

5. Perbedaan Land Rent dari Tiga Luas Tanah yang Berbeda Kualitas Lokasi dan Jarak Dari Pasar. ... 16

6. Pengaruh Biaya Transportasi Produk dari Berbagai Lokasi ke Pasar Terhadap Land Rent... 18

7. Ikan Bandeng Ukuran Konsumsi ... 23

8. Kerangka Pendekatan Studi ... 26

9. Diagram Kerangka Analisis Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Nilai Land Rent... 30

10. Ilustrasi Bid Rent Schedulle untuk Kegiatan Perikanan Tambak... 33

11. Citra Satelit Wilayah Pesisir Zona Tirtayasa ... 51

12. Pemetaan Hutan Bakau, Terumbu Karang dan Padang Lamun ... 52

13. Areal Pertambakan di Zona Tirtayasa... 55

14. Sungai-Sungai yang Menjadi Sumber Air Tawar bagi Kegiatan Budidaya Tambak di Kawasan Zona Tirtayasa ... 56

15. Produktivitas Lahan Tambak Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis... 69

16. Rata-Rata Biaya Tenaga Kerja per Ha Produksi Budidaya Ikan Bande ng di Lokasi Penelitian... 74

17. Total Biaya Sarana Produksi per Ha per Siklus Produksi Budidaya Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis ... 76

18. Jaringan Jalan di Zona Tirtayasa Kabupaten Serang ... 78

19. Nilai Land Rent Pemanfaatan Lahan Tambak untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng... 81

20. Hubungan Antara Nilai Land Rent Dengan Produktivitas Lahan... 83

21. Bid Rent Schedulle Lahan Tambak Ikan Bandeng ... 84

22. Plot Nilai Land Rent Berdasarkan Jarak Rata -Rata Masing-Masing Titik Analisis ke Pasar Rau Setelah Adanya Kenaikan Harga BBM ... 93


(16)

Kenaikan Harga BBM ... 94 24. Bid Rent Schedulle Produksi Budidaya Ikan Bandeng di Zona Tirtayasa


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Analisis Regresi Nilai Land Rent dengan Faktor Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Ke Pusat Pasar... 104 2. Output MAPLE untuk Plot Grafik Hubungan Nilai Land Rent dengan

Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak ke Pusat Pasar ... 105 3. Data Karakteristik Output dan Input Kegiatan Budidaya Tambak Ikan

Bandeng di Kecamatan Pontang ... 107 4. Output MAPLE untuk Analisis Optimalisasi Nilai Land Rent di Kecamatan

Pontang... 108 5. Data Karakteristik Output dan Input Kegiatan Budidaya Tambak Ikan

Bandeng di Kecamatan Tirtayasa... 109 6. Output MAPLE untuk Analisis Optimalisasi Nilai Land Rent di Kecamatan

Tirtayasa... 101 7. Data Karakteristik Output dan Input Kegiatan Budidaya Tambak Ikan

Bandeng di Kecamatan Tirtayasa... 111 8. Output MAPLE untuk Analisis Optimalisasi Nilai Land Rent di

Kecamatan Tirtayasa... 112 9. Analisis Regresi Nilai Land Rent dengan Faktor Kesuburan dan Jarak

Lokasi Tambak Ke Pusat Pasar Setelah Kenaikan Harga BBM ... 113 10. Output MAPLE untuk Plot Grafik Hubungan Nilai Land Rent dengan

Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak ke Pusat Pasar Setelah Kenaikan Harga BBM ... 114


(18)

1.1Latar Belakang

Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting kegunaannya bagi kelangsungan hidup manusia. Selain sebagai tempat dimana manusia berpijak dan hidup, sumberdaya lahan juga merupakan faktor input

dalam berbagai aktivitas ekonomi seperti untuk kegiatan pertanian, perikanan, sektor kehutanan, tempat tinggal, explorasi mineral, industri dan kegiatan komersial lainnya. Penggunaan lahan dari waktu ke waktu semakin bertambah baik jenis maupun luasan penggunaannya, sementara kuantitas lahan relatih tetap. Hal ini mencerminkan bahwa pemanfaatan sumberdaya lahan pada saat ini dihadapkan pada dimensi pilihan yang nyata, sehingga manusia perlu mempertimbangkan berbagai aspek agar pemanfaatan lahan tersebut dapat memaksimalkan pemenuhan kebutuhan manusia pada saat ini maupun di waktu yang akan datang.

Dilihat dari letak geografisnya, lahan pesisir merupakan sumberdaya yang memiliki arti ekonomi strategis dan memiliki daya tarik utama. Lahan pesisir merupakan lokasi yang berdekatan dengan sumberdaya perikanan sebagai bahan makanan utama, khususnya protein hewani dan merupakan tempat yang digunakan untuk transportasi, budidaya perikanan, rekreasi dan pariwisata serta wilayah pemukiman dan tempat pembuangan li mbah. Hal di atas menggambarkan bahwa peranan sumberdaya tersebut sangat besar dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional. Melalui pengelolaan yang efektif dan efisien diharapkan pemanfaatan sumberdaya lahan pesisir dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, dengan memberikan nilai pemanfaatan yang maksimal terlebih lagi mengingat 65% penduduk Indonesia menetap di wilayah pesisir.

Kabupaten Serang merupakan salah satu dari 6 kabupaten / kota di Provinsi Banten yang memiliki wilayah pesisir. Panjang garis pantainya mencapai 120 km dan merupakan yang terpanjang kedua setelah Kabupaten Pandeglang, seperti terlihat dalam Tabel 1, yang menyajikan data panjang garis pantai untuk 6 wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Banten.


(19)

2

Tabel 1. Panjang Garis Pantai Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten

Panjang Garis Pantai yang Menghadap (Km) No Kabupaten / Kota Samudera

Indonesia Laut Jawa

Selat

Sumda Jumlah

1 Kabupaten Lebak 75,0 Tidak Ada Tidak Ada 75 2 Kabupaten Pandeglang 47,2 Tidak Ada 182,8 230

3 Kabupaten Serang Tidak Ada 75 45 120

4 Kabupaten Tangerang Tidak Ada 51 Tidak Ada 51

5 Kota Cilegon Tidak Ada Tidak Ada 25 25

6 Kota Tanggerang Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada -

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelauatan Provinsi Banten , 2003

Kawasan pesisir merupakan salah satu dari 5 kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan khusus dalam rencana pengelolaan wilayah Kabupaten Serang. Pengelolaan kawasan khusus dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan perhatian khusus pada suatu kawasan tertentu karena karakteristik kawasannya atau potensi kawasannya dinilai membutuhkan perlakuan khusus untuk dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan wilayah Kabupaten Serang secara keseluruhan (BAPPEKAB Serang 2004).

Saat ini kawasan pesisir Kabupaten Serang telah berkembang sebagai pengembangan kegiatan perikanan tambak untuk kawasan pesisir di Pantai Utara dan pengembangan kegiatan pariw isata untuk kawasan pesisir di Pantai Barat. Kedua kegiatan tersebut cenderung mengakibatkan munculnya dampak negatif baik untuk masalah tata ruang maupun untuk masalah lingkungan. Untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah yang ada dikawasan pesisir tersebut, maka pengelolaan kawasan pesisir dirasakan perlu dilakukan secara khusus dengan membentuknya sebagai salah satu kawasan khus us dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Serang. Untuk itu telah dilakukan analisis secara khusus mengenai penataan kawasan Pesisir Kabupaten Serang yang dibagi menjadi empat zona, yaitu Zona Bojonegara yang arahan fungsi utamanya sebagai kawasan/zona industri dan pelabuhan laut; Zona Teluk Banten yang arahan fungsi utamanya sebagai kawasan tempat pariwisata dan perikanan laut;


(20)

Zona Pantai Barat yang arahan fungsi utamanya sebagai kawasan pariwisata; serta Zona Tirtayasa yang arahan fungsi utamanya sebagai kawasan perikanan tambak.

Kegiatan perikanan tambak merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang banyak dilakukan oleh masyarakat pesisir Kabupaten Serang, bahkan diakui sebagai kegiatan usaha turun temurun dalam komunitas tersebut. Awalnya kegiatan ini merupakan kegiatan sambilan para nelayan pada saat tidak melaut, namun karena hasilnya cukup menjanjikan dan juga semakin berkurangnya hasil tangkapan di laut, saat ini perikanan tambak menjadi salah satu mata pencaharian utama bagi masyarakat pe sisir Kabupaten Serang. Luas lahan potensial untuk kegiatan perikanan tambak di Kabupaten Serang mencapai 8.412,3 Ha dan jumlah RTP untuk kegiatan perikanan tambak mencapai 1.421 RTP. Pada tahun 2002 produksi perikanan tambak Kabupaten Serang mencapai 1.739,7 Ton atau senilai Rp. 5,99 milyar.

