3. Assessing Academic Self Regulated Learning yang dibuat oleh Wolters dkk tahun 2003 untuk mengukur pengaturan diri dalam belajar. Alat ukur
ini merupakan pengembangan dari alat ukur MSLQ untuk melihat pengaturan diri dalam belajar secara umum, tidak spesifik pada suatu mata
kuliah tertentu. Di samping itu, alat ukur ini melihat adanya peran budaya Barat pada bagian pengaturan perilaku untuk belajar akademis.
Penelitian ini menggunakan Assessing Academic Self-Regulated Learning sebagai pedoman untuk membuat alat ukur pengaturan diri dalam belajar. Dengan
mempertimbangkan subjek siswa SMA, maka alat ukur dibuat lebih sederhana.
B. Assessing Academic Self-Regulated Learning
Assessing Academic Self-Regulated Learning merupakan alat ukur paling baru yang digunakan untuk mengukur pengaturan diri dalam belajar. Alat ukur ini
dibuat oleh Wolters, Pintrich, dan Karabenick pada tahun 2003. Alat ukur ini dibuat sebagai pengembangan dari alat ukur pengaturan diri dalam belajar
sebelumnya yakni Motivated Strategies and Learning Questionnaire MSLQ yang dibuat oleh Pintrich, Smith, Garcia, dan Mc. Keachie tahun 1991.
Assessing Academic Self-Regulated Learning dibuat untuk melihat pengaturan diri dalam belajar yang dilakukan oleh pelajar secara umum. Ini tidak
seperti alat ukur MSLQ yang mengukur pengaturan diri dalam belajar secara spesifik seperti dalam suatu subjek dan level pada pelajaran tertentu. Meskipun
demikian, secara keseluruhan alat ukur Assessing Academic Self-Regulated
Learning ditujukan untuk digunakan pada pelajar tingkat mahasiswa. Di samping itu, disebutkan juga oleh Wolters dkk 2003 bahwa ada pada salah satu
subkomponennya yang melihat pengaturan diri dalam belajar terkait budaya Barat.
Secara konseptual, alat ukur ini terdiri dari 3 komponen utama yakni pengaturan kognisi akademis, pengaturan motivasi akademis, dan pengaturan
perilaku akademis. 1.
Pengaturan kognisi akademis Pengaturan kognisi akademis dimaksudkan pada pengaturan yang dilakukan
oleh pelajar terhadap kognisi yang dimilikinya. Kognisi ini berfungsi untuk belajar serta menunjang performansi belajar yang dilakukan pelajar. Pada
bagian ini, terdiri dari 4 subkomponen yakni pengulangan rehearsal, elaborasi, organisasi, dan pengaturan diri metakognitif.
a. Pengulangan, yakni pelajar melakukan pengulangan secara berkali-
kali terhadap materi yang dipelajarinya. Pengulangan ini bertujuan agar materi dapat diingat dan dipahami.
b. Elaborasi, yakni pelajar melakukan elaborasi terhadap materi yang
dipelajarinya dengan cara membuat materi tersebut dapat dijabarkan ke dalam bahasa sendiri atau parafrase.
c. Organisasi, yakni pelajar melakukan penyusunan kembali materi yang
dipelajarinya dengan cara seperti membuat catatan dengan kata-kata sendiri, menggambar diagram, maupun mengembangkan konsep dari
suatu peta konsep.
d. Pengaturan diri metakognitif, yakni pelajar melakukan perencanaan,
pemantauan, dan pengaturan seperti pengaturan tujuan dari membaca, memantau secara komprehensif dari yang dibaca oleh orang lain, dan
membuat perubahan ataupun penyesuaian dalam pembelajaran sebagai suatu kemajuan dalam melewati tugas-tugas Pintrich, dkk, 1991.
2. Pengaturan motivasi akademis
Pengaturan motivasi akademis dimaksudkan bahwa pelajar mampu memotivasi dirinya untuk terus bertahan ketika mengerjakan maupun
menyelesaikan tugas. Pada bagian ini terdiri dari 7 subkomponen yakni konsekuensi diri, penyusunan lingkungan, berbicara pada diri sendiri
tentang penguasaan, berbicara pada diri sendiri tentang performansi ekstrinsik, berbicara pada diri sendiri tentang performansi kemampuan
relatif, peningkatan relevansi, dan peningkatan minat situasional. a.
