Kondisi Sosial Ekonomi Informan I

ANALISIS DATA KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN STRATEGI ADAPTASI RUMAH TANGGA KARYAWAN YANG DIRUMAHKAN 5.1. KASUS INFORMAN I 5.1.1. Identitas Informan I Nama : Tionar Br Manullang Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 45 Tahun Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Pertama SMP Alamat Rumah : Gg. Sortasi No 46, Emplasmen Bahbutong, Nagori bah butong I. Agama : Kristen Protestan Jumlah Anggota Keluarga : 5 orang Suku Bangsa : Batak Toba

5.1.2. Kondisi Sosial Ekonomi Informan I

Informan I merupakan ibu kandung dari penulis, sedikit banyaknya penulis telah merasakan dampak dari salah satu orang tua yang dirumahkan oleh PTPN IV yaitu ibu penulis dan untuk menggali lebih dalam lagi informasi yang dibutuhkan penulis dalam melengkapi penulisan ini, maka penulis melakukan wawancara terlebih dahulu terhadap informan I. Wawancara ini dilakukan pada tanggal 07 April 2013. Pada tanggal 7 April 2013 sekitar pada pukul 18.00 WIB penulis melakukan wawancara, karena pada jam seperti inilah semua anggota keluarga telah selesai melakukan aktivitas dan waktunya untuk istirahat dan kumpul bersama untuk menonton televisi. Maka penulis mulai melakukan wawancara dengan bertanya, “mak, seperti yang mamak ketahui saya mengambil judul tentang permasalahan dampak dari dirumahkannya karyawan PTPN IV Bahbutong dan mamak merupakan salahsatu korban karyawan yang dirumahkan, sebenarnya sebelum mamak dirumahkan sudah berapa lama mamak bekerja sebagai karyawan di PTPN IV Bahbutong ini? “yah..kalau mamak uda bekerja selama 16 tahun lamanya di sini nak, yah sewaktu kamu masih berumur 2 tahun dahulunya”. Trus, di posisi atau jabatan apa mamak ditempatkan sebelum mamak dirumahkan sebagai karyawan? “yah mamak dulu bekerja sebagai pemanen pucuh teh atau lapangan nak” Karyawan yang bekerja dilapangan sebagai pemetik teh pada awalnya bekerja dengan menggunakan tangan untuk memetik pucuk teh tersebut, namun karena tuntutan hasil produksi yang harus banyak maka pihak perusahaan mengganti alat pemetik teh yang pada awalnya menggunakan tangan menjadi menggunakan gunting yang khusus dibuat untuk memetik daun teh agar jumlah daun teh yang didapat cukup banyak. Namun tetap saja hasil produksi dirasa tidak maksimal oleh pihak perusahaan, dan selain itu pihak perusahaan merasa cukup terlalu banyak karyawan yang harus digaji sementara harga daun teh dipasaran dunia turun drastis, maka oleh pihak perusahaan mengganti gunting sebagai alat untuk memanen daun teh menjadi menggunakan mesin buatan jepang yang dalam 2 jam memanen dapat hampir 1 ton daun teh sementara disaat masih menggunakan tangan atau gunting paling besar hanya mendapatkan 400- 500 Kg daun teh dalam 2 jam. “Trus, berapa jam dalam sehari mamak dulu bekerja”? “Yah mamak dulu bekerja mulai dari jam 7 pagi itu harus sudah sampai di tempat bekerja jam 7 jadi berangkat dari rumah yah sekitar jam 6, trus istirahat makan siang jam setengah satu siang sampai jam setengah dua, trus pulang jam 4 sore berarti sekitar 9 jam kerja”. Memang penulis merasakan keadaan dimana dahulunya sebelum dirumahkan oleh pihak perusahaan ibu penulis harus bangun jam 4 pagi untuk menyiapkan makanan dan membereskan rumah, dan saya sebagai anak pertama juga di tuntut untuk harus bangun pagi jam 5 demi membantu ibu seperti menyuci piring