BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
87
6.2. Pengangguran
Masalah pengangguran merupakan masalah yang melekat pada aspek ketenagakerjaan. Penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan ditambah
penduduk yang sedang mempersiapkan usaha tidak bekerja, yang mendapat pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan
Berdasarkan data BPS Sumsel, jumlah pengangguran pada bulan Februari 2010 mengalami penurunan sebanyak 55.116 orang atau 18,86 dibandingkan dengan posisi
bulan Februari 2009, dan mengalami penurunan sebanyak 26.353 orang atau sebesar 10,00 jika dibandingkan dengan kondisi pada bulan Agustus 2009 yang mencapai
263.471 orang.
Tabel 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan
Februari 2008 – Februari 2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Tingkat Pengangguran Terbuka TPT di Sumsel pada bulan Februari 2010 menurun menjadi 6,55 dibandingkan kondisi pada bulan Februari 2009 yang mencapai 8,38.
TPT pada Februari 2010 tercatat merupakan yang terendah sejak tahun 2007. Berdasarkan daerah tempat tinggal, TPT di daerah perkotaan jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah pedesaan. Tingginya TPT di kota erat kaitannya dengan pertumbuhan alamiah penduduk, arus masuk angkatan kerja dari pedesaan, dan
banyaknya pencari kerja sebagai konsekuensi meningkatnya pendidikan penduduk perkotaan. Di sisi lain, lapangan kerja di perkotaan relatif terbatas sehingga menyebabkan
terjadinya tingkat pengangguran yang relatif tinggi.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
88
6.3. Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan data resmi BPS Sumsel, jumlah penduduk miskin penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 1.125.725 atau 15,47
dari jumlah penduduk Sumsel. Angka tersebut tercatat mengalami penurunan sebesar 3,61 atau sebesar 42.140 orang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
Maret 2009 yang tercatat sebesar 1.167.870 jiwa.
Tabel 6.4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan
Tahun 1993-2010 Tahun
Jumlah Penduduk Miskin ribuan
Persentase
1993 901,9
15,73 1996
1.017,0 17,04
1999 1.481,9
23,87 2002
1.434,1 22,49
2003 1.397,3
21,54 2004
1.379,3 20,92
Januari 2005 1.429,0
21,01 Januari 2006
1.446,9 20,99
Maret 2007 1.331,8
19,15 Maret 2008
1.249,61 17,73
Maret 2009 1.167,87
16,28 Maret 2010
1.125,73 15,47
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas
Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1993-2010 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar
464,9 ribu karena krisis ekonomi, persentase penduduk miskin mengalami peningkatan dari 17,04 menjadi 23,87. Selama periode 1999-2010, jumlah penduduk miskin relatif
terus mengalami penurunan. Garis Kemiskinan yang merupakan indikator penetapan kriteria miskin mengalami
peningkatan dalam kurun waktu satu tahun terakhir, yakni meningkat sebesar 4,38 dari Rp212.381,00 per kapitabulan menjadi Rp221.687,00 per kapitabulan. Berdasarkan
pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan, Garis Kemiskinan di perkotaan dalam setahun terakhir tercatat mengalami peningkatan sebesar 4,3 dari
Rp247.661,00 per kapitabulan menjadi Rp258.304,00 per kapitabulan. Sementara itu,
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
89
Garis Kemiskinan di daerah pedesaaan mengalami kenaikan sebesar 4,5 pada periode yang sama, dari Rp190.109,00 per kapitabulan menjadi Rp198.572,00 per kapitabulan.
Tabel 6.5 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Menurut Daerah, Maret 2008-Maret 2010 DaerahTahun
Garis Kemiskinan RpKapitaBulan
Jumlah Penduduk Miskin
Persentase Perkotaan
Maret 2008 229.552
514.704 18,87
Maret 2009 247.661
470.025 16,93
Maret 2010 258.304
471.224 16,73
Perdesaan
Maret 2008 175.556
734.905 17,01
Maret 2009 190.109
697.848 15,87
Maret 2010 198.572
654.501 14,67
Kota+Desa
Maret 2008 196.452
1.249.609 17,73
Maret 2009 212.381
1.167.873 16,28
Maret 2010 221.687
1.125.725 15,47
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas
Dengan memperhatikan garis kemiskinan berdasarkan komponen makanan dan bukan makanan terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan
peranan komoditi bukan makanan. Kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 77,08. Garis kemiskinan bukan
makanan pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar Rp170.875,00kapitabulan, dan garis kemiskinan makanan sebesar Rp50.813,00kapitabulan. Kondisi tersebut mengalami
kenaikan dibandingkan Maret 2009 yang mencatat Rp163.801,00kapitabulan untuk garis kemiskinan bukan makanan dan Rp48.580,00kapitabulan untuk garis kemiskinan
makanan. Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase
penduduk miskin, ada beberapa dimensi lain yang perlu diperhatikan yakni tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan itu sendiri. Selain harus mampu memperkecil
jumlah penduduk miskin, kebijakan pengentasan kemiskinan juga harus mampu mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
90
Grafik 6.1 Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar
dan Nilai Tukar Petani