Manajemen Transportasi dan Upaya Penanggulangan

22

2.4 Manajemen Transportasi dan Upaya Penanggulangan

Identifikasi penyebab kemacetan lalu lintas setiap ruas jalan, dilakukan pendekatan teori hubungan Kerangka dasar Transportasi, dikemukakan oleh Menheim. Dalam teori tersebut disebutkan dalam menganalisis sistem transportasi pada dasarnya ditentukan oleh 3 tiga peubah dasar yaitu: Sistem transportasi T, sistem aktivitas penduduk A, dan pola arus lalu-lintas F. Pada dasarnya untuk mencari penyebab kemacetan lalu lintas tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan berikut: a. Melakukan tinjauan terhadap terjadinya pergerakan pada setiap ruas jalan koridor, yang meliputi tinjauan terhadap lalu lintas menerus, regional, lokal. b. Melakukan tinjauan terhadap pola bangkitan dan tarikan pergerakan yang terjadi di wilayah studi, sehingga dapat diketahui tingkat interaksi antar daerah disekiar koridor. c. Melakukan tinjauan terhadap terjadinya gangguan lalu lintas yang terjadi pada setiap ruas jalan dan pengaruhnya terhadap keadaan transportasi secara keseluruhan pada ruas jalan tersebut. 2.4.1 Pengertian manajemen lalu lintas Manajemen lalu lintas adalah suatu teknik perencanaan transportasi yang sifatnya langsung penerapan di lapangan dan biasanya berjangka waktu yang tidak terlalu lama. Hal ini menyangkut kondisi dari arus lalu lintas dan juga sarana Universitas Sumatera Utara penunjangnya baik pada saat sekarang maupun yang akan direncanakan Hobbs, 1995 dalam Setiawan, 1994. Manajemen lalu lintas berhubungan dengan arus lalu lintas itu sendiri beserta pengontrolannya dalam upaya memaksimumkan pemakaian sistem jalan yang ada dan meningkatkan keamanan jalan, tanpa merusak kualitas lingkungan sehingga sumberdaya yang digunakan dapat secara efisien dan terpadu Morlok, 1991. Menurut FD Hobbs 1995 tujuan manajemen lalu lintas adalah: 1. Mendapatkan tingkat efisiensi dari pergerakan lalu lintas secara menyeluruh dengan tingkat aksesibilitas yang tentunya dengan memikirkan keseimbangan akan permintaan pergerakan dengan sarana penunjang yang tersedia. 2. Meningkatkan dan memperbaiki tingkat keselamatan sebaik mungkin. 3. Melindungi dan memperbaiki keadaan kondisi lingkungan dimana arus lalu lintas tersebut berada. 4. Mempromosikan penggunaan energi secara efisien ataupun penggunaan energi lain yang dampak negatifnya lebih kecil dari energi lain. Semua tujuan tersebut diatas akan dicapai jika kontrol terhadap kondisi arus lalu lintas dilakukan dengan membatasi pergerakan atau aksesibilitas, yaitu dengan menggunakan berbagai teknik lalu lintas yang terkoordinasi antara prasarana penunjangnya seperti jalan, persimpangan dan tempat parkir dan juga usaha untuk menempatkan pola lalu lintas yang diinginkan untuk segala macam tujuan secara efisiensi serta tingkat keselamatan dari pergerakan serta tujuan individu. Universitas Sumatera Utara 24 Oleh karena itu dengan kondisi arus lalu lintas pada saat sekarang, sasaran dari manajemen lalu lintas adalah: 1. Mengatur dan menyederhanakan arus lalu lintas, terutama dengan memisahkan berdasarkan tipe, kecepatan dan pemakai jalan yang berbeda untuk meminimumkan gangguan demi lancarnya arus lalu lintas. 