Dari hasil wawancara terhadap beberapa informan dan pengamatan penulis saat meneliti di Tuktuk, kegiatan sehari-hari mereka disibukkan dengan jenis
usaha mereka sendiri. Kegiatan akan semakin tinggi disaat sore hari dan pagi hari karena mereka harus berhadapan dengan wisatawan yang membutuhkan jasa
mereka. Siang hari para wisatawan kebanyakan pergi melancong ke sekitar Samosir.
4.2.4 Budaya Lokal Masyarakat Tuktuk Siadong
Budaya masyarakat lokal Tuktuk adalah budaya Batak Toba. Kegiatan kegiatan yang mereka laksanakan juga tergantung kepada kebudayaan itu sendiri.
Beberapa restoran menyediakan makanan khas Batak Toba seperti “Leo’s Restoran”. Selain itu, arsitek penginapan yang menonjolkan bentuk bangunan
Batak dengan menggunakan atap seperti Rumah Bolon dan menggunakan ukiran Batak yang biasa disebut dengan gorga ukir-ukiran.
Mengutip dari pernyataan E.B Tylor yang menyatakan budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
keilmuan, hukum, adat istiadat dan kemampuan lain yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Berikut adalah penjelasan dari pembagian yang
termasuk kedalam budaya tersebut yaitu sebagai berikut: a. Pengetahuan
Pengetahuan dalam budaya di Tuktuk ditunjukkan dengan kemampuan masyarakatnya untuk membuat sentuhan-sentuhan yang berbau budaya Batak
Toba dalam setiap usahanya. Hal ini dapat dibuktikan dengan wawancara terhadap informan Luker Sidabutar, Lk, 50 tahun sebagai berikut:
Menu yang kita tonjolkan adalah makanan khas Batak seperti naniura ikan yang dimasak tanpa api tetapi hanya dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan asam, natinombur Ikan yang dibakar dengan bumbu khas Batak, naniarsik Ikan yang dimasak berkuah
kuning seperti gulai, napinadar Ayam panggang yang penuh dengan kelapa gongseng dan daun ubi tumbuk. Selain itu,
harusnya pamplet yang ada di jalan simpang Tuktuk sana jangan dibuat terjemahan Aksara Bataknya dalam huruf biasa
tetapi bagus itu ditulis dalam Aksara Batak saja, sehingga membuat orang untuk mempelajarinya.
b. Kepercayaan Umumnya masyarakat Tuktuk telah menerima agama, kebanyakan mereka
beragama Kristen. Tetapi sebagai masyarakat yang berbudaya mereka juga menjunjung tradisi seperti menyembah terhadap nenek moyang Batak. Upacara
adat Batak ada disebut dengan Mangokkal Holi yaitu menggali kembali tulang belulang keluarga yang telah meninggal dan dimasukkan ke kuburan yang lebih
bagus bentuknya. Hal ini dapat dibuktikan dengan wawancara terhadap R. Samosir Lk, 53 tahun sebagai berikut:
Kami percaya bahwa roh-roh orang meninggal itu bisa mengetahui apa yang kita perbuat. Jadi upacara Mangokkal
Holi menggali tulang belulang untuk ditempatkan dikuburan yang lebih bagus ini penting, artinya kita menghormati
mereka tidak hanya pada masa hidupnya tetapi juga setelah mereka meninggal.
Hal lain juga diungkapkan oleh informan bernama R. Manurung Lk, 45 tahun sebagai berikut:
Ada upacara berupa penghormatan ke penjaga air. Apalagi pada saat mau ada pesta besar akan dibuat upacara tertentu,
tujuannya supaya semua kegiatan berjalan dengan baik dan kapal-kapal yang menyeberang juga selamat.
Hal lain juga diungkapkan oleh informan bernama Luker Sidabutar Lk, 50 tahun sebagai berikut:
Seandainya Parmalim agama pertama Orang Batak diakui oleh negara, maka saya akan memilih jadi Parmalim, karena
menghormati leluhur leluhur. Tetapi karena dengan masuknya agama ini, maka budaya itupun hampir terkikis. Dilihat dari
Universitas Sumatera Utara
segi keagamaannya pun orang tanggung beragama tanggung juga berbudaya.
c. Kesenian Kesenian dalam Budaya Batak tidak hanya terlihat dari arsitek
bangunannya yang beratap runcing seperti Rumah Bolon, tetapi juga ditunjukknan dengan warna ukir-ukiran gorga, dan makna estetika dari setiap patung-patung
yang dibuat. Hal ini ditunjukkan dengan wawancara terhadap R. Simbolon Lk, 48 tahun sebagai berikut:
Jadi warna dalam budaya Batak itu ada tiga yaitu merah melambangkan berani, putih melambangkan suci dan hitam
melambangkan nenek moyang dahulu memiliki ilmu magic.
