Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit

(1)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PENJAMIN

(PERSONAL GUARANTEE) DI DALAM

PERMOHONAN PERKARA PAILIT

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas- Tugas dalam Memenuhi

Syarat- Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

NAMA : ANJU CIPTANI PUTRI MANIK

NIM : 030200093

Bagian Hukum Keperdataan

Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PENJAMIN

(PERSONAL GUARANTEE) DI DALAM

PERMOHONAN PERKARA PAILIT

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas- Tugas dalam Memenuhi Syarat- Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

NAMA : ANJU CIPTANI PUTRI MANIK NIM : 030200093

Disetujui Oleh :

Ketua Bagian Hukum Keperdataan Program Kekhususan : Hukum Perdata Dagang

(Prof. Dr. H. Tan Kamello, S.H, M.S) NIP. 131764556

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

(Prof. Dr. H. Tan Kamello, S.H, M.S) (Malem Ginting, S.H, M.Hum)

2007

NIP. 131764556 NIP. 131265980

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis diberi kekuatan dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan skripisi ini.

Skripsi yang penulis selesaikan ini berjudul “PERANAN DAN

TANGGUNG JAWAB PENJAMIN (PERSONAL GUARANTEE) DI

DALAM PERMOHONAN PERKARA PAILIT” yang diajukan untuk

melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk mencapai gelar sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan, baik pengetahuan dan keterampilan tentang peranan dan tanggung jawab penjamin (personal guarantee) di dalam permohonan perkara pailit. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Skripsi ini dapat diselesaikan karena tidak terlepas dari banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, ataupun semangat kepada penulis. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Runtung, S.H.,M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr.H.Tan Kamello, S.H.,M.S sebagai Ketua Departemen Hukum Keperdataan dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I.


(4)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

4. Bapak Prof.Dr. Suhaidi, S.H.,M.H sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Syarifudin Hasibuan, S.H.,M.H,D.F.M sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Muhammad Husni, S.H.,M.Hum sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Prof.Dr.Bismar Nasution, S.H.,M.H sebagai Dosen Penasehat Akademik selama perkuliahan.

8. Seluruh Dosen dan Pegawai Tata Usaha Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara.

9. Ibu Rafiqoh Lubis, S.H,M.Hum, buat bimbingan dan arahannya serta kepeduliannya dalam memberikan setiap masukan-masukan yang sangat membantu penulis dalam penyelesain skripsi ini. (sorry…ya bu…kemek2na yang dikulkas selalu kami bantai, klo kami kerumah ibu….,hehehe).

10.Terima kasih yang teramat besar penulis ucapkan kepada kedua orangtua penulis yaitu, P.Manik,BSc dan T.Hutagalung,Amd yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang yang teramat tulus bagi penulis. Segala dukungan dan semangat yang telah diberikannya merupakan sumber kekuatan penulis selama ini. Penulis jaga mengucapkan terima kasih kepada Hisar Dohardo dan

Arthur Oktoberin (My Best Brothers in this world) yang selalu menjadi

temen curhat yang OK’s Bangeeet….

11.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada temen-temen seperjuangan dan sehidup semati…..anak-anak DoGer’s : DhidhaQ, Bamba, Chomel,


(5)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Etenk, Mimien dan Opie. Thanx buat persahabatan terindah yang udah kita

bina selama ini dan buat support yang diberikan.

12.Penulis juga mengucapkan terima kasih buat “My Best Man” Mr. Sebayang yang selalu mensupport dan selalu membantu dalam mencari solusi setiap masalah yang timbul dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih buat “My 911” Lydia F. Turip, jangan bosen- bosen ya…buat dengerin curhat ku….Sukses selalu buat mu, sista…….

Buat ponakan ku Yenni Nirmalasari Sijabat, thanx ya buat support nya selama ini.

13.Terima kasih juga kepada seluruh teman- teman stambuk 2003, 2004, 2005 dan 2006.

14.Dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis mengharapkan agar kelak skripsi ini dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Medan, Agustus 2007

Penulis,


(6)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI……….. iv

ABSTRAKSI………. vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang………... 1

B. Perumusan Masalah……….. 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan………. 9

D. Keaslian Penulisan……… 10

E. Tinjauan Kepustakaan……….. 11

F. Metode Penulisan………. 16

G. Sistematika Penulisan……… 18

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN A. Sejarah Kepailitan………. 20

B. Pengertian Kepailitan……… 24

C. Syarat- Syarat Pernyataan Kepailitan……… 28

D. Proses Pengajuan Permohonan Perkara Pailit………... 38

E. Akibat Hukum Kepailitan……….. 40

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN A. Pengertian Jaminan dan Penjamin……… 54

a. Pengertian Jaminan……….. 54


(7)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

B. Tujuan Adanya Jaminan dalam Kepailitan…………... 59

C. Bentuk- Bentuk Jaminan…………..………. 61

D. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Jaminan………. 73

BAB IV PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PENJAMIN

(PERSONAL GUARANTEE) DI DALAM PERMOHONAN PERKARA PAILIT

A. Peranan Penjamin (Personal Guarantee)

Dalam Permohonan Perkara Pailit………. 78 B. Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee)

Dalam Permohonan Perkara Pailit………... 80

C. Kasus Personal Guarantee dan Tanggapan……… 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan……… 95

B. Saran……….. 96


(8)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

ABSTRAKSI

Situasi dunia usaha saat itu menjadi tidak kondusif dalam melunasi utang, sebab kewajiban dalam waktu singkat telah berkembang menjadi berlipat ganda akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap semua mata uang asing lainnya, apalagi sebagian besar pinjaman adalah dalam bentuk mata uang asing, sedangkan pendapatan usaha dalam bentuk rupiah dan kegiatan usaha telah lumpuh sebagai akibat dari krisis moneter di Indonesia yang telah berubah menjadi krisis multi dimensional. Hal inilah yang juga menjadi salah satu penyebab banyaknya perusahaan- perusahaan yang terjebak dalam kepailitan. Seperti yang kita ketahui bersama, kepailitan ini memberatkan pihak yang bermasalah yaitu debitur, yang dalam hal ini adalah perusahaan-perusahaan yang pailit. Hak debitur untuk melakukan sesuatu tindakan hukum yang berkenaan dengan kekayaannya sebelum pernyataan pailit harus dihormati. Keadaan itu akan berubah ketika debitur dinyatakan pailit oleh putusan Pengadilan Niaga, namun sebelum dijatuhkannya putusan pailit oleh Pengadilan Niaga, debitur dapat memberikan jaminan kepada kreditur dalam pelunasan hutangnya yang telah jatuh tempo/waktu dan dapat ditagih. Alternatif debitur dalam pelunasan hutang ini dengan mengikutkan pihak ketiga sebagai penjamin hutang debitur dalam bentuk garansi perorangan

(Personal Guarantee) sebelum pernyataan pailit. Untuk itulah skripsi ini

membahas tentang Peranan dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) di dalam Permohonan Perkara Pailit.

Adapun metode yang dipakai dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif atau doktrinal, yaitu penelitian hukum dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier untuk memperkuat fakta ilmiah.

Penjamin adalah pihak yang menjamin dan berjanji serta mengikatkan diri untuk dan atas permintaan pertama dan kreditur membayar utang secara tanpa syarat apapun dengan seketika dan secara sekaligus lunas kepada kreditur, termasuk bunga, provisi dan biaya-biaya lainnya yang sekarang telah ada dan atau dikemudian hari terutang dan wajib dibayar oleh debitur.