Konsekuensi diri, yakni pelajar memotivasi diri dengan membuat suatu konsekuensi ekstrinsik sebagai akibat yang harus diterima
sehingga dapat terus bertahan dalam belajar. Ini dapat dibuat oleh pelajar berupa pemberian suatu hadiah reward atau hukuman
punishment yang dapat membuatnya untuk terus bertahan dalam belajar maupun menyelesaikan tugas.
b. Penyusunan lingkungan belajar, yakni pelajar memotivasi diri dengan
menyusun lingkungan belajar sehingga dapat berkonsentrasi dengan baik. Penyusunan lingkungan belajar dilakukan siswa dengan cara
mengurangi hal-hal yang dapat mengganggu belajar serta menyusun lingkungan agar dapat menyelesaikan tugas dengan lebih mudah.
c. Peningkatan
minat situasional,
yakni pelajar
meningkatkan motivasinya pada tugas atau situasi belajar atau minat personal. Di
samping itu, pelajar juga dapat membuat perasaannya menjadi senang dengan pengalamannya ketika menyelesaikan tugas.
d. Peningkatan relevansi, yakni pelajar meningkatkan relevansi atau
kebermaknaan dari tugas yang dihubungkan dengan hidup atau minat personal mereka.
e. Berbicara pada diri sendiri tentang penguasaan, yakni pelajar
meyakinkan diri bahwa ia mampu untuk menguasai pelajaran yang disampaikan.
f. Berbicara pada diri sendiri tentang performansi ekstrinsik, yakni
pelajar meyakinkan diri bahwa mampu dapat nilai tinggi, dapat melakukan hal baik di kelas.
g. Berbicara pada diri sendiri tentang performansi kemampuan relatif,
yakni pelajar meyakinkan diri tentang performansi yang lebih spesifik seperti dapat melakukan hal yang lebih baik daripada orang lain.
3. Pengaturan perilaku akademis
Pengaturan perilaku dimaksudkan pada usaha siswa yang dilakukan secara aktif untuk mengumpulkan informasi dan keterampilan yang mendukung
belajarnya. Terdiri dari 3 subkomponen yakni mengatur usaha, mengatur waktu dan lingkungan belajar, serta mencari bantuan.
a. Pengaturan usaha, yakni pelajar melakukan perilaku akademis dengan
mengatur usaha yang dilakukannya ketika belajar dan menyelesaikan tugas. Ini dilakukan dengan membuat komitmen antara diri dan tugas
tersebut. Pelajar juga berkomitmen untuk menyelesaikan tugas- tugasnya meskipun sulit dan ada hal-hal yang mengganggu Pintrich,
dkk, 1991. b.
Mengatur waktu dan lingkungan belajar, yakni pelajar mengatur perilaku dengan membuat rencana dan mengelola waktu untuk belajar
dan menyelesaikan tugas yang efektif. Ini dilakukan dengan membuat hal-hal yang dikerjakan menjadi terjadwal. Untuk pengaturan
lingkungan belajar dilakukan pelajar dengan membuat lingkungan belajar menjadi teratur, tenang, dan terbebas dari gangguan yang dapat
mengganggu visual maupun auditori Pintrich, dkk, 1991. c.
Mencari bantuan, yakni perilaku yang dilakukan pelajar untuk mengumpulkan informasi dan saran yang berguna bagi pembelajaran
yang dilakukan dengan mencari bantuan dari orang lain seperti teman- teman, keluarga, teman di kelas, dan pengajar. Pada bagian ini,
Assessing Academic Self-Regulated Learning menjabarkan ke dalam 9 subkomponen. Kesembilan subkomponen tersebut dijelaskan oleh
Wolters dkk 2003 digunakan untuk mengukur perilaku mencari bantuan pada budaya Barat, yaitu:, tujuan umum untuk mencari
bantuan yang dibutuhkan, tujuan umum untuk menghindari bantuan yang dibutuhkan, biaya yang dirasakan dari mencari bantuan
ancaman, keuntungan yang dirasakan untuk mencari bantuan, instrumental kemandirian untuk tujuan mencari bantuan, bijaksana
eksekutif untuk tujuan mencari bantuan, mencari bantuan dari sumber daya formal pengajar, mencari bantuan dari sumber daya
informal pelajar lain, merasakan dukungan pengajar dari pertanyaan. Kesembilan subkomponen ini tidak digunakan karena terkait budaya
di Barat.
C. Desain Alat Ukur