tersebut Puspitasari 2011. Wilayah yang mempunyai kondisi rawan kebakaran tinggi yang ditinjau dari segala faktor penyebab kebakaran hutan apabila wilayah
tersebut memiliki kondisi curah hujan yang tinggi maka dapat dipastikan kebakaran hutan tidak akan terjadi semasa itu. Besarnya pengaruh dari kondisi
curah hujan di suatu wilayah terhadap kebakaran hutan menjadikan faktor tersebut sebagai tinjauan penting yang harus selalu di pantau. Mengingat curah hujan yang
cenderung tidak konstan setiap tahunnya di zaman sekarang akibat adanya anomali iklim dari berbagai dampak seperti pemanasan global membuat curah
hujan tidak lagi bisa dihitung dengan menggunakan sistem kalender melainkan pemantauan dan pengukuran tiap minggu, bulan, hingga tahun. Di Indonesia
anomali iklim merupakan imbas dari fenomena El Lino dan La Lina yang membuat musim penghujan menjadi semakin lama atau musim kemarau menjadi
semakin panjang. Perubahan musim inilah yang berdampak pada kondisi curah hujan di wilayah Indonesia yang selalu berubah-ubah Handajani 2005.
Mengingat hal tersebut maka pemantauan atau monitoring harus selalu dilakukan untuk mendapatkan gambaran kondisi curah hujan untuk mengetahui kondisi
tingkat bahaya kebakaran hutan di wilayah tersebut.
1.5.2 Suhu Permukaan Tanah
Tinggi rendahnya suhu temperatur di permukaan bumi sangat mempengaruhi tingkat dari bahaya kebakaran. Hal tersebut dikarenakan dengan
meningkatnya suhu dipermukaan bumi yang didukung dengan kondisi curah hujan yang rendah pada suatu wilayah, maka bahan bakar akan mudah untuk
terbakar. Tinggi rendahnya suhu permukaan tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui kadar air pada penutup lahan Puspitasari 2011. Suhu
tinggi dapat memberikan informasi bahwa pada penutup lahan tersebut memiliki kadar air yang rendah sehingga memiliki potensi rawan kebakaran yang tinggi.
Sedangkan untuk suhu yang rendah kadar air pada penutup lahan memiliki kadar yang lebih tinggi sehingga potensi rawan kebakarannya juga lebih rendah. Suhu
sendiri dalam penelitian ini diperoleh dari pengolahan Citra Landsat 8 saluran 10 dan 11 yang merupakan saluran untuk sensor TIR Thermal
Infra Red . Citra
tersebut selanjutnya akan diolah menggunakan software Envi 4.5 dengan menggunakan metode single band Arifin dan Muljo 2012. Dalam proses
pengolahannya untuk dapat memperoleh informasi suhu di perlukan perhitungan secara matematis dengan menggunakan rumus algoritma untuk jenis Citra Landsat
8. Dimana untuk rumus dari algoritma tersebut seperti berikut ini : Rumus Konversi Nilai Pixel ke TOA Top of Atmosphere Radian
L
λ
= M
L
Q
cal
+ A
L
Dimana : L
λ
= TOA spectral radiance watts m
2
× srad × µm M
L
= Band-specific multiplicative rescaling factor from the
metadata Q
cal
= Digital Number DN A
L
= Band-specific additive rescaling factor from the metadata Sumber: United States Geological Survey 2015
Rumus Konversi Nilai Radian ke Brightness Temperature
Dimana : T
= Brightness Temperature
o
K L
λ
= TOA spectral radiance watts m
2
× srad × µm K
1
= Band-specific thermal conversion constant from the metadata
K
2
= Band-specific thermal conversion constant from the metadata
Sumber: United States Geological Survey 2015
1.5.3 Jenis Penutup Lahan