Penjamin (Personal Guarantee) dalam hukum kepailitan yaitu merupakan suatu jaminan yang diberikan oleh seseorang secara pribadi (bukan badan hukum) untuk menjamin hutang orang/ badan hukum lain kepada seseorang atau beberapa kreditur. Apabila debitur tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar hutang tersebut, merupakan kewajiban pihak garantor untuk membayarnya, sehingga dalam hal seperti itu, kedudukan garantor berubah tidah ubahnya seperti debitur pula.

Hendaknya semua pihak yang terlibat dalam perjanjian pemberian jaminan dalam personal guarantee memiliki pengetahuan yang cukup tentang pentingnya penjamin (personal guarantee) dalam perkara kepailitan., demikian pula sebaiknya perusahaan dapat memberikan penjelasan yang lengkap kepada kreditur tentang segala sesuatu yang menyangkut perjanjian jaminan ini, agar masing-masing pihak mengerti hak dan kewajibannya.


(9)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam dunia bisnis serta era global seperti sekarang ini kegiatan-kegiatan usaha tidak mungkin lepas dari berbagai masalah. Suatu perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik dan seringkali keadaan keuangannya sudah sedemikian rupa sehingga perusahaan tersebut tidak lagi sanggup membayar utang-utangnya. Dapat dikatakan bahwa kehidupan suatu perusahaan dapat saja dalam kondisi untung atau dalam keadaan rugi. Kalau dalam keadaan untung, perusahaan berkembang dan terus berkembang, sehingga menjadi perusahaan raksasa. Sebaliknya apabila perusahaan menderita kerugian, maka garis hidupnya menurun, jadi garis hidup suatu perusahaan pada suatu saat dapat naik dan pada saat lain menurun, begitu seterusnya, sehingga garis hidup perusahaan itu merupakan garis yang menaik dan menurun seperti grafik.1

1

Victor M. Situmorang & Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h.1.

Suatu perusahaan membutuhkan uang sebagai dana untuk dapat melaksanakan kegiatan usahanya. Namun tidaklah selamanya badan hukum memiliki uang yang cukup untuk memenuhi segala kebutuhannya. Untuk menutupi kekurangan uang tersebut, badan hukum seringkali meminjam uang yang dibutuhkan kepada pihak lain, seperti bank yang memberikan pinjaman dengan penyertaan adanya bunga.


(10)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Di sini pihak yang memberikan pinjaman uang disebut kreditur atau si berpiutang, sedangkan pihak yang menerima pinjaman disebut debitur atau si berutang. Pemberian pinjaman atau kredit yang diberikan kreditur kepada debitur dilakukan karena adanya kepercayaan bahwa debitur dapat mengembalikan pinjaman tersebut kepada kreditur tepat pada waktunya. Tanpa adanya kepercayan dari kreditur, tidaklah mungkin kreditur mau memberikan pinjaman kepada debitur, hal ini disebut dengan kredit (credit) yang berasal dari kata credere yang berarti kepercayaan atau Trust.2

Situasi dunia usaha saat itu menjadi tidak kondusif dalam melunasi utang, sebab kewajiban dalam waktu singkat telah berkembang menjadi berlipat ganda akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap semua mata uang asing lainnya, apalagi sebagian besar pinjaman adalah dalam bentuk mata uang asing, sedangkan pendapatan usaha dalam bentuk rupiah dan kegiatan usaha telah lumpuh sebagai Ketika terjadi krisis moneter di pertengahan tahun 1997 yang telah melanda hampir seluruh belahan dunia dengan dampaknya yang buruk terhadap perekonomian nasional dan dunia usaha. Dunia usaha merupakan dunia yang paling menderita dan merasakan dampak krisis yang melanda dan tidak sedikit juga dunia usaha yang gulung tikar.

Dalam kondisi yang sangat tidak menguntungkan dan serba tidak menentu, persoalan yang paling krusial pada waktu itu adalah bagaimana penyelesaian utang–piutang di kalangan dunia usaha. Para kreditur baik asing maupun lokal dengan segala daya upayanya mendesak agar para debitur yang mayoritas adalah pengusaha swasta nasional segera melunasi kewajibannya.

2


(11)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

akibat dari krisis moneter di Indonesia pada waktu itu telah berubah menjadi krisis multi dimensional.

Segala upaya dilakukan oleh pemerintah untuk mengantisipasi adanya kecenderungan dunia usaha yang bangkrut yang berakibat pula tidak dapat dipenuhinya kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo, yang antara lain dengan melakukan perubahan-perubahan yang cukup signifikan dalam peraturan perundang-undangan, salah satunya adalah dengan merevisi Undang-undang Kepailitan yang ada.

Revisi atas Undang-undang Kepailitan yang hendak dilakukan oleh pemerintah sebenarnya timbul sebagai akibat dari adanya tekanan dari Dana Moneter Internasional/ Internasional Monetery Fund (IMF) yang mendesak agar Indonesia segera menyempurnakan sarana hukum yang mengatur permasalahan pemenuhan kewajiban oleh debitur kepada kreditur.

Akhirnya Dana Moneter Internasional/ Internasional Monetery Fund (IMF) berpendapat untuk mengatasi krisis dan menyelesaikan utang–piutang di Indonesia dilakukan dengan cara memberikan bantuan dana, adanya keharusan penyelesaian utang-utang luar negeri di kalangan dunia usaha dan upaya penyelesaian kredit macet perbankan Indonesia dengan mensyaratkan agar pemerintah Republik Indonesia segera mengganti atau mengubah peraturan tentang kepailitan yang berlaku di Indonesia, karena peraturan-peraturan tentang kepailitan yang ada dianggap tidak lagi efektif sebagai sarana penyelesaian utang-utang pengusaha Indonesia kepada para krediturnya.


(12)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Masalahnya adalah bagaimana nantinya dan apa yang diperlukan untuk membantu dunia usaha untuk mengatasi ketidakmampuan para debitur atau pengusaha untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada para kreditur.

Secara teoritis, pada umumnya utang-piutang debitur yang memiliki masalah dengan kemampuan untuk memenuhi kewajibannya membayar utang menempuh berbagai alternatif penyelesaian. Mereka dapat merundingkan permintaan penghapusan utang, baik untuk sebagian atau seluruhnya. Mereka dapat pula menjual sebagian aset atau bahkan usahanya. Mereka dapat pula mengubah pinjaman tersebut menjadi penyertaan saham. Para kreditur dapat menggugat berdasarkan perundang-undangan Hukum Perdata yaitu mengenai wanprestasi atau ingkar janji bila debitur mempunyai keuangan atau harta yang cukup untuk membayar utang-utangnya. Selain kemungkinan di atas, bila debitur tidak mempunyai keuangan, harta atau asset yang cukup sebagai jalan terakhir barulah para kreditur menempuh pemecahan melalui peraturan kepailitan yaitu Undang-Undang Kepailitan No.37 Tahun 2004 dengan cara mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga di daerah wilayah hukumnya.

Kepalitan merupakan proses dimana:

1. Seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya.

2. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan kepailitan.


(13)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hukum memberikan jaminan kepada kreditur bahwa apabila debitur karena sesuatu hal tidak melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan, maka harta kekayaan debitur, baik bergerak maupun tidak bergerak yang telah ada dan akan ada di kemudian hari, akan menjadi agunan hutangnya dapat dijual untuk pelunasan pinjaman atau kredit yang diberikan kreditur.

Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan :

”Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.

Sedangkan dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, memberikan jaminan kedudukan yang seimbang bagi krediturnya dimana dalam hal ini krediturnya lebih daripada satu. Kedudukan yang seimbang antar kreditur dapat dikecualikan apabila ditentukan lain oleh undang-undang karena alasan yang sah untuk didahulukan oleh kreditur lainnya.3

3

Ibid.

Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan:

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama–sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.

Pasal 1133 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa seorang kreditur didahulukan daripada kreditur lainnya apabila tagihan kreditur yang bersangkutan merupakan :


(14)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

1. Tagihan yang berupa hak istimewa. 2. Tagihan yang dijamin dengan hak gadai. 3. Tagihan yang dijamin dengan hipotik

Kepailitan adalah lembaga hukum perdata sebagai realisasi dari Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatas.4

Pernyataan pailit merupakan hal yang sangat ditakuti oleh para debitur terutama setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang kepailitan (Undang-Undang yang pertama mengatur tentang Kepailitan). Sebelumnya masalah kepailitan belum begitu terdengar gaungnya di dunia hukum bisnis Indonesia. Menurunnya popularitas kepailitan mungkin dapat dijelaskan dengan merunjuk pada riwayat hukum kepailitan itu sendiri. Sejak revisi terakhir dalam staatsblad 1906 No. 348, praktis tidak terdapat perubahan yang berarti terhadap substansi peraturan kepailitan.5

4

Bismar Nasution, Sunarmi, Diktat Hukum Kepailitan, (Medan : Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana USU, 2003), h. 15.

5

Aria Suyudi, Eryanto Nugroho, dan Herni Sri Nurbayanti, Kepailitan di Negeri Pailit (Jakarta : Penerbit Pusat studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, cetakan II, 2004), h. 23.

Sejak kemerdekaan Indonesia struktur ekonomi Indonesia yang semakin berkembang telah sedikit banyak merubah karateristik dunia usaha Indonesia, dari yang tadinya didominasi oleh pedagang-pedagang dengan modal kecil dan menengah, kepada struktur usaha yang semakin industrialis, dimana bermunculan pengusaha-pengusaha dengan skala kegiatan yang membutuhkan modal yang sangat besar dengan transaksi bisnis yang semakin kompleks. Lahirnya Undang-Undang Kepailitan (UU No. 4 Tahun 1998 dan UU No. 37 Tahun 2004) ini telah menimbulkan resonansi yang kuat dalam


(15)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

dunia bisnis di Indonesia.6

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, penjaminan atau penanggungan diatur dalam Pasal 1831 sampai dengan Pasal 1850. Dari

Kepailitan yang tadinya merupakan suatu proses yang cenderung tertutup, tidak menjadi fokus publik, serta tidak menarik untuk di konsumsi media menjadi proses yang gemerlap.

Dalam perkembangannya sekarang ini dalam mengatasi kepailitan, sebuah perusahaan atau badan hukum memberikan suatu garansi atau jaminan kepada pihak pihak kreditur dalam pelunasan hutangnya. Jaminan ini dapat berupa jaminan materiil (kebendaan) dan jaminan imateriil yaitu perseorangan atau badan hukum. Jaminan imaterill atau perseorangan maupun badan hukum memberikan garansi yang disebut guarantee kepada perusahaan yang akan pailit sebagai pengangung jaminan hutangnya.

Berkaitan dengan pemberian garansi yang biasanya diminta oleh perbankan dalam pemberian kredit bank, dengan adanya undang-undang ini seorang penjamin atau penanggung yang memberikan personal guarantee. Selama ini sering tidak disadari baik oleh bank maupun oleh para pengusaha bahwa seorang personal guarantor dapat mempunyai konsekuensi hukum yang jauh apabila personal guarantor itu tidak melaksanakan kewajibannya. Konsekuensinya ialah bahwa guarantor (personal guarantee) dapat dinyatakan pailit.

6


(16)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata tersebut itu dapat disimpulkan bahwa seorang penjamin atau penanggung adalah juga seorang debitur.7

Permohonan pernyataan pailit adalah salah satu langkah yang diambil untuk menyelesaikan masalah apabila di kemudian hari pihak yang tidak sanggup untuk mengembalikan utang-utang tersebut untuk dinyatakan pailit. Dengan Mengenai penanggungan ditegaskan dalam Pasal 1820 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa :

“Penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya”. Dari apa yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk menelaah “Peranan dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) di dalam Permohonan Perkara Pailit ”.

B. Perumusan Masalah

Berbagai krisis yang melanda tanah air yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan dunia usaha, menyebabkan banyak dunia usaha yang tidak dapat melanjutkan usahanya, bahkan berhenti beroperasi. Dalam melanjutkan dunia usahanya ,banyak yang dilakukan para pengusaha untuk memulihkan kembali dunia usahanya tersebut dengan jalan meminjam modal dari pihak lain terutama pihak bank ataupun dari perusahaaan-perusahaan lain yang bisa memimjamkan modal tersebut.

7


(17)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

diadakan kepailitan tersebut kemungkinan akan dapat memberikan jalan yang terbaik bagi kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah utang-piutangnya.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka penulis akan mengemukakan beberapa pokok permasahan yaitu sebagai berikut:

1. Siapkah yang dimaksud dengan penjamin (personal guarantee) dalam hukum kepailitan?

2. Bagaimanakah peranan dan tanggung jawab penjamin (personal

guarantee) di dalam permohonan perkara pailit?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Pembahasan

Dilatarbelakangi dari keingintahuan penulis, mengemukakan masalah secara langsung juga berkaitan dengan tujuan dan manfaat penulisan. Adapun yang menjadi tujuan dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Untuk mengetahui pengertian penjamin (personal guarantee) dan masa tugasnya.

b. Untuk mengetahui peranan dan tanggung jawab dari penjamin (personal

guarantee) dalam perkara pailit.

2. Manfaat Pembahasan

Selain dari tujuan diatas, penulisan skripsi ini juga memberikan manfaat antara lain:


(18)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

a. Secara Teoritis

Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah ini akan memberikan pemahaman dan pandangan yang baru mengenai kasus-kasus kepailitan yang sering terjadi serta mengetahui hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan suatu kepailitan itu bisa terjadi dan hal apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kepailitan tersebut. karena banyak kita ketahui untuk sekarang ini masalah-masalah kepailitan yang menimpa beberapa perusahan terutama di kota-kota besar sehingga memerlukan penyelesaian yang segera agar tidak menimbulkan persoalan yang lebih besar dan memberikan hasil yang optimal dan menguntungkan kedua belah pihak.

b. Secara praktis

Secara praktis, pembahasan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembaca terutama bagi para pihak yang terlibat dalam kepailitan (kreditur dan debitur) dan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kedudukan penjamin (personal guarantee) dalam perkara pailit.

D. Keaslian Penulisan

“Peranan dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) di dalam Permohonan Perkara Pailit ” yang diangkat penulis sebagai judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti melalui penelusuran kepustakaan Fakultas Hukum. Tema di atas adalah hasil pemikiran sendiri dibantu dengan referensi, buku-buku, dan pihak-pihak lain dan judul tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya.


(19)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Data yang dipakai guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi yang diperoleh dari berbagai media, baik itu cetak ataupun pengumpulan informasi melalui internet, sehingga data-data yang dipakai secara garis besar adalah data yang factual dan up to date. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

E.Tinjauan Kepustakaan

Dalam tinjauan kepustakaan ini perlu diperhatikan beberapa ketentuan-ketentuan atau batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Ketentuan atau batasan tersebut berguna untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi ini agar sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebelumnya serta membantu pembaca untuk mengerti cakupan skripsi ini. Adapun ketentuan-ketentuan atau batasan-batasan yang akan ditemukan antara lain sebagai berikut:

Dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1998 arti pailit sebagaimana diatur dalam Lampiran Undang-Undang Kepailitan Pasal 1 ayat (1) adalah :

“Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas perrmohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya”.8

“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah Sedangkan pengertian Kepailitan menurut UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004 dalam pasal 1 ayat 1 adalah:

8


(20)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini”.

