60
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Daerah penelitian merupakan lereng yang berada pada tebing jalan yang menghubungkan Medan-Berastagi tepatnya di Km 35,7-36. Penelitian di lakukan
pada dua titik pengamatan yaitu S1 dan S2. Kedua titik pengamatan tersebut
merupakan lereng yang belum mengalami kelongsoran.
Pada hasil dan pembahasan ini, akan membahas tentang geometri pada daerah penelitian, hasil uji sifat keteknikan tanah, perhitungan faktor keamanan
dan analisa kestabilan lereng serta simulasi pengaruh muka air tanah pada faktor keamanan lereng.
4.1. Geometri Pada Daerah Penelitian
Untuk mengetahui bentuk geometri dari lereng yang diamati, dilakukan pengamatan langsung di lapangan dengan cara visualisasi pada lereng tersebut.
Geometri lereng mencakup ketinggian lereng dan juga kemiringan slope lereng. Data geometri ini merupakan salah satu parameter yang akan digunakan untuk
mengetahui nilai faktor keamanan. Dimana pada penelitian ini penulis mengamati dua titik yang memiliki geometri lereng seperti pada tabel berikut :
Tabel 4.1.
Tabel Geometri Lereng daerah penelitian
Kondisi lereng yang diamati memiliki vegetasi yang sangat lebat dengan didominasi oleh pohon-pohon yang berukuran besar seperti yang terlihat pada
Lereng Lokasi
Tinggi Lereng m Kemiringan Lereng
mN mE
S1 368.990,8
453.858,2 14
50 S2
368.914,1 453.845,9
17 47
Universitas Sumatera Utara
61
Gambar 4.1. Kondisi vegetasi yang lebat ini mengidentifikasi bahwa lereng belum pernah mengalami kelongsoran sebelumnya.
Lokasi lereng penelitian diperoleh dari GPS yang dinyatakan dalam koordinat UTM terhadap dua arah, yaitu meter East mE dan meter North mN.
Gambar 4.1.
Visualisasi Geometri Lereng
4.2. Sifat Keteknikan Tanah
Sampel tanah pada kedua titik pengamatan di analisa dengan melakukan uji laboratorium di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Sumatera Utara
untuk mengetahui sifat keteknikan tanah. Sifat keteknikan tanah dibagi atas dua, yaitu sifat fisik tanah dan sifat
mekanika tanah. Sifat fisik tanah meliputi : atterberg limit , berat isi kering γd,
angka pori e, derajat kejenuhan Sr, kadar air w, berat jenis Gs dan ukuran butir tanah. Sedangkan sifat mekanika tanah meliputi : nilai sudut geser dalam
ᶲ, kohesi tanah c, koefisien pemampatan C
c
, koefisien pengembangan C
s
. S1
S2
Universitas Sumatera Utara
62
4.2.1 Sifat Fisik Tanah
Hasil uji laboratorium yang menunjukkan nilai sifat fisik tanah dari daerah penelitian terlihat pada Tabel 4.2 dan 4.3.
Tabel 4.2.
Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah
No Sampel
Lokasi Jenis Tanah
Berat Isi Kering
d kgcm
2
Angka Pori e
cm
3
Derajat Kejenu
han Sr
Berat Isi Basah
s kgcm
2
Kadar Air
w Berat
Jenis Sg
S1 368.990,8 mN
– 453.858,2 mE
CL Lempung anorganik
1,143 2,348
0,402 1,549
0,301 2,694
S2 368.914,1 mN
– 453.845,9 mE
CL Lempung anorganik
1,157 2,319
0,551 1,700
0,583 2,664
Tabel 4.3
. Hasil Analisa Atterberg Limit
No Sampel
Lokasi Atterberg Limit
Lolos ayakan No. 200
LL PL
PI S1
368.990,8 mN –
453.858,2 mE 39,38
21,48 17,90
40,29 S2
368.914,1 mN –
453.845,9 mE 38,88
20,81 18,07
39,92
Menurut sistem klasifikasi AASHTO, dimana diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 untuk masing
– masing sampel sebesar 40,29 dan 39,92 dengan nilai batas cair liquid limit untuk masing
– masing sampel sebesar 39,38 dan 38,88, dan indeks plastisitas plasticity index untuk
masing – masing sampel sebesar 17,90 dan 18,07. Berdasarkan data tersebut,
maka sampel tanah memenuhi persyaratan 35 lolos ayakan no. 200 dengan minimal lolos ayakan no. 200 sebesar 36, memiliki batas cair liquid limit
maksimal 40 dan indeks plastisitas plasticity index minimal 11, sehingga tanah sampel dapat diklasifikasikan dalam jenis tanah A-6.