Dalam pengembangannya sebagai salah satu bentuk pemanfaatan lahan pesisir, diharapkan kegiatan perikanan tambak dapat dikelola secara efektif dan efisien, agar memberikan nilai pemanfaatan yang optimal dalam pengguna an sumberdaya lahan sehingga kesejahteraan masyarakat pesisir Kabupaten Serang juga dapat meningkat dengan pengembangan kegiatan tersebut. Oleh karena itu penelitian mengenai analisis land rent pemanfaatan lahan tambak di wilayah pesisir Kabupaten Serang ini dilakukan, karena land rent merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam memahami efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan.

1.2Perumusan Masalah

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dalam RTRW Kabupaten Serang, telah ditetapkan suatu zona khusus untuk pengembangan kegiatan perikanan tambak, yaitu Zona Tirtayasa. Zona Tirtayasa mencakup 3 kawasan pesisir, yaitu Kecamatan Tanara, Kecamatan Tirtayasa dan Kecamatan Pontang, seperti tampak dalam Gambar 1. Karakter khusus lahan yang ada di kawasan tersebut, mengakibatkan peruntukan kawasan ini sangat terbatas. Peruntukan yang paling memungkinkan adalah pengembangan tambak ikan/udang dan industri yang dikhususkan untuk pengolahan hasil ikan.


(21)

4

Gambar 1. Zona Tirtayasa dalam RTRW Kabupaten Serang

Jenis kegiatan usaha perikanan tambak di wilayah pesisir Kabupaten Serang berkembang sesuai trend yang sangat dipengaruhi oleh banyaknya permintaan pasar atas komoditas perikanan yang dibudidayakan dan tingkat keuntungan yang diperoleh dari mengusahakan kegiatan tersebut. Komoditas unggulan dalam kegiatan perikanan tambak di Kabupaten Serang adalah Ikan Bandeng yang memiliki nama latin Channos channos. Komoditas ini menjadi dominan diusahakan di pertambakan Kabupaten Serang, karena secara teknis pemeliharaan Bandeng relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan Udang. Ikan Bandeng juga lebih tahan terhadap berbagai jenis penyakit hewan air, terutama dalam menghadapi permasalahan pencemaran perairan yang akhir -akhir ini menjadi issu dalam pengelolaan tambak di Kabupaten Serang. Selain kemudahan teknis, aspek pemasaran Ikan Bandeng juga turut mendukung berkembangnya usaha tambak Ikan Bandeng, meski permintaannya tidak setinggi produk sumber protein lain seperti Ayam, namun berdasarkan informasi yang diperoleh dari petambak Bandeng bahwa belum pernah terjadi petambak harus menjual Bandeng dengan harga yang amat rendah, sehingga menyebabkan kebangkrutan. Artinya selama ini belum pernah ada petambak Bandeng yang sampai bangkrut baik karena aspek pemasaran yang lemah atau karena gangguan penyakit.

Pontang

Tanara Tirtayasa Zona Tirtayasa

Serang Cilegon

Laut Jawa Arah Utara


(22)

Pada saat ini, kegiatan budidaya Ikan Bandeng di Kabupaten Serang pada umumnya masih dilakukan secara tradisional. Dengan padat tebar berkisar antara 3.000-4.000 ekor per Ha dan hanya menganda lkan pakan alami dengan konstruksi tambak seadanya, produksi rata-rata yang dicapai hanya sekitar 280 sampai dengan 400 Kg per Ha. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa produktivitas kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng di Kabupaten Serang masih sangat rendah. Rendahnya nilai produktivitas kegiatan budidaya Ikan Bandeng tentunya juga, akan berimplikasi terhadap nilai pemanfaatan lahan tambak di Kabupaten Serang, khususnya Zona Tirtayasa yang arah fungsi utamanya ditetapkan sebagai pusat pengembangan kegiatan perikanan tambak. Sementara itu, pemilik lahan dan komunitas sosial di wilayah tersebut tentunya mengharapkan nilai surplus yang maksimal dari setiap jenis kegiatan pemanfaatan lahan yang dilakukan. Begitupun dengan apa yang dilakukan pada saat ini, pemilik lahan berharap mendapatkan surplus yang maksimal dari kepemilikan lahan dengan menjadikannya sarana dalam kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng.

Berdasarkan pemaparan di atas, timbul suatu pertanyaan yang kemudian menjadi permasalahan yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini, dengan karakteristik usaha kegiatan Budidaya Ikan Bandeng yang dilakukan masyarakat pesisir Kawasan Zona Tirtayasa pada saat ini, berapakah nilai surplus

pemanfaatan lahan tambak Ikan Bandeng yang dapat diterima oleh pemilik lahan atau komunitas sosial di kawasan tersebut, dan selain produktivitas, faktor apa lagi yang akan berpengaruh terhadap nilai pemanfaatan lahan tambak Ikan Bandeng di Zona Tirtayasa? Dengan menggunakan konsep land rent, penelitian ini bermaks ud untuk menganalisis nilai pemanfaatan lahan tambak melalui identifikasi karakteristik kegiatan usaha budidaya Ikan Bandeng yang dilakukan di Zona Tirtayasa Kabupaten Serang. Dengan demikian diharapkan pengembangan kegiatan budidaya perikanan tambak di Zona Tirtayasa dapat diarahkan juga pada pencapaian nilai pemanfaatan sumberdaya lahan tambak yang maksimal, sehingga kebijakan penetapan Zona Tirtayasa sebagai sentra perikanan tambak merupakan langkah pemanfaatan sumberdaya yang effisien,


(23)

6

tidak hanya dari segi karakteristik dan sifat biologis serta kesesuaian lahan, namun juga dari segi economic rent yang diperoleh.

Land Rent sendiri merupakan suatu konsep dalam teori ekonomi

sumberdaya lahan yang didefinisikan sebagai surplus atau nilai lebih dari manfaat yang didapat, atas biaya yang dikeluarkan dalam pemanfaatan sumberdaya lahan.

Surplus ekonomi dari sumberdaya lahan dapat sangat ditentukan dari bagaimana lahan itu digunakan atau dimanfaatkan, adapun nilai tersebut dilihat dari 2 faktor, yaitu surplus ekonomi karena kesuburan tanahnya dan surplus ekonomi karena lokasi ekonomi (Suparmoko 1997).

1.3Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeterminasi nilai lahan atas pemanfaatannya sebagai sarana produksi dalam pengembangan kegiatan perikanan tambak Ikan Bandeng di Zona Tirtayasa Kabupaten Serang. Untuk itu hal yang dilakukan adalah:

1) Mengidentifikasi karakteristik produksi budidaya Ikan Bandeng di Lokasi Penelitian.

2) Menghitung dan menganalisis nilai land rent kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng berdasarkan faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar.

3) Menghitung besarnya pengaruh perubahan variabel eksogen terhadap perubahan nilai land rent.

Dengan tujuan tersebut, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dan masukan bagi pengembangan kegiatan perikanan tambak di Zona Tirtayasa, sehingga kegiatan pemanfaatan lahan tambak di zona tersebut dapat memberikan nilai pemanfaatan yang optimal untuk mencapai kesejahteraan sosial yang maksimal.

1.4 Hipotesis Penelitian


(24)

1) Nilai land rent dari kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng sangat dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya lahan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar.

2) Besarnya perubahan nilai land rent yang diakibatkan oleh perubahan biaya transportasi, dipengaruhi oleh faktor jarak lokasi tambak ke pusat pasar.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumberdaya Lahan

Lahan (land) diartikan sebagai komponen keseluruhan dari suatu bentang alam yang mencakup tutupan vegetasi, tanah, kemiringan, permukaan geomorfologis, sistem hidrologis dan kehidupan binatang didalamnya. Tanah (soil) adalah bagian dari lahan yang merupakan kerak atau lapisan teratas bumi yang mampu menunjang kehidupan tanaman secara permanen dan mengatur tata air pada lapisan tersebut. Sumberdaya Lahan/tanah, merupakan sumberdaya yang sangat esensial bagi kelangsungan hidup manusia, tidak saja untuk memenuhi kebutuhan manusia, namun juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa. Bagi kelangsungan hidup manusia khususnya, sumberdaya lahan merupakan masukkan yang diperlukan untuk setiap bentuk aktivitas manusia seperti untuk pertanian, daerah Industri, daerah pemukiman, jalan-jalan untuk transportasi, daerah-daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk maksud ilmiah (Suparmoko 1997).