Menurut Black’s Law Dictionary, pailit adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung untuk mengelabuhi krediturnya.9

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa Kepailitan adalah keadaan atau kondisi atau badan hukum yang tidak mampu lagi membayar kewajibannya (dalam hal utang-utangnya) kepada sipiutang.

Kepailitan menurut Memori Van Toelichting (penjelasan umum) adalah suatu pensitaan berdasarkan hukum atas seluruh harta kekayaan siberutang guna kepentingan bersama para yang mengutangkan.

10

Di dalam bahasa Perancis, istilah ”faillite” artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Oleh sebab itu, orang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya di dalam bahasa Perancis disebut lefailli. Untuk arti yang sama di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillet sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal istilah to fail dan di dalam bahasa Latin dipergunakan istilah fallire. 11

1. Siti Soemarti Hartono dalam bukunya “Pengantar Hukum

Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang” mengatakan bahwa Kepailitan adalah suatu lembaga dalam Hukum Perdata , sebagai realisasi dari dua asas Beberapa sarjana memberikan defenisi dari kepailitan antara lain:

9

Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary (St. Paul. Minnesota, USA. West Publishing Co. 1968), h. 186, dikutip dari buku Fuady.

10

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 812.

11

Zainal Asikin, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran Di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), h. 26.


(21)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

pokok dalam Hukum Perdata yang tercantum dalam Pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.12

2. R. Soekardono menyebutkan bahwa: “

“Kepailitan adalah penyitaan umum atas harta kekayaan sipailit bagi kepentingan semua penagihnya, sehingga Balai Harta Peninggalanlah yang ditugaskan dengan pemeliharaan dan pemberesan boedel dari orang yang pailit.”

3. Mohammad Chaidir Ali berpendapat bahwa:

“Kepailitan adalah pembeslahan masal dan pembayaran yang merata serta pembagian yang seadil-adilnya diantara para kreditur dengan dibawah pengawasaan pemerintah.”

Sedangkan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih menurut penjelasan Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis arbitrase.13

Unsur-unsur dari keadaan berhenti membayar adalah sebagai berikut:14 a. Debitur tidak berprestasi, adapun bentuk prestasi disini dapat berupa uang

maupun barang.

b. Adanya bukti nyata yang menunjukkan tidak dibayarnya utang yang telah jatuh tempo.

12

Victor M. Situmorang &Hendri Soekarso, Op.Cit, h. 20.

13

Penjelasan pasal ayat 1 Undang-undang No.4 Tahun 1998 tentang Kepailitan.

14


(22)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Dalam pasal Undang-undang Kepailitan No.4 Tahun 1998 dinyatakan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.

Hal ini dapat diartikan bahwa kepailitan sebenarnya adalah pertanggungjawaban debitur kepada krediturnya. Dengan kata lain, kepailitan merupakan resiko dari debitur dan oleh karenanya undang-undang memandang perlu mengadakan penyitaan menyeluruh atas segala harta, guna kepentingan seluruh krediturnya, dengan pengawasan pemerintah disini adalah Balai Harta Peninggalan (BHP).

Sedangkan penjamin dalam kasus kepailitan adalah debitur dari kewajiban untuk menjamin pembayaran oleh debitur utama.15

15

Imran Nating, Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), h. 33.

Seorang Penjamin berkewajiban untuk membayar utang debitur kepada kreditur manakala si debitur lalai atau cidera janji, penjamin baru menjadi debitur atau berkewajiban untuk membayar setelah debitur utama yang utangnya ditanggung cidera janji dan harta benda milik debitur utama atau debitur yang ditanggung telah disita dan dilelang terlebih dahulu tetapi hasilnya tidak cukup untuk membayar utangnya, atau debitur utama lalai atau cidera janji sudah tidak memepunyai harta apapun. Maka berdasarkan ketentuan tersebut penjamin atau penanggung tidak wajib membayar kepada kreditur, kecuali debitur lalai membayar.


(23)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Pada dasarnya istilah jaminan itu berasal dari kata, “jamin” yang berarti, “tanggung” , sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan.16

Penanggungan utang atau borgtocht adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditur, mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitur apabila debitur bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajibannya ( Pasal 1820 KUH Perdata ).

Menurut Rasjim Wiraatmadja,seorang advokat senior mengatakan bahwa : “Penjamin adalah pihak yang menjamin dan berjanji serta mengikatkan diri untuk dan atas permintaan pertama dan kreditur membayar utang secara tanpa syarat apapun dengan seketika dan secara sekaligus lunas kepada kreditur, termasuk bunga, provisi dan biaya-biaya lainnya yang sekarang telah ada dan atau dikemudian hari terutang dan wajib dibayar oleh debitur”.

17

16

Kwik Kian Gie, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 15.

17

Imran Nating, Op.Cit, h. 30.

Mengenai pengertian penanggungan ditegaskan dalam Pasal 1820 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa :

“Penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya”. Jaminan perorangan adalah jaminan seseorang dari pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitur. Dengan perkataan lain, jaminan perseorangan itu adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang (debitur).


(24)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Dalam hal ini dapat dikatakan hakikat dari penjamin/penanggungan adalah sebagai berikut:

1. Penjamin/penanggung adalah jaminan perorangan (security right in personam) yang diberikan :

a. Oleh Pihak ketiga dengan sukarela; b. Guna kepentingan kreditur;

c. Untuk memenuhi kewajiban debitur bila ia tidak memenuhinya ( Pasal 1820 KUH Perdata).

2. Penjamin/penanggung adalah perjanjian asesor (accesoir), oleh karena itu: a. Tidak ada penjamin/penanggungan tanpa perjanjian pokok yang sah

(Pasal 1821 KUH Perdata).

b. Cakupan penjamin/penanggungan tidak dapat melebihi kewajiban debitur sebagaimana dimuat dalam perjanjian pokok (Pasal 1822 KUH Perdata).

Dalam istilah bahasa Inggris, borg atau penjamin disebut guarantor; apabila penjaminnya berupa barang perorangan disebut personal guarantor dan apabila penjaminnya itu adalah suatu perusahaan maka penjaminnya itu disebut

corporate guarantor atau company guarantor. Borgtocht dalam bahasa Inggris

disebut guarantee; sehingga apabila guarantee itu diberikan oleh orang perorangan, maka perjanjian borgtocht disebut personal guarantee.


(25)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuannya lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan maka digunakan berbagai metode. Dapat diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, kemudian menjadi penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut cara tertentu. Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian bahan hukum yang digunakan adalah metode penelitian hukum yurudis normatif. Dalam hal penelitian hukum yuridis normatif, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan. Pengumpulam bahan dilakukan melalui studi kepustakaan (Library Research) yakni dengan mempelajari sumber-sumber atau bahan tetulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Metode penelitian hukum yuridis normatif ini dipilih adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan peraturan perundang-undangan mengenai kepailitan dilaksanakan di Indonesia.

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni metode penelitian hukum yuridis normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan undangan dan pendekatan konsep. Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Pendekatan Konsep digunakan untuk memahami konsep-konsep dalam pengambilan putusan dalam permohonan pernyataan pailit sehingga hakim yang memutuskan permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan dengan benar.


(26)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum mulai dari Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kitab Undang Hukum Perdata, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan aturan lain dibawah undang-undang serta aturan-aturan yang berkaitan langsung dengan masalah kepailitan.

