Metode Janbu Metode Elemen Hingga

39 Harga m.a dapat ditentukan dari Gambar 2.12. Cara penyelesaian merupakan coba ulang trial and errors harga faktor keamanan FK di ruas kiri persamaan faktor keamanan diatas, dengan menggunakan Gambar 2.12. untuk mempercepat perhitungan. Faktor keamanan menurut cara ini menjadi tidak sesuai dengan kenyataan, terlalu besar, bila sudut negatif - di lereng paling bawah mendekati 30°. Kondisi ini bisa timbul bila lingkaran longsor sangat dalam atau pusat rotasi yang diandalkan berada dekat puncak lereng. Faktor keamanan yang didapat dari cara Bishop ini lebih besar dari yang didapat dengan cara Fellenius. Gambar 2.12. Harga m.a Untuk Persamaan Bishop

2.3.2.3 Metode Janbu

Metode ini digunakan untuk menganalisis lereng yang bidang longsornya tidak berbentuk busur lingkaran. Bidang longsor pada analisis metode janbu ditentukan berdasarkan zona lemah yang terdapat pada massa batuan atau tanah. Universitas Sumatera Utara 40 Cara lain yaitu dengan mengasumsikan suatu faktor keamanan tertentu yang tidak terlalu rendah. Kemudian melakukan perhitungan beberapa kali untuk mendapatkan bidang longsor yang memiliki faktor keamanan terendah. Gambar 2.13. Aplikasi Metode Janbu Metode Janbu, untuk tanah berbutir kasar : Qp = Ap c · σc’+ q’· σq’ …………………………………………..……...2.14 Dimana : Universitas Sumatera Utara 41 c = Kohesi tanah Kgcm 2 σc’, σq’ = Faktor daya dukung ujung tiang berdasarkan tabel Janbu Gambar 2.14. Faktor Daya Dukung Ijin Dengan Sudut Geser Dalam Janbu 1954 mengembangkan suatu cara analisa kemantapan lereng yang dapat diterapkan untuk semua bentuk bidang longsor. Gambar 2.15. Analisa Kemantapan Lereng Janbu Universitas Sumatera Utara 42 Gambar 2.16. Sistem Gaya Pada Suatu Elemen Menurut Cara Janbu Keadaan keseimbangan untuk setiap elemen dan seluruh massa yang longsor mengikuti persamaan dibawah ini : Ʃ S sin α + σ cos α = Ʃ Δ W, dimana Ʃ Δ T = 0 ……………………………2.15 Ʃ -S cos α + σ sin α = - Q, dimana Ʃ Δ E + Q = 0 ………………….……2.16 Kriteria kemantapan lereng menggunakan rumus terakhir. Berdasarkan kriteria keruntuhan coulomb, faktor keamana dapat dikutip dengan rumus : FK = = ……………………………………….…2.17 Dimana : n α = cos 2 α 1+ tan α tan F …………………………………2.18 Dari kondisi momen keseimbangan diperoleh : T = - tan α E …………………………………………………………..2.19 Tx = - tan α t ∑ …………………………………………………2.20 Pada rumus yang dipakai terdapat besaran t yang tidak diketahui apabila kondisi tegangan tidak diketahui. Meskipun demikian dengan membuat asumsi Universitas Sumatera Utara 43 kedudukan gaya yang bekerja, harga yang cukup teliti dar Tx dapat diperoleh dari rumus 2.20.

