Komponen Lain TINJAUAN PUSTAKA

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta massa total perolehan kembali, perubahan distribusi ukuran menjadi lebih besar, penurunan efisiensi enkapsulasi obat, dan morfologi menjadi lebih kasar Freitas et al., 2005 dalam Muhaimin, 2013. Suhu yang digunakan tidak boleh terlalu tiggi supaya obat tetap bersifat alami dan agar pelarut dapat mencapai titik didih. Oleh karena itu pengurangan tekanan menjadi pilihan yang lebih baik Li et al, 2008 dalam Muhaimin, 2013. Studi yang dilakukan oleh Meng et al 2004, pengisian hemoglobin bovin pada mikrosfer PELA atau polyd,l-lactic acid-co-polyethylene glycol poli asam laktat kopolietilen glikol dibuat menggunakan metode emulsi airminyakair dengan kondisi tekanan atmosfir dan kondisi penurunan tekanan 30 kPa. Waktu pemadatan mikropartikel menurun dari 240 menit menjadi 40 menit akibat penurunan tekanan. Pengurangan tekanan dapat meningkatkan efisiensi enkapsulasi pada beberapa kasus Li et al., 2008 dalam Muhaimin, 2013. Progesteron yang dimasukan pada mikrosfer polilaktida menggunakan teknik penguapan pelarut minyakair, didapatkan hasil bahwa efisensi enkapsulasi lebih besar pada mikrosfer yang dibuat menggukan metode penguapan pelarut dengan penurunan tekanan, yaitu 200 mmHg lebih rendah daripada tekanan atmosfir mula-mula yaitu 760 mmHg. Akan tetapi penelitian lain menunjukan hasil yang berbeda Izumikawa et al., 1991 dalam Muhaimin, 2013. Efisiensi enkapsulasi lidokain Chung et al., 2001 dalam Muhaimin, 2013 atau albumin Chung et al., 2002 dalam Muhaimin, 2013 pada mikrosfer PLA yang dibuat dengan penurunan tekanan lebih rendah daripada mikropartikel yang dibuat menggunakan tekanan atmosfir. Morfologi permukaan mikrosfer yang diukur menggunakan scanning electron microscopy pada mikrosfer yang dibuat menggunakan metode tekanan atmosfir menunjukan permukaan yang berpori dan keras Izumikawa et al., 1991 dalam Muhaimin, 2013. Sementara mikrosfer yang dibuat menggunakan metode pengurangan tekanan memiliki permukaan yang halus. Mikrosfer yang dibuat dengan tekanan yang berbeda memiliki ukuran yang mirip dengan penelitian Meng et al 2004. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Chung et al 2001, 2002 dimana mikrosfer yang dibuat menggunakan metode penurunan tekanan memiliki ukuran yang lebih kecil daripada yang dibuat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggunakan tekanan atmosfir. Pengaruh tekanan pada ukuran mikrosfer masih belum jelas karena penelitian yang masih kurang Muhaimin, 2013. Penurunan tekanan dapat meningkatkan kecepatan penguapan sehingga tekanan yang digunakan sebaiknya serendah mungkin. Namun apabila tekanan lebih rendah dari tekanan uap jenuh pelarut pada suhu tertentu, pelarut akan mendidih. Pembentukan gelembung dapat merusak droplet fase dispersi, jadi pengurangan tekanan perlu dijaga agar tidak melebihi tekanan uap jenuh pelarut pada suhu tertentu. Analisi lain menunjukan bahwa suhu harus dijaga pada titik didih saat dilakukan pengurangan tekanan Li et al, 2008 dalam Muhaimin, 2013.

2.4. Penghantaran Obat Melalui Paru-Paru

Pengembangan terapi inhalasi yang memiliki efikasi dan keamanan yang tinggi tidak hanya dipengaruhi oleh sifat farmakologi zat aktif, tetapi juga sistem penghantaran dengan desain dan formulasi yang baik. Optimasi keseluruhan sistem, yaitu obat, formulasi obat dan device alat perlu dilakukan untuk mengembangkan terapi inhalasi, baik untuk terapi penyakit lokal maupun penyakit sistemik. Kombinasi obat-alat harus dapat membuat kondisi aerosol obat dengan distribusi ukuran partikel yang tepat dan konsentrasi untuk meningkatkan optimasi deposisi serta dosis pada area paru-paru yang diinginkan Labiris, N.R., MB, Dolovich., 2003. Penghantaran obat melalui paru-paru sudah digunakan semenjak ribuat tahun yang lalu. Awal mula terapi inhalasi adalah 4000 tahun yang lalu dimana masyarakat India menghirup asap tanaman Atropa belladonna untuk mengobati batuk. Pada abad ke 19 dan ke 20, sigaret asma yang mengandung serbuk stramonium dengan campuran rokok untuk mengobati penyakit asma dikembangkan. Pengembangan alat inhalasi modern dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu nebulizer, MDI Metered Dose Inhaler, dan DPI Dry Powder Inhaler Labiris,N.R.,MB, Dolovich., 2003. a. Nebulizer Nebulizer telah digunakan selama beberapa tahun yang lalu untuk mengobati asma dan penyakit pernafasan lainnya. Terdapat dua tipe dasar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta nebulizer yaitu jet nebulizer dan ultrasonik Labiris,N.R.,MB, Dolovich., 2003. b. MDI Metered Dose Inhaler MDI adalah alat inhalasi yang mudah dibawa dan saat ini paling banyak digunakan untuk penghantaran aerosol. MDI hanya menghantarkan dosis obat fraksi kecil pada paru-paru. Hanya 10-20 dosis obat yang terdeposit di paru-paru. Efisiensi penghantaran MDI bergantung pada pola pernafasan pasien, kecepatan aliran pernafasan dan koordinasi tangan-mulut. Menurut penelitian Bernnett et al dan Dolvich et al, untuk partikel dengan ukuran partikel 1 dan 5 µm pada mass median aerodynamic diameter MMAD, deposisi lebih tergantung pada kecepatan aliran pernafasan daripada variabel lain. Peningkatan kecepatan aliran pernafasan dapat menurunkan deposisi dosis obat pada paru-paru dan penetrasi ke aliran Labiris,N.R.,MB, Dolovich., 2003. c. DPI Dry Powder Inhaler. DPI digunakan untuk menyelesaikan kesulitan koordinasi yang berhubungan dengan MDI. Deposisi paru-paru dapat bermacam-macam pada DPI yang berbeda. Sekitar 12-40 dosis dihantarkan ke paru-paru sementara 20-25 obat akan tertinggal pada alat Labiris,N.R.,MB, Dolovich., 2003. Formulasi obat memberikan peranan penting dalam produksi inhalasi yang efektif. Pengobatan dengan inhalasi tidak hanya penting dari segi farmakologi zat aktif tetapi juga harus bisa dihantarkan secara efisien, tepat target dan tertinggal di paru-paru sampai terjadi efek farmakologi yang diinginkan. Obat yang didesain untuk mengobati penyakit sistemik misalnya insulin untuk diabetes, harus terdeposit pada perifer paru-paru untuk memastikan bioavaibilitas sistemiknya maksimum. Untuk terapi gen atau pengobatan antibiotik di cairan serebrospinal, obat perlu dikondisikan untuk tertinggal di paru-paru agar tercapai efek terapi optimal. Oleh karena itu diperlukan formula yang dapat membuat obat tertinggal di paru-paru sesuai dengan waktu yang diinginkan dan menghindari mekanisme pembersihan paru-paru. Formulasi serbuk kering untuk inhalasi melibatkan mikronisasi melalui pencampuran jet, presipitasi, freeze dryng pembekuan