Prabowo dan Reksohadiprojo (1985) mengartikan lahan / tanah sebagai ruangan atau tempat hidup ini berlangsung; atau sebagai alam atau lingkungan hidup; atau sebagai faktor produksi untuk menghasilkan pangan dan bahan mentah dan asalnya sumber energi; atau sebagai barang konsumsi seperti tempat untuk membangun, taman atau tempat rekreasi; sebagai hak milik yang mempunyai konotasi hukum, atau sebagai keadaan yang dalam dunia modern mempunyai pengertian lokasi atau jarak.

Dalam klasifikasi sumberdaya alam menurut skala waktu pertumbuhan, menurut Fauzi (2004), seperti yang terlihat dalam Gambar 2, lahan atau tanah termasuk ke dalam jenis sumberdaya yang dapat diperbaharui, namun memiliki titik kritis, yang berarti jika titik kritis kapasitas maksimum regenerasinya telah terlampaui, sumberdaya ini dapat berubah menjadi sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Jika menurut kegunaan akhirnya, sumberdaya lahan diklasifikasikan kedalam jenis sumberdaya material non-metalik.


(26)

Sumber: Fauzi (2004)

Gambar 2. Klasifikasi Sumberdaya Alam

Suparmoko (1997), menggolongkan sumberdaya lahan atau tanah kedalam jenis sumber daya yang memiliki sifat gabungan, yaitu antara sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, dan sumberdaya biologis, sebagai contoh adalah kesuburan tanah. Kesuburan tanah dapat terjadi karena perbuatan akar-akar tanaman, dan adanya organisme-organisme yang mengeluarkan bermacam-macam nutrisi tanah untuk diserap oleh tanaman. Keadaan ini merupakan sifat dari sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, walaupun manusia dapat menggunakan kesuburan tanah tersebut sampai ratusan tahun. Sumberdaya lahan juga dapat mempunyai sifat seperti sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, yaitu bila petani menggunakan pupuk, tanaman-tanaman penolong, dan tanaman-tanaman untuk pupuk hijau lainnya. Sifat lahan yang menyerupai sumberdaya biologis adalah bila sumberdaya lahan tersebut ditingkatkan atau dipertahankan atau dipakai, sehingga bertambah atau berkurang kesuburannya sebagai akibat dari tingkah laku manusia.

Untuk mengejar pemenuhan alat-alat pemuas kebutuhan manusia yang terus berkembang dan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemanfaatan sumberdaya lahan sering kali dilakukan secara kurang bijaksana dan untuk jangka pendek, sehingga kurang mempertimbangkan kelestarian sumberdaya lahan tersebut. Pemanfaatan yang kurang bijaksana ini, dapat mengakibatkan menurunnya persediaan sumberdaya lahan yang berkualitas tinggi

Sumberdaya Alam

Skala Waktu Pertumbuhan

Kegunaan Akhir

Renewabl e

Non-Renewable

Habis Dikonsumsi

Dapat Didaur Ulang

Memiliki Titik Karitis

Tidak Memiliki Titik Kritis

Material Metalik

Material Non -Metalik

SD Material

SD Energi

Energi


(27)

10

dan manusia semakin tergantung pada sumberdaya lahan yang kualitasnya rendah. Odum (1996) mengatakan bahwa jika populasi manusia di suatu daerah memanfaatkan lahan dengan tidak bijaksana, maka dampaknya akan berpengaruh kepada populasi manusia tersebut, tetapi pada saat populasi meningkat secara cepat, maka yang akan menderita akibat pemanfaatan lahan yang tidak rasional adalah orang-orang yang terkena dampak pada lokasi lahan tersebut dimanfaatkan dan pada akhirnya setiap orang harus membayar untuk perbaikannya atau setiap orang sama sekali kehilangan manfaat dari nilai ekonomi lahannya. Agar nilai lahan tetap bisa dipertahankan, maka diperlukan perenca naan pemanfaatan lahan yang baik dan disesuaikan dengan nilai fungsional lahan.

Menurut Bromley (1991) bahwa untuk mengelola sumberdaya khususnya lahan diperlukan sistem kewenangan tingkat lokal, namun sistem tersebut telah dirusak oleh kolonialisme dan pada era kemerdekaan. Bromley (1991) menyarankan perlu adanya revitalisasi sistem kewenangan di tingkat lokal. Menurut Schmid (1996) retribusi lahan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna apabila mempunyai hak-hak kepemilikan (property right). Hak

kepemilikan dapat diartikan sebagai himpunan dari kehendak atau keinginan diantara orang-orang yang mendefinisikan kesempatan, keterbukaan terhadap aktivitas tertentu, ha k-hak dan tanggung jawab. Hak kepemilikan juga dapat berarti hak yang berhubungan dengan pe nggunaan sumberdaya (Kula 1995). Ada beberapa jenis kepemilikan (property right) dari sumberdaya, yaitu: 1).

Private property right; 2). Common property right; 3). State property right. Menurut Kula (1995) struktur dari property right yang dapat mengha silkan alokasi sumberdaya secara efisien dalam ekonomi pasar harus memiliki 4 karakteristik, yaitu :

(1).Universalitiy, yang berarti dapat berlaku secara universal

(2).Exclusivity, yang berarti semua benefit dan cost dari kepemilikan dan penggunaan kepemilikan tersebut harus jatuh hanya kepada pemilik baik langsung maupun tidak langsung.

(3).Transferability, yang artinya harus dapat ditransfer pada orang lain melalui pertukaran yang disetujui bersama.


(28)

(4).Enforceability, yang artinya kepemilikan harus aman dari perampasan maupun penjarahan oleh pihak lain.

Anwar (1995) menyatakan bahwa sejarah pemanfaatan lahan di Indonesia menunjukkan pemanfaatan lahan yang dimulai dari sebelum Republik Indonesia lahir. Penduduk asli di daerah-daerah secara lokal dengan cara turun temurun mewarisi hak-hak (property right) untuk memanfaatkan sumberdaya alam di sekitar lokasi tempat tinggalnya yang dijamin oleh hak-hak ulayat. Ha k-hak tersebut, meskipun tidak tertulis namun diakui dan dihormati oleh masyarakatnya termasuk sumberdaya lahan. Adanya faktor dari luar yang begitu kuat (contohnya harga) dan lemahnya nilai kebersamaan diantara masyarakat tersebut, membuat pengaturan dengan sistem adat tersebut menjadi tidak berlaku lagi, sehingga hak kepemilikan menjadi tidak jelas. Hal inilah yang kemudian memunculkan hak kepemilikan yang bersifat open acces dalam pengelolaan sumberdaya yang pada dasarnya dapat mengakibatkan dan mengarah pada terjadinya kerusakan sumberdaya. Kepemilikan lahan untuk kegiatan perikanan tambak di Indonesia umumnya dan di Kabupaten Serang khususnya, lebih bersifat private property right dan dapat dikatakan bahwa jenis kepemilikan ini merupakan hal yang paling aman dalam pemanfaatan sumberdaya lahan, karena dapat mencapai aspek sosial optimal. Hal ini dapat menjadi acuan bahwa penggunaan lahan untuk budidaya tambak relatif aman bagi sumberdaya lahan itu sendiri, karena masing – masing pemilik berusaha agar lahan tersebut tidak rusak agar dapat memberikan nilai rente yang optimal.

2.2 Pemanfaatan Sumberdaya Lahan

Penggunaan lahan/ tanah pada umumnya tergantung pada kemampuan tanah dan pada lokasi tanah. Untuk aktivitas pertanian, penggunaan tanah tergantung pada kelas kemampuan tanah yang dicirikan oleh adanya perbedaan atas sifat-sifat yang merupakan penghambat bagi penggunaannya seperti tekstur tanah, kemampuan menahan air, lereng permukaan tanah, tingkat erosi yang telah terjadi. Penggunaan-penggunaan tanah juga tergantung pada lokasi khususnya untuk daerah-daerah pemukiman, untuk lokasi-lokasi industri, maupun untuk daerah-daerah rekreasi (Suparmoko 1997).


(29)

12

Secara umum dapat diketahui bahwa para pemilik sumberdaya tanah cenderung menggunakan miliknya itu untuk tujuan-tujuan yang memberikan harapan diperolehnya penghasilan yang tinggi, sehingga para pemilik lahan tersebut akan menggunakan tanahnya sesuai dengan konsep penggunaan yang tertinggi dan terbaik (Barlowe 1972). Penggunaan yang terbaik sesungguhnya tergantung pada penilaian si pemilik, apakah itu dinilai dengan uang atau dengan nilai yang tak dapat diraba ataupun nilai-nilai sosial. Selanjutnya penggunaan yang terbaik dan tertinggi ini tergantung pula pada kapasitas penggunaan dari tanah itu serta tinggi rendahnya permintaan terhadapnya. Kenaikan harga tanah selain menimbulkan nilai lebih yang dinikmati oleh para pemilik tanah-tanah tersebut, juga akan menimbulkan dorongan bagi adanya spekulasi tanah dari pemilik tanah secara berlebihan, terutama pada tanah - tanah yang diharapkan akan menjadi daerah pemekaran kota atau perluasa n dan jaringan fasilitas perkotaan, dan seterusnya memungkinkan adanya penggunaan tanah secara tidak efisien (Prabowo dan Reksohadiprojo 1985).