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum yang terkait dengan pembahasan tentang kepailitan.

Bahan hukum tersier (bahan hukum penunjang) adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

4. Prosedur pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan menurut sumber dan hierarkinya untuk diuji.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang dipakai dalam melakukan penulisan skripsi ini, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun serta mempermudah pembaca untuk memahami dan mengerti isi dari skripsi ini. Keseluruhan skripsi ini meliputi 5 (lima) bab yang secara garis besar isi dari bab-perbab di uraikan sebagai berikut:


(27)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

BAB PERTAMA : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan.

BAB KEDUA : TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN

Dalam bab ini akan diuraikan tentang Sejarah Kepailitan, Pengertian Kepailitan, Syarat-syarat Kepailitan, Akibat Hukum dalam Kepailitan.

BAB KETIGA : TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN

Dalam bab ini diuraikan tentang pengertian Jaminan dan Penjamin, Tujuan adanya Jaminan dalam Kepailitan, Bentuk-bentuk Jaminan, Siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam jaminan.

BAB KEEMPAT : PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB

PENJAMIN

Dalam bab ini merupakan bab paling pokok dari penulisan skripsi ini, sebab dalam bab ini diuraikan mengenai Peranan penjamin dalam perkara pailit dan Tanggung Jawab Penjamin di dalam permohonan pailit, serta contoh kasus Personal Guarantee.


(28)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

BAB KELIMA : PENUTUP

Dalam bab ini diuraikan mengenai kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang dikemukakan serta saran-saran atas jawaban permasalahan tersebut.

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN

A. Sejarah Hukum Kepailitan

Dewasa ini hampir tidak ada negara yang tidak mengenal kepailitan dalam hukumnya. Di Indonesia sendiri, secara formal, Hukum Kepailitan sudah ada undang-undang khusus yang mengatur masalah kepailitan.

Sejak tanggal 1 Oktober 1838 Belanda telah memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (W.v.K) dan pada saat itu Belanda masih menjajah Indonesia. Karena itu berdasarkan asas korkondansi Hukum Dagang Belanda di perlakukan pula di Indonesia sebagai daerah jajahannya mulai tanggal 1 Mei 1848. Diberlakukannya Hukum Dagang Belanda di Indonesia termuat dalam pengumuman pemerintah Belanda tanggal 30 April 1847 Lembaran Negara Stb. 1847 Nomor 23.

Pailit di masa Hindia Belanda tidak di masukkan kedalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (W.v.K) dan diatur dalam peraturan tersendiri kedalam


(29)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Faillisements Verordening, sejak 1906 yang dulu diperuntukkan bagi pedagang

saja, tetapi kemudian dapat di gunakan untuk golongan mana saja18

Dalam sejarah berlakunya Peraturan Kepailitan di Indonesia menurut Hj. Rahayu Hartini, dapat di pilah menjadi tiga (3) masa yakni:19

a. Wet Book Van Koophandel atau W.v.K buku ketiga yang berjudul "Van de Voorzieningen in gevel van onvormogen van kooplieden" atau

peraturan tentang ketidakmampuan pedagang. Peraturan ini adalah peraturan kepailitan bagi pedagang.

1. Sebelum berlakunya Faillisements Verordening

Sebelum Faillisements Verordening berlaku, dulu Hukum Kepailitan itu diatur dalam dua tempat yaitu dalam:

b. Reglement Op de Rechtvoordering (R.V). Stb.1847-52 jo 1849-63,

buku ketiga bab ketujuh dengan judul "van den staat von kennelj-

konvermoge” atau tentang keadaan nyata-nyata tidak mampu.

Peraturan ini adalah Peraturan Kepailitan bagi orang-orang bukan pedagang. Akan tetapi ternyata dalam pelaksanaannya, kedua aturan tersebut justru menimbulkan banyak kesulitan antara lain:

1. Banyaknya formalitas sehingga sulit dalam pelaksanaannya; 2. Biaya tinggi;

3. Pengaruh kreditur terlalu sedikit terhadap jalannya kepailitan; 4. Perlu waktu yang cukup lama.

18

Abdul R, Saliman, dkk, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, (Jakarta : Prenada Media, 2004), h. 92.


(30)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Oleh karena itu maka dibuatlah aturan baru, yang sederhana dan tidak perlu banyak biaya, maka lahirlah Faillisements Verordening (Stb. 1905-217) untuk menggantikan 2 (dua) Peraturan Kepailitan tersebut.

2. Masa berlakunya Faillisement Verordening (Stb. 1905 No. 217 jo Stb. 1906 No. 348)

Selanjutnnya mengenai kepailitan di atur dalam Faillisements Verordening (Stb. 1905-271 jo Stb.1906-348). Peraturan Kepailitan ini sebenarnnya hanya berlaku bagi golongan Eropa, golongan Cina dan golongan Timur Asing (Stb. 1924-556).

Bagi golongan Indonesia Asli (pribumi) dapat saja menggunakan

Faillisements Verordening ini dengan cara melakukan penundukan diri. Dalam

Masa ini untuk kepailitan berlaku Faillisements Verordening Stb.1905-217 yang berlaku bagi semua orang yaitu baik bagi pedagang maupun bukan pedagang, baik perseorangan maupun badan hukum.

Sejarah peraturan kepailitan di Indonesia ini adalah sejalan dengan apa yang terjadi dengan apa yang terjadi di Negara Belanda dengan melalui Asas Korkondansi (Pasal 131 IS), yakni dimulai dengan berlakunya "Code de

Commerce” (tahun 1811-1838) kemudian pada tahun 1893 diganti dengan Faillisementswet 1893 yang berlaku pada 1 September 189620

19

Hj. Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, (Jakarta : UMM Press,Edisi Revisi Cetakan II, 2007), h. 9.

20

Ibid.

.


(31)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Ada 3 (tiga) produk peraturan perundangan yang merupakan produk hukum nasional dimulai dari terbitnya Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (PERPU) No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-undang tentang Kepailitan yang kemudian ditingkatkan menjadi Undang-undang No. 4 Tahun 1998 dan terakhir pada tanggal 18 November 2004 disempurnakan lagi dengan Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

a. Masa Berlakunya Perpu No. 1 Tahun 1998 dan UUK No. 4 Tahun 1998

Penyelesaian masalah hutang pada waktu itu harus dilakukan secara cepat dan efektif. Selama ini masalah kepailitan dan penundaan kewajiban membayar tadi diatur didalam Faillisements Verordening Stb. 1905 No. 217 jo. Stb. 1960 No. 348. Kemudian dilaksanakan penyempurnaan atas Peraturan Kepailitan atau

Faillisements Verordening tadi melalui PERPU No. 1 Tahun 1998 tentang

Perubahan Undang-undang tentang Kepailitan pada tanggal 22 April 1998 lalu ditingkatkan menjadi Undang–Undang No. 4 Tahun 1998. Maka sejak itu berlakulah Undang-Undang Kepailitan tersebut yang pada prinsipnya isinya masih merupakan tambal sulam saja dari aturan sebelumnya yaitu Peraturan Kepailitan atau F.V.

b. Masa berlakunya Undang-undang Nomor. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif, sangat diperlukan perangkat hukum yang mendukungnya. Oleh karena itu, perubahan dilakukan terhadap Undang-Undang Kepailitan dengan memperbaiki, menambah, dan meniadakan


(32)

ketentuan-Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

ketentuan yang dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat.