2.3.2.4 Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga dalam rekayasa geoteknik adalah metode yang membagi-bagi daerah yang akan dianalisis kedalaman bagian-bagian yang kecil. Bagian-bagian yang kecil inilah yang disebut dengan elemen. Semakin banyak pembagian elemen maka hasil perhitungan numeriknya akan semakin mendekati kondisi asli. Metode elemen hingga pada rekayasa geoteknik memiliki sedikit perbedaan dengan metode elemen hingga pada rekayasa struktur, sebab dalam rekayasa geoteknik terjadi interaksi elemen yang memiliki kekakuan yang berbeda. Seperti halnya pondasi, dalam menganalisis pondasi dengan metode elemen hingga terdapat perdeaan kekakuan antara dua elemen, yaitu elemen tanah dan elemen struktur atau pondasi itu sendiri. Adapun tahapan-tahapan analisa dengan menggunaka metode elemen hingga adalah sebagai berikut : a Pemilihan Tipe Elemen Gambar 2.17. Jenis-Jenis Elemen Pada dasarnya, elemen-elemen dalam Metode Elemen Hingga MEH bisa dibedakan menjadi 3, yaitu 1D line elements, 2D plane elements, dan 3D. Universitas Sumatera Utara 44 Untuk alasan biaya, sebisa mungkin pemodelan MEH bisa dilakukan dengan elemen yang sesederhana mungkin. Jika elemen-elemen 1D sudah mencukupi, maka tidak perlu elemen-elemen 2D. Demikian pula, jika 2D sudah cukup, tidak perlu 3D. Tentu saja, problem yang sebetulnya cukup dimodelkan dengan elemen- elemen 1D bisa dimodelkan dengan 2D atau 3D. Demikian pula problem yang sebetulnya cukup dimodelkan dengan elemen-elemen 2D bisa dimodelkan dengan 2D. Namun biaya akan lebih besar untuk hasil yang tidak berbeda. Gambar 2. 18. Titik Nodal dan Titik Integrasi Di dalam elemen terdapat dua jenis titik, yaitu titik nodal dan juga titik integrasi. Titik nodal adalah titik yang menghubungkan elemen satu dengan elemen lainnya. Pada titik nodalah terjadi perpindahan. Sementara Titik Integrasi adalah adalah titik yang berada di dalam elemen. Dari titik integrasi dapat diperoleh tegangan dan juga regangan di elemen. Titik integrasi juga dikenal sebagai stress point. Elemen 1D yang mirip dengan spring element adalah truss element . Bedanya dengan spring element, truss element memiliki sifat-sifat yang berasal dari material yaitu Young Modulus E, Poison ratio v, luasan penampang, dan panjang. Dengan demikian, besarnya stress akan bisa dihitung, dengan terlebih dulu mengetahui strain, displacement, dan gaya yang bekerja. Problem fisik yang bisa dianggap sebagai truss adalah batang yang cukup panjang, dan disambung dengan pin pada ujung-ujungnya. Universitas Sumatera Utara 45 Pada spring element dan truss element, respons hanya memiliki nilai pada satu arah saja, yaitu arah memanjang longitudinal. Dengan demikian, kedua elemen ini hanya memiliki dof translasi pada arah longitudinalnya saja. Hanya saja, jika spring element atau truss element diletakkan menyudut pada sistem koordinat global, maka response bisa diuraikan dalam dua arah sumbu x, y atau tiga arah sumbu x, y, z. Elemen 1D lain yang juga sering dipakai dalam pemodelan adalah beam element. Elemen ini sama dengan truss, dengan tambahan bahwa beam element menerima beban bending, yang dengan demikian stress tidak hanya berupa normal stress , namun juga shear stress. Berbeda dengan spring element dan truss element yang hanya memiliki dof translasi pada arah longitudinalnya, beam element memiliki dof translasi ke semua arah dan juga dof rotasi ke semua arah. Elemen-elemen 2D digunakan jika response memiliki nilai signifikan ke 2 arah biasanya x dan y, sedangkan response pada arah yang lainnya yaitu z diabaikan. Load hanya bekerja “along the x-y plane”. σamun geometri pada arah z tidak selalu harus diabaikan, misalnya pada kasus plain strain, dimana dimensi pada arah z bisa sangat besar nilainya misalnya sebuah pipa yang panjang namun strain hanya diukur pada bidang x dan y saja. Dof yang