Dalam sejarah dunia tentang pemanfaatan lahan, menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan secara tidak rasional disebabkan karena kebutuhan

(demand) lahan makin meningkat, sedangkan penyediaan terhadap lahan tetap. Antara kebutuhan dan ketersediaan lahan saling berkaitan, sehingga akan berpengaruh terhadap luasan lahan yang tidak pernah berubah. Perkembangan yang menunjukkan kecenderungan makin meningkat tersebut akan

berpengaruh kepada terjadinya konflik pemanfaatan lahan (Prabowo dan Reksohadiprojo 1985).

2.2.1 Efisiensi Pemanfaatan Lahan

Efisiensi adalah kriteria utama untuk mengevaluasi perubahan. Efisiensi menunjukkan kemampuan menggunakan sumberdaya untuk menghasilkan suatu nilai. Sumberdaya yang menghasilkan lebih banyak barang dan pelayanan dengan menggunakan tingkat input yang sama, berarti karakteristik ekonomi dari sumberdaya tersebut lebih efisien.

Efisiensi pemanfaatan lahan tergantung pada sampai seberapa besar ongkos produksi yang dikeluarkan oleh pengguna lahan dalam meningkatkan


(30)

produksinya. Makin sedikit biaya produksi yang dikeluarkan dan makin besar produktivitas yang dihasilkan maka akan terjadi efisiensi pemanfaatan lahan. Efisiensi dapat ditela ah dari berbagai aspek, salah satunya seperti yang disampaikan oleh Ricardo (1817) bahwa salah satu aspek yang perlu dianalisis adalah land rent. Ricardo yakin bahwa manfaat lahan dihitung dari rente yang dihasilkan dari hasil produksi lahan dikurangi dengan pengeluaran kemudian beberapa komponen pengeluaran untuk pemulihan dan pemeliharaan produktivitas lahan. Hal ini mengingat aspek produktivitas, tenaga kerja dan buruh merupakan

supply yang elastis, dimana variabel-variabel tersebut harus dibayar dengan harga yang kompetitif. Pembangunan ekonomi dan pertumbuhan penduduk meyebabkan harga pertanian meningkat dan hal ini menyebabkan penambahan lahan sehingga produksi dan nilai rente pada lahan tersebut ikut meningkat, hal inilah yang berpengaruh pada efisiensi.

2.2.2 Alokasi dan Distribusi Pemanfaatan Lahan

Bromley (1991) menyebutkan bahwa peran alokasi merupakan suatu issu yang berhubugan dengan berbagai jenis hak-hak kepemilikan lahan. Hak kepemilikan swasta merupakan kepentingan nyata agar setiap individu dapat memanfaatakan lahan seoptimal mungkin sesuai dengan kebutuhan pasar. Hal inilah yang menjadi konflik kepentingan antara pemilik lahan yang sudah jelas batas kepemilikannya dengan pengguna lahan yang tidak jelas batas-batas kepemilikannya. Hal ini menjadi makin jelas dengan penjelasan dari Chistaller diacu dalam Northam (1975) bahwa proses aglomerasi akan mempengaruhi pola pemanfaatan lahan, tingkat lokasi atau penyebaran sumberdaya yang menjadi pusat kegiatan baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pemanfaatan lahan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ada bentuk perbedaan terjadinya sumberdaya lahan sebagai hasil dari distribusi lahan yang berbeda atau konsentrasi keruangan dari lahan yang kemudian dapat menyebabkan distorsi dari pola pemukiman kota yang disebabkan karena lokalisasi sumberdaya.

Distribusi menyangkut pada penyebaran lahan yang dalam implementasinya tidak sesuai dengan peruntukannya. Hal ini berakibat kepada terjadinya kerusakan tanah. Menurut Budianto (1998) bahwa tanah keritis ditandai dengan kerusakan tanah yang terjadi akibat penggunaan tanah (lahan) yang tidak


(31)

14

sesuai dengan peruntukannya. Menurut Soemarwoto (1975) diacu dalam Budianto (1999) bahwa masalah kritis, erosi dan banjir merupakan masalah demografi yang luas. Dilihat dari sudut ekologi, pertambahan penduduk telah melampaui daya dukung lingkungan.

2.3 Nilai Ekonomi Pemanfaatan Lahan

Pemanfaatan sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaan bertujuan untuk menghasilkan barang-barang pemuas kebutuhan manusia, dan dalam penggunaannya pada umumnya tergantung pada kemampuan dan lokasi lahan tersebut. Oleh karena itu lahan memiliki nilai ekonomi da n nilai pasar yang berbeda -beda (Suparmoko 1997).

Nilai ekonomi pemanfaatan lahan digambarkan oleh suatu konsep dalam teori ekonomi sumbe rdaya lahan yang disebut sebagai sewa lahan atau land rent. Menurut Ricardo diacu dalam Barlowe (1972), rente lahan dapat dibedakan menjadi:

a) Sewa lahan sebagai pembayaran dari penyewaan kepada pemilik, dimana pemilik melakukan kontrak sewa dalam jangka waktu tertentu. Menurut Ricardo nilai sewa lahan ini merupakan surplus yang selalu tetap (rent as an unearned increment). Surplus yang selalu tetap dimaksudkan sebagai imbalan bagi pemilik tanah dimana tanahnya dibiarkan tidak berproduksi, artinya rente adalah surplus yang selalu tetap atau mendapat hasil tanpa berusaha yang semata-mata diperoleh, karena monopoli pemlikan lahan. Konsep sewa ini sering juga disebut dengan contract rent.

b) Sewa lahan yang merupakan surplus sebagai hasil dari investasi (rent as return on investment). Surplus didefinisikan sebagai keuntungan usaha yakni kelebihan pendapatan di atas biaya produksi. Dalam pengertian ini, lahan dipandang sebagai faktor produksi. Konsep sewa ini sering disebut sebagai

land rent. Kebanyakan investor, pemilik dan penggarap, menggunakan konsep

land rent ini, sebagai nilai ekonomi pemanfaatan lahan (Barlowe 1972). Sebagaimana telah dijelaskan di atas, Rustiadi (2003) juga menyampaikan bahwa rente lahan (land rent) secara sederhana didefinisikan sebagai surplus

ekonomi, yaitu pendapatan bersih atau benefit yang diterima suatu bidang lahan tiap meter persegi, tiap tahun akibat dilakukannya suatu kegiatan pada bidang


(32)

R

N S

P L

lahan tersebut. Pendapatan bersih atau benefit ini berasal dari total pendapatan dikurangi dengan total biaya produksi yang dikeluarkan. Peninjauan biaya tergantung kepada yang melihatnya dan karena itu terbagi menjadi:

1) Analisis Finansial, yaitu peninjauan biaya yang dilihat dari segi pengelola usaha.

2) Analisis Ekonomi, yaitu peninjauan biaya yang dilihat dari sudut pandang masyarakat secara keseluruhan (sosial).

Suparmoko (1997), menunjukkan penggunaan nilai produk dan kurva biaya untuk ilustrasi land rent yang merupakan surplus ekonomi setelah pembayaran biaya produksi, seperti yang tampak pada Gambar 3.

Sumber: Suparmoko (1997)

Gambar 3. Penggunaan dari Nilai Produk dan Kurva Biaya untuk Ilustrasi

Konsep “

Land Rent

” yang Merupakan Surplus Ekonomi Setelah

Pembayaran Biaya Produksi

Berdasarkan Gambar 3, total nilai produksi yang dihasilkan digambarkan oleh segi empat LNSP dengan total biaya dari variabel input yang ditujukkan oleh segi empat MNSR dan menghasilkan land rent atau economic rent seluas LMRP.

Surplus sebagai investasi memandang tanah sebagai faktor produksi. Surplus

ekonomi sumberdaya lahan dapat dilihat dari surplus ekonomi karena kesuburan tanahnya dan lokasi ekonomi, yang selanjutnya da pat diilustrasikan pada Gambar 4 dan 5.

Land Rent

Harga

M

MC AC

Output MR =AR


(33)

16

AC

X1 X2 X3

AC

X1 X2 X3

Sumber: Suparmok o (1997)

Gambar 4. Ilustrasi Perbedaan Kesuburan Tanah pada Besarnya Land Rent

Sumber: Suparmoko (1997)

Gambar 5. Perbedaan

Land Rent

dari Tiga Luas Tanah yang Berbeda

Kualitas Lokasi dan Jarak dari Pasar.