2. Mengurangi tingkat kemacetan dengan menaikan kapasitas adalah mengurangi volume lalu lintas dari suatu jalan atau simpang. Dalam menentukan strategi untuk mengatasi ruas-ruas jalan dengan keadaan yang sangat buruk, perlu dianalisa terlebih dahulu penyebab kemacetannya. Salah satu penyebabnya yaitu karena volume lalu lintas melebihi kapasitas yang ada, solusinya yaitu dengan menaikkan kapasitas atau mengurangi volume lalu lintas. Cara menaikkan kapasitas adalah dengan mengurangi penyebab gangguan, misalnya dengan memindahkan tempat parkir yang ada disisi jalan, mengontrol pejalan kaki atau dengan mengalihkan lalu lintas ke rute lainnya, atau mungkin dengan cara pengaturan yang lain seperti misalnya membuat jalan satu arah. Langkah pertama dalam manajemen lalu lintas adalah membuat penggunaan kapasitas dan ruas jalan seefektif mungkin, sehingga pergerakan lalu lintas yang lancar merupakan persyaratan utama. Right of Way harus diorganisasikan sedemikian rupa sehingga setiap bagian mempunyai fungsi sendiri, misalnya parkir, jalur pejalan kaki dan kapasitas jalan. Penggunaan ruang jalan sepanjang ruang jalan harus dikoordinasikan secara baik. Universitas Sumatera Utara Menurut Morlok 1991, terdapat 3 tiga strategi manajemen lalu lintas secara umum yang dapat dikombinasikan sebagai bagian dari rencana manajemen lalu lintas. Untuk lebih jelasnya mengenai strategi manajemen lalu lintas dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Strategi Manajemen Lalu Lintas STRATEGI TEKNIK Manajemen Kapasitas 1. Perbaikan Persimpangan 2. Manajemen Ruas Jalan a. Pemisahan tipe kendaraan b. Kontrol on street parking tempat dan waktu c. Pelebaran jalan 3. Area Traffic Control a. Batasan tempat membelok b. Sistem jalan satu arah c. Koordinasi lampu lalu lintas Manajemen Demand Restraint 1. kebijaksanaan parkir 2. Penutupan jalan 3. Kontrol pengembangan tataguna lahan 4. Batasan fisik Manajemen Prioritas 1. Prioritas persimpangan 2. Jalur khusus kendaraan pribadi 3. Jalur khusus bus Sumber: Morlok, 1991 Penanganan masalah mengacu kepada kriteria evaluasi yang meliputi derajat kejenuhan VC ratio setiap ruas jalan yang selanjutnya akan menentukan jenis penanganan untuk ruas jalan dalam daerah pengaruh. Menurut Tamin 2000, Jenis penanganan tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Manajemen lalu lintas, pada prinsipnya ditekankan pada pemanfaatan ruas jalan yang ada, seperti: pemanfaatan lebar jalan secara efektif, Universitas Sumatera Utara 26 kelengkapan marka dan rambu jalan yang memadai sehingga ruas jalan dapat dimanfaatkan secara optimal daik dari segi kapasitas maupun keamanan lalu-lintas yang meliputi sistem satu arah, parkir, pengaturan lokasi rambu berbalik arah, kaki lima, dan belok. Jenis penanganan ini dilakukan bila derajat kejenuhan berada antara 0,6-0,8. 2. Peningkatan Ruas Jalan, mencakup perubahan fisik ruas jalan berupa pelebaran atau penambahan lajur sehingga kapasitas ruas jalan dapat ditingkatkan secara berarti. Dilakukan apabila derajat kejenuhan sudah lebih besar dari 0,80. 3. Pembangunan Jalan Baru, merupakan alternatif terakhir. Jenis penanganan ini dilakukan bila pelebaran jalan dan penambahan lajur sudah tidak mungkin, terutama karena keterbatasan lahan. 2.3.2 Teori pejalan kaki Pejalan kaki merupakan bagian penting dalam sistem transportasi dan perlu pengaturanmanajemen tersendiri. Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka bercampur dengan kendaraan, sehingga secara tidak langsung mereka akan memperlambat arus lalu lintas. Terbatasnya prasarana yang tersedia bagi pejalan kaki, mengakibatkan pergerakan pejalan kaki menggunakan sebagian badan jalan. Keadaan ini dapat mengganggu arus lalu lintas, karena selain dapat membahayakan bagi jiwa pejalan Universitas Sumatera Utara kaki, juga dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas jalan, sehingga jalan tersebut tidak dapat berfungsi secara maksimal. Pada beberapa keadaan lalu lintas yang cukup padat, maka diperlukan prasarana bagi pejalan. Adapun keadaan yang dimaksud seperti keadaan berikut ini: 1. Daerah perkotaan yang secara umum memilki jumlah penduduk yang cukup tinggi. 