Pertimbangan Majelis Hakim Terhadap Putusan Perkara Akibat Pornografi

8. Bahwa saksi sudah berusaha meberikan masukan kepada termohon tapi tidak berhasil Sehingga jelas dengan adanya pemaparan dari saksi kedua belah pihak bahwa benar antara Pemohon dan Termohon seringkali terjadi pertengkaran dan sudah tidak lagi tinggal serumah. Setelah dihadirkan para saksi dari Pihak Pemohon dan Termohon yang membenarkan pokok-pokok permasalahan Pemohon dan Termohon, maka dalam pemeriksaan perkara ini telah memenuhi maksud pasal 22 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 76 Ayat 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah dimandemen denngan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. Pertimbangan hukum yang diambil oleh Majelis Hakim adalah karena majelis hakim melihat bahwa antara Pemohon dan Termohon sering terjadi perselisihan dalam rumah tangga yang alasannya karena Pemohon merasa bahwa kehidupan rumah tangganya sudah tidak sejalan dengan visi dan misinya. Majelis Hakim melihat dengan adanya fakta-fakta tersebut telah merupakan bukti bahwa antara Pemohon dan Termohon tidak bisa dipersatukan kembali, atau mereka telah berada pada titik akhir perkawinan. Sehingga, sangat sulit untuk keduannya hidup rukun lagi sebagai suami isteri. Dan pada akhirnya Majelis Hakim mengabulkan permohonan Pemohon karena telah berdasar dan beralasan hukum untuk diterima dan dikabulkan berdasarkan pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam. 5 5 Salinan Putusan Nomor 2571 Pdt. G2012PA JS Dalam pemeriksaan perkara ini Majelis Hakim memandang tidak perlu menggali fakta tentang apa dan siapa yang menyebabkan terjadinya perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga Pemohon dan Termohon, akan tetapi fakta yang perlu diungkapkan adalah tentang pecahnya rumah tangga Pemohon dan Termohon itu sendiri sebagaimana maksud Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 38KAG1990 tanggal 5 Oktober 1991. Majelis Hakim berpendapat bahwa hubungan antara Pemohon dan Termohon dalam membina rumah tangga sudah tidak harmonis sehingga sulit untuk mewujudkan tujuan perkawinan sebagaimana maksud dari Pasal 1 Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 3 Kompilsai Hukum Islam INPRES Nomor 1 Tahun 1991. Bahwa dalam kondisi tidak harmonis tersebut Majelis Hakim berpendapat ikatan perkawinan Pemohon dan Termohon telah pecah yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana tersebut diatas, antara Pemohon dan Termohon tidak mungkin unntuk dapat dirukunkan kembali untuk membina rumah tangga bersama dan Termohon tidak keberatan bercerai dengan Pemohon, sehingga permohonan Pemohon telah memenuhi maksud pasal 39 Ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 beserta penjelasannya dan pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam point f, dengan demikian permohonan Pemohon untuk bercerai dengan Termohon cukup beralasan dan tidak melawan hukum. 6

