Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Ajeng Haryatisari, 2014 Implementasi model SAVI Somatis Auditori Visual Intelektual untuk meningkatkan
kemampuan bermain drama siswa sekolah dasar Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
drama. Pada keterampilan berbicara dengan mengungkapkan gagasan dan perasaan, dialog, serta mengapresiasi melalui kegiatan melisankan hasil
sastra berupa drama. Pada keterampilan membaca, apresiasi drama dengan membacakan teks drama secara ekspresif. Pada keterampilan menulis
berupa menulis laporan apresiasi.
Minat siswa terhadap pembelajaran serta apresiasi drama sangat rendah sehingga drama paling tidak diminati dibandingkan dengan karya sastra yang lain.
Satu-satunya jenis sastra anak yang kurang dibicarakan dan bahkan mungkin kurang diminati adalah drama Toha Sarumpaet, 2010, hlm. 34. Hal ini
ditandai dalam penelitian Prof. Dr. Yus Rusyana disimpulkan bahwa „minat siswa
dalam membaca karya sastra yang terbanyak adalah prosa, menyusul puisi, baru kemudian drama perbandingannya adalah 6:3:1‟ dalam Waluyo, 2002, hlm. 1.
Naskah drama yang berupa dialog cukup sulit dihayati dan harus tekun. Selain bukti kurangnya minat yang telah dipaparkan terdapat bukti
kurangnya minat siswa terhadap drama dalam jurnal yang berjudul „Peningkatan Kemampuan Anak Memahami Drama dan Menulis Teks Drama Melalui Model
Pembelajaran Somatis-Auditori-Visual-Intelektual SAVI ‟ oleh Teti Milawati
yang merupakan Mahasiswa S2 Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia bahwa
Pembelajaran drama kurang diminati oleh anak karena menghayati naskah drama yang berwujud dialog cukup sulit dan harus tekun. Selain itu, guru
dalam menyampaikan materi masih menggunakan metode yang monoton sehingga anak merasa bosan dan tidak tertarik untuk mengikuti
pembelajaran drama Milawati, 2011, hlm. 70. Selain itu pembelajaran apresiasi drama belum dapat dilaksanakan dengan
optimal sejalan dengan pemaparan bahwa Pembelajaran apresiasi drama yang telah dilaksanakan oleh beberapa
sekolah dasar selama ini masih dapat dikatakan belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Rendahnya kualitas pembelajaran tentunya disebabkan
oleh beberapa faktor seperti penyajian yang tidak mengenai sasaran, sarana belajar kurang menunjang, guru yang kurang menguasai materi sastra, dan
kebanyakan sekolah belum mengupayakan suatu pembelajaran drama
Ajeng Haryatisari, 2014 Implementasi model SAVI Somatis Auditori Visual Intelektual untuk meningkatkan
kemampuan bermain drama siswa sekolah dasar Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
secara maksimal
http:www.scribd.comdoc113656244Makalah- Pengajaran-Drama.
Pemaparan yang telah dijelaskan tidak jauh berbeda dengan fakta yang
berada di lapangan, yaitu di SDN 6 Cibogo Kabupaten Bandung Barat. Fakta selama ini menunjukkan bahwa terdapat permasalahan dalam proses pembelajaran
bermain drama di kelas V SD. Selain itu, berdasarkan pengalaman mengajar di kelas terdapat siswa yang kurang berminat untuk mengikuti pembelajaran bermain
drama sehingga berdampak terhadap kemampuan memerankan tokoh drama yang rendah dengan intonasi, pelafalan dan ekspresi yang kurang tepat. Dari jumlah
siswa kelas V SDN 6 Cibogo yang berjumlah 34 orang ditemukan masalah yaitu sebanyak 85,29 siswa belum mampu bermain drama karena memerankan tokoh
drama karena lafal yang tidak lancar dan jelas, intonasi yang belum tepat, ekspresi berupa mimik dan gestur tubuh belum sesuai dengan tokoh yang diperankan
karena cenderung datar. Masalah ditemukan berdasarkan pengalaman mengajar yang telah dilaksanakan pada minggu kedua bulan Februari saat pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia. Setelah siswa melaksanakan pembelajaran bermain drama menggunakan teks drama yang
berjudul „Lupa Membawa PR‟ hanya sebanyak 14,70 siswa yang sudah mampu memerankan tokoh drama dengan
lafal, intonasi dan ekspresi yang cukup tepat. Nilai rata-rata pembelajaran bermain drama hanya 49,85. Sebagian besar siswa masih terlihat bingung dan kurang
antusias dalam mengikuti pembelajaran bermain drama. Permasalahan bermain drama yang ditemukan di lapangan disebabkan
karena guru masih menggunakan metode konvensional sehingga pembelajaran bermain drama menjadi kurang menarik dan membuat siswa kurang percaya diri.