Menurut sistem Klasifikasi Unified dengan data yang sama dari hasil uji Atterberg Limit
diperoleh bahwa sampel tanah pada lereng S1 dan S2 memiliki
Universitas Sumatera Utara
63
nilai lolos ayakan nomor 200 lebih kecil dari 50 , sehingga berdasarkan klasifikasi tersebut sampel tanah tergolong ke dalam tanah jenis SM atau pasir
berlanau.
4.2.2. Sifat Mekanika Tanah
Analisa sifat mekanika tanah dilakukan untuk mengetahui nilai sudut geser dalam
ᶲ, kohesi tanah c, koefisien pemampatan C
c
, koefisien pengembangan C
s
. Pengujian yang dilakukan untuk menganalisa sifat mekanika tanah ini meliputi uji geser Langsung direct shear test, dan konsulidasi. Hasil yang
diperoleh dari uji tersebut terlihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4.
Hasil Analisis Mekanika Tanah Pada Daerah Penelitian.
No Sampel
Lokasi Kohesi c
Kgcm
2
Sudut Geser
Dalam ᶲ
Koefisien Pemampatan
C
c
Koefisien Pengembangan
C
s
mN mE
S1 368.990,8
453.858,2 0,358
27,89 0,239
0,027 S2
368.914,1 453.845,9
0,385 29,12
0,176 0,037
Koefisien pemampatan dan koefisien pengembangan merupakan salah satu parameter utama untuk memodelkan analisis kemantapan lereng dengan
permodelan Soft Soil.
4.3 Faktor Keamanan Pada Daerah Penelitian
Nilai faktor keamanan pada daerah penelitian dihitung menggunakan metode elemen hingga dengan program Plaxis 2D Version 8. Tahapan utama
dalam menghitung nilai faktor keamanan menggunakan program Plaxis adalah Permodelan lereng, indentifikasi parameter, keluaran nilai faktor keamanan.
Universitas Sumatera Utara
64
4.3.1. Permodelan Lereng
Data geometri lereng yang diperoleh dari pengamatan visual di lapangan digunakan untuk permodelan lereng menggunakan program Plaxis 2D Ver 8.
Adapun bentuk permodelan lereng S1 dan S2 terlihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2
Permodelan Lereng Menggunakan Plaxis 2D Ver 8
4.3.2. Identifikasi Parameter
Parameter yang digunakan diperoleh dari hasil uji sifat keteknikan tanah. Adapun nilai
– nilai yang akan digunakan sebagai parameter dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5.
Parameter Perhitungan Faktor Keamanan Model Soft Soil
Parameter Nama
Satuan Sampel 1
Sampel 2
Jenis Tanah Lempung
Lempung Sifat Tanah
Drained Drained
Berat Isi Basah
sat
KNm
3
15,49 17,00
Berat Isi Kering
unsat
KNm
3
11,43 11,57
Permeability – x
K
x
0,000001 0,000001
Permeability – y
K
y
0,000001 0,000001
Koefisien Pemampatan
C
c
0,239 0,176
Koefisien Pengembangan
C
c
0,027 0,037
Angka Pori e
inter
2,348 2,319
Universitas Sumatera Utara
65
Lamda Bintang λ
0,031 0,023
Kappa Bintang k
0,00831 0,009956
Kohesi C
KNm
2
35,8 38,5
Sudut Geser Dalam Ф
o
27,89 29,12
Sudut Dilatansi
o
Pada model soft soil batas kekuatan dimodelkan dengan parameter kohesi c, sudut geser dalam tanah Ф dan sudut dilatansi . Sedangkan untuk
kekakuan tanah dimodelkan dengan parameter koefisien pemampatan C
c
dan koefisien pengembangan C
s
. Dengan memasukkan niai C
c
dan C
s
maka secara otomatis nilai
λ dan k
akan terhitung dengan sendirinya. Nilai λ
k untuk S1
adalah 3,73 dan untuk S2 adalah 2,31. Nilai permeabilitas arah sumbu-x maupun arah sumbu-y diambil dari
Tabel 2.5 yang menunjukkan nilai permeabilitis tanah lempung pada umumnya. Sementara untuk nilai angka pori pada model soft soil ini diperoleh dari nilai
angka pori lapangan dari sampel tanah undisturbed. Sudut dilatansi bernilai nol, sebab pada umumnya dalam tanah lunak yang
memiliki sudut geser dalam tan ah Ф dibawah 30
o
tidak dijumpai sudut dilatansi. Oleh karena itu sudut dilatansi dapat diabaikan dan diambil sama dengan nol.
4.3.3. Hasil Perhitungan Faktor Keamanan Menggunakan Plaxis
Dari Grafik nilai Faktor Keamanan untuk masing – masing lereng
pengamatan menunjukkan nilai yang relatif besar dengan rata – rata 2,19 untuk S1
dan 2,10 untuk S2. Nilai faktor keamanan merupakan tolok ukur utama dalam menentukan tingkat kestabilan atau kemantapan dari sebuah lereng.
Universitas Sumatera Utara
66
Gambar 4.3. Grafik Faktor Keamanan S1
Gambar 4.4. Grafik Faktor Keamanan S2
4.4. Analisa Kemantapan Lereng Daerah Penelitian
Dari hasil perhitungan nilai faktor keamanan menggunakan program Plaxis 2D Ver 8
diperoleh nilai faktor keamanan dari lereng S1 dan S2 sebagai berikut :
50 100
150 200
250 300
0.9 1.2
1.5 1.8
2.1 2.4
Kedalaman [m] FK
300 600
900 1.2e3
1.5e3 0.9
1.2 1.5
1.8 2.1
2.4
Kedalaman [m] FK
Universitas Sumatera Utara
67
Tabel 4.6.
Hubungan Antara FK dengan Tingkat Kemantapan Lereng Daerah
Penelitian NO
Lokasi Faktor Keamanan
Tingkat Kemantapan
1 S1
2,19 Aman
2 S2
2,10 Aman
Maka dari Tabel 4.6 terlihat bahwa lereng S1 dan S2 memiliki tingkat kemantapan yang aman. Tingkat kemantapan lereng pada daerah penelitian
diklasifikasi dengan mengacu pada Tabel 2.6 yang menyatakan hubungan nilai
FK dengan kestabilan lereng menurut Sowers 1979.
Gambar 4.5. Bidang Longsor Pada Daerah Penelitian
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa bidang longsor pada masing – masing
lereng penelitian tidak memiliki zona kritis. Zona kritis pada bidang longsor biasanya ditandai dengan warna merah, sementara pada bidang longsor daerah
penelitian umumnya didominasi dengan warna kuning-orange sehingga pada lereng S1 dan S2 dapat dikatakan memiliki tingkat kestabilan atau kemantapan
yang aman. Gambar 4.6 menunjukkan bentuk deformasi yang terjadi pada lereng S1
dan S2 yang ditinjau di puncak lereng, deformasi ini terjadi akibat berat sendiri
Universitas Sumatera Utara
68
dan tanpa pengaruh muka air tanah. Deformasi pada lereng diperlihatkan oleh garis elemen berwarna merah, sedangkan garis elemen berwarna abu-abu
menyatakan kondisi awal dari lereng sebelum berdeformasi. Deformasi yang terjadi pada lereng S1 dan S2 terlihat lebih besar di daerah kaki lereng.
Gambar 4.6. Bentuk Deformasi Pada Daerah Penelitian
Deformasi ini disebabkan adanya perpindahan pada lereng dengan nilai extreme total displacement
sebesar 1,15 m untuk lereng S1 dan 2,46 m untuk lereng S2, dari nilai tersebut terlihat bahwa lereng S1 memiliki deformasi yang
lebih kecil dan tentunya memiliki Fk yang lebih besar dibandingkan dengan lereng S2. Deformasi yang terjadi pada lereng S1 dan S2 dalam permodelan
menggunakan Plaxis 2D Ver 8 ini terjadi setelah mengalami “phi-c reduction”
dimana pada kondisi ini nilai phi atau sudut geser dalama tanah dan c atau kohesi tanah direduksi secara terus menerus sampai mencapai kondisi longsor.
4.5. Simulasi Pengaruh Muka Air Tanah