Analisa Kemantapan Lereng Menggunakan Metode Elemen Hingga Dengan Pendekatan Model Soft Soil

(1)

ANALISA KEMANTAPAN LERENG MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA DENGAN PENDEKATAN MODEL SOFT SOIL

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil

Disusun Oleh :

HARIANTI WIRA PRATAMA

10 0404 139

BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014


(2)

i

ABSTRAK

Kelongsoran merupakan salah satu kasus pada bidang Geoteknik yang sering terjadi akibat meningkatnya tegangan tanah atau berkurangnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan geser dari suatu massa tanah tidak mampu menahan tegangan geser yang dialami oleh massa tanah tersebut. Gangguan terhadap stabilitas lereng dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia maupun kondisi alam. Lereng yang tidak stabil sangatlah berbahaya pada lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan korban jiwa ataupun kerugian materi. Pada penelitian ini diambil lokasi tebing jalan Medan – Berastagi Km. 35,6 – 37.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai faktor keamanan dari lereng sehingga lereng tersebut dapat diklasifikasikan tingkat kemantapannya. Adapun metode yang dilakukan untuk menganalisa kemantapan lereng adalah metode elemen hingga yaitu program Plaxis 2D ver. 8 dengan

pendekatan model Soft Soil.

Pada penelitian ini diperoleh hasil nilai faktor keamanan untuk lereng S1 sebesar 2,19 dan untuk lereng S2 sebesar 2,10. Dari nilai faktor keamanan kemantapan lereng berada pada kondisi aman. Dilakukan simulasi terhadap pengaruh muka air tanah untuk lereng S1 dan S2, akibatnya terjadi penurunan nilai faktor kemanan. Lereng S1 bernilai 1,55 dan lereng S2 bernilai 1,40. Jenis longsoran yang mungkin terjadi pada lereng S1 dan S2 adalah earth fall dan flow.


(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang studi geoteknik Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul :

ANALISA KEMANTAPAN LERENG MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA DENGAN PENDEKATAN MODEL SOFT SOIL

Saya menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Terutama kepada kedua orang tua saya, Ayahanda Suria Dharma dan Ibunda Annisah Pasaribu yang telah membesarkan dan menyayangi saya sepenuh hati serta memberikan dukungan yang besar baik moral maupun material. 2. Bapak Rudi Iskandar, ST, MT. selaku dosen pembimbing sekaligus

pembanding yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(4)

iii 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE. dan Ibu Ika Puji Hastuty, ST, MT., sebagai Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak/Ibu seluruh staf pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Teristimewa buat Agung Dermawan Panemiko, ST sebagai orang terkasih yang telah memberikan doa, dukungan, semangat dan arahan pada penulis. 7. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.

8. Asisten Laboratorium Mekanika Tanah Iqbalsyah Pasaribu.

9. Buat Abangda Muhammad Reza Pahlevi dan kakanda Yenni Pasaribu serta Rohana.

10. Buat saudara/i seperjuangan: Rahmad, Reza, Fauzi, Iffah, Monica, Dwi, Naurah, Sari, Dara, Ricky, Arif, Taslim, Yudha, Wihardi, Andry, Kaka, Dery, Prisquilla dan semua mahasiswa Teknik Sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini. 11. Seluruh Anggota Keluarga Mahasiswa Bidik Misi (GAMADIKSI)

Universitas Sumatera Utara.

12. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas dukungannya yang sangat baik.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan tugas akhir ini


(5)

iv Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Maret 2014

Penulis

( Harianti Wira Pratama)


(6)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………. i

KATA PENGANTAR ……….. ii

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR GAMBAR ………... viii

DAFTAR TABEL ……… x

DAFTAR NOTASI ……….. xi

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Tujuan Penelitian ……….. 2

1.3 Manfaat Penelitian.. ………. . 2

1.4 Perumusan Masalah ... 2

1.5 Batasan Masalah………...…… 3

1.6 Metode dan Tahapan Penelitian ………. 3

1.7 Lokasi Penelitian ………. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Gerakan Tanah ………. 7

2.1.1 Klasifikasi Gerakan Tanah ……… 8

2.1.2 Faktor – Faktor Penyebab Gerakan Tanah………… 12

2.1.2.1 Faktor Alam……….……… 13

2.1.2.2 Faktor Buatan Manusia ………...…… 15

2.2 Karakteristik Tanah ……….. 16

2.2.1 Klasifikasi Tanah ……… 16

2.2.1.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Ukuran Buti.. 16

2.2.1.2 Sistem Klasifikasi ASSTHO……….. 18

2.2.1.3 Sistem Klasifikasi Unified ……… 19


(7)

vi

2.2.2 Kuat Geser Tanah ……… 22

2.2.2.1 Pengujian Kuat Geser Tanah di Laboratorium .………. 24

2.2.2.2 Pengujian Kuat Geser Tanah di Lapangan ……….………. 27

2.2.3 Sifat Indeks Tanah ………...…… 29

2.3 Analisa Kestabilan Lereng ………. 31

2.3.1 Faktor Keamanan ………. 31

2.3.2 Metode Analisa Kemantapan Lereng ………. 32

2.3.2.1 Metode Fellenius ……… 33

2.3.2.2 Metode Bishop ……… 37

2.3.2.3 Metode Janbu ………. 39

2.3.2.4 Metode Elemen Hingga ………. 43

2.4 Plaxis ……….. 50

2.4.1 Model Tanah Mohr-Coulomb ………..……… 50

2.4.2 Model Tanah Lunak ………... 51

BAB III METODE PENELITIAN ………..………… 53

3.1 Lokasi Penelitian ………. 53

3.2 Metode Penelitian ………. 54

3.3 Persediaan ……….... 56

3.4 Pengambilan Sampel Tanah ………... 56

3.5 Pekerjaan Laboratorium ……….. 57

3.5.1 Uji Sifat Fisik Tanah ………. 57

3.5.2 Uji Sifat Mekanika Tanah ………. 57

3.5.2.1 Uji Geser Langsung ……….…………. 57

3.5.2.1 Uji Konsolidasi ………. 58

3.6 Analisa Data Laboratorium ………... 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN ………..……. 60


(8)

vii

4.1 Geometri Pada Daerah Penelitian ……….……… 60

4.2 Sifat Keteknikan Tanah ……….…… 61

4.2.1 Sifat Fisik Tanah ………. 62

4.2.2 Sifat Mekanika Tanah ………. 63

4.3 Faktor Keamanan Pada Daerah Penelitian ……… 63

4.3.1 Permodelan Lereng ………. 64

4.3.2 Identifikasi Parameter ………. 64

4.3.3 Hasil Perhitungan Faktor Kemanan Menggunakan Plaxis ………. 65

4.4 Analisa Kemantapan Lereng Pada Daerah Penelitian …….. 66

4.5 Simulasi Pengaruh Muka Air Tanah ………. 68

4.6 Jenis Longsoran Pada Daerah Penelitian ………... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….... 73

5.1 Kesimpulan ……… 73

5.2 Saran ……….. 74

DAFTAR PUSTAKA ………... 76

DAFTAR LAMPIRAN ……….... 77


(9)

viii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lokasi Daerah Penelitian ……….. 5

Gambar 1.2 Bagan Alir Penelitian ……….…... 6

Gambar 2.1 Beberapa Tipe Longsoran Gerakan Tanah ………...…… 11

Gambar 2.2 Diagram Representasi Sembilan Jenis Longsoran Berdasarkan Kemiringan ………... 12

Gambar 2.3 Klasifikasi Berdasarkan Tekstur Tanah Oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) ……….... 17

Gambar 2.4 Skema Pengujian Geser Langsung ……… 24

Gambar 2.5 Alat Uji Triaxial ……….... 25

Gambar 2.6 Skema Uji Geser Langsung ………... 27

Gambar 2.7 Alat Uji Geser Kipas ……… 28

Gambar 2.8 Mekanisme Gerakan Tanah Pada Bidang Miring ………. 31

Gambar 2.9 Gaya-gaya Yang Bekerja Pada Longsoran Lingkaran ………….. 34

Gambar 2.10 Sistem Gaya Pada Metode Fellenius ………... 37

Gambar 2.11 Stabilitas Lereng Dengan Metode Bishop ………... 38

Gambar 2.12 Harga m.a Untuk Persamaan Bishop ………. 39

Gambar 2.13 Aplikasi Metode Janbu ………... 40

Gambar 2.14 Faktor Daya Dukung Ijin Dengan Sudut Geser Dalam ………... 41

Gambar 2.15 Analisa Metode Janbu ………... 41

Gambar 2.16 Sistem Gaya Pada Suatu Elemen Menurut Cara Janbu ……….. 42

Gambar 2.17 Jenis-Jenis Elemen ……….. 43

Gambar 2.18 Titik Nodal dan Titik Integrasi ………... 44

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian ………... 53

Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian ……… 55

Gambar 3.3 Grafik Konsolidasi ………... 58

Gambar 4.1 Visualisasi Geometri Lereng ……….. 61

Gambar 4.2 Permodelan Lereng Menggunakan Plaxis 2D Ver. 8………. 64


(10)

ix

Gambar 4.3 Grafik Faktor Keamanan S1………... 66

Gambar 4.4 Grafik Faktor Keamanan S2……… 66

Gambar 4.5 Bidang Longsor Pada Daerah Penelitian ………... 67

Gambar 4.6 Bentuk Deformasi Pada Daerah Penelitian ………... 68

Gambar 4.7 Permodelan Muka Air Tanah ……….... 69

Gambar 4.8 Faktor Keamanan Pengaruh Muka Air Tanah Pada S1………….. 69

Gambar 4.9 Faktor Keamanan Pengaruh Muka Air Tanah Pada S2………….. 70

Gambar 4.10 Bidang Longsor Akibat Pengaruh Muka Air Tanah ……… 70

Gambar 4.11 Bentuk Deformasi Pengaruh Muka Air Tanah ……… 71


(11)

x DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Gerakan Tanah HWRBLC (1978) Vide Sudarsono &

Pangular 1986 ………. 9

Tabel 2.2 Klasifikasi Tanah Menurut ASSHTO …………..……….. 18

Tabel 2.3 Klasifikasi Tanah Menurut ASSHTO ……….... 19

Tabel 2.4 Sistem Klasifikasi Tanah Unified ……….. 20

Tabel 2.5 Harga-harga Koefisien Rembesan Pada Umumnya ……… 30

Tabel 2.6 Tabel Hubungan Nilai FK Dengan Kestabilan Lereng Menurut Sowers (1979) Dalam Cheng Liu (1981) ……….……… 32