Gambar 4, menunjukkan rata -rata biaya produksi pada tanah A paling rendah kemudian meningkat pada tanah B dan tanah C. Peningkatan rata -rata biaya produksi per unit output ini disebabkan semakin menurunnya kelas kesuburan tanah, sehingga dengan biaya produksi total yang sama akan menghasilkan output yang berbeda dimana output paling banyak pada tanah A, kemudian B dan C. Adanya perbedaan dalam besarnya rata-rata biaya produksi

Output Output

Output C1

P1

MC

AC

RP RP RP

MC

MC AC

Jumlah Output Jumlah Output Jumlah Output

Biaya Produksi Biaya Produksi Biaya Produksi

Land Rent

P1 P1=C3

C2

C1

P1

MC

AC

RP RP RP

MC MC

AC

Biaya Produksi Biaya Produksi Biaya Produksi

Land Rent

P2 P3

C2

C3

(A) (B) (C)


(34)

per unit. Tanah A menghasilkan land rent yang besar. Tanah B lebih kecil dan tanah C tidak menghasilkan land rent.

Gambar 5, menjelaskan adanya perbedaan kualitas lokasi menyebabkan adanya perbedaan dalam land rent. Hal ini disebabkan dengan rata -rata biaya produksi per unit yang sama, harga output yang diterima produsen di pasar proporsional dengan harga jual output, sedangkan pada lokasi 250 km dari pasar harga yang diterima produsen lebih rendah dan untuk lokasi 500 km, harga tanah lebih rendah la gi disebabkan adanya biaya transportasi. Adanya perbedaan harga yang diterima produsen tersebut, land rent tertinggi adalah lokasi dekat pasar dan semakin menurun bila semakin jauh dari pasar. Northam (1975) mengatakan bahwa penggunaan lahan yang paling tinggi adalah pada lokasi terdekat yang mempunyai aksesibilitas maksimum dan pengguna lahan berkemampuan untuk membayar rente yang paling besar. Lokasi tersebut merupakan lokasi yang harus dibayar dengan harga tinggi.

Pengaruh biaya transportasi kaitannya dengan perpindahan produk dari berbagai lokasi ke pasar terhadap sewa lahan digambarkan pada Gambar 6. Dalam gambar tersebut, dilukiskan bahwa semakin jauh jarak lokasi lahan dari pasar akan menyebabkan semakin tingginya biaya transportasi. Misalnya pada jarak 0 Km (tepat di pusat pasar), biaya transportasi nol dan biaya total sebesar OC pada Gambar 6(a), dan pada jarak OK Km biaya total menjadi KT, karena biaya transportasi meningkat menjadi UT. Kemudian jika harga barang yang diangkut setinggi OP, maka pada jarak OK tidak lagi terdapat land rent, sedangkan pada jarak 0, besarnya land rent adalah CP. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa land rent mempunyai hubungan terbalik dengan jarak lokasi lahan dengan pasar seperti yang dilukiskan pada Gambar 6 (b).

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai land rent juga di sampaikan oleh beberapa orang dari hasil penelitiannya, diantaranya adalah Krause dan Brorsen (1995). Dalam penelitiannya mengenai dampak dari resiko nilai sewa lahan pada lahan pertanian mereka menyatakan bahwa sewa tanah adalah fungsi dari penerimaan, biaya dan resiko. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingginya resiko penggunaan lahan akan mengakibatkan menurunnya nilai sewa lahan dan sebaliknya. Selanjutnya Renkow (1993) dalam penelitiannya tentang


(35)

18

harga lahan, sewa lahan dan per ubahan teknologi menyatakan bahwa adopsi teknologi di bidang pertanian mempunyai pengaruh yang positif terhadap nilai sewa lahan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa harapan perolehan keuntungan secara nyata akan dipengaruhi peningkatan harga lahan.

Sumber: Suparmoko (1997)

Gambar 6. Pengaruh Biaya Transportasi Produk dari Berbagai Lokasi ke Pasar terhadap Land Rent

2.4 Produktivitas

Suatu kegiatan yang mengolah atau mengubah suatu bentuk barang menjadi bentuk yang lainnya, dikatakan sebagai kegiatan produksi. Barang-barang yang digunakan untuk memperoduksi bentuk barang yang lain, disebut sebagai

input produksi sementara barang-barang yang dihasilkan dari proses produksi disebut output produksi, sehingga dalam kata lain produksi merupakan kegiatan mengubah input produksi menjadi output produksi. Hubungan antara input dan

output dalam proses produksi menurut Soekartawi, 1990 disebut sebagai faktor

relationship yang dapat dituliskan dalam notasi sederhana seperti dibawah ini: )

,..., 3 , 2 , 1

(X X X Xn

f

Y =

dimana Y dapat dikatakan sebagai output produksi yang nilainya dipengaruhi oleh X, sementara X merupakan input produksi yang nilainya mempengaruhi nilai

output yang dihasilkan dalam proses produksi. Kegiatan produksi bertujuan untuk Jarak Ke Pasar

(a)

Jarak Ke Pasar (b)

Land Rent

Land Rent

Biaya Transport

O C

K L M

U P

T


(36)

meningkatkan atau mengubah nilai barang sebagai pemenuhan kebutuhan manusia. Yotopoulus dan Lawrence (1974) mengatakan bahwa produksi dapat digambarkan sebagai upaya untuk memaksimalkan keuntungan dengan kendala ketersediaan teknologi, sumberdaya yang dimiliki dan harga dari input variabel.

Dalam penelitian dan literatur, produktivitas sering diartikan sebagai produksi yang dihasilkan persatuan luas dari suatu komoditas yang diusahakan petani. Siregar (1993) dalam penelitiannya tentang model ekonomi respon penawaran kelapa menyatakan bahwa nilai produktivitas merupakan fungsi dari harga kopra, tingkat upah, tenaga kerja, tingkat suku bunga, dan trend teknologi. Sementara Benu (1996) dalam penelitiannya mengenai struktur produksi dan konsumsi pedagang beras, merumuskan produktivitas sebagai fungsi dari harga gabah, harga pupuk, produktivitas tahun lalu, luas panen intensifikasi, luas areal irigasi, curah hujan dan trend teknologi.

2.5 Biaya

Tohir (1982) menyatakan, bahwa biaya produksi perorangan adalah semua pengeluaran dalam hal jasa-jasa, dan barang-barang yang dibutuhkan guna melaksanakan usaha. Biaya dalam faktor produksi dapat dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang berkenaan dengan penggunaan aset tetap, biaya tetap bersifat tida k dipengaruhi oleh volume produksi. Biaya variabel adalah biaya yang berkenaan dengan penggunaan input

produksi yang besarnya dipengaruhi oleh volume produksi. Dalam membuat keputusan-keputusan produksi, yang digunakan untuk memaksimumkan keuntungan adalah jumlah input variabel, sehingga disebutkan juga bahwa biaya variabel adalah biaya karena adanya pertambahan input-input variabel. Biaya tersebut akan dibebankan hanya apabila produksi itu berlangsung, dan jumlah dari biaya -biaya ini akan tergantung macam input yang digunakan. Biaya tetap ditambah dengan biaya variabel adalah biaya total. Biaya total penting dalam memperhitungkan keuntungan, karena keuntungan sama dengan penerimaan total dikurangi dengan biaya total. Menurut Bishop dan Toussaint (1979), dalam jangka panjang jika peneriman total tidak lebih besar dari biaya total, produsen tidak akan berproduksi.


(37)

20

Dalam ilmu ekonomi, pembedaan antara biaya tetap dengan biaya variabel berhubungan dengan periode perencanaan seperti periode jangka pendek dan periode jangka panjang. Jangka pendek berarti suatu periode waktu yang cukup lama untuk memungkinkan perubahan-perubahan output yang diinginkan tanpa mengubah luasnya pabrik atau lahan usaha. Jangka panjang pada umumnya dipandang sebagai periode yang cukup lama bagi output untuk diubah dengan mengubah luasan pabrik atau lahan usaha ataupun dengan menggunakan lahan yang sudah ada secara lebih intensif. Dalam jangka pendek, beberapa biaya adalah tetap dan biaya lain dapat diubah-ubah. Dalam periode jangka panjang, semua biaya menjadi biaya variabel, dimana biaya yang tadinya merupakan biaya tetap dapat mempengaruhi keputusan-keputusan untuk menghentikan produksi atau untuk mengubah tingkat output (Bishop dan Toussaint 1979).

2.6 Harga

Masalah sewa lahan (land rent) pada dasarnya adalah masalah perihal harga. Harga didefinisikan sebagai nilai suatu barang atau jasa yang diukur dengan uang. Menurut Bishop dan Toussaint (1979), harga memberikan rangsangan kepada para produsen untuk menghasilkan barang-barang yang permintaannya sangat besar dan menggunakan sumber-sumber yang paling banyak jumlahnya. Apabila harga beberapa barang meningkat para produsen didorong untuk menghasilkan barang tersebut. Sistem penetuan harga mengalokasikan sumber-sumber pada penggunaan yang paling banyak permintaannya. Tujuan akhir dari seorang pengusaha adalah memperoleh keuntungan. Oleh karena itu, produsen atau pengusaha tersebut harus mampu menjual barang yang dihasilkan dengan harga yang lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan.