menyapu rumah dan halaman serta membantu adik-adik dalam mempersiapkan diri untuk pergi ke sekolah, di sore hari ibu pulang kerja jam 4 sore dan biasanya sampai dirumah pukul 5 sore sementara ayah saya yang juga bekerja sebagai karyawan dan bekerja di bagian produksi teh yang jam kerjanya sejak pukul 3 pagi hingga jam 3 sore kalau tidak lembur dan kalau lembur dapat pulang hingga pukul 9 malam, biasanya sepulang kerja kalau ayah saya tidak lembur ayah langsung pergi keladang dan pulang sekitar jam 6 sore. Sementara saya harus memasak makanan untuk makan malam dan menjaga adik-adik saya, saat itu saya melakukan kegiatan rutin tersebut sejak kelas 5 SD hingga kelas 3 SMP dan setelah tamat SMP saya harus sekolah ke kota siantar dan kos disana sehingga yang membantu ibu saya setiap harinya adalah adik saya. Dan selanjutnya saya mulai bertanya lagi, “Sebelum mamak dirumahkan apakah mamak senang bekerja di perkebunan ini? “yah bila dibandingkan dengan sekarang, mamak sangat senang dulu bekerja karena tidak pusing untuk cari uang dan membiayai kalian anak-anak mamak dan memenuhi kebutuhan kita sehari-hari. Kalau dahulu gaji mamak aja udah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kita, seperti membeli ikan sayur, alat-alat dapur, baju kalian dan lain-lain, sementara untuk gaji bapak bisa untuk bayar uang sekolah klian dan sisanya cukup untuk ditabung”. Memang penulis merasakan dimana saat ibu masih bekerja sebagai karyawan, untuk kebutuhan sehari-hari selalu tercukupi dan tidak pernah ada masalah dengan kebutuhan sekolah, dan ibu masih bisa menabung uang di bank. Selanjutnya penulis bertanya, “Trus, fasilitas- fasilitas apa saja yang di sediakan oleh pihak perusahaan ketika ibu masih menjadi karyawan di perkebunan ini?” “Sewaktu mamak masih bekerja dahulu, seingat mamak fasilitas yang mamak dapat seperti mendapat beras 7½ Kg 2 minggu sekali dan anak juga mendapat tanggungan bantuan beras sebanyak 3½ Kg setiap 1 orang anak, setelah itu mendapat sepatu Boots untuk pelindung saat bekerja, baju dinas sebanyak 2 pasang yang diberikan 1 tahun sekali, tapian alas baju luar untuk bekerja, mendapat subsidi minyak makan curah sebanyak 7 Kgbulannya, mendapat gaji 2 kali sebulan yaitu gajian besar dan gajian kecil, serta mendapat jamsostek dimana kalau sakit dan harus dirawat di rumah sakit semua biaya di tanggung oleh perusahaan”. Melalui jawaban informan I tersebut dapat dilihat bahwa pihak perusahaan benar-benar memperhatikan kesejahteraan karyawannya, baik dalam sandang dan pangan juga kesehatan karyawan turut di perhatikan oleh pihak perusahaan, maka penulis pun berlanjut pada pertanyaan berikutnya. “Jadi mak, sebelum dirumahkan apakah pihak perusahaan telah terlebih dahulu menginformasikan kepada karyawan bahwa perusahaan akan merumahkan sebagian karyawan dan bagaimana perasaan mamak pada saat mendengar kabar tersebut dan apa alasan sehingga karyawan harus dirumahkan?” “Jantunganlah Resah dan gelisah Pening memikirkan tentang gimana untuk mencari uang lagi dengan umur yang udah tua, anak-anak masih sekolah sedangkan 2 orang saja yang bekerja masih pas-pasan uangnya apalagi tinggal satu orang saja yang bekerja aduh gk habis pikirlah, keringat dingin dan mau pinsan rasanya waktu pertama kali dengar kabar itu”. Menurut informasi yang didapat, yang menjadi alasan mengapa pihak perusahaan merumahkan sebagian