Tabel 2.7 Pemilihan Fungsi Perpindahan ………... 46

Tabel 4.1 Geometri Lereng Daerah Penelitian ………... 60

Tabel 4.2 Hasil Analisa Sifat Fisik Tanah ……….. 62

Tabel 4.3 Hasil Analisa Atterberg Limit………. 62

Tabel 4.4 Hasil Anlaisa Mekanika Tanah Pada Daerah Penelitian ……… 63

Tabel 4.5 Parameter Perhitungan Faktor Keamanan Model Soft Soil ………... 64

Tabel 4.6 Hubungan Antara FK Dengan Tingkat Kemantapan Lereng Daerah Penelitian ……… 67

Tabel 4.7 Perbandingan Nilai FK Tanda Dan Dengan Muka Air Tanah ……... 70


(12)

xi NOTASI

Simbol – simbol berikut telah digunakan pada penelitian ini Symbol Keterangan

Inggris

c kohesi tanah

Cc koefisien pemampatan Cu kuat geser tanah terdrainase Cs koefisien pengembangan

e angka pori

E modulus elastisitas tanah

eo angka pori awal

Fk faktor keamanan

Gs berat jenis

k koefisien permeabilitas tanah

k* kappa bintang

Ms massa padat tanah

Mw massa air

n porositas

Nc,Nq daya dukung ujung tiang berdasarkan tabel janbu Sr derajat kejenuhan

p tekanan pada saat konsolidasi Wi berat sepanjang segmen tanah V volume total tanah


(13)

xii Vs volume partikel padat

Vv volume pori tanah

Vw volume air

w kadar air

Yunani

τ kuat geser tanah

σ tegangan total tanah µ tekanan air pori

Ф sudut geser dalam tanah

λ* lamda bintang

γd berat isi kering

γs berat isi basah

ψ sudut dilatansi


(14)

i

ABSTRAK

Kelongsoran merupakan salah satu kasus pada bidang Geoteknik yang sering terjadi akibat meningkatnya tegangan tanah atau berkurangnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan geser dari suatu massa tanah tidak mampu menahan tegangan geser yang dialami oleh massa tanah tersebut. Gangguan terhadap stabilitas lereng dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia maupun kondisi alam. Lereng yang tidak stabil sangatlah berbahaya pada lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan korban jiwa ataupun kerugian materi. Pada penelitian ini diambil lokasi tebing jalan Medan – Berastagi Km. 35,6 – 37.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai faktor keamanan dari lereng sehingga lereng tersebut dapat diklasifikasikan tingkat kemantapannya. Adapun metode yang dilakukan untuk menganalisa kemantapan lereng adalah metode elemen hingga yaitu program Plaxis 2D ver. 8 dengan

pendekatan model Soft Soil.

Pada penelitian ini diperoleh hasil nilai faktor keamanan untuk lereng S1 sebesar 2,19 dan untuk lereng S2 sebesar 2,10. Dari nilai faktor keamanan kemantapan lereng berada pada kondisi aman. Dilakukan simulasi terhadap pengaruh muka air tanah untuk lereng S1 dan S2, akibatnya terjadi penurunan nilai faktor kemanan. Lereng S1 bernilai 1,55 dan lereng S2 bernilai 1,40. Jenis longsoran yang mungkin terjadi pada lereng S1 dan S2 adalah earth fall dan flow.


(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Permasalahan longsor sering sekali dijumpai dalam rekayasa teknik sipil khususnya bidang geoteknik, terutama pada fasilitas transportasi seperti jalan raya, jalan baja, pelabuhan udara dan terowongan. Kelongsoran juga dapat terjadi pada pekerjaan pengembangan sumber alam seperti tambang dan bendung. Kelongsoran dapat terjadi karena banyak faktor, seperti halnya gempa bumi, topografi daerah setempat, struktur geologi, sifat rembesan tanah dan morfologi. Untuk itu penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian terkait kemantapan sebuah lereng dengan menghitung nilai faktor keamanan lereng tersebut, sehingga dapat dilakukan pencegahan awal untuk mengurangi resiko atau kerugian akibat bahaya tanah longsor.

Daerah penelitian yang dipilih oleh penulis terletak pada jalan lintas yang menghubungkan Medan-Brastagi Km 35,7-36 Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian merupakan daerah yang memperlihatkan relief bergelombang sedang sampai kuat dengan kemiringan lereng curam. Selain alasan topografi, penulis memilih lereng tersebut juga karena pada tahun 2012 lalu di Km 35 telah terjadi bencanan alam tanah longsor yang mengakibatkan akses jalan Medan-Berastagi terputus, dengan demikian maka mengakibatkan kerugian materi bagi masyarakat sekitar.

Berdasarkan keterangan tersebut, penulis memiliki pemikiran bahwa gerakan tanah pada daerah penelitian perlu dianalisa mengenai kestabilan atau kemantapan lerengnya menggunakan metode elemen hingga dengan pendektan


(16)

2 model soft soil agar bencana alam tanah longsor dapat diprediksi sehingga dapat

dilakukan penanggulangan dini sebelum terjadi.

1.2. Tujuan Penelitian

Secara ringkas tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisa konsep dasar analisa kemantapan lereng dengan pendekatan model soft soil yang dihitung menggunakan metode elemen

hingga.

2. Menghitung nilai faktor keamanan lereng penelitian.

3. Menentukan tingkat kemantapan atau kestabilan lereng berdasarkan nilai faktor keamanan yang diperoleh.

4. Menentukan nilai deformasi yang terjadi di lereng penelitian. 5. Menentukan jenis kelongsoran yang terjadi di lereng penelitian.

1.3. Manfaat Penelitian

1. Sebagai dasar pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan dalam pencegahan longsor di lokasi peneleitian.

2. Sebagai referensi jika dilakukan penelitian lebih lanjut dengan lokasi penelitian yang sama.

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan alasan pemilihan judul di atas, dapat ditentukan bahwa rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakstabilan lereng. 2. Bagaimana nilai faktor keamanan pada daerah penelitian sehingga lereng

dapat diklasifikasikan kestabilannya berdasarkan nilai faktor keamanan.


(17)

3 1.5. Batasan Masalah

Penelitian yang penulis lakukan hanya berfokus pada :

1. Daerah penelitian terletak dijalan lintas Medan – Brastagi Km 35,7 – 36. 2. Faktor keamanan lereng dengan menggunakan pendekatan model soft soil

yang dihitung menggunakana metode elemen hingga.

3. Tidak dilakukan pengeboran untuk mengetahui jenis lapisan tanah

4. Jenis lapisan tanah dianggap sama dengan jenis tanah pada sampel yang diuji di laboratorium.

5. Tidak turut mengevaluasi proses kenaikan muka air tanah 6. Tidak memperhitungkan gaya gempa.

7. Beban yang bekerja pada struktur tanah hanyalah beban akibat berat sendiri. 8. Badan jalan dan saluran drainase di daerah penelitian tidak turut

dimodelkan.

1.6. Metode dan Tahapan Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi pustaka, tinjauan lapangan (survey), dan analisa laboratorium. Dalam metode penelitian ini memiliki 4 tahap, yaitu : tahapan pendahuluan/pustaka, tahapan pengambilan data lapangan, tahapan analisa data dan tahapan penyusunan laporan. Kegiatan penelitian yang dilakukan dengan beberapa tahap adalah sebagai berikut  Tahapan pendahuluan, tahapan ini merupakan tahapan studi pustaka, yakni dengan cara mengumpulkan dan mempelajari literatur-literatur yang terkait dengan penelitian ini. Hasil dari tahapan ini berupa sketsa dan penafsiran sementara keadaan geologi daerah tersebut yang akan digunakan pada tahap pengambilan data.


(18)

4  Tahapan pengambilan data dilapangan, tahapan ini meliputi pengambilan data, meliputi : pengukuran besar sudut lereng, tinggi dan panjang lereng pada tebing jalan serta pengambilan sampel tanah yang belum mengalami gangguan (undisturbed sample) untuk diuji di laboratorium.

 Tahapan pengujian laboratorium, pada tahapan ini sampel tanah tidak terganggu (undisturbed sample) dan sampel tanah terganggu (disturbed sample) diuji dilaboratorium untuk mngetahuai sifat fisik tanah dan juga

sifat mekanika tanah.

 Tahapan analisadan interpretasi data, melakukan pengolahan data dari hasil uji laboratorium yaitu test konsolidasi untuk mendapatkan untuk parameter-parameter yang akan digunakan dalam perhitungan faktor keamanan menggunakan program Plaxis dengan pendekatan metode soft soil.

 Tahapan penyusunan laporan, merupakan tahapan akhir dari tahap penelitian di mana tahap ini hanya menyusun data-data di tahap awal hingga akhir yang selanjutnya akan dirangkum menjadi sebuah laporan penelitian.

1.7. Lokasi Penelitian

Secara geografis daerah penelitian terdapat disepanjang tebing jalan yang menghubungkan Medan – Brastagi Km. 35,7 – 36 desa Sembahe, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi penelitian terletak pada koordinat UTM 453.792,6 mE – 453.900 mE dan 368.850 mN – 369.050 mN, yang tercakup pada Peta Topografi lembar Pancurbatu dengan skala 1:50000.

Pencapaian kedaerah penelitian dari Medan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat dengan waktu tempuh ± 45 menit dari kota Medan.


(19)

5

Gambar 1.1. Lokasi Daerah Penelitian

Lokasi Daerah Penelitian Lokasi Daerah Penelitian


(20)

6 1.8. Bagan Alir Penelitian

Gambar 1.2. Bagan Alir Penelitian ANALISIS KESTABILAN LERENG

MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA DENGAN MODEL SOFT SOIL

KESIMPULAN

SARAN

PENGUJIAN LABORATORIUM :

 Analisa Saringan

 Uji Batas-batas Atterberg

 Uji Kadar Air

 Uji Berat Jenis

 Uji Berat Volume

 Uji Geser Langsung

 Uji Konsolidasi

ANALISIS DATA LABORATORIUM

MULAI

PERSEDIAAN

PENGAMBILAN 2 TABUNG SAMPLE TANAH UNDISTURBED DAN TANAH DISTURBED

STUDI LITERATUR


(21)

21 Sistem klasifikasi Unified membagi tanah dalam tiga golongan besar yaitu tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus dan tanah organik. Tanah berbutir kasar adalah tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan di ayakan No.200 (0.075 mm). Tanah berbutir kasar terbagi atas kerikil (G) dan pasir (S). Kerikil dan pasir


(22)

22 dikelompokkan sesuai dengan gradasinya dan kandungannya lanau atau lempung, sebagai bergradasi baik (W), bergradasi tidak baik (P), mengandung material lanau (M) dan mengandung meterial lempung (c). Maka klasifikasi tipikal GP adalah material krikil yang bergradasi tidak baik.

