UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.4. Penentuan Ukuran Mikropartikel
Penentuan ukuran mikropartikel dilakukan menggunakan mikroskop optik. Sejumlah mikropartikel didispersikan ke dalam olive oil kemudian diletakan di
kaca objek dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali dan 200 kali Weerakody, R., Fragan, P., Kosaraju, A.L., 2008 dikutip dalam Kasih,
Nirmala., 2014.
3.3.5. Penetuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva
Kalibrasi
Dibuat satu seri konsentrasi larutan diltiazem hidroklorida dengan cara ditimbang saksama 5 mg bahan baku diltiazem hidroklorida kemudian dilarutkan
di dalam 50 ml dapar fosfat pH 7,4. Setelah itu dibuat seri konsentrasi 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, dan 15 ppm. Pada sampel dengan konsentrasi 10 ppm dilakukan
pengukuran panjang gelombang maksimum yaitu sampel diukur serapannya pada panjang gelombang 400-200 nm menggunakan spektrofotometer UV. Setelah itu
dilakukan pengukuran pada sampel dengan konsentrasi 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15 ppm Sofiah, S., Faizatun, Y, Riyana., 2007; Nadia, A., Al-Assady., 2011; dengan
modifikasi.
3.3.6. Penentuan Kadar Obat dan Efisiensi Penjerapan
Sebanyak 10 mg mikropartikel diekstraksi dalam 2 ml metanol kemudian diagitasi dalam shaking bath selama 2 jam. Setelah itu dilakukan pengenceran 100
kali dalam dapar fosfat pH 7,4 Muhaimin, 2013. Polimer yang tidak larut di dapar fosfat dipisahkan dari larutan encer
dengan filtrasi menggunakan kertas penyaring hidrofilik 0,45 µm. Konsentrasi
diltiazem HCl dalam larutan encer diukur dengan spektrofotometer UV dengan panjang gelombang gelombang maksimum Muhaimin, 2013 dengan modifikasi.
Kadar obat dan efisiensi penjerapan dihitung menggunakan rumus:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan : Wm = Massa obat dalam mikropartikel
Wp = Massa mikropartikel Co = Kadar obat
Ct = Kadar obat secara teori
sumber: Muhaimin, 2013 dengan modifikasi
3.3.7. Pelepasan Obat secara In Vitro
Pelepasan obat secara in vitro dari mikropartikel dilakukan menggunakan alat uji disolusi modifikasi. Ditimbang 50 mg mikropartikel kemudian
mikropartikel dibungkus dalam membran sartorius dengan pori 0,45 µm dan diameter 4,7 cm. Setelah itu membran dilem menggunakan lem sianoakrilat.
Berikutnya membran yang berisi mikropartikel dimasukan ke dalam medium disolusi, yaitu 50 ml dapar fosfat pH 7,4. Kecepatan pengadukan yang digunakan
sebesar 100 rpm dan suhu dijaga konstan 37±2
o
C. Selanjutnya sampel diambil sebanyak 4 ml pada menit ke 5, 15, 30, 60, 90, 120, 150, 180, 240, 300, 360, 420,
480. Untuk menjaga volumenya tetap,ditambahkan 4 ml medium disolusi dengan menggunakan spuit. Penyuplikan sampel dilakukan dengan menggunakan spuit
yang telah dikalibrasi. Kemudian spuit disolusi dipasangkan kertas penyaring hidrofilik 0,45
m setelah itu sampel disaring. Larutan sampel diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Percobaan
dilakukan duplo Shah, N et al., 2011, dengan modifikasi. Kadar Obat = WmWp x 100
Efisiensi Penjerapan= CoCt x 100
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Formulasi Mikropartikel
Pada penelitian ini diformulasikan mikropartikel diltiazem HCl menggunakan metode penguapan pelarut. Tipe emulsi yang digunakan pada
penelitian ini adalah tipe emulsi tunggal minyak dalam air dimana fase minyak disini adalah larutan diklorometan.
Pada metode ini, emulsi droplet yang mengandung diltiazem hidroklorida berubah menjadi bentuk padat disebabkan sifat hidrofobisitas etil selulosa dan
penguapan diklorometan ketika dilakukan pengadukan Giri, Tapan Kumar et al, 2012. Lambatnya kecepatan pengerasan droplet dapat menyebabkan obat
berdifusi keluar dari droplet sehingga mengakibatkan kecilnya efisiensi penjerapan Jeyanthi, et al., 1997; Maa and Hsu, 1997; Mehta et al., 1994,
1996; Sansdrap and Moes, 1993 dikutip dalam Muhaimin. 2013 . Proses pengerasan droplet juga dipengaruhi oleh ukuran mikropartikel. Semakin besar
ukuran mikropartikel maka waktu yang dibutuhkan untuk mengeraskan droplet lebih lama. Oleh karena itu diperlukan waktu yang tepat dalam mengeraskan
droplet agar efisiensi penjerapan mikropartikel tidak rendah. Mikropartikel yang terbentuk menggunakan metode ini memiliki berupa serbuk putih dan memiliki
bentuk asimetris.
4.2. Perolehan Kembali
Hasil perolehan kembali F1 dan F2 berturut-turut adalah 77,81 dan 57,51. Persentase hasil F1 lebih besar dari F2. Hasil perolehan kembali
mikropartikel pada kedua formula tersebut berbeda. Pada penelitian Pandav, S., Lokhande, A., Naik, J. 2013, didapatkan hasil bahwa pada dua formula dengan
variasi pada konsentrasi surfaktan, mikropartikel yang mengandung konsentrasi surfaktan lebih tinggi memiliki nilai perolehan kembali yang lebih kecil.
Pada proses pembuatan mikropartikel dengan konsentrasi surfaktan lebih besar memiliki nilai perolehan kembali yang lebih kecil karena saat proses
homogenisasi terjadi peningkatan jumlah partikel yang menempel pada dinding
36