Pengolahan Data Curah Hujan Pengolahan Data Jenis Penutup Lahan

tanah. Namun, hal tersebut diperlukan pengolahan kembali dengan formula brightness temperature yang bertujuan untuk mengubah nilai radian menjadi nilai temperature. Formula tersebut pada dasarnya berfungsi untuk mengubah nilai radian pada citra berdasarkan tingkat kecerahan secara visualnya menjadi nilai derajat suhu. Rumus Konversi Nilai Radian ke Brightness Temperature Dimana : T = Brightness Temperature o K L λ = TOA spectral radiance watts m 2 × srad × µm K 1 = Band-specific thermal conversion constant from the metadata K 2 = Band-specific thermal conversion constant from the metadata Sumber: United States Geological Survey 2015 Nilai radian yang telah dirubah menjadi nilai suhu selanjutnya perlu dilakukan konversi satuan menjadi o C Celcius karena hasil dari pengolahan Brightness Temperature dalam satuan o K Kelvin. Dimana dalam konversi tersebut nilai suhu o K – 273 untuk menjadikannya nilai suhu dalam satuan o C. Hasil dari pengolahan citra tersebut selanjutnya dirubah menjadi data vektor agar dapat dilakukan pembobotan dan skoring. Dalam pemberian bobot dan skoring untuk data suhu permukaan tanah dapat disesuaikan dengan klasifikasi berikut: Tabel 1.3 Pengharkatan Suhu dalam Celcius No Suhu o C Klasifikasi Skor Bobot 1 25 Rendah 1 40 2 25 – 30 Sedang 2 3 30 Tinggi 3 Sumber : Lembaga Penerbangan dan Antariksa LAPAN dalam Arifin dan Muljo 2012

1.7.4.3.2 Pengolahan Data Curah Hujan

Pada penelitian ini data curah hujan pada suatu wilayah akan diklasifikasikan berdasarkan curah hujan bulanan serta diberikan nilai skoring pada tiap kelasnya. Dimana untuk parameter curah hujan sendiri diberikan bobot sebesar 30. Pemberian bobot tersebut didasarkan pada analisis parameter curah hujan yang mempengaruhi pada tingkat kelembaban hutan. Sehingga tinggi rendahnya dari curah hujan tersebut akan berpengaruh pada kondisi kandungan air pada penutup lahan atau bahan bakar. Pemberian bobot untuk parameter curah hujan ini masuk pada tingkat besarnya bobot pada urutan yang pertama dari seluruh parameter penyusun peta rawan kebakaran hutan. Hal tersebut dikarenakan curah hujan memegang peranan penting untuk ketersediaanya kandungan air pada penutup lahan yang menjadi faktor penghambat dalam terjadinya kebakaran hutan. Klasifikasi untuk curah hujan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.4 Pengharkatan Curah Hujan Bulanan No Curah Hujan Klasifikasi Skor Bobot 1 100 - 200 mmbulan Sangat Rendah 5 50 2 200 - 300 mm bulan Rendah 4 3 300 - 400 mm bulan Sedang 3 4 400 - 500 mm bulan Tinggi 2 5 500 mm bulan Sangat Tinggi 1 Sumber: Kriteria dan Standar Teknik Kementrian Pekerjaan Umum

1.7.4.3.3 Pengolahan Data Jenis Penutup Lahan

Komponen utama dari bahaya kebakaran hutan ialah jenis penutup lahan. Hal ini dikarenakan tersedianya bahan bakar yang mudah terbakar tersebut berasal dari penutup lahan seperti contoh: Pohon Jati yang sedang meranggas karena pengaruh suhu dan curah hujan akan menggugurkan daunnya, daun tersebut akan mengering dan menjadi bahan bakar yang akan mudah terbakar bila tersulut api. Berbeda dengan penutup lahan yang hanya sebatas tanah terbuka yang tidak menghasilkan bahan bakar maka sangat rendah akan potensi bahaya kebakaran. Oleh sebab itulah pada tiap jenis penutup lahan diberikan nilai atau skor sesuai dengan bahayanya terhadap kebakaran hutan. Hal tersebut dikarenakan tiap jenis penutup lahan memiliki karakteristik yang berbeda- berbeda dalam kemampuannya mempertahankan kandungan air sehingga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya kerawanan kebakaran hutan. Pemberian skor tersebut selanjutnya diberikan pembobotan sebesar 25. Hal ini dikarenakan penutup lahan akan sangat berpengaruh dalam meningkatkan kerawanan kebakaran hutan yang didukung oleh curah hujan yang rendah. Klasifikasi untuk jenis penutup lahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.5 Pengharkatan Jenis Penutup Lahan No Tipe Vegetasi atau Penutupan Lahan Skor Bobot 1 Belukar 7 10 2 Savanna 7 3 Hutan Tanaman 7 4 PermukimanTransmigrasi 7 5 Belukar rawa 6 6 Hutan lahan kering sekunder 6 7 Pertanian Kering campur semak 6 8 Hutan Rawa Sekunder 5 9 Perkebunan 5 10 Hutan Lahan Kering Primer 4 10 Hutan Rawa Primer 4 11 Pertanian Lahan Kering 3 12 Hutan Mangrove Sekunder 3 13 Hutan Mangrove Primer 2 14 Pertambangan 2 15 Tanah Terbuka 1 16 Tambak Sumber: Ruecker 2002, Barus dan Gandasasmita 1996, dan Hoffman 2000 dengan Perubahan dalam Puspitasari 2011

1.7.4.3.4 Pengolahan Data Jarak Jalan

Dokumen yang terkait

ANALISIS SPASIAL POPULASI Acacia nilotica (L.) Delile Di SAVANA ALAS MALANG, KARANGTEKOK, TAMAN NASIONAL BALURAN, SITUBONDO, JAWA TIMUR

0 4 13

INVENTARISASI ORTHOPTERA DI SAVANA BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN KABUPATEN SITUBONDO JAWA TIMUR

4 19 53

Pemantauan Perubahan Penutupan Lahan Akibat Kebakaran Hutan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Satelit dan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus di wilayah Taman NasionalBerbak-Jambi dan Sekitarnya)

0 7 49

Kajian Daerah Penangkapan Ikan dan Budidaya Laut Menggunakan Data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Wilayah Kabupaten Situbondo

0 9 163

PENDAHULUAN Analisis Spasial Penentuan Lokasi Jalan Tol Di Daerah Istimewa Yogyakarta Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis.

12 33 38

PEMODELAN SPASIAL ARAH PENYEBARAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM Pemodelan Spasial Arah Penyebaran Kebakaran Hutan Dengan Menggunakan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Baluran Kabupaten Si

1 13 15

PEMODELAN SPASIAL ARAH PENYEBARAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM Pemodelan Spasial Arah Penyebaran Kebakaran Hutan Dengan Menggunakan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Di Taman Nasional Baluran Kabupaten Si

0 2 11

TINGKAT KERENTANAN BANJIR DENGAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Tingkat Kerentanan Banjir Dengan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Daerah Aliran Sungai Juwana Di Kabupaten Pati Jawa Tengah.

0 1 13

ESTIMASI DISTRIBUSI SPASIAL KEKERINGAN LAHAN DI KABUPATEN TUBAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

0 0 6

PEMODELAN SPASIAL BANJIR LUAPAN SUNGAI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DI DAS BODRI PROVINSI JAWA TENGAH Nugraha Saputro nggonzales9gmail.com Taufik Heri Purwanto taufik_hpyahoo.com Abstract - PEMODELAN SPASIAL BANJIR LUAPAN S

0 0 9