Tanah-tanah berbutir halus adalah tanah yang lebih dari 50% bahannya lewat ayakan No. 200. Tanah butir halus ini dibagi menjadi lanau (M), lempung (C), serta lanau dan lempung organik (O) bergantung pada bagaimana tanah itu terletak pada grafik plastisitas (hubungan batas cair, indeks plastisitas). Tanda L dan H ditambahkan pada simbol-simbol tanah tanah butir halus untuk berturut-turut menunjukkan plastisitas rendah dan plastisitas tinggi (batas cair di bawah dan di atas 50%). Tanah sangat organis (gambut) dapat diidentifikasikan secara visual. Tabel 2.3.1 sampai 2.3.2 merupakan bagan yang praktis, berasarkan klasifikasi tanah sistem Unified, yang dapat digunakan secara umum untuk menggolongkan sifat-sifat penting dan kesesuaian relatif sesuatu tanah bagi berbagai kegunaan.

2.2.2. Kuat Geser Tanah

Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir – butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Bila tanah mengalami pembebanan maka kohesi tanah akan tergantung pada jenis dan kepadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada bidang geser.

Gesekan antar butir – butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan vertikal pada bidang geser sangat mempengaruhi kestabilan suatu lereng. Kuat geser tidak memiliki suatu nilai tunggal tetapi dilapangan sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor berikut :

1. Keadaan tanah, angka pori, ukuran butir, bentuk butir


(23)

23 2. Jenis tanah, seperti pasir, berpasir, krikil, lempung atau jumlah relatif dari

bahan – bahan yang ada.

3. Kadar air terutama untuk lempung

4. Jenis beban dan tingkatannya, beban yang cepat akan menghasilkan tekanan pori yang berlebih.

Kuat geser tanah dapat dinyatakan dalam persamaan Coulomb :

= c + ( -µ) tg ϕ……….…(2.1) Dengan :

= Tahanan geser tanah atau kuat geser tanah (Kg/cm2) c = Kohesi tanah (Kg/cm2)

= Tegangan total (Kg/cm2) µ = Tekanan air pori (Kg/cm2)

ϕ = Sudut geser dalam tanah (derajat, o)

Dalam persamaan kuat geser tanah komponen kohesi tidak bergantung pada tegangan normal. Sebaliknya, komponen tahanan gesek bergantung pada besarnya tegangan normal.

Karena tanah berbutir kasar tidak mempunyai komponen kohesi ( c = 0), maka kuat gesernya hanya bergantung pada gesekan antar butiran tanah. Tanah-tanah semacam ini disebut Tanah-tanah granuler atau Tanah-tanah tak kohesif atau Tanah-tanah non kohesif. Sebaliknya tanah yang banyak mengandung butiran halus, seperti

lempung, lanau dan koloid, disebut tanah berbutir halus atau tanah kohesif. Untuk memperoleh kekuatan geser tanah dapat dilakukan pengujian kuat geser baik di laboratorium maupun di lapangan. Pengujian kuat geser tanah di laboratorium dapat dilakukan dengan uji geser langsung (Direct Shear Test), uji

triaxial dan uji tekan bebas (Unconfined Compression Test). Sedangkan untuk


(24)

24 memperoleh kekuatan geser tanah di lapangan dapat dilakukan dengan uji sondir, uji SPT (Standart Penetration Test) dan Uji geser baling-baling (Van Shear Test).

2.2.2.1Pengujian Kuat Geser Tanah di Laboratorium a) Uji Geser Langsung (Direct Shear Test)

Pada pengujian Direct Shear seperti terlihat pada Gambar 2.4, kekuatan geser tanah diperoleh dengan cara menggeser contoh tanah yang diberi beban normal Kekuatan yang diperoleh dari percobaan tersebut adalah dalam kondisi

drained karena air di dalam pori tanah diijinkan keluar selama pembebanan.

Untuk memperoleh hasil yang akurat, pengujian dilakukan minimum 3 kali dengan beban normal yang berbeda-beda.

Gambar 2.4 Skema Pengujian Geser Langsung

Uji geser langsung merupakan pengujian yang sederhana sehingga mudah dilakukan, selain sederhana pengujian ini juga cocok untuk tanah non-kohesif

(granular). Tetapi uji geser langsung ini memiliki beberapa kekurangan yaitu bidang keruntuhan contoh tanah sudah diketahui sebab bidang keruntuhan contoh tanah dipaksa terjadi di sepanjang perbatasan antara tanah yang berada di kotak bagian atas dan bagian bawah (Gambar 2.4), bukan pada bidang tanah yang paling lemah. Penyebaran tekanan yang terjadi pada bidang keruntuhan tidak merata


(25)

25 namun di dalam perhitungan tegangan geser yang terjadi diasumsikan merata sepanjang bidang keruntuhan.

b) Uji Triaxial

Sesuai dengan kondisi dan waktu pembebanan yang akan dilaksanakan di lapangan, maka pengujian triaxial dibagi menjadi tiga (3) metode, yaitu :

Unconsolidated Undrained test (UU test atau Quick test), Consolidated Undrained test (CU test) dan Consolidated Drained test (CD test).

Gambar 2.5 Alat Uji Triaxial

1. Unconsolidated Undrained test (UU test atau Quick Test)

Cara ini dipilih berdasarkan kondisi pembebanan yang akan dilakukan di lapangan, yaitu bila kecepatan pembebanan jauh melebihi kecepatan keluarnya air dari pori tanah, sehingga contoh tanahakan runtuh sebelum tanah terkonsolidasi dan dengan demikian tekanan air pori di dalam tanah akan meningkat. Ketentuan dalam pengujian ini sebagai berikut.

 Contoh tanah harus jenuh.

 Tidak terjadi perubahan volume contoh tanah, baik sebelum dan selama pengujian.


(26)

26

 Air dari dalam pori contoh tanah tidak diijinkan keluar. Peningkatan tekanan air pori yang terjadi selama pengujian dapat diukur.

 Sudut geser-dalam tanah pada umumnya mendekati nol. 2. Consolidated Undrained test (CU test)

Metode ini dipilih apabila dalam kenyataan di lapangan, lapisan tanah sudah mengalami konsolidasi (consolidated) sebelum beban diberikan sehingga

volume tanah sudah berubah. Sedangkan pada saat pembebanan, kecepatan pemberian beban melebihi kecepatan keluamya air dari pori tanah (undrained).

Secara umum beberapa kondisi berikut harus dipenuhi:

 Contoh tanah harus jenuh.

 Contoh tanah harus dikonsolidasikan terlebih dulu sehingga besamya tekanan air di dalam contoh tanah sebelum pembebanan adalah nol.

 Air dari dalam pori tanah tidak diijinkan keluar pada saat pemberian beban dan peningkatan tekanan air pori yang tetjadi selama penekanan dapat diukur.

3. Consolidated Drained test (CD test)

Pengujian dengan cara ini dipilih jika lapisan tanah diijinkan mengalami konsolidasi (consolidated) sebelum pembebanan dan kecepatan pembebanan yang

akan dialami tanah relatif lebih rendah dibandingkan dengan kecepatan keluarnya air dari pori tanah (drained). Secara umum, pengujian ini harus memperhatikan

beberapa hal sebagai berikut.

 Contoh tanah harus jenuh.

 Contoh tanah telah terkonsolidasi secara sernpuma, sehingga tidak ada peningkatan tekanan air pori di dalam contoh tanah.

 Air pori diperbolehkan keluar dari pori tanah selama pengujian.


(27)

27

 Kohesi untuk semua jenis tanah (c) yang diperoleh mendekati nol.

c) Uji tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

Pengujian Unconfined Compression Test dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Metode ini masih sering digunakan karena sangat sederhana, praktis, dan cepat untuk menentukan kohesi tanah lempung jenuh (Cu) dalam keadaan undrained.

Namun harus diingat bahwa pengujian ini hanya akurat untuk tanah lempung jenuh, yang tidak mempunyai sudut geser-dalam ( Ф = 0 ).

Gambar 2.6. (a) Skema Uji Geser Langsung (b) Skema keruntuhan Benda uji 2.2.2.2Pengujian Kuat Geser Tanah di Lapangan

a) Uji Geser Kipas

Beberapa macam alat telah digunakan untuk mengukur tahanan geser tanah kohesif. Salah satunya adalah alat uji geser kipas atau geser baling - baling (vane shear test). Salah satu jenis alatnya terdiri dari kipas baja seinggi 10 cm

dan diameter 5 cm yang berpotongan saling tegak lurus (Gambar 2.7). dalam peraktek, terdapat beberpa ukuran kipas yang bisa digunakan.

Pada saat melakukan pengujian, alat ini di pasang pada ujung bor, kipas berserta tangkainya ditekan ke dalam tanah, kemudian di putar dengan kecepatan 6 sampai 12Ú per menit. Besarnya torsi (tenaga puntiran) yang di butuhkan untuk


(28)

28 memutar kipas diukur karena tanah tergeser menurut bentuk silinder vertical yang terjadi di pinggir baling-baling, tahanan geser tanah dapat dihitung, jika dimesi baling-baling dan gaya puntiran diketahui.

Pengukuran dilakukan sepanjang kedalaman tanah yang diselidiki, pada jarak interval kira-kira 30 cm. bila pengukuran dilakukan dengan pembuatan lubang dari alat bor, kipas ditancapkan paling sedikit berjarak 3 kali diameter lubang bor diukur dari dasar lubangnya. Hal ini dimaksudkan untuk menyelidiki tanah yang benar-benar tak terganggu oleh operasi pengeboran. Kuat geser tanah yang telah berubah susunan tanahnya (remoulded) dapat pula dilakukan dengan

pengukuran torsi minimum yang dibutuhkan untuk memutar baling-baling secara cepat dan kontinu.

Gambar 2.7. (a) Alat Uji Geser Kipas (b) Zona Distorsi

Studi yang mendetail telah membuktikan bahwa kuat geser tanah lempung yang diperoleh dari uji geser kipas di lapangan terlalu besar (Aman,dkk., 1975). Hal ini disebabkan oleh zona geser yang terjadi saat tanah geser,lebih besar dari bidang runtuh tanahnya, perluasan bidang runtuh tergantung dari macam dan kohesi tanah.


(29)

29 2.2.3 Sifat Indeks Tanah

1. Angka Pori (Void ratio (e))

Besar pori – pori yang menghubungkan antar partikel sangat berpengaruh pada keadaan material di lapangan, semakin kecil angka pori – pori partikel maka hubungan antara partikel semakin kuat dan ini sangat berpengaruh pada keadaan tegangan geser antar partikel. Angka pori biasanya dinyatakan dalam desimal atau centimeter kubik (cm3). Karena pori – pori material dalam satuan luas dan pada tanah kohesif (lengket apabila basah) nilai angka pori mencapai 0,8 – 1,1.

2. Kadar Air (Water Content (w))

Banyak kandungan air yang mengisi pori – pori material dapat mempengaruhi tekanan lateral, sehingga menyebabkan bertambahnya tegangan geser.

3. Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation (Sr))

Persamaan ini menyatakan rasio antara air yang ada didalam pori – pori tanah terhadap jumlah total yang akan terdapat apabila seluruh pori – pori terisi air. Derajat kejenuhan merupakan persentase dari volume rongga total yang mengandung air.

