Karya-karya al-Ghazâlî
3. Karya-karya al-Ghazâlî
Al-Ghazâlî adalah figur cendikiawan yang memiliki dinamika intelektualitas sangat kompleks. 47 Ditunjang ilmu yang luas, logika yang kuat dan bahasa yang
lancar, al-Ghazâlî produktif dalam menulis. Karya-karyanya meliputi berbagai
disiplin keilmuan. Di antaranya yaitu: Tentang teologi dan filsafat: Maqâshid al- Falâsifah (Tujuan Para Filosof), Tahâfut al-Falâsifah (Kerancuan Para Filosof), Al- Iqtishad fî al-I’tiqad (Moderasi dalam Keyakinan), Iljâm al-‘Awwâm ‘an ‘Ilmi al- Kalâm (Membentengi Orang Awwam dari Ilmu Kalam; tentang logika: Al-Qisthâs al- Mustaqîm (Neraca yang Lurus), Mi’yâr al-‘Ilm (Standar Pengetahuan), Mihaq al- Nazhr fî al-Mantiq (Batu Asah Pemikiran Logis), Mîzân al-‘Amal (Neraca Perbuatan); tentang fiqh dan ushul fiqh: Al-Basîth (Pembahasan yang Mendalam), Syifâ` al-‘Alîl fî al-Qiyâs wa al-Ta’wîl (Terapi yang Tepat untuk Analogi dan Ta`wîl), Al-Mustashfâ min ‘Ilmi al-Ushûl (Intisari Ilmu tentang Pokok-pokok Yurisprudensi); tentang politik: Nashîhah al-Mulûk (Nasihat bagi Para Penguasa); tentang al-Qur`ân dan ta`wîl-nya: Jawâhir al-Qur`ân wa Duraruh ( Permata-permata al-Qur`ân dan Mutiara-mutiaranya), Qanûn al-Ta`wîl (Aturan Pen-ta`wîl-an), Faishal al-Tafriqah
46 M. Saeed Sheikh, “Al-Ghazâlî…, h. 587. Al-Ghazâlî dimakamkan di luar Thâbarân dekat makam penyair Firdausî. Banyak keterangan ulama dan masyarakat sekitar kematiannya, lihat
Margaret Smith, Al-Ghazâlî…, h. 35-36. 47 Salah satu yang menarik perhatian dalam sejarah hidup al-Ghazâlî adalah curiosity-nya yang
begitu mendalam terhadap pengetahuan dan hakekat kebenaran. Dinamika pengalaman intelektualitas dan spiritualitasnya, yang berpindah-pindah dari kecenderungan teologis, ke filsafat, ke ta’lîmiyyah dan akhirnya ke tasawuf, membentuk karakter tersendiri yang unik dalam corak pemikirannya.
baina al-Islâm wa al-Zandaqah (Pemisah antara Islam dan Zindiq), Misykât al-Anwâr (Relung-relung Cahaya); tentang etika dan tasawuf: Ihyâ` ‘Ulûm al-Dîn
(Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama), Kîmîyâ al-Sa’âdah (Kimia Kebahagiaan), Al-Adab fî al-Dîn (Etika Beragama), Bidâyah al-Hidâyah (Permulaan Petunjuk); tentang autobiografinya sendiri: Al-Munqidz min al-Dlalâl (Bebas dari Kesesatan).
Meskipun al-Ghazâlî banyak menghasilkan karya tulis, sampai saat ini secara pasti belum disepakati berapa jumlah kitab yang ditulisnya. 48 Bahkan penting untuk
diperhatikan, bahwa pada penelitian beberapa sarjana modern yang mengkaji sejumlah karyanya, Watt misalnya, membuat sejumlah daftar panjang “karya-karya
palsu” yang dinisbahkan kepada al-Ghazâlî. 49 Menyikapi hal ini, ‘Abd al-Rahmân Badawî dalam “Mu`allafât al-Ghazâlî” (Karya-karya al-Ghazâlî), 50 mencoba lebih
48 Badawî Thobanah, dalam “ Muqaddimah Ihyâ`, ” pada Ihyâ` ‘ Ulûm al-Dîn , Jilid I, memaparkan sebanyak 47 judul karya al-Ghazâlî. Al-Subkî dalam Thabaqât alSyâfi ’ iyyah
menyebutkan 58 judul. Thâsy Kubrâ Zâdeh di dalam Miftâh al-Sa ’ âdah wa Mishbâh al-Siyâdah menyebutkan bahwa karya-karya al-Ghazâlî mencapai 80 buah. Muhammad bin al-Hasan al-Dîn ‘ Abdullah al-Husaini al-Wâsithî dalam Al-Thabaqât al- ‘Â liyyah fî Manâqib al-Syâfi ’ iyyah menyebutkan 98 karya al-Ghazâlî. Sementara Abd al-Rahman al-Badawî pada Mu`allafât al-Ghazâlî memperkirakan bahwa karya-karya al-Ghazâlî mencapai 457 buah.