dimiliki oleh elemen plane hanyalah translasi pada arah x dan arah y, tanpa ada rotasi. Bentuk elemen 2D yang umum dipakai adalah triangular element segitiga dan quadrilateral element segiempat. Jika order elemennya adalah 1 maka sisi-sisi elemen tersebut edges berupa garis lurus. Namun jika order elemennya lebih dari 1 kuadrat, kubik, dst maka sisi-sisinya bisa berupa kurva. Adapun pada elemen-elemen 3D, response pada ketiga arah x, y, z memiliki besar yang signifikan. Secara umum elemen-elemen 3D bisa dibedakan Universitas Sumatera Utara 46 menjadi solid elements, shell elements, dan solid-shell elements. Semua elemen 3D memiliki dof translasi pada arah x, y, dan z pada setiap nodenya, tanpa dof rotasi. Bentuk elemen 3D yang umum dipakai adalah tetrahedral element limas segitiga dan hexahedral element balok, batubata. Jika order elemennya adalah 1 maka edge dan surface elemen tersebut berupa garis yang rata dan bidang yang rata. Namun jika ordernya lebih dari satu, maka dimungkinkan edge dan surface elemen tersebut berupa garis dan bidang yang melengkung. Terdapat pula elemen 3D yang memiliki node ditengah-tengah titik beratnya. b Pemilihan Fungsi Perpindahan Fungsi perpindahan atau yang lebih dikenal dengan shape function dan disimbolkan dengan N adalah fungsi yang menginterpolasikan perpindahan di titik nodal ke perpindahan di elemen dengan menggunakan segitiga pascal. Pemilihan fungsi perpindahan bergantung pada jenis elemen yang dideskripsikan. Di dalam pemilihan fungsi perpindahan, hal mendasar yang perlu diketahui adalahan, fungsi perpindahan di titik yang ditinjau selalu bernilai 1 dan bernilai 0 di titik lainnya. Berikut penjabaran fungsi perpindahan menggunakan matriks. Tabel 2.7 Pemilihan Fungsi Perpindahan Universitas Sumatera Utara 47 X ξ , = a 1 + a 2 ξ + a 3 + a 4 ξ Y ξ , = a 5 + a 6 ξ + a 7 + a 8 ξ Maka, = Jika matriks tersebut dipisah maka akan diperoleh : = [ ] c Pendefenisian Regengan dan Tegangan Pada tahapan ini matriks perpindahan merupakan turunan pertama dari fungsi perpindahan yang dipilih di tahap sebelumnya. Dengan demikian dapat diketahui tegangan dan regangan yang terjadi di titik integrasi untuk setiap elemennya. Adapun persamaan matriksnya adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 48 Universitas Sumatera Utara 49 d Menentukan Metriks Kekakuan Persamaan dari matriks kekakuan adalah sebagai berikut : Dimana D adalah matriks konstitutif yang nilainya bergantung pada jenis permodelan.  Untuk elemen plain stress  Untuk elemen plain strain Universitas Sumatera Utara 50 Setelah matriks kekakuan untuk setiap elemen diperoleh makan rubahlah koordinat lokal menjadi koordinat global untuk mengetahui gaya-gaya yang berkerja pada elemen yang dimodelkan.

2.4. Plaxis

Plaxis merupakan program yang berbasis metode elemen hingga dalam menyelesaikan permasalahan-permasalah yang berkaitan dengan tanah. Plaxis pertama kali dikembangkan di Belanda pada tahun 1987 oleh Technical University Of Delft yang dimaksudkan sebagai alat bantu dalam menganalisis permasalahan tanah yang sering dihadapi oleh ahli-ahli Geoteknik. Walaupun pengujian dan validasi telah banyak dilakukan, tetap tidak ada jaminan bahwa program plaxis bebas dari kesalahan. Simulasi geoteknik dengan menggunakan metode elemen hingga telah secara implisit melibatkan kesalahan pemodelan dan kesalahan numerik yang tidak dapat dihindari. Akurasi dari keadaan sebenarnya di lapangan sangat bergantung pada keahlian pengguna dalam memodelkan permasalahan, pemahaman terhadap model-model, penentuan parameter yang akan digunakan dan kemampuan untuk melakukan interpretasi dari hasil analisis menggunakan program plaxis tersebut. Di dalam program plaxis ada beberapa jenis permodelan tanah, antara lain model tanah Mohr – Coulomb dan model Tanah Lunak soft soil.

2.4.1. Model Tanah Mohr – Coulomb