4. Porositas (Porosity (n))

Porositas dinyatakan dalam persentase walaupun dalam perhitungan teknis sebagai desimal.

5. Berat Jenis Butiran Tanah (Specific Grafity (Gs))

Nilai berat jenis ini dapat berubah apabila butiran tanah tersebut telah diberi gaya – gaya, keadaan porositas butiran dalam tanah juga dapat mempengaruhi.


(30)

30 6. Koefisien Rembesan Tanah (Coefficient of Permeability)

Koefisien rembesan tanah adalah nilai yang menyatakan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Nilai ini bergantung pada beberapa faktor, yaitu : kekentalan cairan, distribusi ukuran pori, distribusi ukuran butir, angka pori, kekasaran permukaan butiran tanah dan derajat kejenuhan tanah. Pada tanah berlempung struktur tanah memegang peranan penting dalam menentukan koefisien rembesan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sifat rembesan tanah lempung adalah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran lempung.

Harga koefisien rembesan atau k untuk tiap-tiap jenis tanah tentunya

berbeda-beda. Beberapa harga koefisien rembesan tanah ditunjukkan oleh Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Harga-harga Koefisien Rembesan Pada Umumnya

Jenis Tanah K

Kerikil Bersih 1.0 – 100 Pasir Kasar 1.0 – 0.001 Pasir Halus 0.01 – 0.001

Lanau 0.001 – 0.00001

Lempung Kurang dari 0.000001

 Angka Pori/ 

      Vs Vv e ratio void ( )

 Kadar air/ 

      Ms Mw w content

water ( )

 Derajat kejenuhan

      Vs Vv Sr saturation of

ree ( )

deg

 Porositas/ 

      v Vv n

porosity ( )

 Berat jenis butiran tanah

      e Wgs Gs grafity

specific ( )

Dimana :


(31)

31 - Vv = Volume pori - V = Volume total tanah

- Vw = Volume air - Ms = Massa Padat - Vs = Volume partikel padat - Mw = Massa air

2.3 Analisa Kestabilan Lereng 2.3.1 Faktor Keamanan

Tingkat kemantapan atau kestabilan dari sebuah lereng dilihat dari nilai faktor keamanan yang dimiliki oleh lereng tersebut. Yang sangat mempengaruhi nilai faktor keamanan ini adalah tegangan geser dan kuat geser. Tegangan geser pada lereng bekerja sebagai gaya pendorong sementara kuat geser bekerja sebagai gaya penahan.

Gambar 2.8. Mekanisme Gerakan Tanah Pada Bidang Miring

Pada dasarnya keruntuhan lereng dapat dianalogikan dengan mekanisme garakan benda pada bidang miring seperti yang terlihat di gambar 2.8. Gaya yang menyebabkan longsor adalah T, gaya inilah yang dikatakan sebagai tegangan geser. Sementara gaya yang menahan kelongsoran adalag R, gaya ini disebut kuat geser tanah. Maka kelongsoran akan terjadi apabila tegangan geser (T) yang berkerja lebih besar dari kuat geser tanah (R). Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa faktor keamanan itu adalah perbandingan antara gaya penahan dengan gaya penyebab longsor.

Dimana :

W = Berat Benda T = Gaya Geser

= Kemiringan Lereng


(32)

32 ………(2.2) Tabel 2.6. Tabel Hubungan Nilai Fk dengan Kestabilan Lereng Menurut Sowers (1979) Dalam Cheng Liu (1981)

Nilai Fk Kestabilan Lereng

FK < 1 1 ≤ FK ≤ 1,2

FK > 1,2

Tidak Aman

Stabilitas lereng meragukan Aman

2.3.2. Metode Analisis Kemantapan Lereng

Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, cara komputasi dan cara grafik (Pangular, 1985).

Cara pengamatan visual adalah cara dengan mengamati langsung di lapangan dengan membandingkan kondisi lereng yang bergerak atau diperkirakan bergerak dan yang yang tidak, cara ini memperkirakan lereng labil maupun stabil dengan memanfaatkan pengalaman di lapangan (Pangular, 1985). Cara ini kurang teliti, tergantung dari pengalaman seseorang. Cara ini dipakai bila tidak ada resiko longsor terjadi saat pengamatan. Cara ini mirip dengan memetakan indikasi gerakan tanah dalam suatu peta lereng.

Cara komputasi adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus (Fellenius, Bishop, Janbu, Sarma, Bishop modified, metode elemen hingga dan lain-lain). Cara Fellenius dan Bishop menghitung Faktor Keamanan lereng dan dianalisis kekuatannya. Menurut Bowles (1989), pada dasarnya kunci utama gerakan tanah adalah kuat geser tanah yang dapat terjadi : (a) tak terdrainase, (b) efektif untuk beberapa kasus pembebanan, (c) meningkat sejalan peningkatan konsolidasi (sejalan dengan waktu) atau dengan kedalaman, (d) berkurang dengan


(33)

33 meningkatnya kejenuhan air (sejalan dengan waktu) atau terbentuknya tekanan pori yang berlebih atau terjadi peningkatan air tanah.

Cara grafik adalah dengan menggunakan grafik yang sudah standar (Taylor, Hoek & Bray, Janbu, Cousins dan Morganstren). Cara ini dilakukan untuk material homogen dengan struktur sederhana. Material yang heterogen (terdiri atas berbagai lapisan) dapat didekati dengan penggunaan rumus (cara komputasi). Stereonet, misalnya diagram jaring Schmidt (Schmidt Net Diagram)

dapat menjelaskan arah longsoran atau runtuhan batuan dengan cara mengukur

strike/dip kekar-kekar (joints) dan strike/dip lapisan batuan.

2.3.2.1 Metode Fellenius

Ada beberapa metode untuk menganalisis kestabilan lereng, yang paling umum digunakan ialah metode irisan yang dicetuskan oleh Fellenius (1939). Metode ini banyak digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng yang tersusun oleh tanah, dan bidang gelincirnya berbentuk busur (arc-failure).

Menurut Sowers (1975), tipe longsorang terbagi kedalam 3 bagian berdasarkan kepada posisi bidang gelincirnya, yaitu longsorang kaki lereng (toe failure), longsorang muka lereng (face failure), dan longsoran dasar lereng (base failure). Longsoran kaki lereng umumnya terjadi pada lereng yang relatif agak

curam (>45o) dan tanah penyusunnya relatif mempunyai nilai sudut geser dalam yang besar (>30o). Longsoran muka lereng biasa terjadi pada lereng yang mempunyai lapisan keras (hard layer), dimana ketinggian lapisan keras ini

melebihi ketinggian kaki lerengnya, sehingga lapisan lunak yang berada diatas lapisan keras berbahaya untuk longsor. Longsoran dasar lereng biasa terjadi pada lereng yang tersusun oleh tanah lempung, atau bisa juga terjadi pada lereng yang tersusun oleh beberapa lapisan lunak (soft seams).


(34)

34 Perhitungan lereng dengan metode Fellenius dilakukan dengan membagi massa longsoran menjadi segmen-segmen seperti pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Gaya Yang Bekerja Pada Longsoran Lingkaran

Ʃ x = Ʃ .l.R………...………. (2.3)

FK =

...(2.4)

Dimana :

Wi = Berat sepanjang segmen tanah (KN/m)

li = Panjang busur lingkaran pada segmen yang dihitung (m) Xi = Jarak horisontal dari pusat gelincir ke titik berat segmen (m)


(35)

35 R = Jari-jari lingkaran keuntuhan (m)

R = Tegangan geser (Kg/cm2)

Sedangkan untuk tanah yang kohesif dengan sudut geser dalam tanah nol (Ф = 0), maka :

FK =

……….………(2.5)

Dimana :

Cu = Kuat geser tanah tak terdainase (Kg/cm2)

= Sudut antara bidang horisontal dengan garis kerja kohesi tanah L = Panjang total busur gelincir, L =

= Sudut busur lingkaran gelincir Untuk tanah c-Ф, maka :

FK =

……...………....(2.6)

Dimana :

C = Kuat geser tanah (Kg/cm2) W = Berat segmen tanah (Kg)

Metode Fellenius dapat digunakan pada lereng-lereng dengan kondisi isotropis, non isotropis dan berlapis-lapis. Massa tanah yang bergerak diandaikan terdiri dari atas beberapa elemen vertikal. Lebar elemen dapat diambil tidak sama dan sedemikian sehingga lengkung busur di dasar elemen dapat dianggap garis lurus.

Berat total tanah/batuan pada suatu elemen (W,) termasuk beban Iuar yang bekerja pada permukaan lereng (gambar 2) Wt, diuraikan dalam komponen tegak


(36)

36 lurus dan tangensial pada dasar elemen. Dengan cara ini, pengaruh gaya T dan E yang bekerja disamping elemen diabaikan. Faktor keamanan adalah perbandingan momen penahan longsor dengan penyebab Iongsor.

Mpenahan = R. r ………...(2.7)

Dimana : R = gaya geser

r = jari-jari bidang longsor

Tahanan geser pada dasar tiap elemen adalah :

R = S.b = b (c’+ tan Ф’)  = ………(2.8)

Momen penahan yang ada sebesar :

Mpenahan = r (c’b + Wt cos α tan Ф’)………….………..………(2.9)

Komponen tangensial Wt, bekerja sebagai penyebab Iongsoran yang menimbulkan momen penyebab sebesar:

Mpenyebab = (Wt sin α ) . r……….…………..………(2.10)

Faktor keamanan dari lereng menjadi :

FK =

……..……….………...……(2.11)

Jika lereng terendam air atau jika muka air tanah diatas kaki lereng, maka tekanan air pori akan bekerja pada dasar elemen yang ada dibawah air tersebut. Dalam hal ini tahanan geser harus diperhitungkan yang efektif sedangkan gaya penyebabnya tetap diperhitungkan secara total, sehingga rumus menjadi :

FK =

………..……….……….…(2.12)


(37)

37 Gambar 2.10. Sistem Gaya pada Metode Fellenius

2.3.2.2 Metode Bishop

Metode ini pada dasarnya sama dengan metode swedia, tetapi dengan memperhitungkan gaya-gaya antar irisan yang ada. Metode Bishop mengasumsikan bidang longsor berbentuk busur lingkaran. Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik pusat busur lingkaran bidang luncur, serta letak rekahan. Untuk menentukan titik pusat busur lingkaran bidang luncur dan letak rekahan pada longsoran busur dipergunakan grafik.

Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat populer dalam analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang


(38)

38 memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti Metode Spencer atau Metode Kesetimbangan batas umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk busur lingkaran untuk mencari faktor keamanan minimum.

Metode Bishop sendiri memperhitungkan komponen gaya-gaya (horizontal dan vertikal) dengan memperhatikan keseimbangan momen dari masing-masing potongan. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisis tegangan efektif.