2. Jalan-jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap. 3. Daerah-daerah yang memiliki aktifitas kontinyu yang tinggi, seperti jalan pasar dan jalan perkotaan. 4. Lokasi yang mempunyai kebutuhan transport yang tinggi dengan periode yang pendek. 5. Pada lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu, seperti lapangan, gelanggang olahraga dan mesjid. Fungsi fasilitas pejalan kaki: 1. Pejalan kaki untuk memberikan kesempatan bagi lalu lintas orang, sehingga dapat berpapasan pada masing-masing arah atau menyalip dengan rasa aman dan nyaman. 2. Lalu lintas, untuk menghindari bercampurnya atau terjadinya konflik abtara para pejalan kaki dengan kendaraan. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam rangka penyediaan fasilitas pejalan kaki adalah: arus pejalan kaki, arus kecelakaan, dan tingkat kecelakaan. Permasalahan utama pejalan kaki adalah karena konflik antara pejalan kaki dengan Universitas Sumatera Utara 28 kendaraan sehingga diperlukan penanganan dalam manajemen fasilitas lalu lintas. Oleh karena itu perlu ketersediaan yang memadai berupa trotoar, zebra cross, jembatan penyebrangan, terowongan penyebrangan. 2.3.3 Studi volume lalu lintas dan kapasitas ruas Jalan Dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia MKJI, Dep. PU, 1997 disebutkan bahwa jumlah kendaraan merupakan nilai arus lalu lintas yang menggambarkan komposisi arus lalu lintas yang menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang smp. Semua nilai arus lalu lintas per arah dan total diubah menjadi satuan mobil penumpang dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang emp yang diturunkan secara empiris untuk tipe-tipe kendaraan. Adapun tipe-tipe kendaraan tersebut dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia MKJI adalah: 1. Light Vehicle LV adalah kendaraan ringan 1,00, yaitu mobil penumpang sedan, jeep, wagon, angkutan perkotaan, bemo, minibus, pick up, mikro truck dan mobil abudemen. 2. High Vehicle HV adalah kendaraan berat 1,20, yaitu truk, truk 2 as, truk 3 as, mobil tangki, bus dan trailer. 3. Motor Cycle MC adalah sepeda motor 0,25 dan skuter. 4. Un Motor Cycle UM adalah kendaraan fisik atau kendaraan tidak bermotor 0,80, yaitu sepeda, becak, andong dan gerobak dorong. Universitas Sumatera Utara Dalam menentukan kapasitas jalan digunakan volume lalu lintas pada jam puncak. Sedangkan pengertian kapasitas jalan adalah arus lalu lintas stabil maksimum yang dapat dipertahankan pada kondisi tertentu geometri, distribusi arah dan komposisi lalu lintas, faktor lingkungan dalam smpjam. Secara matematis, kapasitas ruas jalan dapat dirumuskan sebagai berikut: smpjam.............2.1 Keterangan: C = kapasitas ruas; Co = kapasitas dasar; FCw = faktor lebar efektif; FCsp = faktor pemisah arah; FCsf = faktor gangguan samping; FCcs = faktor ukuran kota. Karakteristik utama jalan akan mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan jika dibebani lalu lintas. Karakteristik tersebut antara lain: 1. Geometri Geometri meliputi faktor penyesuaian dimensi geometri jalan terhadap geometri standar jalan kota. Faktor tersebut adalah: a. Tipe Jalan: Berbagai tipe jalan akan menunjukan kinerja berbeda pada pembebanan lalu lintas tertentu, misal jalan terbagitak terbagi, jalan satu arah. b. Lebar jalur lalu lintas: Kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan pertambahan lebar jalur lalu lintas. FCcs FCsf FCsp FCw Co C      Universitas Sumatera Utara 30 c. Kerb sebagai pembatas antara jalur lalu lintas dan trotoar berpengaruh terhadap dampak hambatan samping pada kecepatan dan kapasitas. Selanjutnya lapasitas berkurang jika terhadap penghalang tetap dekat tepi jalur lalu