49 Dalam meneliti karya-karya yang dinisbahkan kepada al-Ghazâlî, Watt mendasarkan analisisnya pada tiga kategori kriteria umum keotentikan. Pertama, al-Ghazâlî dalam periode pasca-
Ihyâ,, menurut Watt, mengakui keunggulan wahyu kenabian dan “intuisi religius” atas akal. Konsekuensinya, tidak mungkin ada karya yang mengakui keutamaan akal muncul pada periode ini. Kedua, al-Ghazâlî dipercayai menyusun karya-karyanya secara teratur dan logis. Ketiga, meskipun terdapat kemungkinan ‘fase anti-ortodoks” dan periode “Neoplatonik awal,” namun sepanjang hayatnya, al-Ghazâlî berpendidikan ortodoks. Ketiga kategori ini, didasarkan pada asumsi dan penelitian Watt terhadap karakteristik corak pemikiran al-Ghazâlî yang dilihatnya pada Tahâfut, Ihyâ`, dan Munqidz. W. Montgomery Watt, “The Authenticity of the Works Attributed to al-Ghazâlî”, dalam Journal of the Royal Asiatic Society , 1952, h. 24-25.
50 Buku ini merupakan karya ‘Abd al-Rahmân Badawî yang ditulis sebagai responsi atas kegiatan seminar di Damaskus (1961) untuk memperingati tahun kelahiran al-Ghazâlî yang ke-900.
Badawî telah melakukan penelitian panjang, teliti dan cermat terhadap sejumlah karya-karya al- Badawî telah melakukan penelitian panjang, teliti dan cermat terhadap sejumlah karya-karya al-
karya al-Ghazâlî sekitar 31 kitab. 51 Dalam hal ini perlu diungkapkan, bahwa ketika mencermati tulisan-tulisan al-
Ghazâlî, sering terdapat ketidakkonsistenan antar karya yang berbeda. Untuk menjawab kasus ini, Sulaimân Dunyâ pada analisisnya menyatakan bahwa pemikiran al-Ghazâlî tersebut memiliki gradasi sasaran dan tingkat presentasi yang berbeda. Ada karya-karya yang ditujukan untuk pembaca awam (seperti: Iljâm al-‘Awwâm) dan ada pula yang diarahkan untuk kalangan tertentu yang berkompeten (seperti: Al-
Madhnûn bihî ‘alâ Ghairi Ahlihî 52 ).
Ghazâlî baik yang diterbitkan, diterjemahkan dan juga masih dalam bentuk naskah-naskah yang tersimpan di berbagai perpustakaan di Negeri Arab serta Eropa.
51 ‘ Abd al-Rahmân Badawî, Mu`allafât al-Ghazâlî, (Kairo: al-Dâr al-Mishriyyah li al-Ta`lîf wa al-Tarjamah, 1961), h. 2-25.
52 Kotradiksi-kontradiksi dalam karya al-Ghazâlî ini menimbulkan kontroversi di kalangan pembaca pada masa belakangan. Salah satu contoh, pada “Tahâfut al-Falâsifah, ” al-Ghazâlî gencar
mengkritik para filosof Muslim yang dianggap terkontaminasi logika Yunani, namun pada saat yang sama, dia juga telah menulis “Mi ’ yâr al- ‘ Ilm ” (Standar Pengetahuan) yang justru membela ilmu-ilmu warisan Aristoteles (Yunani) serta menjelaskan berbagai segi kegunaannya. Begitu pula dalam teologi (kalâm), dalam “ Iljâm al- ‘ Awwâm ‘ an ‘ Ilm al-Kalâm ” (Membentengi Orang Awam dari Ilmu Kalam), al-Ghazâlî tampak menentang kalâm, tetapi pada karyanya “ al-Iqtishâd fî al-I ’ tiqâd ” (Moderasi dalam Keyakinan), al-Ghazâlî terlihat memberi tempat pada eksistensi kalâm (teologi Asy’ariyyah). Pada konteks ini, karya al-Ghazâlî sulit untuk dapat dipahami dengan benar jika tidak diketahui secara persis konteks waktu, dinamika ilmiah masanya, serta perkembangan intelektual dan spiritual yang terjadi padanya. Bagi Sulaimân Dunyâ, dalam menilai karya-karya al-Ghazâlî, setidaknya harus berpijak pada beberapa asumsi. Pertama, sesungguhnya sikap skeptis intelektual serta krisis spiritual yang telah dialami al-Ghazâlî sangat besar memberikan kontribusi dalam menertibkan kehidupan ilmiahnya. Kedua, al-Ghazâlî memiliki kebiasaan untuk menyesuaikan tulisannya pada konteks objek yang menjadi sasaran pembaca karya-karyanya. Baca Sulaimân Dunyâ, Al-Haqîqah…, h. 64, 72.