Cara analisis yang dibuat oleh A.W. Bishop (1955) menggunakan cara elemen dimana gaya yang bekerja pada tiap elemen ditunjukkan pada seperti pada Gambar 2.11. Persyaratan keseimbangan diterapkan pada elemen yang membentuk lereng tersebut.

Gambar 2.11. Stabilitas Lereng Dengan Metode Bishop Faktor kemanan dihitung berdasarkan rumus ;

FK =

…….………(2.13)


(39)

39 Harga m.a dapat ditentukan dari Gambar 2.12. Cara penyelesaian merupakan coba ulang (trial and errors) harga faktor keamanan FK di ruas kiri

persamaan faktor keamanan diatas, dengan menggunakan Gambar 2.12. untuk mempercepat perhitungan. Faktor keamanan menurut cara ini menjadi tidak sesuai dengan kenyataan, terlalu besar, bila sudut negatif ( - ) di lereng paling bawah mendekati 30°. Kondisi ini bisa timbul bila lingkaran longsor sangat dalam atau pusat rotasi yang diandalkan berada dekat puncak lereng. Faktor keamanan yang didapat dari cara Bishop ini lebih besar dari yang didapat dengan cara Fellenius.

Gambar 2.12. Harga m.a Untuk Persamaan Bishop

2.3.2.3 Metode Janbu

Metode ini digunakan untuk menganalisis lereng yang bidang longsornya tidak berbentuk busur lingkaran. Bidang longsor pada analisis metode janbu ditentukan berdasarkan zona lemah yang terdapat pada massa batuan atau tanah.


(40)

40 Cara lain yaitu dengan mengasumsikan suatu faktor keamanan tertentu yang tidak terlalu rendah. Kemudian melakukan perhitungan beberapa kali untuk mendapatkan bidang longsor yang memiliki faktor keamanan terendah.

Gambar 2.13. Aplikasi Metode Janbu Metode Janbu, untuk tanah berbutir kasar :

Qp = Ap (c · σc’+ q’·σq’) ………..……...(2.14) Dimana :


(41)

41 c = Kohesi tanah (Kg/cm2)

σc’, σq’ = Faktor daya dukung ujung tiang berdasarkan tabel Janbu

Gambar 2.14. Faktor Daya Dukung Ijin Dengan Sudut Geser Dalam Janbu (1954) mengembangkan suatu cara analisa kemantapan lereng yang dapat diterapkan untuk semua bentuk bidang longsor.

Gambar 2.15. Analisa Kemantapan Lereng Janbu


(42)

42 Gambar 2.16. Sistem Gaya Pada Suatu Elemen Menurut Cara Janbu

Keadaan keseimbangan untuk setiap elemen dan seluruh massa yang longsor mengikuti persamaan dibawah ini :

Ʃ S sin α + σ cos α = Ʃ Δ W, dimana Ʃ Δ T = 0 ………(2.15) Ʃ (-S cos α + σ sin α )= - Q, dimana Ʃ Δ E + Q = 0 ……….……(2.16) Kriteria kemantapan lereng menggunakan rumus terakhir.

Berdasarkan kriteria keruntuhan coulomb, faktor keamana dapat dikutip dengan rumus :

FK =

=

……….…(2.17)

Dimana : n α = cos2α ( 1+ tan α tan / F)………(2.18) Dari kondisi momen keseimbangan diperoleh :

T = - tan α E………..(2.19)

Tx = - tan αt ………(2.20) Pada rumus yang dipakai terdapat besaran t yang tidak diketahui apabila kondisi tegangan tidak diketahui. Meskipun demikian dengan membuat asumsi


(43)

43 kedudukan gaya yang bekerja, harga yang cukup teliti dar Tx dapat diperoleh dari rumus 2.20.

2.3.2.4 Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga dalam rekayasa geoteknik adalah metode yang membagi-bagi daerah yang akan dianalisis kedalaman bagian-bagian yang kecil. Bagian-bagian yang kecil inilah yang disebut dengan elemen. Semakin banyak pembagian elemen maka hasil perhitungan numeriknya akan semakin mendekati kondisi asli. Metode elemen hingga pada rekayasa geoteknik memiliki sedikit perbedaan dengan metode elemen hingga pada rekayasa struktur, sebab dalam rekayasa geoteknik terjadi interaksi elemen yang memiliki kekakuan yang berbeda. Seperti halnya pondasi, dalam menganalisis pondasi dengan metode elemen hingga terdapat perdeaan kekakuan antara dua elemen, yaitu elemen tanah dan elemen struktur atau pondasi itu sendiri.

Adapun tahapan-tahapan analisa dengan menggunaka metode elemen hingga adalah sebagai berikut :

a) Pemilihan Tipe Elemen

Gambar 2.17. Jenis-Jenis Elemen

Pada dasarnya, elemen-elemen dalam Metode Elemen Hingga (MEH) bisa dibedakan menjadi 3, yaitu 1D (line elements), 2D (plane elements), dan 3D.


(44)

44 Untuk alasan biaya, sebisa mungkin pemodelan MEH bisa dilakukan dengan elemen yang sesederhana mungkin. Jika elemen-elemen 1D sudah mencukupi, maka tidak perlu elemen-elemen 2D. Demikian pula, jika 2D sudah cukup, tidak perlu 3D. Tentu saja, problem yang sebetulnya cukup dimodelkan dengan elemen-elemen 1D bisa dimodelkan dengan 2D atau 3D. Demikian pula problem yang sebetulnya cukup dimodelkan dengan elemen-elemen 2D bisa dimodelkan dengan 2D. Namun biaya akan lebih besar untuk hasil yang tidak berbeda.

Gambar 2. 18. Titik Nodal dan Titik Integrasi

Di dalam elemen terdapat dua jenis titik, yaitu titik nodal dan juga titik integrasi. Titik nodal adalah titik yang menghubungkan elemen satu dengan elemen lainnya. Pada titik nodalah terjadi perpindahan. Sementara Titik Integrasi adalah adalah titik yang berada di dalam elemen. Dari titik integrasi dapat diperoleh tegangan dan juga regangan di elemen. Titik integrasi juga dikenal sebagai stress point. Elemen 1D yang mirip dengan spring element adalah truss element. Bedanya dengan spring element, truss element memiliki sifat-sifat yang

berasal dari material yaitu Young Modulus E, Poison ratio v, luasan penampang,

dan panjang. Dengan demikian, besarnya stress akan bisa dihitung, dengan terlebih dulu mengetahui strain, displacement, dan gaya yang bekerja. Problem

fisik yang bisa dianggap sebagai truss adalah batang yang cukup panjang, dan disambung dengan pin pada ujung-ujungnya.


(45)

45 Pada spring element dan truss element, respons hanya memiliki nilai pada

satu arah saja, yaitu arah memanjang (longitudinal). Dengan demikian, kedua elemen ini hanya memiliki dof translasi pada arah longitudinalnya saja. Hanya saja, jika spring element atau truss element diletakkan menyudut pada sistem koordinat global, maka response bisa diuraikan dalam dua arah sumbu (x, y) atau tiga arah sumbu (x, y, z).

Elemen 1D lain yang juga sering dipakai dalam pemodelan adalah beam element. Elemen ini sama dengan truss, dengan tambahan bahwa beam element

menerima beban bending, yang dengan demikian stress tidak hanya berupa

normal stress, namun juga shear stress. Berbeda dengan spring element dan truss

element yang hanya memiliki dof translasi pada arah longitudinalnya, beam element memiliki dof translasi ke semua arah dan juga dof rotasi ke semua arah.

Elemen-elemen 2D digunakan jika response memiliki nilai signifikan ke 2 arah (biasanya x dan y), sedangkan response pada arah yang lainnya (yaitu z) diabaikan. Load hanya bekerja “along the x-y plane”. σamun geometri pada arah

z tidak selalu harus diabaikan, misalnya pada kasus plain strain, dimana dimensi pada arah z bisa sangat besar nilainya (misalnya sebuah pipa yang panjang) namun strain hanya diukur pada bidang x dan y saja. Dof yang dimiliki oleh elemen plane hanyalah translasi pada arah x dan arah y, tanpa ada rotasi.

Bentuk elemen 2D yang umum dipakai adalah triangular element

(segitiga) dan quadrilateral element (segiempat). Jika order elemennya adalah 1

maka sisi-sisi elemen tersebut (edges) berupa garis lurus. Namun jika order

elemennya lebih dari 1 (kuadrat, kubik, dst) maka sisi-sisinya bisa berupa kurva. Adapun pada elemen-elemen 3D, response pada ketiga arah (x, y, z) memiliki besar yang signifikan. Secara umum elemen-elemen 3D bisa dibedakan


(46)

46 menjadi solid elements, shell elements, dan solid-shell elements. Semua elemen 3D memiliki dof translasi pada arah x, y, dan z pada setiap nodenya, tanpa dof rotasi.

Bentuk elemen 3D yang umum dipakai adalah tetrahedral element (limas

segitiga) dan hexahedral element (balok, batubata). Jika order elemennya adalah 1

maka edge dan surface elemen tersebut berupa garis yang rata dan bidang yang rata. Namun jika ordernya lebih dari satu, maka dimungkinkan edge dan surface

elemen tersebut berupa garis dan bidang yang melengkung. Terdapat pula elemen 3D yang memiliki node ditengah-tengah titik beratnya.

b) Pemilihan Fungsi Perpindahan

Fungsi perpindahan atau yang lebih dikenal dengan shape function dan

disimbolkan dengan N adalah fungsi yang menginterpolasikan perpindahan di titik nodal ke perpindahan di elemen dengan menggunakan segitiga pascal. Pemilihan fungsi perpindahan bergantung pada jenis elemen yang dideskripsikan. Di dalam pemilihan fungsi perpindahan, hal mendasar yang perlu diketahui adalahan, fungsi perpindahan di titik yang ditinjau selalu bernilai 1 dan bernilai 0 di titik lainnya. Berikut penjabaran fungsi perpindahan menggunakan matriks.

Tabel 2.7 Pemilihan Fungsi Perpindahan


(47)

47 X ( ξ , ) = a1 + a2 ξ + a3 + a4 ξ

Y ( ξ , ) = a5 + a6 ξ + a7 + a8 ξ Maka,

=

Jika matriks tersebut dipisah maka akan diperoleh :

= [ ]

( ) c) Pendefenisian Regengan dan Tegangan

Pada tahapan ini matriks perpindahan merupakan turunan pertama dari fungsi perpindahan yang dipilih di tahap sebelumnya. Dengan demikian dapat diketahui tegangan dan regangan yang terjadi di titik integrasi untuk setiap elemennya. Adapun persamaan matriksnya adalah sebagai berikut :


(48)

48 Universitas Sumatera Utara


(49)

49 d) Menentukan Metriks Kekakuan

Persamaan dari matriks kekakuan adalah sebagai berikut :

Dimana D adalah matriks konstitutif yang nilainya bergantung pada jenis permodelan.

