non fisik. Yang termasuk dalam belanja modal non fisik antara lain: kontrak sewa beli, pengadaanpembelian barang-barang kesenian,
barang-barang purbakala dan barang-barang musium, hewan ternak, serta buku-buku dan jurnal ilmiah.
2.1.3. Pengertian Kinerja Keuangan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri No. 13 Tahun 2006, kinerja adalah keluaranhasil dari kegiatanprogram yang
akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Sedangkan dalam penjelasan pasal 39 ayat 2
PP No. 58 Tahun 2005 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan capaian kinerja adalah ukuran prestasi kerja yang akan dicapai dari keadaan semula dengan
mempertimbangkan faktor kualitas, kuantitas, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan. Kinerja performance juga dapat
dinyatakan sebagai hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat
diukur dan dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan Sedarmayanti, 2003.
Adapun kinerja keuangan pemerintah daerah merupakan tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi
penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama
satu periode anggaran. Menurut Ekawarna, Sam, Rahayu 2009, pengukuran kinerja anggaran keuangan daerah APBD sangat penting karena merupakan
suatu metode yang digunakan untuk mencatat dan menilai pencapaian
pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran, dan strategi sehingga dapat diketahui kemajuan organisasi serta tingkat efektivitas dan efisiensi anggaran.
Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan
terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. Analisis rasio keuangan daerah merupakan inti dari pengukuran kinerja sekaligus konsep
pengelolaan organisasi pemerintah untuk menjamin dilakukannya pertanggungjawaban publik oleh lembaga-lembaga pemerintah kepada
masyarakat luas Halim, 2002. Kinerja keuangan pemerintah daerah juga dapat dilihat dari proporsi
belanja modal. Belanja modal ditambah belanja barang dan jasa merupakan belanja pemerintah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi suatu daerah selain dari sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Oleh karena itu, anggaran daerah yang didominasi belanja pegawai dulu biasa
disebut sebagai bagian dari anggaran rutin dapat dianggap mempunyai daya ungkit atau dampak pengganda yang lebih kecil daripada yang dihasilkan oleh
anggaran yang didominasi oleh belanja modal misalnya untuk kepentingan pembangunan infrastruktur.
Indikator proporsi belanja modal menunjukkan arah pengelolaan belanja pemerintah pada manfaat jangka panjang yang dapat memberikan multiplier yang
lebih besar terhadap perekonomian. Semakin tinggi proporsi belanja modal, semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, semakin
rendah proporsinya, semakin buruk pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi DPJK Kementerian Keuangan, 2011. Dengan pertimbangan ini maka proporsi
belanja modal dalam anggaran pemerintah daerah dapat menjadi indikator kinerja pengelolaan keuangan pemerintah kotakabupaten.
Indikator ini dirumuskan sebagai persentase dari belanja modal dalam total belanja pada anggaran daerah yang secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut Bappenas dan UNDP, 2008: Proporsi Belanja Modal =
x 100 2.1
Dalam perekonomian suatu negara, belanja pemerintah memainkan peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan nasional, terutama dalam
meningkatkan dan memelihara kesejahteraan rakyat. Hal ini terutama karena besaran dan komposisi anggaran belanja pemerintah mempunyai dampak yang
signifikan pada permintaan agregat dan output nasional, serta mempengaruhi alokasi sumberdaya dalam perekonomian. Sumbangan belanja pemerintah dalam
produk domestik bruto PDB Indonesia dewasa ini tergolong cukup besar. Dengan demikian apabila anggaran belanja pemerintah gagal direalisasikan maka
timbul dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Dana yang telah tersedia menjadi menganggur iddle money, sehingga berbagai infrastruktur yang
semestinya terbangun menjadi terhambat perwujudannya. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia,
pada tahun 2008, penyerapan anggaran yang cepat, efisien dan efektif telah menjadi salah satu agenda reformasi manajemen keuangan pemerintah.
Penyerapan anggaran merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan berhasilnya program atau kebijakan yang dilakukan pemerintah. Rasio realisasi
terhadap pagu anggaran mencerminkan terserapnya anggaran dalam melakukan berbagai program yang telah ditetapkan. Dengan pertimbangan ini maka
kemampuan menyerap anggaran oleh pemerintah daerah dapat menjadi indikator kinerja pengelolaan keuangan pemerintah kotakabupaten. Penyerapan anggaran,
khususnya belanja modal dapat diformulasikan sebagai berikut : Penyerapan Belanja Modal =
x 100 2.2
2.1.4. Infrastruktur