Fungsi harga yang paling utama adalah untuk menghasilkan keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Apabila kenaikan harga tidak berhasil meningkatkan output atau mengurangi permintaan, maka kenaikan harga dianggap berbahaya. Kebijaksanaan harga hendaknya ditujuka n pada fleksibilitas mengendalikan permintaan, mengalokasikan kembali sumber-sumber produksi dan mengarahkan kembali output ke arah yang dikehendaki. Kebijaksanaan harga


(38)

barang hasil pertanian memegang peranan kunci dalam suatu perekonomian, karena harga barang pertanian sangat rawan terhadap keadaan permintaan dan penawaran. Output pertanian, pada negara -negara berkembang umumnya menguasai sebagian besar produk nasional, maka tingkat harga umumnya ditentukan oleh perilaku harga produk pertanian. Dengan demikian kebijaksanaan harga produk pertanian harus bertujuan untuk mengurangi fluktuasi harga, sehingga mengurangi kerugian produsen akibat jatuhnya harga secara tajam, karena hasil panen yang berlimpah, dan meminimumkan kerugian konsumen akibat naiknya harga secara tajam, karena kegagalan panen atau kelangkaan persediaan ( Jhingan 1996).

2.7 Biaya Transportasi

Menurut Djojodipuro (1992) harga input angkutan didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan oleh seorang pengusaha untuk memindahkan satu satuan berat barang sejauh satu satuan jarak. Harga yang ditentukan oleh produsen didasarkan atas biaya produksi dan kondisi permintaan yang dihadapi pada berbagai tempat. Kondisi permintaan mencakup elastisitas permintaan dan biaya angkutan untuk menyerahkan barang yang akan dijual. Perbedaan biaya angkutan (transportasi) dapat mengakibatkan perbedaan harga yang cukup besar antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.

Struktur biaya transportasi sangat berhubungan erat dengan jarak, dengan kata lain setiap penambahan satu satuan unit jarak akan mengakibatkan tambahan biaya transportasi. Dalam kenyataannya, biaya transportasi sangat jarang berhubungan dengan jarak. Beberapa alasan yang dapat dikemukakan adalah karena umumnya alat transportasi, seperti kereta api, truk, pesawat terbang atau kapal laut menetapkan biaya yang tidak berhubungan dengan panjang perjalanan. Bahkan seringkali terdapat pengurangan biaya per unit barang seiring dengan bertambahnya jarak (Dicken dan Lloyd 1990).

Segi lain yang perlu mendapat perha tian adalah bahwa angkutan sebagai input diadakan dan habis pada waktu dipergunakan. Angkutan tidak dapat disimpan, yang dapat disimpan adalah jasa yang dapat dipergunakan sebagai angkutan. Seorang pekerja yang membantu orang lain untuk mengangkut barang


(39)

22

pada dasarnya merupakan himpunan jasa angkutan. Demikian halnya suatu truk, juga merupakan himpunan jasa, yang apabila dikombinasikan dengan tenaga dan alam (jalan dan bensin) dapat menghasilkan angkutan. Berdasarkan hal tersebut, maka jasa angkutan dapat dikategorikan sebagai input tidak langsung. Suatu proses produksi memerlukan tenaga di tempat tertentu, barang modal di tempat tertentu, manajemen di tempat tertentu dan juga input angkutan untuk membawa segalanya tersebut ke tempat tadi dan hasilnya akhir nya ke pasar. Angkutan dalam hal ini mempunyai fungsi sama dengan input lainnya. Dengan memberi perhatian kepada input ini secara wajar, akan makin disadari segi spasial proses produksi. Angkutan tidak perlu dipandang sebagai faktor produksi, akan tetapi mempunyai peranan penting dalam produksi maupun konsumsi (Djojodipuro 1992).

2.8 Budidaya Tambak Ikan Bandeng

Bandeng adalah jenis ikan konsumsi yang tidak asin g bagi masyarakat. Bandeng merupakan hasil tambak, dimana budidaya ikan ini mula-mula merupakan pekerjaan sampingan bagi nelayan yang tidak dapat pergi melaut. Itulah sebabnya secara tradisional tambak terletak di tepi pantai. Bandeng merupakan jenis ikan yang relatif tidak rentan dengan kondisi alam, artinya Bandeng dapat hidup di air tawar, air asin maupun air payau. Selain itu Bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menyerang hewan air. Sampai saat ini sebagian besar budidaya Bandeng masih dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana dengan tingkat produktivitas yang relatif rendah. Jika dikelola dengan sistim yang lebih intensif produktivitas Bandeng dapat ditingkatkan hingga 3 kali lipatnya

Dari aspek konsumsi, Ikan Bandeng adalah sumber protein yang sehat sebab Bandeng adalah sumber protein yang tidak mengandung kolesterol. Bandeng presto, bandeng asap, ota k-otak adalah beberapa produk Bandeng olahan yang dapat dijumpai dengan mudah di supermarket. Selama sepuluh tahun terakhir permintaan bandeng meningkat rata-rata sebesar 6,33% per tahun, tetapi produks i Ikan Bandeng hanya meningkat sebesar 3,82%. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan budidaya Ikan Bandeng masih sangat berprospek untuk


(40)

dikembangkan. Budidaya Bandeng tidak menimbulkan pencemaran lingkungan baik air kotor maupun bau amis. Pemeliharaan Bandeng yang sehat mensyaratkan air dan tambak yang bersih serta tidak tercemar.

Gambar 7. Ikan Bandeng Ukuran Konsumsi

Dewasa ini Bandeng dibudidayakan secara tradisional dengan padat tebar berkisar antara 3.000-5.000 ekor per ha. Dengan hanya mengandalkan pupuk sebagai input untuk pertumbuhan kelekap sebagai pakan alami dan konstruksi tambak seadanya, produksi rata-rata yang dicapai hanya sekitar 300-1.000 kg per ha per musim (Ismail et al 1994). Diduga teknik budidaya Bandeng berjalan lambat diantaranya disebabkan oleh pasokan nener yang sangat tergantung dari hasil tangkapan. Keberhasilan produksi benih di hatchery memungkinkan pasokan nener yang sinambung sepanjang tahun, sehingga pembesaran di tambak dapat dilakukan lebih intensif. Berdasarkan pengujian lapang (Brebes, Jawa Tengah dan Maros Sulawesi Selatan) produksi Bandeng di tambak dapat ditingkatkan lebih dari 500% bila teknik budidayanya diperbaiki dan dikembangkan secara intensif. Pengujian tersebut bahkan membuktikan bahwa Bandeng dapat tumbuh pesat bila dipelihara dalam tambak bekas budidaya Udang intensif (Ahmad et al 1998). Dampak yang diperkirakan dari adanya peningkatan pola produksi Bandeng ini adalah produksi dan mutu Bandeng hasil budidaya meningkat dan bermuara peningkatan pendapatan petambak. Lebih jauh, kegiatan budidaya Bandeng berkembang dan dilakukan dalam suatu alur proses produksi yang tidak dipengaruhi musim sehingga dapat mengarah pada usaha skala agribisnis terpadu. Selain itu, tambak Udang yang dewasa ini diterlantarkan dapat diproduktifkan kembali menjadi tambak Bandeng, sehingga kegiatan pembangunan perikanan di daerah pantai terus berjalan.


(41)

24

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi budidaya tambak Ikan Bandeng, antara lain dari faktor teknis, biologis, sosial dan ekonomi. Lokasi merupakan salah satu penentu keberhasilan usaha budidaya Bandeng. Secara teknis, lokasi sangat mempengaruhi konstruksi dan daya tahan serta biaya pemeliharaan tambak. Secara biologis, lokasi sangat menentukan tingkat produktivitas usaha dan bahkan keberhasilan panen. Secara sosial dan ekonomi, keuntungan maksimal dapat diperoleh bila lokasi yang dipilih mampu menurunkan biaya panen dan transportasi serta meningkatkan akses ke pemasaran.

