Perbedaan definisi profesi Guru sebagai profesi

g. Pengakuan masyarakat.

2. Perbedaan definisi profesi

Istilah profesi istilah Definisi Profesi Suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukan. Profesionalisasi Proses usaha menuju ke arah terpenuhinya persyaratan suatu jenis model pekerjaan ideal. Profesional Memadai persyaratan sebagai suatu profesi. Profesionalitas Ukuran kadar keprofesiannya. Profesionalisme Konsepsi keprofesian telah menjadi budaya, pandangan, faham dan pedoman hidup seseorang atau sekelompok orang atau masyarakat tertentu.

3. Guru sebagai profesi

Guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia dan mengabdikan diri serta berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru adalah: tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi pasal 39 ayat 1. Di dalam profesi dituntut adanya keahlian dan etika khusus serta standar layanan. Pengertian ini mengandung implikasi bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang secara khusus di persiapkan untuk itu. Dengan kata lain profesi bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain. Sebagai sebuah profesi, untuk membentuk seorang guru yang profesional diperlukan pendidikan guru yang baik. Urgenitas profesi guru sebagai profesi kunci dalam pendidikan di suatu negara menyebabkan pendidikan guru penting untuk diselenggarakan oleh lembaga yang profesional dengan tenaga-tenaga ahli di dalamnya. Menyiapkan seseorang untuk menjadi guru memerlukan waktu yang cukup, lingkungan yang kondusif, dan materi yang memadai. Pembentukan profesi guru memerlukan proses yang berjalan selaras agar menghasilkan guru yang berkarakter. Proses ini berawal dari “panggilan” terhadap seseorang untuk menjadi guru, karena bila seseorang tidak terpanggil sebagai guru, dia akan menjadi guru yang bukan guru. Seperti uraian di depan, terdapat seperangkat kriteria sebagai guru. Bila seseorang terpanggil menjadi seorang guru, mendapat pendidikan guru, maka dia akan menemukan karakter guru. Membentuk karakter guru harus komprehensif dan kontinyu. Pendidikan guru harus terselenggara secara spesifik, bahkan kalau perlu merupakan pendidikan kedinasan, berasrama, dengan seragam yang menjadikan peserta didik bangga. Dengan proses pembentukan yang memerlukan waktu panjang setelah menjadi guru diharapkan karakter yang ditanamkan masih tetap dapat terpelihara dengan baik. Pendidikan guru harus mampu menyiapkan sumber daya manusia calon guru yang berkualitas, beriman, berilmu pengetahuan, dan memahami teknologi. Hal ini diperlukan karena kelangsungan hidup suatu bangsa berada di tangan guru-guru yang mendidik calon pemimpin masa depan. Di tangan para guru pula diharapkan terjadi proses pewarisan budaya dan peradaban suatu generasi. Pendidikan guru diselenggarakan dalam bentuk pendidikan formal dan dapat didukung dengan pendidikan nonformal. Dalam hal pendidikan formal seorang guru harus memiliki pendidikan formal strata satu S1 minimal dan pendidikan profesi keguruan. Oleh karena itu pendidikan guru harus diselenggarakan di perguruan tinggi yang menyelenggarakan program-program studi yang dibutuhkan oleh sekolah-sekolah dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, dan SMK-SMK. Hal ini perlu disadadri, bila kebutuhan itu telah berkembang karena perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyelenggaraan pendidikan guru juga harus berkembang untuk memenuhi tuntutan tersebut. Selain hal itu pengkondisian proses belajar calon-calon guru perlu pula diperhatikan bukan hanya melalui program PPL tetapi proses belajar tersebut inklusif dalam kehidupan sehari-hari dalam program bersama semisal “asrama” seperti pendidikan kedinasan calon camat, calon polisi, calon TNI maupun calon penyuluh lapangan. Pendidikan formal guru hendaknya mengarah pada “refleksi panggilan” dan pembentukan “kepribadian” karena dari situlah akan diketemukan guru-guru ang prospektif untuk menyiapkan anak bangsa yang berkualitas. Pada masa “lampau” guru dapat dihasilkan dari pendidikan non formal. Pendidikan non formal dapat diperoleh dari proses “nyantrik” atau pendidikan singkat karena kondisi darurat bila pendidikan formal sulit dijangkau. Dapat juga dilakukan model pendampingan bagi calon guru. Namun demikian model pendidikan non formal ini seringkali tidak terlaksana secara teratur dan terencana dengan baik. Nampaknya lebih pada intuisi naluri dan belah pihak antara yang mendampingi dan didampingi. Dari sisi lain guru hendaknya memiliki kesadaran untuk meningkatkan dan mengembangkan panggilannya sebagai guru melalui pendidikan-pendidikan non formal. Hal itu diharapkan menjawab segala keterbatasan yang dihadapi dunia pendidikan dewasa ini.

B. KARAKTERISTIK KEPROFESIAN 1. Karakteristik keprofesian