Ukuran Mikropartikel HASIL DAN PEMBAHASAN

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang digunakan dalam pembuatan mikropartikel menggunakan metode ini lebih banyak menghasilkan mikropartikel dengan ukuran lebih dari 10 µm.

4.4. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Kurva Kalibrasi

Panjang gelombang diltiazem hidroklorida diukur menggunakan spektrofotometer UV Vis. Panjang gelombang yang didapatkan adalah 236,4 nm. Standar panjang gelombang maksimum diltiazem hidroklorida adalah 240 nm British Pharmacopoiea, 2009 Gambar 4.3. Kurva Kalibrasi Diltiazem Hidroklorida dalam Dapar Fosfat pH 7,4

4.5. Kadar Obat dan Efisiensi Penjerapan

Evaluasi kadar obat dan efisiensi penjerapan dilakukan untuk mengamati efisiensi metode dalam enkapsulasi zat aktif. Efisiensi penjerapan menunjukan efisiensi metode dalam mengenkapsulasi zat aktif sedangkan kadar obat menunjukan jumlah kadar obat yang terkandung dalam mikropartikel yang terbentuk. Kadar obat pada F1 dan F2 berturut-turut adalah 3,51±0,02 dan 3,91±0,01 . Nilai kadar pada kedua formula ini mirip akan tetapi kadar obat pada F2 lebih besar dari F1. Pada proses pembentukan mikropartikel, mikropartikel dengan ukuran lebih besar F1 memerlukan waktu pengerasan lebih lama sehingga obat akan cenderung berdifusi menuju fase kontinyu dan menyebabkan penurunan nilai kadar obat Chella, N., K,K Yada., R, Vempati., 2010. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nilai efisiensi penjerapan F1 dan F2 berturut-turut adalah 9,57±0,01 dan 7,87±0,02. Nilai efisiensi kedua formula ini mirip, akan tetapi nilai efisiensi penjerapan F2 lebih besar dari F1. Nilai efisiensi penjerapan dan kadar obat pada kedua formula tersebut rendah karena sifat hidrofilisitas diltiazem hidroklorida pada fase kontinyu serta terjadinya proses difusi diltiazem hidroklorida melewati matriks polimer menuju fase kontinyu sesaat setelah terjadi penguapan pelarut dan pembentukan mikropartikel Perez et al., 2000, 2003 dalam Muhaimin 2013. Apabila dibandingkan, nilai kadar obat F2 lebih kecil dari F1 sedangkan efisiensi penjerapan F1 lebih besar dari F2. Faktor lain penyebab rendahnya nilai efisiensi penjerapan dan kadar obat adalah ukuran mikropartikel. Semakin kecil ukuran mikropartikel maka kapasitas penjerapan obat di dalam mikropartikel juga semakin kecil. Efisiensi penjerapan berbanding lurus dengan konsentrasi polimer dan surfaktan. Hal ini disebabkan konsentrasi polimer dapat meningkatkan kapasitas penjerapan obat sedangkan surfaktan menurunkan tegangan permukaan antara fase dispersi dan fase kontinyu. Hal ini menyebabkan droplet mikropartikel akan lebih stabil dan mengurangi terjadinya difusi obat menuju fase kontinyu Giri, T.K. et al., 2012. Tabel 4.5. Efisiensi Penjerapan dan Kadar Obat Mikropartikel Kode Formula Konsentrasi Surfaktan Efisiensi Penjerapan Kadar Obat F1 0,8 9,57±0,02 3,51±0,02 F2 1 7,87±0,01 3,91±0,01