Undang Kepailitan No. 4 Tahun 1998 direvisi menjadi Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Undang-undang ini mempunyai beberapa pokok materi baru dari Undang-undang kepailitan yang lama, yaitu :21

a. Agar tidak menimbulkan berbagai

penafsiran dalam Undang- Undang ini pengertian utang diberikan batasan secara tegas. Demikian juga pengertian jatuh waktu.

b. Mengenai syarat-syarat dan prosedur

permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang termasuk di dalamnya pemberian kerangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan pernyataan pailit dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang.

B. Pengertian Kepailitan

Secara tata bahasa kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. Kata pailit menandakan ketidakmampuan untuk membayar seorang debitur atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Di negara-negara yang berbahasa Inggris, untuk pengertian pailit dan kepailitan digunakan istilah “bangkrupt” dan

21


(33)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

“bangkruptcy”. Sedangkan terhadap perusahaan debitur yang berada dalam

keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan “insolvensi”.22

Di dalam bahasa Perancis, istilah ”faillite” artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Oleh sebab itu, orang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya di dalam bahasa Perancis disebut lefailli. Untuk arti yang sama di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillet sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal istilah to fail dan di dalam bahasa Latin dipergunakan istilah fallire.

23

Dari pengertian yang diberikan dalam Black's Law Dictionary tersebut, dapat di lihat bahwa pengertian pailit di hubungkan dengan "ketidakmampuan untuk membayar" dari seorang (debitur) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.

Salah satu pengertian kepailitan dapat di lihat seperti apa yang dikemukakan dalam salah satu kamus karangan Black Henry Campbell (Black's

Law Dictionary) yang mengatakan bahwa:

Pailit atau Bankrupt adalah "the state or condition of aperson (individual,

patnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due". The term includes a person against whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt”.

24

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga di jumpai pengertian tentang kepailitan yang menyatakan bahwa kepailitan adalah suatu keadaan atau kondisi

22

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 11.

23

Zainal Asikin, Loc.Cit, h. 26.

24


(34)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

seseorang atau badan hukum yang tidak mampu lagi membayar kewajibannya (dalam hal utang-utangnya) kepada si piutang.

Selain itu didalam Kamus Hukum juga ditemukan pengertian pailit yang menyatakan bahwa pailit adalah suatu keadaan dimana seseorang debitur tidak mampu lagi untuk membayar utang-utangnya25

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan pailit atau bankrupt antara lain adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt dan yang aktivanya atau warisannya telah di peruntukan untuk membayar utang-utangnya.26

Kepailitan menurut Memorie Van Toelicting (penjelasan umum) adalah suatu penyitaan berdasarkan hukum atas seluruh harta kekayaan si berutang guna kepentingannya bersama para yang mengutangkan.27

1. Subekti dalam bukunya Pokok-pokok Hukum Perdata, berpendapat bahwa kepailitan adalah suatu usaha bersama untuk mendapatkan pembayaran semua berpiutang

Untuk lebih memahami dan memberikan kejelasan mengenai pengertian kepailitan, maka dalam hal ini penulis akan mengutip beberapa pengertian dari beberapa sarjana antara lain:

28

2. J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoyo, dalam bukunya Pelajaran Hukum Indonesia, menyatakan bahwa kepailitan adalah suatu beslah

25

J.C.T.Simorangkir, dkk, Kamus Hukum, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h. 119.

26

Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek,(Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1999), h .8.

27

Victor M. Situmorang &Hendri Soekarso, Op.Cit, h. 19.

28


(35)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

eksekutorial yang dianggap sebagai hak kebendaan seseorang terhadap barang

kepunyaan debitur.

3. Kartono dalam bukunya Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran bahwa kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan si debitur untuk kepentingan seluruh krediturnya bersama-sama, yang pada waktu si debitur dinyatakan pailit mempunyai piutang dan untuk jumlah piutang yang masing-masing kreditur miliki pada saat itu.29

4. Siti Soemarti Hartono dalam buku nya Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran mengatakan bahwa kepailitan adalah suatu lembaga dalam Hukum Perdata , sebagai realisasi dari dua asas pokok dalam Hukum Perdata yang tercantum dalam Pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.30

5. Retnowulan dalam bukunya Kapita selekta Hukum Ekonomi dan Perbankan, Seri Varia Yustisia (1996: 85), yang dimaksud dengan kepailitan adalah eksekusi misal yang ditetapkan dengan keputusan hakim, yang berlaku serta merta, dengan melakukan penyitaan umum atas semua harta debitur yang dinyatakan pailit, baik yang ada pada waktu pernyataan pailit, maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung, untuk kepentingan semua kreditur, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib.31

29

Ibid.

30

Ibid.

31


(36)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Jadi berdasarkan definisi atau pengertian yang diberikan oleh para sarjana di atas, maka dapatlah ditarik unsur-unsur sebagai berikut yaitu:32

1. Kepailitan dimaksudkan utuk mencegah penyitaan dan eksekusi yang dimintakan oleh kreditur secara perorangan.

2. Kepailitan hanya mengenai harta benda debitur, bukan pribadinya. Jadi, ia tetap cakap untuk melakukan perbuatan hukum diluar hukum kekayaan. Misalnya, hak yang timbul dari kedudukannya sebagai orang tua (ayah/ibu). 3. Sita dan eksekusi tersebut untuk kepentingan para krediturnya

bersama-sama.

Menurut Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dalam Pasal 1 butir 1 menyatakan bahwa :

“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagai mana diatur dalam Undang-undang ini” 33

Maka secara sederhana, kepailitan dapat diartikan sebagai suatu penyitaan semua aset debitur yang dimasukkan kedalam permohonan pailit. Debitur pailit tidak serta merta kehilangan kemampuannya untuk melakukan tindakan hukum,

.

Selanjutnya dari rumusan di atas jelaslah bahwa kepailitan itu merupakan suatu penyitaan yang dilakukan atas seluruh harta kekayaan yang dimiliki oleh si debitur sebagai akibat dari pemenuhan utang-utangnya kepada para kreditur yang telah jatuh tempo waktu pembayaran.

32

Victor M. situmorang & Hendri Soekarso, Loc.Cit, h. 20.

33

Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang.


(37)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

akan tetapi kehilangan untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan didalam kepailitan terhitung sejak pernyataan kepailitan itu.34

C. Syarat – Syarat Kepailitan

Untuk dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debitur haruslah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundangan kepailitan yang berlaku. Dalam menyatakan debitur pailit tidak cukup hanya mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga oleh si kreditur. Ada hal-hal lain yang menjadi syarat utama yang ditetapkan oleh undang-undang supaya debitur dapat dimohonkan pailit.

UU No.37 Tahun 2004 dalam Pasal 2 ayat (1) berikut penjelasannya menyebutkan:

“Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya”.

Penjelasannya:

“Bahwa yang dimaksud dengan hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar hutang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase”.

Suatu perusahaan dikatakan pailit atau istilah populernya adalah “bangkrut” mana kala perusahaan atau orang pribadi tersebut tidak sanggup atau tidak mau membayar utang-utangnya. Oleh karena itu dan pada pihak kreditur


(38)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

ramai-ramai mengeroyok debitur dan saling berebutan harta debitur tersebut, hukum memandang perlu mengaturnya, sehingga utang-utang debitur dapat di bayar secara tertib dan adil.

Menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Kepailitan debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dengan putusan hakim dinyatakan dalam keadaan pailit. Dan menurut Pasal 6 ayat 5 Peraturan Kepailitan, kepailitan itu diucapkan bilamana secara sumair terbukti adanya peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang menunjukkan bahwa keadaan berhenti membayar itu ada.35

Agar seorang debitur dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, maka berbagai persyaratan juridis harus dipenuhi. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:

Apa yang menjadi ukuran bagi “keadaan berhenti membayar” itu tidak dapat diketemukan dalam undang-undang dan para sarjana serta jurispudensi juga tidak bersesuaian pendapat mengenai hal itu.

