Presipitasi Partikel dengen Penambahan Bukan Pelarut Koaservasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penggunaan cairan superkritis sebagai media ekstraksi merupakan alternatif dalam pembuatan mikropartikel obat dan eksipien farmasi Eckert et al., 1996; Fredriksen et al., 1997; Hanna et al., 1995; Marr and Gamse, 1999; McHugh and Krukonis, 1994; Subramaniam et al., 1997; York, 1999 dalam Muhaimin 2013. Penelitian yang memelopori pembuatan mikropartikel dari polimer biodegradabel menggunakan metode ekstraksi cairan superkritis sudah dilaporkan Bleich et al., 1993, 1996; Bodmeier et al., 1995; Pablo et al., 1993; Thies and Müller, 1998; Tom et al., 1993 dalam Muhaimin 2013. Terdapat dua alasan utama dalam penggunaan teknik ini. Alasan pertama adalah cairan superkritis mampu melarutkan secara selektif sehingga dapat memungkinkan untuk memisahkan komponen tertentu dari campuran multikomponen. Alasan berikutnya adalah sifat perpindahan massa yang mneguntungkan dan kelarutan pelarut yang tinggi dalam cairan superkritis membuat proses pengeringan mikropartikel lebih cepat dan efisien dengan jumlah residu pelarut yang rendah Folker et al., 1996 ; Shariati and Peters, 2003 dalam Muhaimin 2013. CO 2 superkritis adalah cairan superkritis yang banyak digunakan karena memiliki kondisi kritis yang rendah T c = 31,1 o C, P c = 7,38 MPa, nontoksik, tidak mudah terbakar, dan memiliki hargayang murah. Teknik yang digunakan untuk pembentukan partikel menggunakan CO 2 superkritis diantaranya penyebaran cepat larutan superkritis, berbagai macam proses antipelarut misalnya antipelarut gas, sistem ekstraksi pelarut, partikel dari larutan gas jenuh, proses antipelarut superkritis, dan disperse peningkat kelarutan melalui cairan superkritis Kang,Yunqing et al., 2008

2.2.5. Metode Penguapan Pelarut

Metode penguapan pelarut banyak digunakan pada pebuatan mikropartikel polimer yang mengandung obat yang berbeda Jalil and Nixon, 1990a; Lewis et al., 1984; Suzuki and Price, 1985; Wang et al., 1999 dalam Muhaimin, 2013. Beberapa variable yang dapat mempengaruhi mikropartikel telah diteliti diantaranya kelarutan obat, morfologi internal, tipe pelarut, kecepatan difusi, suhu, komposisi polimer, viskositas polimer, dan muatan obat Benoit et al., 1996; Bodmeier and McGinity, 1988a, 1988b; Bodmeier et al.,1994; Jalil and Nixon, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1990a, 1990b; Jaraswekin et al., 2007 dalam Muhaimin, 2013. Efektivitas metode penguapan pelarut untuk memproduksi mikrosfer tergantung pada keberhasilan penjerapan zat aktif dalam mikropartikel. Proses ini paling berhasil pada obat yang tidak larut atau sulit larut dalam medium cairan yang mengandung fase kontinyu Bodmeier and McGinity, 1987 dalam Muhaimin, 2013. Berbagai tipe obat dengan sifat fisika dan kimia yang berbeda dapat diformulasi menggunakan sistem polimer, termasuk obat antikanker Abraham et al., 2010; Boisdron-Celle et al., 1995; Verrijk et al., 1992 dalam Muhaimin, 2013, zat narkotik Mason et al., 1976, anastesi lokal Lalla and Sapna, 1993 dalam Muhaimin, 2013, steroid Cowsar et al., 1985; Giunchedi et al., 1995 dalam Muhaimin, 2013, zat pengontrol fertilitas Beck et al., 1λ81; O’Hern et al., 1993 dalam Muhaimin, 2013. Terdapat perbedaan metode dalam membuat mikropartikel menggunakan metode penguapan pelarut. Peningkatan efisiensi enkapsulasi obat bergantung pada hidrofilisitas dan hidrofobisitas obat Muhaimin, 2013.

2.2.5.1. Proses Emulsi Tunggal

Menurut Muhaimim 2013, proses ini melibatkan emulsifikasi minyak dalam air minyakair. Sistem emulsi minyakair terdiri dari fase organik yang mengandung pelarut mudah menguap dengan polimer terlarut dan obat yang telah terenkapsulasi, kemudian diemulsifikasi dalam fase cairan yang mengandung larutan surfaktan. Untuk obat yang tidak larut atau sulit larut dalam air, sering digunakan metode minyak dalam air. Metode ini adalah metode paling sederhana daripada metode lain. Metode ini terdiri dari 4 tahapan utama, yaitu: a. Disolusi obat hidrofobik dalam pelarut organik yang mengandung polimer b. Emulsifikasi fase organik, yang disebut fase dispersi, dalam fase encer yang disebut fase kontinyu c. Ekstraksi pelarut dari fase dispersi menggunakan fase kontinyu, diiringi penguapan pelarut, proses perubahan droplet dari fase dispersi menjadi partikel padat d. Proses recovery perolehan kembali dan pengerinagn mikrosfer untuk menghilangkan residu pelarut.