Dalam penentuan rancang bangun dan konstruksi tambak, jumlah oksigen terlarut dan fluktuasi suhu air menjadi pertimbangan utama. Pada suhu tinggi kejenuhan oksigen terlarut lebih rendah padahal metabolisme ikan cenderung lebih cepat, hingga diperlukan lebih banyak pakan dan oksigen. Kemudahan pergantian air, kedalama n air optimal, maksimasi difusi oksigen dari udara dan penempatan aerator yang tepat dapat memantapkan suhu air dan konsentrasi oksigen terlarut. Selain kadar oksigen terlarut dan suhu perairan faktor lain yang juga perlu diperhatikan adalah salinitas atau kadar garam. Ikan Bandeng sebenarnya termasuk kedalam jenis ikan yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap rentang salinitas yang lebar, dalam arti Ikan Bandeng dapat hidup di air tawar yang kadar salinitasnya berkisar antara <0-5 ppt, maupun air asin yang kadar salinitasnya berkisar antara 30-50 ppt, namun demikian Ikan Bandeng memiliki rentang salinitas optimal, yaitu antara 12-20 ppt. Pada rentang salinitas optimal tersebut, energi yang digunakan untuk mengatur keseimbangan kepekatan cairan tubuh dan air tambak cukup rendah, sehingga sebagian besar energi asal pakan dapat digunakan untuk tumbuh (Ahmad dan Yakob 1998).


(42)

Lahan merupakan sumberdaya alam yang menjadi perhatian penting di awal dekade ekonomi moderen yang bermula pada akhir abad ke 18. Studi mengenai ekonomi sumberdaya lahan merupakan awal dari berkembangannya ekonomi sumberdaya alam. Fokus dalam bidang ini adalah prinsip ekonomi yang mengutamakan efisiensi penggunaan lahan sebagai sumberdaya alam, determinasi dari nilai lahan dan bagaimana tipe kepemilikan lahan berpengaruh pada penggunaan dan nilai lahan (Hartwick & Olewiler 1986).

Penelitian mengenai Analisis Land Rent Pemanfaatan Lahan Tambak di Kawasan Pesisir Kabupaten Serang, Provinsi Banten ini menggunakan kerangka analisis ekonomi sumberdaya lahan, dalam rangka mengidentifikasi nilai

economic rent penggunaan atau pemanfaatan lahan untuk kegiatan perikanan

tambak, dengan menggunakan konsep land rent. Hal ini bermula dengan adanya suatu luasan lahan yang ditetapkan menjadi lahan tambak sebagai bentuk pemanfaatannya, yaitu Zona Tirtayasa. Komoditas unggulan perikanan tambak Kabupaten Serang adalah Ikan Bandeng. Kondisi alam yang tercemar akibat aktivitas industri di hulu kawasan ini menyebabkan tidak semua jenis komoditas dapat hidup dan berkembang dengan baik. Bandeng dikenal sebagai ikan yang relatif tidak rentan terhadap berbagai jenis penyakit dan kondisi alam yang kurang baik. Selain itu komoditas ini sudah banyak dikenal pasar dan menjadi produk subtitusi masyarakat untuk pemenuhan gizi dan protein. Menurut pengakuan para petambak usaha budidaya tambak Ikan Bandeng yang dilakukan jarang mengalami kerugian.

Analisis nilai land rent dimulai dengan mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi nilai land rent, yaitu jumlah produksi, harga, biaya produksi, dan biaya transportasi di masing-masing unit analisis. Analisis dilakukan baik secara kualitatif dan kuantitatif. Dalam penelitian ini, variabel-variabel diatas digolongkan menjadi variabel endogen, yaitu variabel yang secara langsung mempengaruhi nilai land rent. Untuk mengetahui tingkat efisiensi pemanfaatan lahan tambak Ikan Bandeng di Zona Tirtayasa, maka dalam penelitian ini juga dilakukan analisis optimalisasi variabel endogen dengan membangun fungsi


(43)

26

tujuan memaksimumkan nilai rente. Hasil dari analisis ini kemudian dibandingkan dengan kondisi aktual untuk mengetahui tingkat efisiensi pemanfaatan lahan tambak di masing-masing unit analisis.

Sebagai rangkaian analisis nilai pemanfaatan lahan tambak, dalam penelitian ini juga dilakukan analisis sensitivitas yang bertujuan untuk melihat adanya pengaruh faktor eksogen terhadap besarnya perubahan nilai pemanfaatan lahan (land rent) tambak di lokasi penelitian. Faktor eksogen yang dijadik an asumsi dalam analisis sensitivitas ini adalah kenaikan harga BBM, yang mengakibatkan kenaikan biaya transportasi. Kerangka penelitian ini digambarkan dalam diagram pada Gambar 8.

Keterangan: lingkup penelitian

Gambar 8. Kerangka Penelitian

Lahan Pesisir

Perikanan Tambak

Pemanfaatan

Budidaya Bandeng

Efisiensi Pemanfaatan Lahan Tambak

Land Rent

Analisis Faktor Endogen

• Produktivitas

• Harga

• Biaya Produksi

• Biaya Transportasi

Analisis Faktor Eksogen

• Kenaikan Harga

BBM

Optimalisasi


(44)

4.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian “Analisis Land Rent

Pemanfaatan Lahan Tambak di Kawasan Pesisir Kabupaten Serang Provinsi Banten” ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (Maxfield 1930) diacu dalam (Nazir 1988). Menurut Sevilla et al

(1993) metode studi kasus adalah penelitian yang terinci tentang sesuatu unit analisis selama kurun waktu tertentu. Studi kasus menyelidiki secara lebih mendalam dan menyeluruh terhadap tingkah laku suatu unit analisis termasuk di dalamnya reaksi terhadap lingkungan dari waktu lampau dan keadaan sekarang dari lingkungan subyek. Unit analisis dalam penelitian ini adalah tiga Kecamatan yang secara geografis termasuk dalam wilayah Zona Tirtayasa, dengan pengembangan kegiatan perikanan tambak Ikan Bandeng sebagai bentuk pemanfaatan lahan pesisir, sebagai satuan kasusnya.

Adapun tujuan dari studi kasus adalah memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum (Nazir 1988).

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data cross section, yaitu data yang terjadi dalam satu tahun berjalan. Menurut sumber mendapatkannya, data -data tersebut terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan lapang, wawancara dan diskusi kelompok terarah dengan responden yang terdiri atas para pelaku usaha perikanan tambak atau pemilik lahan, aparat pemerintah dan kelompok masyarakat lainnya. Wawancara yang dilakukan berkaitan dengan penggalian informasi mengenai kegiatan perikanan tambak yang dilakukan. Data sekunder diperoleh dari dinas dan instansi terkait berupa data instansional dan kepustakaan ilmiah lainnya,


(1)

Lampiran 6.

Ouput

Mapel Untuk Analisis Optimalisasi Nilai

Land Rent

di

Kecamatan Tirtayasa

> restart;

> with (Optimization);with(plots);

ImportMPS

,

Interactive

,

LPSolve

,

LSSolve

,

Maximize

,

Minimize

,

NLPSolve

,

QPSolve

[

]

Warning, the name changecoords has been redefined

[

animate

,

animate3d

,

animatecurve

,

arrow

,

changecoords

,

complexplot

,

complexplot3d

,

conformal

,

conformal3d

,

contourplot

,

contourplot3d

,

coordplot

,

coordplot3d

,

cylinderplot

,

densityplot

,

display

,

display3d

,

fieldplot

,

fieldplot3d

,

gradplot

,

gradplot3d

,

graphplot3d

,

implicitplot

,

implicitplot3d

,

inequal

,

interactive

,

interactiveparams

,

listcontplot

,

listcontplot3d

,

listdensityplot

,

listplot

,

listplot3d

,

loglogplot

,

logplot

,

matrixplot

,

multiple

,

odeplot

,

pareto

,

plotcompare

,

pointplot

,

pointplot3d

,

polarplot

,

polygonplot

,

polygonplot3d

,

polyhedra_supported

,

polyhedraplot

,

replot

,

rootlocus

,

semilogplot

,

setoptions

,

setoptions3d

,

spacecurve

,

sparsematrixplot

,

sphereplot

,

surfdata

,

textplot

,

textplot3d

,

tubeplot

]

> obj:=10000*y 125*q11400*q31400*q4 800000*q5

-25000*l1-10000*l2-50000*l3;

obj

:= 10000

y

- 125

q1

- 1400

q3

- 1400

q4

- 800000

q5

- 25000

l1

- 10000

l2

- 50000

l3

>

cons:=[y<=375,q1<=4000,q3<=75,q4<=75,q5<=0.5,l1<=11.5,l

2<=60,l3<=4.5,10.6667*y-q1=0,0.2*y-q3=0,0.2*y-

q4=0,0.0013*y-q5=0,0.0307*y-l1=0,0.16*y-l2=0,0.012*y-l3=0,125*q1+1400*q3+1400*q4+800000*q5+25000*l1+10000*l2