Hanya ada pedoman yang umumnya dipakai yaitu bahwa untuk pernyataan kepailitan tidak perlu ditunjukkan bahwa debitur tidak mampu untuk membayar utangnya dan tidak dipedulikan apakah berhenti membayarnya itu sebagai akibat dari tidak dapat atau tidak mau membayar.

36

a. Debitur tersebut haruslah mempunyai lebih dari 1 (satu) utang; b. Minimal 1 (satu) utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih ;

35

Ny. Siti Soemarti Hartono, Pengantar hukum Kepailitan dan Penundaan pembayaran, (Jogjakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1983), h. 8.

36


(39)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

c. Permohonan Pailit dimintakan oleh pihak yang diberikan kewenangan untuk itu.

Ad. a : Debitur tersebut mempunyai lebih dari 1 (satu) utang atau lebih dari 1 kreditur.

Keharusan adanya lebih dari satu utang atau lebih dari satu kreditur merupakan persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004, yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata yang berbunyi :

”Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan”.

Rumusan tersebut memberitahukan bahwa pada dasarnya setiap kebendaan yang merupakan sisi positif harta kekayaan seseorang harus dibagi secara adil kepada setiap orang yang berhak atas pemenuhan perikatan individu ini, yang disebut dengan nama kreditur.

Dengan dinyatakannya kepailitan atas debitur (pailit), maka sesuai dengan ketentuan Pasal 21 juncto Pasal 24 Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 dengan diputuskannya pernyataan pailit, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannnya yang dimasukkan dalam kepailitan terhitung sejak tanggal kepailitan itu, termasuk juga untuk kepentingan perhitungan hari pernyataan itu sendiri, yang meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat pernyataan pailit itu dilakukan, beserta semua kekayaan yang diperoleh selama kepailitan.


(40)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Ini berarti terhitung sejak tanggal pernyataan pailit dijatuhkan, terjadi penyitaan umum oleh pengadilan atas seluruh harta kekayaan debitur pailit tersebut dan selanjutnya pengurusan harta kekayaan debitur akan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas.37

Alasan mengapa seorang debitur tidak dapat dinyatakan pailit jika ia hanya mempunyai seorang kreditur adalah bahwa tidak ada keperluan untuk membagi aset debitur di antara para kreditur. Kreditur berhak dalam perkara ini atas semua aset debitur. Hal ini dapat dimaklumi karena dalam kepailitan, yang terjadi sebenarnya sita umum terhadap semua harta kekayaan debitur yang diikuti dengan likuidasi paksa, untuk nanti perolehan dari likuidasi paksa tersebut dibagi secara adil diantara krediturnya, kecuali apabila ada diantara para krediturnya yang harus didahulukan menurut ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata.38

a) Pengertian utang

Ad. b : Minimal 1 (satu) utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Untuk mengetahui pasti tentang “utang” dapat dilihat dari kata Gotisch

“skulan” atau “sollen”, yang berarti harus dikerjakan menurut hukum. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, utang adalah kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima, misalnya uang yang dipinjam dari orang lain39

37

Ibid.

38

Imran Nating, Op.Cit, h. 24.

. Dalam hukum, kewajiban ini timbul dari perikatan yang dilakukan antara para subjek hukum. Perikatan didefinisikan sebagai hubungan kekayaan atau harta benda


(41)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

antara dua orang atau lebih, berdasarkan mana orang yang satu terhadap yang lainnya berhak atas suatu penuaian atau prestasi dan orang lain terhadap orang itu berkewajiban atas penuaian prestasi itu. Sehingga pada dasarnya perikatan merupakan suatu hubungan hukum yang terjadi antara para pihak (subjek) perikatan terhadap suatu objek tertentu yang disebut prestasi, yang melahirkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak .

Utang pada hakekatnya merupakan kewajiban yang timbul dari perikatan dimana ada satu pihak yang berhak atas prestasi (kreditur) dan disisi lain ada pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi (debitur) atas suatu prestasi tertentu. Dengan rumusan demikian, maka Utang yang menjadi dasar permohonan pailit termasuk utang yang timbul diluar kerangka perjanjian pinjam-meminjam (uang), misalnya perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, perjanjian pemborongan, dll.

Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 dinyatakan bahwa :

“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur” 40 Sedangkan utang yang tidak terbayar adalah hutang pokok atau bunganya, maka kemudian yang perlu diantisipasi oleh pemerintah adalah harus segera

39

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 1139.

40

Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 1 ayat (6).


(42)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

menyiapkan sarana dan prasarananya yakni lembaga peradilannya, hakimnya, untuk menyelesaikan perkara kepailitan tersebut.41

b) Pengertian jatuh waktu dan dapat ditagih

Selain syarat harus adanya hutang, syarat permohonan pernyataan pailit bahwa hutang tersebut harus telah lewat waktu dan dapat ditagih. Pengertian telah lewat waktu dan dapat ditagih apakah pengertian yang sama atau hutang yang ditagih harus lewat waktu terlebih dahulu.

Sutan Remy Sjahdeni berpendapat bahwa pengertian telah jatuh waktu atau hutang yang telah “expired” dengan sendirinya menjadi hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, namun hutang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan hutang yang telah jatuh waktu.42

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H sependapat bahwa satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, namun suatu hutang yang sudah dapat ditagih belum tentu sudah lewat waktu. Hal ini berkaitan dengan cicilan hutang dalam perjanjian hutang piutang atau perjanjian kredit.

Hutang yang telah jatuh waktu apabila jangka waktu yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit atas hutang piutang telah sampai pada waktunya. Sekalipun jangka waktu belum tiba hutang telah dapat ditagih yaitu apabila telah terjadi salah satu peristiwa “events of

devault”.

43

Umumnya, debitur dianggap lalai jika ia tidak tahu atau gagal memenuhi kewajibannya dengan melampaui batas waktu yang telah ditentukan dalam

41

Rahayu hartini, Op.Cit, h. 19.

42


(43)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

perjanjian. Sehingga, untuk melihat apakah suatu hutang telah jatuh waktu dan dapat ditagih harus merujuk pada perjanjian yang mendasari hutang tersebut.44

Menurut pasal itu, debitur dianggap lalai jika ada suatu perintah atau akta pernyataan lalainya si debitur yang dikirimkan oleh kreditur. Sehingga, wanprestasi tidak secara otomatis terjadi dan mengakibatkan dapat dituntutnya debitur terhadap ganti rugi atas tidak terpenuhinya prestasi.

Namun demikian, jika merujuk pada ketentuan Buku Ketiga Pasal 1238 KUH Perdata, menyatakan :

“Si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ia menetapkan, bahwa si berhutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

45

Sedangkan hutang yang tidak terbayar adalah utang pokok atau bunganya, maka kemudian yang perlu diantisipasi oleh pemerintah adalah harus segera menyiapkan sarana dan prasarananya yakni lembaga peradilannya, hakimnya, untuk menyelesaikan perkara kepailitan tersebut.46

a. Panitia kreditur jika diperlukan ;

Setelah permohonan pailit di kabulkan oleh hakim, maka segera diangkat pihak-pihak sebagai berikut:

b. Seorang atau lebih kurator ; c. Seorang hakim pengawas.

43

Bismar Nasutioan, Sunarmi, Op.Cit, h. 26.

44

Aria Suyudi, Eryanto Nugroho, dan Herni Sri Nurbayanti, Op. Cit, h. 135.