dari karyawannya adalah karena pihak perusahaan merugi akibat harga teh di pasaran dunia yang turun drastis serta dengan adanya mesin pemanen daun teh sehingga hanya memerlukan karyawan yang sedikit untuk memanen daun teh bila dibandingkan dengan memanen dengan menggunakan tangan atau gunting, sehingga hanya menggaji karyawan yang jumlahnya hanya sedikit dan dapat mengurangi pengeluaran keuangan perusahaan dan tidak mengalami kerugian yang semakin besar. Sebelum dirumahkannya karyawan oleh pihak perusahaan, karyawan telah melakukan protes dengan melakukan demonstrasi ke kantor pusat PTPN IV di Medan, karyawan menuntut agar pihak perusahaan mencari jalan lain agar tidak merumahkan karyawan dan apabila memang harus dirumahkan hak-hak karyawan harus dipenuhi terlebih dahulu. Dan hasil yang di dapat dari tuntutan tersebut adalah: 1. Karyawan bisa tetap bekerja sebagai karyawan di PTPN IV tetapi dengan syarat suami dan istri keduanya harus pindah bekerja ke perkebunan kelapa sawit dimana perkebunan kelapa sawit tersebut masih di bawah naungan PTPN IV. 2. Suami dapat tetap bekerja di perkebunan PTPN IV Bahbutong akan tetapi istri memiliki status dirumahkanwanita tanggungan pria WTP dan menerima gaji bulanan sebesar Rp.200.000,- 3. Karyawan yang dirumahkan memiliki status dirumahkan hingga umur 45 tahun dan setelah mencapai umur 45 tahun akan dipensiundinikan oleh perusahaan. Dengan suasana yang semakin hening setelah informan I menceritakan tentang bagaimana perasaannya ketika mengetahui akan dirumahkan oleh perusahaan, maka penulispun melanjutkan pertanyaan kembali “bagaimanakah perasaan mamak ketika pertama kali menerima surat yang menyatakan mamak telah resmi menjadi status dirumahkan oleh pihak perusahaan? Dengan mata yang berlinang dan nada yang terisak-isak informan I pun menjawab dengan pelan “ketika mamak menerima surat itu, dalam hati mamak menangis dan terus bertanya dalam hati, gimananya anak-anak ku yang 3 itu, bisanya mereka ku sekolahkan sampai tinggi biar jangan sampai sama nasibnya seperti kami orang tuanya. Terus kami ada sekitar ratusan termasuk teman dekat mamak waktu kerja kami menangis bersama di kantor itu ketika menerima surat resmi kami dirumahkan”. Maka suasana dirumah Informan I pun semakin hening dan penulis pun sebagai anak pertama dari Informan I menangis dan terbawa dalam suasana ketika mengetahui cerita sebenarnya yang terjadi, memang selama ini saya penulis dan sebagai anak dari Informan I tidak mengetahui kesedihan yang di alami oleh ibu saya karena ibu saya tidak pernah menunjukkan kesedihannya di depan kami anak-anaknya. “lihatlah adekmu samsul, dia terpaksa tidak bisa melanjutkan kuliah karena kau nak taulah keuangan kita, dia jadi harus merantau ke Bogor dan bekerja disana, sebenarnya mamak sedih sekali liat adekmu itu yang tidak bisa kuliah padahal dia sebenarnya ingin kuliah tapi dia mengerti dengan keadaan kita dan dia memilih merantau ke Bogor. Untung saja kemarin kamu bisa masuk ke perguruan tinggi negeri uang kuliahmu tidak terlalu mahal, hanya mengusahakan uang perbulanmu saja”. Suasana pembicaraan pun semakin hening dan mengharukan, saya sebagai anak pertama merasa tidak bisa berbuat apa-apa terhadap keluarga saya, saya tidak mengetahui segala permasalahan dan kesusahan yang dialami keluarga saya, karena penulis jauh dari keluarga karena kos di medan, ditambah