lintas, tergantung apakah jalan mempunyai kerb atau bahu. d. Bahu: jalan perkotaan tanpa kerb pada umumnya mempunyai bahu pada kedua sisi jalur lalu lintasnya. Lebar dan kondisi permukaannya mempengaruhi penggunaan bahu, berupa penambahan kapasitas dan kecepatan pada arus tertentu akibat pertambahan lebar bahu, terutama karena pengurangan hambatan samping yang disebabkan kejadian disisi jalan seperti kendaraan angkutan untuk berhenti, pejalan kaki, dsb. e. Median: Direncanakan dengan baik uuntuk meningkatkan kapasitas. f. Alinyemen jalan: Lengkung horizontal dengan jari-jari kecil mengurangi kecepatan arus bebas. 2. Komposisi Arus dan Pemisah Jalan Kapasitas jalan dua arah paling tinggi pada pemisah arah 50-50 yaitu jika arus pada kedua arah adalah sama pada periode waktu yang dianalisa umumnya satu jam. Komposisi lalu lintas mempengaruhi hubungan kecepatan arus jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam kendaraanjam, yaitu tergantung pada rasio sepeda motor atau kendaraan berat dalam arus lalu lintas. Jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam smp maka kecepatan kendaraan ringan dan kapasitas smpjam tidak dipengaruhi oleh komposisi lalu lintas. Universitas Sumatera Utara 3. Pengaturan Lalu Lintas Aturan lalu lintas lainnya yang berpengaruh pada kinerja lalu lintas adalah pembatasan parkir dan berhenti sepanjang sisi jalan, pembatas akses tipe kendaraan tertentu, pembatasan akses dari lahan samping jalan dan sebagainya. 4. Aktivitas Samping Jalan Banyaknya aktivitas samping jalan di Indonesia sering menimbulkan konflik, kadang-kadang besar pengaruhnya terhadap arus lalu lintas. Hambatan samping yang terutama berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan perkotaan adalah pejalan kaki, angkutan umum, kendaraan berhenti, kendaraan lambat, kendaraan masuk dan keluar dari lahan samping jalan. 5. Perilaku Pengemudi dan Populasi Kendaraan Untuk jalan tak terbagi analisis dilakukan pada kedua arah lalu lintas. Untuk jalan terbagi, analisa dilakukan terpisah pada masing-masing arah lalu lintas, seolah-olah masing-masing arah merupakan jalan satu arah yang terpisah. 2.3.4 Studi parkir Menurut Munawar 2006, perparkiran merupakan bagian dari pada tata guna lahan suatu kota. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan tak perlu lagi mendapatkan kesulitan mencari tempat parkir di daerah-daerah yang digunakan secara intensif untuk bisnis, perdagangan atau tujuan pariwisata. Daerah yang Universitas Sumatera Utara 32 terdapat pusat bisnis CBD, pusat perbelanjaan masyarakat dan regional, parkkir industri, pelabuhan udara atau stadion biasanya merupakan daerah dimana masalah parkir yang luas terdapat. Parkir dapat dilakukan di badan jalan on street maupun diluar badan jalan off street. Pada kondisi tertentu, parkir di badan jalan sebaiknya dilarang bagi kendaraan pribadi yang akan parkir lama karena dapat menurunkan kapasitas jalan, meningkatkan kemacetan dan perlambatan. Jadi dalam hal ini perlu dipertimbangkan adanya keseimbangan antara kebutuhan akan kelancaran lalu lintas dengan kebutuhan akan tempat parkir. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengaturan parkir adalah menetapkan kesepakatan antara jumlah lokasi yang akan digunakan untuk parkir dan lokasi untuk bergerak kendaraan menyediakan tempat parkir untuk kendaraan short term parking dan long term parking, merancang ruang parkir dan daerah pendekatannya sehingga lalu lintas di jalan tidak terganggu oleh keluar masuknya kendaraan, menjamin bahwa daerah bisnis di sepanjang jalan dapat ditingkatkan dengan membuat lokasi parkir yang baik. Keberadaan parkir pada bahubadan sangat mempengaruhi besarnya volume pergerakan lalu-lintas. Bahwa sudut parkir sangat mempengaruhi pengurangan kapasitas jalan Poernomosidhi, 1984 dalam Merliana, 2006 seperti terlihat dalam Tabel 2.2. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 Penurunan Kapasitas Jalan Akibat Kegiatan Parkir di Badan Jalan Lebar Perkerasan Arah Lalu Lintas Sisi Jalan Untuk Parkir Sudut Parkir Penurunan Kapasitas 9 m 2 2 32 16 m 1 2 31-36 16 m 2 2 90 82-83 22 m 1 1 6 22 m 1 1 90 22 22 m 1 2 45 54 22 m 2 2 79 26 m 1 1 14 26 m 1 1 45 29 Sumber: Poernomosidhi 1984, dalam Merliana 2006 Masalah parkir lebih disebut sebagai ukuran peningkatan kota. Secara historik, pengeluaran untuk fasilitas parkir belum seimbang dengan fasilitas untuk jalan raya. Kekurangan keseimbangan investasi ini dapat disaksikan setiap hari, yaitu tersendatnya lalu lintas akibat kendaraan yang diparkir dipusat-pusat kota besar setiap hari. Kekurangan kontrol penggunaan lahan sepanjang jalan yang membatasi fasilitas lalu lintas utama sesuadahnya mengakibatkan masalah arus lalu lintas di jalan. Pilihan yang dibatasi diperoleh dalam ”CBD” yang ada, tetapi kesempatan besar ada untuk mencapai keseimbangan fungsional antar syarat-syarat kendaraan gerak dan berhenti di daerah-daerah sub urban yang berkembang atau di daerah-daerah kota lain yang mengalami perkembangan kembali dengan skala besar. Universitas Sumatera Utara 34 Oleh karena itu pengaturan parkir di sisi atau pinggir jalan ini diperlukan agar ruas jalan dapat dimanfaatkan secara optimal bagi pergerakan lalu lintas. Ada beberapa cara yang mana dengan cara ini tempat parkir disediakan. Cara-cara itu adalah sebagai berikut: a. Fasilitas di jalan dan pinggir jalan, meliputi parkir di pinggir jalan trotoar yang tak dibatasi, parkir di pinggir jalan yang dibatasi. b. Fasilitas parkir di luar jalan, meliputi bidang-bidang permukaan, dan garasi. Tipe-tipe yang dipergunakan untuk fasilitas pemarkiran dapat dibedakan menjadi: a. Pemarkiran dengan sudut 90 derajat Penataan ini menggunakan tempat yang paling efisien, mobil dapat menggunakan satu jalur dalam arah dan jarak-jarak jalan dikurangi. Hal ini mengijinkan penggunaan jalur bagian depan, yang karena itu mengurangi tersia-sianya tempat. b. Pemarkiran dengan sudut yang lain Bila sudut pemarkiran kurang dari 90 derajat, maka jalur-jalur jalan harus dibuat satu arah. Peredaran satu arah adalah baik, tetapi tidak utama untuk bidang ramai, karena sudut 45 dan 30 lebih mudah dapat ditentukan oleh pemarkir sendiri. Tetapi tanpa memperhatikan sudut pemarkiran yang digunakan, ahli lalu lintas harus menjamin bahwa sistem peredaran di jalan harus mengijinkan gerakan mobil dan pejalan kaki yang mudah Universitas Sumatera Utara dan efisien. Jalan masuk dan keluar harus ditentukan dengan tujuan mengurangi konflik-konflik penting dalam bidang pemarkiran, dan antara lalu lintas bidang serta menentukan trafik-trafik jalan. Daerah-daerah pemarkiran harus dilokalisir atas sub sistem jalan lokal dan harus dihindari di jalan-jalan arteri, yang fungsi utamanya adalah untuk menggerakan lalu lintas dan bukan untuk memberikan pelayanan penggunaan lahan. Kebutuhan tempat parkir untuk kendaraan baik kendaraan pribadi, angkutan penumpang umum, sepeda motor maupun truk adalah sangat penting, kebutuhan tersebut sangat berbeda dan bervariasi tergantung dari bentuk dan karakteristik masing-masing kendaraan didesain dan lokasi parkir. Jenis penentuan peruntukan kebutuhan ruang parkir pada suatu pusat kegiatan dapat dikelompokkan: a. Untuk kegiatan parkir tetap Pusat perdagangan, pusat perkantoran, pusat perdagangan eceranpasar swalayan, pasar, sekolah, tempat rekreasi, hotel serta rumah sakit. b. Untuk