32
C. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis
1. Pengaruh Skeptisme terhadap Audit judgement
Popova 2013 melakukan penelitian terhadap 79 kuisioner di USA yang memberikan hasil bahwa keputusan audit dipengaruhi oleh dua tingkat
skeptisme tinggi dan rendah dan juga dipengaruhi oleh hipotesis sebelumnya mengenai pengalaman spesifik klien positif, negatif, dan netral.
Penelitian tersebut didukung oleh Gusti dan Ali 2008 dalam Prihandono 2012 yang memberikan bukti empiris bahwa skeptisme profesional auditor
berpengaruh positif terhadap kualitas audit yang dihasilkan. Skeptisme profesional auditor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut antara lain situasi audit yang dihadapi, etika, pengalaman, pengetahuan, dan keahlian.
Hasil penelitian ini konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang diungkapkan oleh Sabrina K dan Januarti 2011 yang penelitiannya dilakukan
menggunakan 200 kuesioner yang disebar kepada Kantor Akuntan Publik Big 4, yang memberi hasil bahwa gender berpengaruh secara langsung terhadap
ketaatan pemberian opini, dan situasi audit berpengaruh positif dengan ketepatan pemberian opini auditor melalui skeptisme profesional auditor.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Popova 2013, Gusti dan Ali 2008, Sabrina dan Januarti 2011 maka hipotesis yang diajukan adalah:
H1: Skeptisme berpengaruh terhadap audit judgement.
2. Pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Audit judgement
Elisabeth 2012 dalam Raiyani dan Saputra 2014 menyatakan bahwa selain pengetahuan, pengalaman juga dapat mempengaruhi kemampuan
33
seorang auditor dalam memberikan judgement dengan memprediksi kecurangan yang terjadi dalam perusahaan. Dari pengalaman tersebut auditor
dapat belajar bagaimana cara melakukan suatu judgement. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sularso dan Na’im 1999 dalam
Sabaruddinsah 2007 yang memperlihatkan bahwa seseorang dengan lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang memiliki lebih banyak hal yang
tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwa-peristiwa.
Tanda positif menunjukkan bahwa semakin tinggi pengalaman audit yang dimiliki oleh seorang auditor maka judgement yang diambil auditor juga akan
semakin baik dan tepat. Banyaknya pengalaman dalam bidang audit dapat membantu auditor dalam memahami dan menyelesaikan masalah yang
cenderung mempunyai pola yang sama. Seperti yang dijelaskan dalam teori kognitif Piaget, auditor dapat belajar dari pengalamannya sendiri. Setiap kali
auditor melakukan audit maka auditor akan belajar dari pengalaman audit sebelumnya dan meningkatkan kecermatan dalam pelaksanaan audit. Sehingga
audit judgement yang diambil oleh auditor tersebut akan semakin berkualitas Praditaningrum dan Januarti, 2011. Suraida 2005 dalam penelitiannya juga
mengatakan bahwa etika, kompetensi, pengalaman audit, risiko audit dan skeptisme profesional auditor berpengaruh positif terhadap ketepatan
pemberian opini akuntan publik. Kemudian kembali didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Herliansyah dan Meifida 2006 yang memberikan hasil bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman akan membuat judgement yang relatif lebih
34
baik dalam tugas-tugas profesional dibanding dengan akuntan pemeriksa yang belum berpengalaman.
Penelitian tersebut konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Azwar 1988 dalam Sabrina dan Januarti 2011 yang menyatakan bahwa di antara
faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, pembentukan sikap penting karena akan berpengaruh pada prosedur audit yang
dijalani auditor tersebut sehingga opini yang diberikan akan tepat. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Raiyani dan Saputra 2014,
Sabaruddinsah 2007, Praditaningrum dan Januarti 2011, Herliansyah dan Meifida 2006, serta Sabrina dan Januarti 2011 maka hipotesis yang diajukan
adalah: H2: Pengalaman auditor berpengaruh terhadap audit judgement.
3. Pengaruh Self-efficacy terhadap Audit judgement