 Untuk elemen plain stress

 Untuk elemen plain strain


(50)

50 Setelah matriks kekakuan untuk setiap elemen diperoleh makan rubahlah koordinat lokal menjadi koordinat global untuk mengetahui gaya-gaya yang berkerja pada elemen yang dimodelkan.

2.4. Plaxis

Plaxis merupakan program yang berbasis metode elemen hingga dalam menyelesaikan permasalahan-permasalah yang berkaitan dengan tanah. Plaxis pertama kali dikembangkan di Belanda pada tahun 1987 oleh Technical University Of Delft yang dimaksudkan sebagai alat bantu dalam menganalisis

permasalahan tanah yang sering dihadapi oleh ahli-ahli Geoteknik. Walaupun pengujian dan validasi telah banyak dilakukan, tetap tidak ada jaminan bahwa program plaxis bebas dari kesalahan. Simulasi geoteknik dengan menggunakan metode elemen hingga telah secara implisit melibatkan kesalahan pemodelan dan kesalahan numerik yang tidak dapat dihindari. Akurasi dari keadaan sebenarnya di lapangan sangat bergantung pada keahlian pengguna dalam memodelkan permasalahan, pemahaman terhadap model-model, penentuan parameter yang akan digunakan dan kemampuan untuk melakukan interpretasi dari hasil analisis menggunakan program plaxis tersebut. Di dalam program plaxis ada beberapa jenis permodelan tanah, antara lain model tanah Mohr – Coulomb dan model Tanah Lunak (soft soil).

2.4.1. Model Tanah Mohr – Coulomb

Model Mohr – Coulomb adalah model Linear elastic dan Plastic sempurna (Linear Elastic Perfectly Plastic Model) yang melibatkan lima buah parameter

inti, yaitu :

 Modulus kekakuan tanah (mod. Young ), E dan Poisson rasio yang memodelkan keelastikan tanah, v


(51)

51

 Kohesi tanah, c dan sudut geser dalam tanah, Ф yang memodelkan perilaku plastic dari tanah.

 Sudut dilatansi, yang memodelkan prilaku dilatansi tanah.

Model ini cukup baik sebagai tingkat pertama (first order) pendekatan

perilaku tanah dan batuan. Disini setiap lapis tanah dianggap mempunyai kekakuan yang konstan atau meningkat secara linear terhadap kedalaman. Kelemahan model ini adalah melinearkan kekakuan tanah (tidak memperhitungkan perubahan nilai E terhadap perubahan tegangan).

2.4.2. Model Tanah Lunak (Soft Soil)

Model tanah lunak ini diambil berdasarkan teori Cam – Clay yang dikembangkan di Cambridge. Seperti pada model Mohr – Coulomb, batas kekuatan tanah dimodelkan dengan parameter kohesi, c, sudut geser dalam, Ф dan sudut dilatansi, Ф. Sedangkan untuk kekakuan tanah dimodelkan dengan menggunakan parameter lamda, λ* dan kappa, k*, yang merupakan parameter kekakuan yang diturunkan dari uji triaksial maupun oedometer.

λ*

=

……….………....(2.21)

k* =

……….…(2.22)

λ*/ k* = 2,5 7,0

Model tanah lunak ini dapat memodelkan hal – hal sebagai berikut :

 Kekakuan yang berubah bersama dengan tegangan (Stress Dependent Stiffness)

 Membedakan pembebanan primer (primary loading) terhadap unloading – reloading.


(52)

52

 Mengingat tegangan pra – konsolidasi.

 Kriteria keruntuhan sesuai dengan teori Mohr – Coulomb.


(53)

53 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Daerah penelitian terletak pada jalan lintas yang menghubungkan Medan-Brastagi Km 35,7-36 Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli serdang Propinsi Sumatera Utara. Hasil pengamatan secara langsung di lapangan, daerah penelitian merupakan daerah yang memperlihatkan relief bergelombang sedang sampai kuat dengan kemiringan lereng curam sampai sedang. Batuan penyusun pada daerah penelitian umumnya disusun oleh batuan piroklastik yang sebagian besar telah mengalami pelapukan.

Pencapaian kedaerah penelitian dari Medan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat dengan waktu tempuh ± 45 menit dari kota Medan.

Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian

Lokasi Daerah Penelitian Lokasi Daerah Penelitian


(54)

54 3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi pustaka, tinjauan lapangan (survey), dan analisa laboratorium. Dalam metode penelitian ini memiliki 4 tahap, yaitu : tahapan pendahuluan/pustaka, tahapan pengambilan data lapangan, tahapan analisa data dan tahapan penyusunan laporan. Kegiatan penelitian yang dilakukan dengan beberapa tahap adalah sebagai berikut

 Tahapan pendahuluan, tahapan ini merupakan tahapan studi pustaka, yakni dengan cara mengumpulkan dan mempelajari literatur-literatur yang terkait dengan penelitian ini. Hasil dari tahapan ini berupa sketsa dan penafsiran sementara keadaan geologi daerah tersebut yang akan digunakan pada tahap pengambilan data.

 Tahapan pengambilan data dilapangan, tahapan ini meliputi pengambilan data, meliputi : pengukuran besar sudut lereng, tinggi dan panjang lereng pada tebing jalan serta pengambilan sampel tanah yang belum mengalami gangguan (undisturbed sampel) untuk diuji di laboratorium.

 Tahapan pengujian laboratorium, pada tahapan ini sampel tanah tidak terganggu (undisturbed sample) dan sampel tanah terganggu (disturbed sample) diuji dilaboratorium untuk mngetahuai sifat fisik tanah dan juga

sifat mekanika tanah.

 Tahapan analisadan interpretasi data, melakukan pengolahan data dari hasil uji laboratorium yaitu test konsolidasi untuk mendapatkan untuk parameter-parameter yang akan digunakan dalam perhitungan faktor keamanan menggunakan program Plaxis dengan pendekatan metode soft soil.

Untuk lebih jelasnya, metode penelitian dalam penelitian ini dapat dilihat dari bagan alir penelitian sebagai berikut :


(55)

55 Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian

ANALISIS KESTABILAN LERENG

MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA DENGAN MODEL SOFT SOIL

KESIMPULAN

SARAN

PENGUJIAN LABORATORIUM :

 Analisa Saringan

 Uji Batas-batas Atterberg

 Uji Kadar Air

 Uji Berat Jenis

 Uji Berat Volume

 Uji Geser Langsung

 Uji Konsolidasi

ANALISIS DATA LABORATORIUM

MULAI

PERSEDIAAN

PENGAMBILAN 2 TABUNG SAMPLE TANAH UNDISTURBED DAN TANAH DISTURBED

STUDI LITERATUR


(56)

56 3.3. Persediaan

Adapun pekerjaan persiapan yang dilakukan oleh peneliti pada penelitian ini yaitu studi literatur. Mencari segala informasi dan teori-teori pendukung yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Studi literatur ini mencakup informasi seputar tanah, metode elemen hingga, stabilitas lereng dan juga hal-hal lain yang bersifat mendukung pada penelitian ini.

3.4 Pengambilan Sample Tanah

Sampel tanah di ambil di lereng yang berada tepat di pinggir jalan yang menghubungkan Medan-Berastagi Km 35,7-36. Sampel tanah yang diambil adalah sampel tanah tidak terganggu (undisturbed sample) dan sampel tanah

terganggu (disturbed sample). Adapun prosedur pengambilan sampel tanah yang

dilakukan adalah sebagai berikut :

 Menentukan lokasi atau titik pengambilan sampel di sepanjang lereng yang diamati. Dipilih dua titik pengambilan sampel yang mewakili daerah penelitian.

 Melakukan pembersihan lapisan tanah bagian atas (top soil) yakni ± 30 cm

dari permukaan tanah.

 Melakukan pengambilan sampel tanah dengan menggunakan tabung dimana untuk setiap titik pengamatan diambil satu tabung sampel tanah. Pengambilan dengan tabung ini menggunakan pemukul (hamer) secara

manual. Kemudian seluruh sampel yang telah diambil dibawa kelaboratorium untuk diuji.


(57)

57 3.5 Pekerjaan Laboratorium

3.5.1. Uji Sifat Fisik Tanah

Pengujian sifat fisik tanah untuk mengetahui sifat-sifat fisik tanah yang akan digunakan sebagai parameter dalam perhitungan faktor keamanan lereng. Pengujian sifat fisik tanah ini menggunakan sampel tanah terganggu (undisturbed sample). Adapun pengujian-pengujian di laboratorium yang dilakukan untuk

memperoleh nilai serta sifat-sifat fisik tanah dianataranya adalah :

 Uji Kadar Air (Water Content Test)

 Uji Berat Jenis (Specific Gravity test)

 Uji berat Volume (Volume weight Test)

 Uji Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit test)

3.5.2 Uji Sifat Mekanis Tanah

3.5.2.1 Uji Geser Langsung (Direct Shear Test)

Uji geser langsung (direct shear test )adalah uji geser yang dilakukan

untuk menentukan parameter-parameter kekuatan tanah yaitu kohesi (c) dan sudut geser dalam tanah (Ф). Prinsip perhitungan kohesi dan sudut geser dalam tanah pada uji geser langsung ini mengikuti prinsip Mohr-Coulomb. Uji geser langsung ini dilakukan dengan dua tahapan dimana tahapan pertama adalah pemberian tegangan normal kemudian tahapan kedua adalah pemberian tegangan geser sampai sampel tanah mencapai keruntuhan.

Untuk melakukan perhitungan tingkat kestabilan lereng diperlukan parameter yang didapat dari uji laboratorium, salah satu parameteranya adalah kohesi tanah dan sudut geser dalam tanah. Untuk itu perlu dilakukan uji yang dapat menghasilkan parameter tersebut. Sehingga dipilihalah uji geser langsung


(58)

58 untuk memperoleh nilai dari kohesi dan sudut geser dalam yang nantinya akan menjadi salah satu parameter dalam perhitungan faktor keamanan.

3.5.2.2 Uji Konsolidasi

Parameter lainnya yang dibutuhkan dalam perhitungan tingkat kestabilan lereng menggunakan model soft soil adalah indeks kemampatan (compression index) yang dilambangkan dengan Cc dan juga indeks pengembangan (Swelling index) yang dilambangkan dengan Cs. Cc dan Cs ini diperoleh dari hasil uji

konsolidasi.