lagi keluarga tidak pernah menceritakan masalah yang ada karena takut menjadi beban pikiran saya di perantauan. Penulispun menangis setelah mengetahui apa sebenarnya yang terjadi, dan ibu saya berkata: “udalah nak, jangan nangis lagi, sebentar lagi kan udah mau selesainya kuliahmu, nanti langsung cari kerjalah kau nak biar bisa kau sekolahkan adek-adekmu ini sampai sarjana seperti kau nak. Mamak bangga punya anak-anak seperti kalian dan itu yang buat mamak kuat dan sehat sampe sekarang “sai di dapot hamu ma sude na pinacarianmu dohot sude cita-cita muna, Amin”, dalam bahasa indonesia nya dapat diartikan “selalu tercapailah segala keinginan dan cita-cita kalian anak-anak ku, Amin”. Penulis pun sebagai anak dari informan I semakin tersentuh dengan nasehat dari ibu saya tersebut dan semakin semangat untuk mengerjakan skripsi agar cepat selesai dan bisa diwisuda. Maka penulispun kembali bertanya kepada Informan I, jadi mak sebelum dirumahkan apa keluarga kita memiliki harapan atau rencana untuk masa depan? “iya ada nak, dulu mamak sama bapak pernah berencana ingin membeli tanah di siantar dan membangun rumah, yah.. sebagai persiapan bila mamak sama bapak uda pensiun dan kita harus pindah dari perumahan kebun ini. Selain itu kami juga berencana ingin menyekolahkan kalian hingga jadi sarjana dan membeli tanah untuk dijadikan ladang, memang tanah disiantar untuk tapak rumah uda terbeli, namun harus terpaksa dijual karena untuk uang kuliahmu pertama kali kuliah dulu dan membeli tapak rumah di daerah perkampungan karena lebih murah bila dibandingkan di siantar. Yah kalau untuk menguliahkan kalian belum tau hasilnya, yang pastinya kamu uda mau selesai dan mudah- mudahan adik mu nomor 2 dan nomor 3 kalau ada rejeki pasti dikuliahkan juga dan mamak berharap besar samu mu sebagai anak nomor 1 jadi bantu-bantulah adek-adekmu ya..”. Dalam suasana wawancara yang hening dan sedih, maka penulispun menunda pertanyaan-pertanyaan yang lain dalam mencari informasi untuk melengkapi tulisan ini sampai besok, karena waktu juga sudah menunjukkan pukul 21.24 WIB dan waktunya semua anggota keluarga untuk istirahat dan tidur malam. “Yah sudahlah ya mak, uda capek mamak ku lihat, tidurlah mamak yah, besok kita lanjutin lagi wawancaranya.” “Oh, ialah nak, mamak pun uda ngantuk juga ini. Klian pun tidurlah yah…”. Berbicara tentang kehidupan dasar keluarga dari Informan I, informan 1 merupakan ibu rumah tangga yang memiliki seorang suami yang bernama M. Situmorang, bapak M.situmorang bekerja sebagai karyawan di PTPN IV bahbutong dan bekerja di pabrik bagian pengepakan teh. Mereka memiliki 3 orang anak, dimana ke 3 nya merupakan anak laki-laki dan penulis merupakan anak pertama yang bernama dedi situmorang yang berumur 24 tahun dan sedang kuliah di universitas sumatera utara. Sementara anak ke 2 bernama Samsul riadi situmorang dan berumur 21 tahun, anak ke 2 dari Informan I saat ini sedang merantau ke pulau jawa tepatnya di kota bogor. Sebenarnya anak ke 2 ini setelah tamat dari SMK negeri pematang siantar berkeinginan melanjutkan pendidikannya ke universitas, namun karena keuangan dari keluarga Informan I yang tidak mampu membiayai pendidikan tersebut, akhirnya anak ke 2 ini memilih untuk merantau terlebih dahulu dan kalau sudah ada rejeki kemungkinan akan melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Sementara anak ketiga