i =
kabupatenkota; i = 1,2,3,...,200
t = banyaknya
time series; t = 1,2,3,4 mewakili tahun-tahun 2006-2009
3. Model untuk menganalisis dampak kinerja keuangan daerah terhadap
infrastruktur jalan ROAD
it
=
i
+
1
ABSORPTION
it
+
2
CAPEX
it
+
it
3.15 Dimana :
ROAD
it
= panjang jalan dengan kondisi baik per luas wilayah kmkm
2
ABSORPTION
it
= rasio realisasi belanja modal terhadap anggaran belanja modal persen
CAPEX
it
= rasio belanja modal terhadap total penduduk Rpkapita
i
= intersep model yang berubah-ubah tiap kabupaten
1
= slope variabel ABSORPTION
2
= slope variabel CAPEX
it
= error term i
= kabupatenkota;
i = 1,2,3,...,200 t =
banyaknya time series; t = 1,2,3,4 mewakili
tahun-tahun 2006-2009
3.3.2. Model Analisis Dampak Ketersediaan Infrastruktur terhadap Tingkat
Kemiskinan
Untuk menganalisis dampak ketersediaan infrastruktur terhadap tingkat kemiskinan daerah, maka digunakan satu variabel dependen dan tiga variabel
independen. Variabel dependen yang diamati adalah tingkat kemiskinan daerah dengan variabel independennya adalah infrastruktur listrik, air bersih, dan jalan.
Model yang diestimasi adalah sebagai berikut : POVERTY
it
= σ
i
+ θ
1
ELECTRICITY
it
+ θ
2
WATER
it
+ θ
3
ROAD
it
+
it
Dimana : POVERTY
it
= persentase penduduk miskin persen ELECTRICITY
it
= akses rumah tangga terhadap listrik persen WATER
it
= akses rumah tangga terhadap air bersih persen ROAD
it
= panjang jalan dengan kondisi baik per luas wilayah kmkm
2
σ
i
= intersep model yang berubah-ubah tiap kabupaten θ
1
= slope variabel ELECTRICITY θ
2
= slope variabel WATER θ
3
= slope variabel ROAD
it
= error term i
= kabupatenkota;
i = 1,2,3,...,200 t =
banyaknya time series; t = 1,2,3,4 mewakili
tahun-tahun 2006-2009
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perkembangan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah KabupatenKota
Pembahasan mengenai kinerja keuangan pemerintah daerah ditinjau dari beberapa hal. Pertama, proporsi belanja modal dari total belanja daerah. Kedua,
penyerapan belanja modal yang diukur dengan membandingkan besarnya realisasi belanja modal terhadap anggaran belanja modal.
4.1.1. Perkembangan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Ditinjau dari Proporsi Belanja Modal
Indikator proporsi belanja modal menunjukkan arah pengelolaan belanja pemerintah pada manfaat jangka panjang, sehingga dapat memberikan multiplier
yang lebih besar terhadap perekonomian. Ditinjau dari proporsi belanja modal terhadap total belanja daerah, kinerja keuangan 200 kabupatenkota di Indonesia
relatif rendah. Hal tersebut dikarenakan proporsi belanja modal yang dialokasikan oleh daerah relatif kecil, yaitu kurang dari 50 persen. Padahal belanja modal
memiliki peran penting untuk pembangunan infrastruktur. Perkembangan proporsi belanja modal daerah dari tahun 2006 sampai 2009 dapat dilihat pada Gambar 4.1.
berikut ini. Dari Gambar 4.1. berikut, dapat dilihat bahwa besarnya belanja daerah
yang dialokasikan untuk belanja modal memiliki nilai yang fluktuatif dari tahun 2006 sampai dengan 2009. Pada tahun 2006 rata-rata proporsi belanja modal
kabupatenkota sebesar 25,09 persen yang kemudian mengalami peningkatan menjadi 30,33 persen pada tahun 2007. Di tahun 2008 rata-rata proporsi belanja