Indeks kemampatan atau Cc adalah kemiringan virgin compression line (VCL) bagian lurus dari kurva hubungan , sehingga diambil dimanapun

sepanjang bagian lurus akan menghasilkan Cc yang sama. Dengan rumus :

Dimana :

e = Angka pori

P = Tekanan pada saat konsolidasi (kg/cm2)

Gambar 3.3. Grafik Konsolidasi Sedangkan nilai indeks pengembangan atau Cs adalah :

0 1 1 0 log P P e e Cc   C

S sampai C

C . 10 1 5 1 


(59)

59 3.6. Analisa Data Laboratorium

Setelah seluruh data diperoleh dari pekerjaan laboratorium baik pengujian sifat fisik tanah maupun pengujian sifat mekanis tanah kemudian dilakukan analisa dan pengumpulan data. Analisa ini dilakukan sedemikian rupa sehingga parameter yang diperoleh mendekati dengan keadaan sebenarnya di lapangan atau daerah penelitian. Kemudian seluruh paremeter dimasukkan ke dalam perhitungan tingkat kestabilan lereng menggunakan metode elemen hingga dengan model soft soil.


(60)

60 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daerah penelitian merupakan lereng yang berada pada tebing jalan yang menghubungkan Medan-Berastagi tepatnya di Km 35,7-36. Penelitian di lakukan pada dua titik pengamatan yaitu S1 dan S2. Kedua titik pengamatan tersebut merupakan lereng yang belum mengalami kelongsoran.

Pada hasil dan pembahasan ini, akan membahas tentang geometri pada daerah penelitian, hasil uji sifat keteknikan tanah, perhitungan faktor keamanan dan analisa kestabilan lereng serta simulasi pengaruh muka air tanah pada faktor keamanan lereng.

4.1. Geometri Pada Daerah Penelitian

Untuk mengetahui bentuk geometri dari lereng yang diamati, dilakukan pengamatan langsung di lapangan dengan cara visualisasi pada lereng tersebut. Geometri lereng mencakup ketinggian lereng dan juga kemiringan (slope) lereng.

Data geometri ini merupakan salah satu parameter yang akan digunakan untuk mengetahui nilai faktor keamanan. Dimana pada penelitian ini penulis mengamati dua titik yang memiliki geometri lereng seperti pada tabel berikut :

Tabel 4.1. Tabel Geometri Lereng daerah penelitian

Kondisi lereng yang diamati memiliki vegetasi yang sangat lebat dengan didominasi oleh pohon-pohon yang berukuran besar seperti yang terlihat pada

Lereng Lokasi Tinggi Lereng (m) Kemiringan Lereng (0)

mN mE

S1 368.990,8 453.858,2 14 50

S2 368.914,1 453.845,9 17 47


(61)

61 Gambar 4.1. Kondisi vegetasi yang lebat ini mengidentifikasi bahwa lereng belum pernah mengalami kelongsoran sebelumnya.

Lokasi lereng penelitian diperoleh dari GPS yang dinyatakan dalam koordinat UTM terhadap dua arah, yaitu meter East (mE) dan meter North (mN).

Gambar 4.1. Visualisasi Geometri Lereng 4.2. Sifat Keteknikan Tanah

Sampel tanah pada kedua titik pengamatan di analisa dengan melakukan uji laboratorium di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Sumatera Utara untuk mengetahui sifat keteknikan tanah.

Sifat keteknikan tanah dibagi atas dua, yaitu sifat fisik tanah dan sifat mekanika tanah. Sifat fisik tanah meliputi : atterberg limit, berat isi kering (γd),

angka pori (e), derajat kejenuhan (Sr), kadar air (w), berat jenis (Gs) dan ukuran butir tanah. Sedangkan sifat mekanika tanah meliputi : nilai sudut geser dalam (ᶲ), kohesi tanah (c), koefisien pemampatan (Cc), koefisien pengembangan (Cs).

S1 S2


(62)

62 4.2.1 Sifat Fisik Tanah

Hasil uji laboratorium yang menunjukkan nilai sifat fisik tanah dari daerah penelitian terlihat pada Tabel 4.2 dan 4.3.

Tabel 4.2. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah No

Sampel Lokasi Jenis Tanah

Berat Isi Kering ( d) kg/cm2 Angka Pori (e) cm3 Derajat Kejenu han (Sr) Berat Isi Basah ( s)

kg/cm2 Kadar Air (w) % Berat Jenis (Sg) S1 368.990,8 mN –

453.858,2 mE

CL (Lempung

anorganik) 1,143 2,348 0,402 1,549 0,301 2,694 S2 368.914,1 mN –

453.845,9 mE

CL (Lempung

anorganik) 1,157 2,319 0,551 1,700 0,583 2,664

Tabel 4.3. Hasil Analisa Atterberg Limit No

Sampel Lokasi

Atterberg Limit Lolos ayakan

No. 200 (%)

LL PL PI

S1 368.990,8 mN –

453.858,2 mE 39,38 21,48 17,90 40,29

S2 368.914,1 mN –

453.845,9 mE 38,88 20,81 18,07 39,92

Menurut sistem klasifikasi AASHTO, dimana diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 untuk masing – masing sampel sebesar 40,29% dan 39,92% dengan nilai batas cair (liquid limit) untuk masing – masing

sampel sebesar 39,38 dan 38,88, dan indeks plastisitas (plasticity index) untuk

masing – masing sampel sebesar 17,90 dan 18,07. Berdasarkan data tersebut, maka sampel tanah memenuhi persyaratan > 35% lolos ayakan no. 200 dengan minimal lolos ayakan no. 200 sebesar 36%, memiliki batas cair (liquid limit)

maksimal 40 dan indeks plastisitas (plasticity index) minimal 11, sehingga tanah

sampel dapat diklasifikasikan dalam jenis tanah A-6.

Menurut sistem Klasifikasi Unified dengan data yang sama dari hasil uji

Atterberg Limit diperoleh bahwa sampel tanah pada lereng S1 dan S2 memiliki


(63)

63 nilai lolos ayakan nomor 200 lebih kecil dari 50 %, sehingga berdasarkan klasifikasi tersebut sampel tanah tergolong ke dalam tanah jenis SM atau pasir berlanau.

4.2.2. Sifat Mekanika Tanah

Analisa sifat mekanika tanah dilakukan untuk mengetahui nilai sudut geser dalam (ᶲ), kohesi tanah (c), koefisien pemampatan (Cc), koefisien pengembangan (Cs). Pengujian yang dilakukan untuk menganalisa sifat mekanika tanah ini meliputi uji geser Langsung (direct shear test), dan konsulidasi. Hasil yang

diperoleh dari uji tersebut terlihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Hasil Analisis Mekanika Tanah Pada Daerah Penelitian. No

Sampel

Lokasi

Kohesi (c) (Kg/cm2)

Sudut Geser Dalam (ᶲ)

(0)

Koefisien Pemampatan

(Cc)

Koefisien Pengembangan

(Cs)

mN mE

S1 368.990,8 453.858,2 0,358 27,89 0,239 0,027

S2 368.914,1 453.845,9 0,385 29,12 0,176 0,037

Koefisien pemampatan dan koefisien pengembangan merupakan salah satu parameter utama untuk memodelkan analisis kemantapan lereng dengan permodelan Soft Soil.

4.3 Faktor Keamanan Pada Daerah Penelitian

Nilai faktor keamanan pada daerah penelitian dihitung menggunakan metode elemen hingga dengan program Plaxis 2D Version 8. Tahapan utama

dalam menghitung nilai faktor keamanan menggunakan program Plaxis adalah Permodelan lereng, indentifikasi parameter, keluaran nilai faktor keamanan.


(64)

64 4.3.1. Permodelan Lereng

Data geometri lereng yang diperoleh dari pengamatan visual di lapangan digunakan untuk permodelan lereng menggunakan program Plaxis 2D Ver 8.

Adapun bentuk permodelan lereng S1 dan S2 terlihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Permodelan Lereng Menggunakan Plaxis 2D Ver 8

4.3.2. Identifikasi Parameter

Parameter yang digunakan diperoleh dari hasil uji sifat keteknikan tanah. Adapun nilai – nilai yang akan digunakan sebagai parameter dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Parameter Perhitungan Faktor Keamanan Model Soft Soil

Parameter Nama Satuan Sampel 1 Sampel 2

Jenis Tanah Lempung Lempung

Sifat Tanah Drained Drained

Berat Isi Basah sat KN/m3 15,49 17,00

Berat Isi Kering unsat KN/m3 11,43 11,57

Permeability – x Kx 0,000001 0,000001

Permeability – y Ky 0,000001 0,000001

Koefisien

Pemampatan Cc 0,239 0,176

Koefisien

Pengembangan Cc 0,027 0,037

Angka Pori einter 2,348 2,319


(65)

65

Lamda Bintang λ* 0,031 0,023

Kappa Bintang k* 0,00831 0,009956

Kohesi C KN/m2 35,8 38,5

Sudut Geser Dalam Ф o 27,89 29,12

Sudut Dilatansi o 0 0

Pada model soft soil batas kekuatan dimodelkan dengan parameter kohesi

(c), sudut geser dalam tanah (Ф) dan sudut dilatansi ( ). Sedangkan untuk kekakuan tanah dimodelkan dengan parameter koefisien pemampatan (Cc) dan koefisien pengembangan (Cs). Dengan memasukkan niai Cc dan Cs maka secara otomatis nilai λ* dan k* akan terhitung dengan sendirinya. Nilai λ*/k* untuk S1 adalah 3,73 dan untuk S2 adalah 2,31.

Nilai permeabilitas arah sumbu-x maupun arah sumbu-y diambil dari Tabel 2.5 yang menunjukkan nilai permeabilitis tanah lempung pada umumnya. Sementara untuk nilai angka pori pada model soft soil ini diperoleh dari nilai

angka pori lapangan dari sampel tanah undisturbed.

Sudut dilatansi bernilai nol, sebab pada umumnya dalam tanah lunak yang memiliki sudut geser dalam tanah (Ф) dibawah 30o tidak dijumpai sudut dilatansi. Oleh karena itu sudut dilatansi dapat diabaikan dan diambil sama dengan nol.

4.3.3. Hasil Perhitungan Faktor Keamanan Menggunakan Plaxis

Dari Grafik nilai Faktor Keamanan untuk masing – masing lereng pengamatan menunjukkan nilai yang relatif besar dengan rata – rata 2,19 untuk S1 dan 2,10 untuk S2. Nilai faktor keamanan merupakan tolok ukur utama dalam menentukan tingkat kestabilan atau kemantapan dari sebuah lereng.


(66)

66 Gambar 4.3. Grafik Faktor Keamanan S1

Gambar 4.4. Grafik Faktor Keamanan S2

4.4. Analisa Kemantapan Lereng Daerah Penelitian

Dari hasil perhitungan nilai faktor keamanan menggunakan program

Plaxis 2D Ver 8 diperoleh nilai faktor keamanan dari lereng S1 dan S2 sebagai

berikut :

0 50 100 150 200 250 300

0.9 1.2 1.5 1.8 2.1 2.4

Kedalaman [m] FK

0 300 600 900 1.2e3 1.5e3

0.9 1.2 1.5 1.8 2.1 2.4

Kedalaman [m] FK


(67)

67 Tabel 4.6. Hubungan Antara FK dengan Tingkat Kemantapan Lereng Daerah

Penelitian

NO Lokasi Faktor Keamanan Tingkat Kemantapan

1 S1 2,19 Aman

2 S2 2,10 Aman

Maka dari Tabel 4.6 terlihat bahwa lereng S1 dan S2 memiliki tingkat kemantapan yang aman. Tingkat kemantapan lereng pada daerah penelitian diklasifikasi dengan mengacu pada Tabel 2.6 yang menyatakan hubungan nilai FK dengan kestabilan lereng menurut Sowers (1979).