dari Informan I bernama wirman situmorang, sekarang berumur 17 tahun dan sedang duduk di kelas 2 SMA Negeri sidamanik. Dalam keluarga Informan I tidak memiliki anggota keluarga lain atau atau orang lain yang tinggal ngekos bersama-sama dengan keluarga ini. Penulis pun kembali bertanya kepada Informan I “bagaimanakah hubungan anda dengan suami anda semenjak anda dirumahkan oleh pihak perusahaan? “hubungan kami yah baik-baik saja, walaupun ada pertengkaran sedikit yah namanya juga rumahtangga biasa bertengkar, tapi dapat kami selesaikan baik-baik karena ingat kalian yang udah besar-besar malulah kalau sampai tau klian kami bertengkar. Walaupun mamak sudah gak kerja lagi sebagai karyawan dan bapak yang bekerja sendiri tapi bapak tetap ngerti keadaan mamak”. Bagaimanakah hubungan keluarga anda dengan tetangga anda? “hubungan saya dengan para tetangga saya yah sangat baik, walaupun tetangga saya banyak yang beragama muslim baik di depan rumah, samping kiri dan kanan serta belakang rumah adalah beragama muslim kami tetap kompak dan tidak pernah selisih paham apalagi berantam, kami ini kan statusnya sama-sama merantau ke desa ini dan sama-sama bekerja di PTPN IV Bahbutong, yah jadi kami saling membantu karena tau gimana suka-duka nya bekerja disini”. Pada dasarnya penulis juga merasakan sikap toleransi dan menghargai antar penduduk di desa ini, penduduknya ramah-tamah dan saling peduli dengan tetangga masing-masing. Keesokan harinya, pada pukul 17.00WIB, penulis kembali melakukan wawancara kepada Informan I, tepat disaat istirahat keluarga setelah selesai melakukan aktifitas masing-masing. “sewaktu mamak dahulu masih aktif bekerja sebagai karyawan, gaji perbulan yang mamak terima kira-kira berapa mak?” Penulis kembali bertanya guna mendapatkan informasi. “yah, orang mamak dahulu waktu masih bekerja nerima gaji 2 minggu sekali, ada istilahnya gajian besar dan gajian kecil, kalau gajian besar biasanya sekitar awal awal bulan yaitu tanggal 1 dan besarnya gaji tergantung sama banyaknya pucuk teh yang mamak dapat waktu bekerja, rata-rata mamak nerima gaji Rp.500.000,- sampai dengan Rp.700.000,- sementara untuk gajian kecilnya biasanya di berikan sekitar tanggal 20 dan besarnya hanya sebesar Rp.200.000,- hingga Rp.300.000,-”. Dengan gaji sebesar Rp.1.000.000,- yang diterima setiap bulannya oleh Informan I untuk memenuhi kebutuhan keluarga setiap harinya dirasa sangatlah cukup dan ditambah dengan gaji suami. Selain menerima gaji, apakah perusahaan memberikan tunjangan lain kepada karyawannya? “kami semua karyawan juga menerima tunjangan lain seperti THR waktu lebaran dan menerima bonus atau kami sebut dengan bonusan yang diberikan setiap 1 tahun sekali”. Sebagai perusahaan yang di kelolah oleh BUMN, PTPN IV Bahbutong secara rutin memberikan THR Tunjangan Hari Raya setiap tahunnya dan rata-rata karyawan menerima 1-2 juta di lihat dari pangkat atau golongan karyawan, sementara untuk bonus pekerjaan diberikan setiap bulan 6 atau bulan 7 pada tiap tahunnya dan besarnya uang bonus yang di berikan yaitu sekitar 4-6 juta dilihat dari tingginya golongan karyawan. Informan 1 menuturkan: “kalau untuk dari gaji bapakmu perbulannya cukup hanya untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari saja tetapi kalau untuk menyekolahkan kalian bertiga hingga kuliah pasti tidak cukup”. Dalam hal ini, penulis memang melihat