4.5. Pelepasan Obat

Disolusi adalah proses di mana suatu zat padat menjadi terlarut dalam suatu pelarut Shargel, Wu-Pong Yu, 2004. Evaluasi pelepasan obat secara in vitro ini dilakukan dengan cara modifikasi disolusi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 4.6. Persen Pelepasan Obat Mikropartikel Diltiazem HCl Menit Ke- Pelepasan Obat F1 F2 5 7,17±2,23 2,53±0,01 15 6,53±1,19 1,25±0,01 30 6,68±0,47 3,84±0,01 60 6,59±1,58 4,75±0,03 90 7,33±1,31 4,77±0,04 120 7,28±0,04 4,19±0,04 180 7,53±0,29 4,53±0,03 240 8,09±1,02 4,70±0,02 300 7,24±0,04 5,62±0,04 360 7,12±0,06 6,08±0,05 420 7,32±0,09 6,49±0,05 480 7,44±0,32 6,94±0,05 Gambar 4.4 .Profil Pelepasan Mikropartikel Diltiazem HCl Pelepasan obat melibatkan penetrasi cairan di sekeliling mikropartikel kemudian obat akan terlarut. Setelah itu obat akan keluar melalui kanal interstitial atau pori Higuchi WI. 1967. Setelah menit ke 480, obat yang terlepas dari F1dan F2 berturut-turut adalah 7,44±0,32 dan 6,94±0,05. F2 melepaskan obat lebih lama dari F1 namun kedua data ini mirip. Berdasarkan penelitian Chella, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta N., KK, Yada., R, Vempati 2010, etil selulosa dengan viskositas 25 cps memerlukan waktu 10 jam untuk melepaskan 90 obat. Dapat disimpulkan bahwa etil selulosa memerlukan waktu yang cukup lama untuk melepaskan obat. Pada 5 menit pertama, pelepasan obat pada F1 dan F2 cukup besar. Hal ini dimungkinkan terjadi karena obat tidak terenkapsulasi di inti, melainkan teradsorpsi di permukaan mikropartikel. Salah satu penyebabnya adalah konsentrasi PVA yang kurang tepat. Konsentrasi PVA pada mikropartikel ini kurang dapat menstabilkan partikel, hal ini menyebabkan obat tidak terenkapsulasi di inti partikel melainkan teradsorpsi pada permukaan partikel Giri, TK et al, 2012. Salah satu faktor yang mempengaruhi pelepasan obat adalah ukuran mikropartikel. Semakin kecil ukuran mikropartikel, maka obat akan semakin cepat dilepaskan Maji, R., S,Ray., B, Das., AK, Nayak., 2012. Pada uji disolusi kedua formula, terjadi fluktuasi persen pelepasan obat setiap menitnya. Selain itu kadar obat yang terukur di setiap rentang waktu mirip satu sama lain. Hal ini terjadi karena kadar obat pada sampel terlalu kecil dan sensitivitas alat spektrofotometer tidak dapat mendeteksi perubahan kadar yang terlalu kecil tersebut. Apabila dilihat dari pelepasan obat pada menit-menit awal, formula yang lebih tepat untuk dijadikan sistem lepas lambat adalah F2 karena pada menit- menit awal persen pelepasan obat lebih kecil dari F1. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Rentang ukuran mikropartikel F1 dan F2 berturut-turut sebesar 0,680- 159,740 µm dan 0,340-117,674 µm dengan modus ukuran kedua formula sebesar 1-10 µm. 3. Nilai efisiensi penjerapan F1 dan F2 berturut-turut adalah 9,57±0,02 dan 7,87±0,01 . 4. Nilai kadar obat F1 dan F2 berturut-turut adalah 3,51±0,02 dan 3,91±0,01 . 5. Hasil Uji Perolehan Kembali F1 dan F2 berturut-turut adalah 77,51 dan 57,51. 6. Nilai pelepasan obat F1 dan F2 berturut-turut adalah 7,44±0,32 dan 6,94±0,05. 7. Berdasarkan nilai ukuran mikropartikel, efisiensi penjerapan, kadar obat dan pelepasan obat, F2 lebih baik daripada F1. 8. Metode ini masih belum bisa menghasilkan mikropartikel yang sesuai untuk penghantaran obat melalui paru-paru

5.2. Saran

1. Diperlukan optimasi metode untuk meningkatkan nilai perolehan kembali, efisiensi penjerapan, kadar obat, dan pelepasan obat. 2. Pada proses emulsifikasi minyakair disarankan untuk menggunakan zat aktif hidrofobik. 3. Menggunakan tipe emulsi airminyakair apabila zat aktif yang digunakan bersifat hidrofilik. 4. Digunakan polimer etil selulosa yang memiliki viskositas lebih rendah dan gugus etoksi yang lebih besar. 5. Mengganti polimer etil selulosa dengan polimer lain yang dapat melepaskan obat lebih cepat. 45