kegiatan parkir yang bersifat sementara Tempat pertunjukanbioskop, tempat pertandingan, dan rumah ibadah. Berikut tabel penentuan kebutuhan parkir pada pusat kegiatan pasar. Untuk dapat lebih jelas mengenai standar luas kebutuhan parkir pada kawasan perdagangan dan pasar dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan 2.4. Universitas Sumatera Utara 36 Tabel 2.3 Standar Kebutuhan Ruang Parkir Yang Bersifat Tetap di Pusat Perdagangan Pusat Perdagangan Luas Area Total 100m 2 10 20 50 100 500 1000 1500 2000 Kebutuhan SRP 59 67 88 125 415 777 1140 1502 Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Tabel 2.4 Standar Kebutuhan Ruang Parkir Yang Bersifat Tetap di Pasar Pasar Luas area Total 100m 2 40 50 75 100 200 300 400 500 1000 Kebutuhan SRP 160 185 240 300 520 750 970 1200 2300 Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Untuk dapat lebih jelas mengenai penentuan Satuan Ruang Parkir menurut jenis kendaraan dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Penentuan Satuan Ruang Parkir Srp No. Jenis Kendaraan Satuan Ruang Parkir SRP dalam m 2 1. a. Mobil penumpang gol I b. Mobil penumpang gol II c. Mobil penumpang gol III 2,30 x 5,00 2,50 x 5,00 3,00 x 5,00 2. Bustruk 3,40 x 12,50 3. Sepeda motor 0,75 x 2,00 Sumber: Dirjen Perhubungan Darat, 1998, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir Keterangan: Mobil penumpang gol I: Mobil peruntukan tamupengunjung pusat kegiatan perkantoran, perdagangan, pemerintahan dan universitas. Universitas Sumatera Utara Mobil penumpang gol II: Mobil pengunjung tempat olahraga, pusat hiburan, rekreasi, hotel, rumah sakit dan bioskop. Mobil penumpang gol III: Mobil peruntukan bagi orang cacat. Mengenai dimensi Satuan Ruang Parkir untuk bustruk dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 Dimensi Satuan Ruang Parkir Untuk BusTruk Ukuran BusTruk Dimensi Kecil B = 170 O = 80 R = 30 A1 = 10 L = 470 A2 = 20 Bp = 300 = B+O+R Lp = 500 = L+A1+A2 Sedang B = 200 A1 = 20 Bp = 320 = B + O + R O = 80 R = 40 L = 800 A2 = 20 Lp = 500 = L + A1 + A2 Besar B = 250 O = 80 R = 50 A1 = 30 L = 1200 A2 = 20 Bp = 380 = B + O + R Lp = 1250 = L + A1 + A2 Sumber: Dirjen Perhubungan Darat, 1998, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir Untuk kendaraan bustruk dapat dibagi kedalam tiga jenis berdasarkan ukuran kendaraan, yaitu kecil, sedang dan besar. Satuan Ruang Parkir untuk bustruk dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Satuan Ruang Parkir Untuk BusTruk Universitas Sumatera Utara 38 Penentuan sudut parkir pada umumnya ditentukan oleh lebar jalan, volume lalu lintas kendaran, dimensi kendaraan, dan sifat peruntukan lahan sekitarnya. Sudut parkir akan berpengaruh terhadap daya tampung kendaraan parkir sehingga ruang yang tersedia akan terasa lebih efektif. Untuk lebih jelasnya untuk lebar minimum jalan untuk parkir dapat dilihat pada Tabel 2.7 dan untuk kebutuhan ruang parkir dapat dilihat pada Gambar 2.3. Tabel 2.7 Lebar Minimum Jalan Untuk Parkir Kriteria Parkir Lebar Jalan Efektif L meter Lebar Total Jalan W meter Sudut Parkir n o Lebar Ruang Parkir A meter Ruang Parkir Efektif D meter Ruang Manuver M meter D+M J meter 2,3 2,3 3,0 5,3 2,5 5,3 30 2,5 4,5 2,9 7,4 2,5 7,4 45 2,5 5,1 3,7 8,8 2,5 8,8 60 2,5 5,3 4,6 9,9 2,5 9,9 90 2,5 5,0 5,8 10,8 2,5 10,8 Sumber: Dirjen Perhubungan Darat, 1998, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir Keterangan: Gambar 2.3 Kebutuhan Ruang Parkir A = Lebar ruang parkir m D = Ruang parkir efektif m M = Ruang manuver m J = Lebar pengurangan ruang manuver m W = Lebar total jalan m L = Lebar jalan efektif m Universitas Sumatera Utara BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian