II. TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro
Untuk mendukung pengembangan usaha skala kecil, pemerintah menyediakan Kredit Investasi Kecil KIK dan Kredit Modal Kerja Permanen
KMKP sejak tahun 1977 melalui bank-bank komersial. Untuk golongan usaha kecil, Kredit Candak Kulak telah disalurkan melalui KUD, yang
sebagian besar dialokasikan untuk perdagangan skala kecil, sementara untuk kegiatan selain pertanian Kredit Mini dan Kredit Midi tersedia di BRI unit
desa. Semua sistem ini disubsidi, dengan menerapkan suku bunga di bawah rata-rata pasar kebanyakan sekitar 12, dan didanai oleh pemerintah atau
Bank Indonesia dengan bunga 3 per tahun. Pada era ini, sebuah kantor cabang BRI memiliki 126 program kredit dengan kondisi dan persyaratan dan
pelaporan berbeda Chaves and Vega, 2003. Program besar selanjutnya yang diperkenalkan adalah Inpres Desa
Tertinggal IDT antara Tahun 1993-1996, Pembangunan Keluarga Sejahtera
PKS pada Tahun 1996-1997 dan KUT yang mencapai puncaknya pada tahun 1998. IDT menyalurkan dana bergulir Rp. 20 juta setiap tahun untuk setiap
desa melalui kelompok masyarakat Pokmas untuk mendanai kegiatan- kegiatan ekonomi produktif Masyhuri, 1999. Pokmas bebas menentukan
kondisi-kondisi penyaluran dana ke anggotanya. Pada Maret 1997 sekitar 120.000 pokmas telah terbentuk dan sekitar 3
tiga juta rumah tangga telah menerima dana dengan besar rataan Rp. 200.000. PKS dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
BKKBN, didanai dari mobilisasi pungutan 2 dari pendapatan-pendapatan yang lebih dari Rp 100 juta dan dikelola oleh sebuah yayasan dibentuk oleh
mantan Presiden Soeharto. Setiap penerima bantuan, dimana perempuan diklasifikasikan ke dalam keluarga yang kurang makmur, mendapatkan hibah
Rp 2.000 untuk memulai dan mengisi sebuah rekening penyimpanan, yang dinamai pinjaman Kredit Usaha Kecil Kesejahteraan Rakyat Kukesra setelah
dana tersebut terkumpul Rp. 25.000. Pada tahun pertama implementasi,
program PKS menyatakan telah mencapai 9,8 juta kepala keluarga pada April 1997. Program yang terbaru adalah Jaring Pengaman Sosial JPS untuk
mengurangi dampak dari krisis moneter pada tahun 1999-1999, yang telah mendapatkan kritikan dan terjadi demonstrasi mahasiswa sehubungan dengan
salah penggalokasian missallocation dana di berbagai lokasi Ismawan dan Budiantoro, 2005.
Perkembangan bentuk dari lembaga-lembaga tersebut, jumlah dari lembaga keuangan mikro di Indonesia per Desember 2005, terdiri dari 3.916
BRI unit, 5.345 Badan Keuangan Desa BKD, 2.148 BPR non BKD, 2,272 Lembaga Dana Kredit Pedesaan LDKP, 264 pegadaian dan 1.146 koperasi
kredit, serta 35.218 unit simpan pinjam Tabel 1. Tabel 1. Beberapa indikator perkembangan LKM
No Jenis LKM
Jumlah Unit
Simpan- an Rp-
miliar Penyim-
pan juta rek
Pinjaman Rp miliar
Jumlah Pemin-
jam juta rek
Rataan Pinjaman
Rp juta
1 BPR
2.148 9.254,00
5,61 9.431,00
2,40 3,93
2 BRI Unit
3.916 27.429,00
29,87 14.182,00
3,10 4,57
3 Badan Kredit Desa
5.345 0,38
0,48 0,20
0,40 0,00
4 KSP
1.097 85,00
dtd 531,00
0,67 0,79
5 USP
35.218 1.157,00
dtd 3.629,00
dtd dtd
6 LDKP
2.272 334,00
dtd 358,00
1,30 0,27
7 Pegadaian
264 - - 157,70
0,02 9,34
8 BMT
3.038 209,00
dtd 157,00
1,20 0,13
9 Credit Union
NGO 1.146
188,01 0,29
505,73 0,40
1,27
Total 54.444 38.656,39
36,25 28.951,00
9,48 3,05
Sumber : Ismawan dan Budiantoro , 2005.
dtd = data tidak tersedia
Untuk BKD, sejak terdaftar menjadi BPR, pengawasan secara formal dilakukan oleh Bank Indonesia. Namun, karena kurangnya pegawai dan
menimbang pengalaman panjang BRI dalam mensupervisi cabang-cabangnya, Bank Indonesia telah mendelegasikan tugasnya kepada BRI untuk
mendampingi dengan dukungan keuangan penuh. Pegadaian diatur sebagai satu kesatuan dengan pemerintah dan berada di bawah supervisi Menteri
Keuangan. Koperasi dan unit simpan pinjam diatur di bawah peraturan