+50000*l3<=26670000];

cons

:= [

y

£

375,

q1

£

4000 ,

q3

£

75,

q4

£

75,

q5

£

0.5,

l1

£

11.5,

l2

£

60,

l3

£

4.5, 10.6667

y

-

q1

= 0,

0.2

y

-

q3

= 0, 0.2

y

-

q4

= 0, 0.0013

y

-

q5

= 0, 0.0307

y

-

l1

= 0, 0.16

y

-

l2

= 0, 0.012

y

-

l3

= 0,

125

q1

+ 1400

q3

+ 1400

q4

+ 800000

q5

+ 25000

l1

+ 10000

l2

+ 50000

l3

£

26670000 ]

> LPSolve(obj,cons,assume=nonnegative,maximize);

[1.5355168973941 10

6

, [

y

= 374.592833876206100 ,

l2

= 59.9348534201929724 ,

q1

= 3995.66938110732780 ,

q3

= 74.9185667752412030 ,

q4

= 74.9185667752412030 ,

q5

= 0.486970684039079172 ,

l1

= 11.5000000000000000 ,

l3

= 4.49511400651447346 ]]

>


(2)

Lampiran 7. Data Karakteristik Output dan Input Kegiatan Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Kecamatan Tanara

KECAMATAN TANARA

Produktivitas (y) Masa Persiapan (l1) Masa Pemeliharaan (l2) Masa Pemanenan (l3) Nener (q1) Vitamin (q2) Urea (q3) TSP (q4) Obat (q5) Responde

Luas Lahan (Ha)

Jumlah Harga Total HOK Upah Biaya TK HOK Upah Biaya TK HOK Upah Biaya TK Jumlah Harga Total Jumlah Harga Total Jumlah Harga Total Jumlah Harga Total Jumlah Harga Total 2 600 10,000 6,000,000 21 25,000 525,000 120 10,000 1,200,000 6 50,000 300,000 8,000 125 1,000,000 15 5,600 84,000 150 1,400 210,000 150 1,400 210,000 1 600,000 600,000 2 650 10,000 6,500,000 23 25,000 575,000 120 10,000 1,200,000 7 50,000 350,000 8,000 125 1,000,000 16 5,600 89,600 150 1,400 210,000 150 1,400 210,000 1 600,000 600,000 2 500 10,000 5,000,000 23 25,000 575,000 120 10,000 1,200,000 4 50,000 200,000 8,000 125 1,000,000 12 5,600 67,200 150 1,400 210,000 150 1,400 210,000 1 600,000 600,000 2 550 10,000 5,500,000 21 25,000 525,000 120 10,000 1,200,000 4 50,000 200,000 8,000 125 1,000,000 16 5,600 89,600 200 1,400 280,000 200 1,400 280,000 1 600,000 600,000 2 600 10,000 6,000,000 21 25,000 525,000 120 10,000 1,200,000 6 50,000 300,000 8,000 125 1,000,000 16 5,600 89,600 200 1,400 280,000 200 1,400 280,000 1 600,000 600,000 2 550 10,000 5,500,000 21 25,000 525,000 120 10,000 1,200,000 4 50,000 200,000 8,000 125 1,000,000 15 5,600 84,000 200 1,400 280,000 200 1,400 280,000 1 600,000 600,000 12 3450 34500000 130 3250000 720 7200000 31 1550000 48000 6000000 90 504000 1050 1470000 1050 1470000 6 3600000 rata 287.5 10.83 60.00 2.583 4,000 7.5 87.5 87.5 0.5 rata 10,000 25,000 10,000 50,000 125 5,600 1,400 1,400 600,000 Pemakaian Input untuk 1 kg output

0.0377 0.2087 0.0090 13.913 0 0.0261 0.3043 0.3043 0.0017


(3)

Lampiran 8. Ouput Mapel Untuk Analisis Optimalisasi Nilai

Land Rent

di

Kecamatan Tanara

> restart;

> with (Optimization);with(plots);

ImportMPS

,

Interactive

,

LPSolve

,

LSSolve

,

Maximize

,

Minimize

,

NLPSolve

,

QPSolve

[

]

Warning, the name changecoords has been redefined

[

animate

,

animate3d

,

animatecurve

,

arrow

,

changecoords

,

complexplot

,

complexplot3d

,

conformal

,

conformal3d

,

contourplot

,

contourplot3d

,

coordplot

,

coordplot3d

,

cylinderplot

,

densityplot

,

display

,

display3d

,

fieldplot

,

fieldplot3d

,

gradplot

,

gradplot3d

,

graphplot3d

,

implicitplot

,

implicitplot3d

,

inequal

,

interactive

,

interactiveparams

,

listcontplot

,

listcontplot3d

,

listdensityplot

,

listplot

,

listplot3d

,

loglogplot

,

logplot

,

matrixplot

,

multiple

,

odeplot

,

pareto

,

plotcompare

,

pointplot

,

pointplot3d

,

polarplot

,

polygonplot

,

polygonplot3d

,

polyhedra_supported

,

polyhedraplot

,

replot

,

rootlocus

,

semilogplot

,

setoptions

,

setoptions3d

,

spacecurve

,

sparsematrixplot

,

sphereplot

,

surfdata

,

textplot

,

textplot3d

,

tubeplot

]

> obj:=10000*y 125*q15600*q21400*q3 1400*q4

-600000*q5 -2500 0*l1-10000*l2-50000*l3;

obj

:= 10000

y

- 125

q1

- 5600

q2

- 1400

q3

- 1400

q4

- 600000

q5

- 25000

l1

- 10000

l2

- 50000

l3

>

cons:=[y<=287.5,q1<=4000,q2<=7.5,q3<=87.5,q4<=87.5,q5<=

0.5,l1<=10.83,l2<=60,l3<=2.583,13.913*y-q1=0,0.0261*y-

q2=0,0.3043*yq3=0,0.3043*yq4=0,0.0017*yq5=0,0.0377*yl1=0,0.2087*yl2=0,0.009*y

-l3=0,125*q1+5600*q2+1400*q3+1400*q4+600000*q5+25000*l1+

10000*l2+50000*l3<=25044000];

cons

:= [

y

£

287.5 ,

q1

£

4000,

q2

£

7.5,

q3

£

87.5,

q4

£

87.5 ,

q5

£

0.5,

l1

£

10.83 ,

l2

£

60,

l3

£

2.583 ,

13.913

y

-

q1

= 0, 0.0261

y

-

q2

= 0, 0.3043

y

-

q3

= 0, 0.3043

y

-

q4

= 0, 0.0017

y

-

q5

= 0,

0.0377

y

-

l1

= 0, 0.2087

y

-

l2

= 0, 0.009

y

-

l3

= 0,

125

q1

+ 5600

q2

+ 1400

q3

+ 1400

q4

+ 600000

q5

+ 25000

l1

+ 10000

l2

+ 50000

l3

£

25044000 ]

> LPSolve(obj,cons,assume=nonnegative,maximize);

[7.9303122500000 10

5

, [

y

= 287.000000000000114 ,

l2

= 59.8969000000000166 ,

q1

= 3993.03100000000176 ,

q2

= 7.49070000000000568 ,

q3

= 87.3341000000000634 ,

q4

= 87.3341000000000634 ,


(4)

Lampiran 9. Analisis Regresi Nilai

Land Rent

dengan Faktor Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Ke

Pusat Pasar Setelah Kenaikan Harga BBM

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics

Multiple R

1

R Square

1

Adjusted R

Square

65535

Standard Error

0

Observations

3

ANOVA

df

SS

MS

F

Significa nce F

Regression

2 6.43633E+11 3.22E+11 #NUM!

#NUM!

Residual

0

0

65535

Total

2 6.43633E+11

Coefficients

Standard

Error

t Stat

P-value

Lower 95%

Upper 95%

Lower 99.0%

Upper 99.0%

Intercept

-1976364.2

0

65535 #NUM!

-1976364.198

-1976364.198

-1976364.198

-1976364.198

X Variable 1

8988.296296

0

65535 #NUM!

8988.296296

8988.296296

8988.296296

8988.296296

X Variable 2

-4224.89712

0

65535 #NUM!

-4224.897119

-4224.897119

-4224.897119

-4224.897119


(5)

Lampiran 10. Output MAPEL Untuk Plot Grafik Hubungan Nilai

Land Rent

dengan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Ke Pusat Pasar

> restart;

> a:=-1976364.2;b1:=8988.296296;b2:=-4224.89712;

a

:= -1.9763642 10

6

b1

:= 8988.296296

b2

:= -4224.89712

> rent:=a+(b1*x1)+(b2*x2);

rent

:= -1.9763642 10

6

+ 8988.296296

x1

- 4224.89712

x2

> rent1:=a+(400+287.5+375)/3*b1+b2*x2;

rent1

:= 1.206990738 10

6

- 4224.89712

x2

> plot(rent1,x2=0..285);

> rent2:=a+(21+30+39)/3*b2+b1*x1;


(6)

101

> plot(rent2,x1=0..500);