C. Analisis Putusan

Islam adalah agama yang adil terhadap umatnya. Dalam hukum perkawinan pun islam memberikan batasan syar’i guna mengarungi bahtera rumah tangga agar menjadi sebuah keluarga sakinah, mawadah dan rahmah. 6 Salinan Putusan Nomor 2571 Pdt. G2012PA JS Namun seringkali konflik dan perpecahan pun sering muncul dalam biduk rumah tangga, sehingga Islam pun membuka kelonggaran berupa pintu perceraian, bila konflik dan perpecahan sudah tidak bisa diatasi. Artinya Islam tidak memberikan suatu ketentuan yang kaku, sehingga ada pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan dalam hal ini. 7 Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis akan coba menganalisis perkara “ Pornografi Sebagai Faktor Perceraian Analisis Putusan Nomor 2571Pdt. G2012PA JS”. Perceraian dalam agama Islam diakui sebagai solusi terakhir dalam menghadapi kemelut rumah tangga. Walaupun percerian dibolehkan, tetapi melanggar prinsip-prinsip serta tujuan dalam pernikahan itu sendiri seolah prinsip dan tujuan pernikahan menjadi bias serta gagal dalam membina rumah tangga dengan konsekuensi logis, bila perceraian tidak dilakukan maka sebuah rumah tangga menjadi seolah-olah neraka bagi kedua belah pihak atau bagi salah satunya. 8 Hal ini tentu sangat bertentangan dengan koridor syari’at yang lebih mengedepankan aspek kemaslahatan dalam hal apapun, termasuk masalah pernikahan. Perceraian baru dapat dilakukan bila sudah tidak ada lagi jalan lain, oleh karena itu menurut pengamatan penulis cara yang paling ideal dalam menghadapi kemelut tersebut adalah dengan jalan musyawarah dan sikap saling mengalah antara satu sama lain. Salah satu faktor yang memicu perceraian itu antara lain faktor ekonomi, perselingkuhan, cacat badan, perselisihan dan percekcokan terus menerus yang dilatar belakangi oleh berbagai pemicunya diantaranya karena pornografi. 7 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995, h. 320 8 Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995, h. 148 Konflik yang disebabkan awalnya istri yang pekerjaanya sebagai foto model, namun dalam hal ini istri seringkali difoto bugil dalam artian istri terlibat pornografi yang membuat suami menjadi tidak senang dengan pekerjaan istri yang mengandung unsur pornografi. Dengan adanya sebab diatas, sekiranya hal tersebut justru memicu perselisihan dan pertengkaran diantara Pemohon dan Termohon secara terus menerus, sehingga bila alasan-alasan yang telah dikemukakan Pemohon tersebut dapat dibuktikan kebenarannya, maka berarti telah cukup alasan bagi Pemohon dalam mengajukan permohonan cerainya. Jika kita melihat perkara diatas, maka perkara tersebut tidak hanya dipicu dengan satu faktor saja tetapi ada faktor pengikutnya. Faktor pertama yakni Termohon sebagai foto model acapkali difoto yang mengandung unsur pornografi, terlibat prostitusi, selain itu Termohon juga ternyata memiliki pria idaman lain. Dan ini merupakan akar masalah yang selalu terjadi dalam perkawinan dan selalu menjadi alasan dalam permohonan cerai terhadap istrinya. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus selalu diperhatikan yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. 9 Tentunya ada pertanyaan mengapa Majelis Hakim mengabulkan perceraian antara Pemohon dan Termohon, dengan alasan istri terlibat pornografi? Padahal tidak terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 39 Ayat 2 beserta penjelasannya dan pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam tidak menyebutkan alasan perceraian karena istri terlibat pornografi. 9 http:s2hukum.blogspot.com201003keyakinan-hakim-dalam-memutus-perkara.html?m=1 diakses pada tanggal 23 Maret 2015 Melihat keadaan seperti ini Hakim tidak serta merta langsung mengabulkan perkara, akan tetapi Hakim menawarkan solusi pada awal sidang yaitu menempuh jalan perdamaian dengan mengutus hakam dari kedua belah pihak sebagai mediator. Hal ini tercantum pada pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang berbunyi: 1. Hakim yang memeriksa permohonan perceraian berusaha mendamaikan kedua belah pihak. 2. Selama perkara belum diputus, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap persidangan. 10 Dalam putusan hakim, yang perlu diperhatikan adalah pertimbangan hukumnya, sehingga dapat dinilai apakah putusan yang dijatuhkan cukup memenuhi alasan yang objektif atau tidak. Dalam perkara ini yang menjadi dasar hukum hakim dalam menetapkan putusan yaitu hakim senantiasa mengkaji dan menggali hukum tertulis, pendapat ahli, yurisprudensi dan juga hukum yg hidup di masyarakat. Hakim pun tidak lupa menggunakan selalu hati nuraninya sebagai hakim dan keyakinannya dalam menetapkan putusan suatu perkara. Menurut pasal 4 Ayat 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa “Pengadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” pasal 16 Ayat 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 menyebutkan bahwa: “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya” artinya bahwa Hakim mengetahui hukum objektif, Hakim karena jabatannya bertugas menemukan dan menentukan titik apa yang berlaku terhadap perkara yang sedang diperiksa. Selain 10 PP RI No. 9 Tahun 1975 http:hukum.unsrat.ac.id diakses pada tanggal 23 Maret 2015