Hal serupa juga diungkapkan oleh informan Oby Sidabutar Lk, 28 tahun sebagai berikut:
Batak itu terkenal dengan patung boraspati berupa cicak yang dibuat di dinding. Itu menggambarkan bahwa orang
Batak itu harus bisa hidup dimanapun, seperti halnya cicak bisa hidup di dinding, atap, lantai dan di tanah.
d. Moral Menurut Chaplin 2006 moral adalah suatu dasar untuk mengatur tingkah
laku supaya sesuai dengan peraturan sosial, hukum dan adat kebiasaan. Orang Batak lebih memilih dikatakan namaradat memiliki adat daripada beragama.
Karena apabila tidak beradat maka dia tidak layak untuk dijadikan anggota masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan wawancara terhadap R. Simbolon
Lk, 48 tahun sebagai berikut: Harus mengerti Dalihan Natolu sistem kekerabatan Batak
Toba sebagai wujud moral dalam berkomunikasi dengan orang disekitarnya. Jadi terlihatlah Orang Batak itu sebagai
Anakni Raja dan Boruni Raja.
Universitas Sumatera Utara
e. Hukum Hukum dalam budaya Batak lebih mengarah terhadap hukum tidak
tertulis, sehingga apabila ada masalah maka penyelesaiannya lebih kepada musyawarah mencapai mufakat. Hal ini dapat ditunjukkan dengan wawancara
terhadap R. Samosir Lk, 53 tahun sebagai berikut: Kalau ada masalah antar warga penyelesaiannya secara
kekeluargaan, tetapi kalau tidak bisa lagi terpaksa ke jalur hukum tertulis polisi.
Hal lain juga diungkapkan informan bernama Immanuel Tamba Lk, 40 tahun sebagai berikut:
Kalau ada masalah disini tidak langsung dilaporkan kepada polisi tetapi terlebih dahulu ada makkatai natua-tua
musyawarah para penatua kampung tujuannya adalah musyawarah mencapai mufakat. Tetapi apabila masalah itu
tidak bisa diselesaikan atau semakin rumit maka terpaksalah melalui jalur hukum dengan melapor kepada polisi.
f. Adat-istiadat Banyak kegiatan-kegiatan yang terkenal dalam adat-istiadat Batak.
Kegiatan tersebut terlihat dalam upacara pernikahan, meninggal, mangokkal holi menggali tulang belulang untuk ditempatkan di kuburan yang lebih bagus dan
Sulang-sulang Pahompu cucu menyuapi keluarga dari ibunya. Setiap anggota masyarakat sudah menjadi kewajibanya untuk manggalar adat mengunjungi
setiap pesta untuk membayar kewajibannya, baik melalui ulos, uang dan beras. Hal ini dapat ditunjukkan dengan wawancara terhadap lurah Antonius Siregar Lk,
53 tahun sebagai berikut: Kalau mau dihargai selaku masyarakat yah harus rajin datang
ke pesta. Maka apabila suatu saat dia ada pesta atau pertolongan yang dibutuhkannya maka akan ada orang yang
datang membantu dia dan menghadiri undangan pestanya.
Universitas Sumatera Utara
Hal lain juga diungkapkan oleh informan bernama Junaedi M. Malau Lk, 40 tahun sebagai berikut:
Sudah adatnya boru itu marhobas melayani apabila ada pesta, segala apa yang diperintahkan suhut tuan rumah dan
hula-hula raja harus dipatuhi, bahkan keseringan mereka memiliki inisiatif tersendiri untuk melaksanakan tanpa disuruh.
Dari jawaban-jawaban informan tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa masyarakat di Tuktuk Siadong termasuk masyarakat yang tradisional karena
masih memegang nilai-nilai budaya. Tetapi tidak menutup diri untuk menerima tamu asing datang ke daerah tersebut.
4.2.5 Marga di Tuktuk Siadong