Customer Satisfaction Index CSI

biaya dan investasi untuk memperbaiki kinerjanya prioritas rendah. Namun perusahaan juga tetap perlu mewaspadai, mencermati dan mengontrol setiap atribut pada kuadran ini, karena tingkat kepentingan pelanggan dapat berubah seiring meningkatnya kebutuhan. 4. Kuadran D Berlebihan Kuadran ini menunjukkan atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh pelanggan, namun perusahaan telah melaksanakannya dengan baik, sehingga dianggap berlebihan. Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi, agar perusahaan dapat menghemat sumberdaya.

d. Customer Satisfaction Index CSI

Pengukuran terhadap indeks kepuasan pelanggan CSI diperlukan karena hasil dari pengukuran dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan sasaran-sasaran di tahun-tahun mendatang. Metode pengukuran indeks kepuasan pelanggan Customer Satisfaction Index menurut Stramford dalam Joni 2009 meliputi tahap-tahap sebagai berikut : 1. Menghitung weighting factors, yaitu mengubah nilai rata-rata tingkat kepentingan menjadi angka persentase dari total nilai rata- rata tingkat kepentingan untuk seluruh atribut yang diuji, sehingga didapatkan total weighting factors sebesar 100 persen. 2. Menghitung weighted score, yaitu nilai perkalian antara nilai rata- rata tingkat kinerja atau kepuasan masing-masing atribut dengan weighting factors masing-masing atribut. 3. Menghitung weigted total, yaitu menjumlahkan weighted score dari semua atribut kualitas jasa. 4. Menghitung satisfaction index indeks kepuasan, yaitu perhitungan dari weighted total dibagi skala maksimal atau highest scale yang digunakan dalam penelitian ini skala maksimal adalah lima, kemudian dikali 100 persen. Menurut Stramford dalam Joni 2009, Tingkat kepuasan pelanggan secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan pelanggan atau konsumen, dengan kriteria sebagai berikut: a. 0,00-0,34 = tidak puas b. 0,35-0,50 = kurang puas c. 0,51-0,65 = cukup puas d. 0,66-0,80 = puas e. 0,81-1,00 = sangat puas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kelembagaan Penyuluh

Tanggal 3 Desember 2005 di Sumatera Selatan Menteri Pertanian telah mencanangkan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian RPP, sebagai tindak lanjut dari Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan RPPK yang dicanangkan oleh Presiden pada bulan Juli 2005. Pada hakekatnya, Revitalisasi Penyuluhan Pertanian adalah suatu upaya mendudukkan, memerankan dan memfungsikan serta menata kembali penyuluhan pertanian agar terwujud kesatuan pengertian, kesatuan korp dan kesatuan arah kebijakan. Keberhasilan pelaksanaan revitalisasi ini memerlukan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat pelaku usaha pertanian. Tanggal 18 Oktober 2006 telah dikeluarkan Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan SP3K No. 16 Tahun 2006. Dalam UU ini disebutkan perlunya penataan kelembagaan penyuluhan pertanian pemerintah dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan, serta menyediakan sumber dana yang merupakan kontribusi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. UU ini merupakan satu titik awal dalam pemberdayaan para petani melalui peningkatan sumberdaya manusia dan kelembagaan para penyuluh pertanian PNS, swasta, dan penyuluh pertanian Swadaya. Kelembagaan penyuluh dimulai dari tingkat pusat berbentuk badan yang menangani penyuluhan. Pada tingkat propinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan, pada tingkat kabupaten berbentuk Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian dan pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan, bahkan sampai ke tingkat desa atau kelurahan berbentuk Pos Penyuluhan yang merupakan wadah penyuluh pegawai negeri sipil, penyuluh swasta dan swadaya serta pelaku utama dan pelaku usaha di pedesaan sebagai tempat berdiskusi, merencanakan, melaksanakan dan memantau kegiatan penyuluhan.