Gambar 4.5. Bidang Longsor Pada Daerah Penelitian

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa bidang longsor pada masing – masing lereng penelitian tidak memiliki zona kritis. Zona kritis pada bidang longsor biasanya ditandai dengan warna merah, sementara pada bidang longsor daerah penelitian umumnya didominasi dengan warna kuning-orange sehingga pada lereng S1 dan S2 dapat dikatakan memiliki tingkat kestabilan atau kemantapan yang aman.

Gambar 4.6 menunjukkan bentuk deformasi yang terjadi pada lereng S1 dan S2 yang ditinjau di puncak lereng, deformasi ini terjadi akibat berat sendiri


(68)

68 dan tanpa pengaruh muka air tanah. Deformasi pada lereng diperlihatkan oleh garis elemen berwarna merah, sedangkan garis elemen berwarna abu-abu menyatakan kondisi awal dari lereng sebelum berdeformasi. Deformasi yang terjadi pada lereng S1 dan S2 terlihat lebih besar di daerah kaki lereng.

Gambar 4.6. Bentuk Deformasi Pada Daerah Penelitian

Deformasi ini disebabkan adanya perpindahan pada lereng dengan nilai

extreme total displacement sebesar 1,15 m untuk lereng S1 dan 2,46 m untuk

lereng S2, dari nilai tersebut terlihat bahwa lereng S1 memiliki deformasi yang lebih kecil dan tentunya memiliki Fk yang lebih besar dibandingkan dengan lereng S2. Deformasi yang terjadi pada lereng S1 dan S2 dalam permodelan menggunakan Plaxis 2D Ver 8 ini terjadi setelah mengalami “phi-c reduction”

dimana pada kondisi ini nilai phi atau sudut geser dalama tanah dan c atau kohesi

tanah direduksi secara terus menerus sampai mencapai kondisi longsor.

4.5. Simulasi Pengaruh Muka Air Tanah

Keberadaan air dalam lapisan tanah memberikan pengaruh yang besar pada perubahan kekuatan geser tanah, besarnya tekanan air pori dapat memperbesar nilai deformasi yang terjadi pada saat menerima pembebanan dibandingkan pada kondisi kering tanpa air tanah. Lereng S1 dan S2 diteliti pada saat kondisi kering dengan mengabaikan pengaruh muka air tanah, sehingga


(1)

71

bidang longsor bertambah luas, ini menandakan kemungkinan longsor bertambah besar dibuktikan dengan berkurangnya nilai faktor keamanan pada lereng S1 dan juga lereng S2.

Keberadaan tekanan air pori akan mereduksi beberapa parameter kekuatan efektif dari tanah seperti sudut geser dalam dan kohesi tanah. Pada simulasi ini keberadaan air tanah memberikan pengaruh maksimum pada sisi lereng bagian bawah.

Gambar 4.11. Bentuk Deformasi Pengaruh Muka Air Tanah

Selain memperbesar bidang longsor, pengaruh muka air tanah juga merubah nilai deformasi yang ada. Deformasi yang terjadi pada lereng S1 dan S2 adalah deformasi yang diperoleh setelah mereduksi nilai sudut geser dalam tanah dan nilai kohesi tanah hingga mengalami kelongsoran.

Setelah mendapat pengaruh muka air tanah di lereng S1 terjadi deformasi sebesar 1,244 m, nilai ini menunjukka nilai deformasi yang bertambah kecil dari 2,46 m menjadi 1,24 m, hal ini juga terlihat dari bentuk deformasi yang berubah. Jika dibanding Gambar 4.6 dengan Gambar 4.11 dengan titik tinjau yang sama yaitu puncak lereng, terlihat bentuk deformasi pada lereng S1 mengalami perubahan yang awalnya deformasi didominasi di daerah kaki lereng dan kemudian setelah pengaruh muka air tanah deformasi terjadi secara merata di sepanjang permukaan lereng.


(2)

72

Sedangkan untuk lereng S2 deformasi akibat pengaruh muka air tanah sebesar 2,12 m. Nilai deformasi ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan deformasi yang terjadi sebelum adanya muka air tanah. Nilai deformasi sebelumnya pada lereng S2 sebesar 1,15 m kemudian naik menjadi 2,12 m. Jika dilihat secara visual bentuk deformasi pada lereng S2 tidak mengalami perubahan yang signifikan.

4.6. Jenis Longsoran Pada Daerah Penelitian

Berdasarkan geometri lereng dan juga bentuk deformasi lereng dapat ditentukan jenis longsoran yang berpotensi terjadi pada lereng S1 maupun lereng S2. Pada dasarnya lereng S1 dan S2 memiliki bentuk deformasi yang sama, untuk itu lereng S1 dan S2 juga memiliki jenis longsoran yang sama.

Berdasarkan Gambar 2.2 jenis longsoran dapat diklasifikasikan berdasarkan slope atau kemiringan lereng. Lereng S1 dan S2 masing – masing memiliki kemiringan 50o dan 47o, dengan nilai kemiringan yang demikian maka jenis longsoran yang terjadi pada lereng S1 dan S2 adalah earth fall atau jatuhan tanah, jenis longsoran ini ditandai dengan kemiringan minimun sebesar 45o dan kemiringan maksimum sebesar 60o. Dikatakan jatuhan tanah sebab kemiringan lereng sudah tergolong terjal. Sedangkan jika dilihat dari bentuk deformasinya maka lereng S1 dan S2 berpotensi mengalami jenis longsor flow atau aliran, sebab massa tanah pada saat terjadinya deformasi terlihat bergerak turun dari atas lereng menuju kaki lereng.

Untuk itu dapat disimpulkan bahwa lereng S1 dan S2 memiliki dua jenis kemunginan longsor, yaitu longsor jenis earth fall atau jatuhan tanah dan longsor flow atau aliran.


(3)

73

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa kemantapan lereng pada tebing jalan Medan – Berastagi Km. 35,7 – 36 daerah Sembahe, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada daerah penelitian memiliki topografi yang bergelombang dengan morfologi miring dan sedikit miring.

2. S1 memiliki geometri dengan tinggi 14 m dan kemiringan 50o sedangkan lereng S2 memiliki gemotrei dengan tinggi 17 m dan kemiringan 47o. 3. Jenis tanah pada kedua sampel berdasarkan klasisifikasi ASSHTO adalah

tanah golongan A6, sedangkan dengan menggunakan sistem Unified tanah pada lereng penelitian berjenis SM atau pasir berlanau.

4. Nilai faktor keamanan yang diperoleh dengan menggunkan program Plaxis 2D ver.8 model Soft Soil adalah 2,19 untuk lereng S1 dan 2,10 untuk lereng S2. Nilai faktor keamanan menjadi tolok ukur utama dalam mengklasifikasikan tingkat kemantapan dari lereng S1 dan S2. Lereng S1 dan S2 memiliki tingkat kemanan yang besar sebab nilai faktor keamanan yang besar.

5. Deformasi yang terjadi akibat berat sendiri pada lereng S1 adalah 1,150 m dan pada lereng S2 adalah 2,460 m. Deformasi yang diperoleh setelah sudut geser dalam dan juga kohesi tanah mengalami reduksi.


(4)

74

6. Setelah mendapat pengaruh muka air tanah nilai faktor keamanan dari lereng S1 dan S2 mengalami penurunan yang besar. Lereng S1 memilki nilai faktor keamanan sebesar 1,55 dan lereng S2 1,40 . 7. Selain nilai faktor keamanan yang mengecil, pengaruh muka air tanah juga

memperbesar bidang longsor atau zona kritis dari lereng S1 dan S2. 8. Lereng S1 dan S2 memiliki 2 jenis longsoran, yaitu longsoran earth fall

atau jatuhan tanah jika dilihat dari kemiringannya yang sebesar 50o dan 47o , sedangkan jika dilihat dari pergerakan massa tanah pada deformasi maka jenis longsor pada lereng adalah flow atau aliran yang ditandai dengan pergerakan massa tanah dari atas lereng menuju kaki lereng.

5.2. Saran

Untuk mencapai suatu hasil yang lebih baik dan ideal dalam Analisa Kemantapan Lereng Menggunakan Metode Elemen Hingga Dengan Pendekatan Model Soft Soil, perlu dipertimbangkan saran – saran sebagai berikut :

1. Perlu adanya pendalaman dalam menggunakan Program Plaxis untuk mendapatkan nilai yang paling mendekati dengan kondisi sebenarnya di lapangan.

2. Karena pada studi ini lapisan tanah dianggap sama dan muka air tanah diabaikan, maka perlu adanya penelitian lebih lanjut unutk turut memodelkan jenis tanah pada setiap lapisan dan juga muka air tanah yang sebenarnya di lapangan.

3. Disarankan agar tidak dilakukan penebangan pohon di sekitar lereng penelitian untuk tetap menjaga kekuatan tanah agar faktor keamanan lereng tidak berubah.


(5)

75

4. Penggunaan Direct Shear Test akan menghasilkan parameter yang terbatas untuk mengetahui paramater yang mempengaruhi kekuatan tanah, sehingga perlu dilakukan uji kekuatan tanah yang dapat mendefenisikan setiap parameter kekuatan tanah yang mendekati kondisi sebenarnya. Disarankan penelitian lebih lanjut menggunakan Uji Triaxial.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Hardiyatmo, H.C, Mekanika Tanah 2, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994. Iskandar, Rudi, Analisa Stabilitas Lereng Seismik, Medan, 2001.

Das, B. M.,. Mekanika Tanah dalam Prinsip – Prinsip Rekayasa Geoteknik, Jilid 2. Jakarta, Erlangga. 1995

Lambe, T. W. and Robert V. W., Soil Mechanics. Massachussetts Institute of Technology. New Jersey : John Wiley & Sons,Inc. 1969.

Ganda, I., Roesyanto, Analisa Stabilitas Lereng Menggunakan Perkuatan Geogrid, Universitas Sumatera Utara.

Hardiyatmo, H.C, Analisis dan Perencanaan Fondasi I, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2011.

Ganda, Iro, Analisa Stabilitas Lereng menggunakan Perkuatan Geogrid, Universitas Sumatera Utara.

Tjie-Liong, Gouw, Dasar Teori Metoda Elemen Hingga Dalam Geoteknik. 2012