Hal ini karena guru yang kurang menguasai materi sastra sehingga pada saat pembelajaran bermain drama hanya memberikan tugas kepada setiap kelompok
untuk bermain drama tanpa diberikan contoh sama sekali. Selain itu dengan
Ajeng Haryatisari, 2014 Implementasi model SAVI Somatis Auditori Visual Intelektual untuk meningkatkan
kemampuan bermain drama siswa sekolah dasar Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
media, sarana dan prasarana di SDN 6 Cibogo yang sangat minim membuat pembelajaran bermain drama menjadi kurang optimal.
Dengan adanya fakta diatas mengenai rendahnya kemampuan dalam pembelajaran bermain drama, diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan
bermain drama dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat sesuai dengan tokoh yang diperankan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai model
pembelajaran yang sesuai dengan minat serta perkembangan siswa khususnya pada kelas V SD. Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan rendahnya
kemampuan memerankan tokoh drama yaitu dengan model pembelajaran SAVI Somatis Auditori Visual Intelektual. Model SAVI ini adalah salah satu model
pembelajaran yang digagas oleh Dave Meier. Dave Meier mengemukakan bahwa ...menyajikan suatu sistem lengkap untuk melibatkan kelima indera dan
emosi dalam proses belajar yang merupakan cara alami. Somatis artinya belajar dengan bergerak dan berbuat. Auditori, belajar dengan berbicara
dan mendengar. Visual, artinya belajar mengamati dan menggambarkan. Intelektual artinya belajar dengan memecahkan masalah dan merenung
Meier, 2004, hlm. 91.
Menurut Gunawan 2006, hlm. 139 Model SAVI variasi yang cocok untuk semua gaya belajar sehingga belajar menjadi optimal. Gaya belajar adalah
cara yang lebih kita sukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Dari hasil survei diketahui bahwa terdapat 29 orang
visual, 34 auditori dan 37 kinestetik. Rose Nicholl 2002, hlm. 192 mengemukakan bahwa
...semakin banyak melihat, mendengar, mengatakan, dan melakukan sesuatu, semakin mudah sesuatu dipelajari secara rata-rata, kita mengingat
sebagai berikut. 20 dari yang kita baca, 30 dari yang kita dengar, 40 dari yang kita lihat, 50 dari yang kita katakan, 60 dari yang kita
kerjakan, 90 dari yang kita lihat, dengar, katakan, dan kerjakan sekaligus.
Teori yang mendukung model SAVI adalah Accelerated Learning. Apabila pembelajaran hanya menggunakan metode ceramah yang mengaktifkan
Ajeng Haryatisari, 2014 Implementasi model SAVI Somatis Auditori Visual Intelektual untuk meningkatkan
kemampuan bermain drama siswa sekolah dasar Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
salah satu indera saja dikhawatirkan siswa menerima pembelajaran kurang optimal. Belajar dapat optimal apabila keempat unsur SAVI menjadi suatu
kesatuan misalkan dalam pembelajaran drama siswa dapat menirukan gerakan sesuai kegiatan tokoh drama somatis, siswa mendengar dialog dalam video dan
demonstrasi serta mengungkapkan dialog auditori, siswa melihat ekspresi wajah dan gestur tubuh tokoh drama melalui tayangan video serta demonstrasi visual,
siswa melakukan tanya jawab dengan guru mengenai video, menyebutkan unsur intrinsik drama, dan menceritakan kembali isi cerita drama yang sudah ditonton
intelektual. Pada hakikatnya, anak senang bergerak dan senang melaksanakan aktivitas. Pembelajaran dengan pengalaman langsung yang mengaktifkan seluruh
indera dan melibatkan pengalaman anak sehingga dengan model SAVI diharapkan dapat meningkatkan kemampuan anak dalam pembelajaran bermain
drama. Berpijak dari uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka
peneliti tertarik untuk mengkaji lebih luas mengenai permasalahan dalam pembelajaran bermain drama. Oleh karena itu, peneliti melaksanakan penelitian
yang berjudul “Implementasi Model SAVI Somatis Auditori Visual Intelektual untuk Meningkatkan Kemampuan Bermain Drama: Penelitian Tindakan Kelas
pada Siswa Kelas V SDN 6 Cibogo Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat”. Apabila permasalahan dalam pembelajaran bermain drama tidak segera
diberikan solusi dikhawatirkan minat siswa terhadap pembelajaran bermain drama semakin berkurang sehingga dapat berpengaruh terhadap kemampuan bermain
drama yang rendah.