dan merasakan bahwa dengan gaji dari suami informan 1 yang diterima setiap bulannya hanya berjumlah sekitar Rp.1.560.000,00 dirasa hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari saja seperti sandang dan pangan. Oleh karena itu, untuk membantu perekonomian keluarga informan 1 mencari pekerjaan lain semenjak di rumahkan sebagai buruh harian lepas di perkebunan kopi milik warga. “ untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari mamak bekerja di ladang kopi dan digaji Rp.45.000,00 dalam sehari dan uang inilah yang dipake untuk belanja makan sehari- harinya dan gaji bapak dipakai untuk membiayai sekolah anak-anak”. Penulis melihat, sebagian besar karyawan yang dirumahkan oleh pihak perusahaan memilih mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan pekerjaan yang dilakukan yaitu sebagai buruh harian lepas di perkebunan kopi milik warga di desa sirube-rube kecamatan pematang sidamanik, daerah ini letaknya bersebelahan dengan kecamatan sidamanik dan berjarak sekitar 30KM dari desa bahbutong, untuk mencapai desa sirube-rube BHL menggunakan mobil sewa yang desebut dengan Mopen mobil pendek. Pada dasarnya, karyawan yang bekerja di Perkebunan Teh bahbutong menempati rumah dinas yang disediakan oleh PTPN IV, namun apabila telah tidak bekerja di PTPN IV maka karyawan yang telah tidak bekerja tersebut harus meninggalkan rumah tersebut dan mencari tempat tinggal lain. Selain memberikan fasilitas rumah yang disediakan oleh pihak perusahaan, perusahaan juga menyediakan air bersih yang dialirkan langsung melalui mata air bahbiak yang berada sekitar 5km dari desa bahbutong. Informan 1 berkata: “Rumah dan air bersih di berikan gratis oleh pihak perusahaan, oleh karena itu sangat membantu bagi kami”. Untuk memasak makanan sehari-hari informan 1 menggunakan gas elpiji untuk memasak ikan dan sayur, untuk memasak air minum keluarga informan 1 menggunakan kayu bakar karena dapat menghemat energy kerana apabila menggunakan gas akan memakan gas yang cukup banyak sementara untuk memasak nasi menggunakan ricecooker. Penulis melihat kondisi perumahan informan satu sangatlah sederhana, yaitu memiliki 1 unit TV 21 inci, 1 unit CD Player, 1 unit tape, ricecooker, sanyo dan handphone. “rata-rata uang listrik yang kami bayar perbulannya yaitu Rp.45.000-Rp.50.000,00”. Penulis juga melihat suasana rumah informan 1 khususnya pada pekarangan dimana di setiap rumah dinas perkebunaan memilki pekarangan yang lumayan luas sekitar 4-5 meter, informan satu memanfaat pekarangan untuk menanam sayur-sayuran seperti daun ubi, daun sop, bawang batak dan juga untuk pekarangan belakang dimanfaatkan sebagai kandang ayam. “kami memiliki ayam sebanyak 15 ekor, yah lumayan membantu dikit-dikit keuangan karena ayam dan telurnya dapat dijual”. Pada dasarnya dalam menjaga kesehatan keluarga, informan 1 hanya membeli obat ketika salah satu anggota keluarga sakit dan obat tersebut dapat di beli di warung yang ada di sekitar tempat tinggal. Apabila ada anggota keluarga ibu yang sakit parah apakah yang keluarga ibu lakukan? “apabila ada keluarga kami yang sakit parah maka kami akan langsung membawa kerumahsakit apa lagi pihak perusahaan PTPN juga memberikan bantuan kepada anggota keluarga karyawan baik anak maupun istri yang sakit dimana perusahaan menanggung semua biaya rumahsakit”. 5.2. KASUS INFORMAN II 5.2.1. Identitas Informan