45

Menurut Pasal 1236 KUH Perdata, debitur yang lalai wajib memberikan ganti biaya, rugi, dan bunga kepada kreditur.

46

Rahayu Hartini, Op.Cit., h. 7.

47


(44)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Yang menjadi persoalan adalah apakah yang menjadi ukuran bagi “keadaan tidak membayar/ berhenti membayar tersebut” ?

Hal itu tidak dijumpai perumusannya, baik dalam undang-undang maupun jurisprudensi maupun pendapat para sarjana. Hanya ada pedoman umum yang disetujui oleh beberapa orang sarjana, yaitu untuk pernyataan kepailitan tidak perlu ditunjukkan bahwa debitur tidak mampu untuk membayar utangnya dan tidak diperdulikan apakah berhenti membayar itu sebagai akibat dari tidak dapat atau tidak mau membayar.

Didalam beberapa jurisprudensi telah diinterpretasikan arti keadaan berhenti membayar secara lebih luas, yakni:47

a. Keadaan berhenti membayar tidak sama sekali dengan keadaan bahwa kekayaan debitur tidak cukup untuk membayar utangnya yang sudah dapat ditagih, melainkan bahwa debitur tidak membayar utangnya itu.

b. Debitur dapat dianggap dalam keadaan berhenti membayar walaupun utang-utangnya itu belum dapat ditagih pada saat itu.

Oleh karena itu, penentuan jatuh waktu hutang dan kondisi-kondisi yang menyebabkan akselerasi hutang, harus didasarkan berdasarkan kesepakatan para pihak dalam perjanjian (Pasal 1338 KUH Perdata). Sehingga yang menjadi pegangan dalam menentukan apakah hutang tersebut sudah jatuh waktu dan dapat ditagih atau belum adalah perjanjian yang mendasari hubungan perikatan itu sendiri.


(45)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Ad.c : Permohonan dimintakan oleh pihak yang berwenang

Setiap debitur yang tidak mampu membayar utang-utangnya yang berada dalam keadaan berhenti membayar kembali utang-utang tersebut, baik atas permintaannya sendiri ataupun atas permintaan seorang krediturnya dapat diadakan putusan oleh hakim yang menyatakan bahwa debitur yang bersangkutan dalam keadaan pailit.

Didalam Pasal 2 Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 telah dinyatakan siapa saja pihak yang berwenang untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit, yaitu :48

1. Debitur itu sendiri;

2. Seseorang atau lebih krediturnya; 3. Kejaksaan untuk kepentingan umum; 4. Bank Indonesia (BI);

5. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM); 6. Menteri Keuangan.

Selengkapnya mengenai pihak-pihak yang berwenang tersebut dalam Pasal 2 ayat (1-5) berikut ini :

Ayat (1) menyatakan debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri mupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.

48


(46)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Ayat (2) menyatakan bahwa permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum. Ayat (3) menyatakan dalam hal debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.

Ayat (4) menyatakan bahwa dalam hal debitur adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.

Serta ayat (5) menyatakan dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

Penentuan tentang siapa pihak yang berwenang untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah sangat penting sekali untuk adanya kepastian hukum sehingga hal ini akan mencegah adanya penyalahgunaan hak, maksudnya orang yang tidak berhak atau tanpa mendapat kuasa untuk kemudian memohon putusan pailit.

D. Proses Pengajuan Permohonan Perkara Pailit

Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Pengadilan melalui panitera, yang menurut Lampiran Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 Pasal 5 harus diajukan oleh seorang penasehat hukum yang memiliki izin praktek.


(47)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Proses pengajuan permohonan Pailit berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, yaitu sebagai berikut : 49

1. Permohonan pernyataan pailit didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Niaga, tempat domisili debitur.

2. Panitera menyampaikan permohonan kepada Ketua Pengadilan Niaga selama 2 (dua) hari, sejak pendaftaran dilakukan.

3. Pengadilan akan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang 3 (tiga) hari sejak pendaftaran dilakukan.

4. Pemanggilan sidang dilakukan 1 (satu) minggu sebelum sidang I (pertama) dilaksanakan.

5. Sidang harus dilaksanakan paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak hari pendaftaran.

6. Penundaan sidang boleh dilakukan paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak pendaftaran.

7. Putusan permohonan pailit harus sudah jatuh/ diputuskan 60 (enam puluh) hari sejak didaftarkan.

8. Penyampaian salinan putusan kepada pihak yang berkepentingan dalam waktu 3 (tiga) hari setelah putusan dijatuhkan.

9. Pengajuan dan pendaftaran permohonan kasasi kepada Panitera Pengadilan Niaga selama 8 (delapan) hari sejak putusan dijatuhkan.

10. Panitera Pengadilan Niaga mengirim permohonan kasasi kepada pihak terkasasi 2 (dua) hari sejak pendaftaran permohonan kasasi.

49


(48)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

11. Pihak terkasasi menyampaikan kontra memori kasasi kepada pihak Panitera Pengadilan Niaga selama 7 (tujuh) hari sejak pihak terkasasi menerima dokumen kasasi.

12. Panitera Pengadilan Niaga menyampaikan berkas kasasi kepada Makhamah Agung selama 2 (dua) minggu sejak pendaftaran permohonan kasasi .

13. Makhamah mempelajari dan menetapkan sidang selama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima.

14. Sidang pemeriksaan permohonan kasasi dilaksanakan 20 hari sejak permohonan kasasi didaftarkan.

15. Putusan kasasi sudah harus jatuh paling lama 60 (enam puluh) hari sejak permohonan kasasi didaftarkan.

16. Penyampaian putusan kepada pihak yang berkepentingan selama 3 (tiga) hari sejak putusan kasasi dijatuhkan.

17. Apabila hendak melakukan Peninjauan Kembali (PK) sesuai dengan ketentuan prosedur pengajuan kasasi (Pasal 14 Undang-Undang No.37 Tahun 2004).

E. Akibat Hukum Kepailitan

Pada dasarnya, sebelum pernyataan pailit, hak-hak debitur untuk melakukan semua tindakan hukum berkenaan dengan kekayannya harus


(49)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

dihormati. Tentunya dengan memerhatikan hak-hak kontraktual serta kewajiban debitur menurut peraturan Perundang-undangan.50

Kepailitan mengakibatkan debitur yang dinyatakan pailit kehilangan segala “hak perdata” untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan oleh Pasal 22 Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit diucapkan. Hal ini juga berlaku bagi suami atau isteri dari debitur pailit yang kawin dalam persatuan harta kekayaan.51

Semenjak pengadilan mengucapkan putusan kepailitan dalam sidang yang terbuka untuk umum terhadap debitur, maka hak dan kewajiban si pailit beralih kepada kurator untuk mengurus dan menguasai boedelnya. Akan tetapi si pailit masih berhak melakukan tindakan-tindakan atas harta kekayaannya, sepanjang itu tidak membawa atau memberikan keuntungan atau manfaat bagi boedelnya.

Hak debitur untuk melakukan segala sesuatu tindakan hukum yang berkenaan dengan kekayaannya sebelum pernyataan pailit harus dihormati. Namun keadan itu akan berubah ketika debitur dinyatakan pailit oleh putusan Pengadilan Niaga, maka debitur demi hukum kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaanya. Dan terhitung sejak putusan pailit diucapkan maka kewengangan debitur untuk mengurus harta kekayaan beralih kepada kurator.

50

Kartini Muliadi, Actio Pauliana dan pokok-pokok tentang Pengadilan Niaga, dalam Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Editor Rudy A. Lontoh (Bandung : Alumni, 2001), h. 301.

51


(50)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Sebaliknya tindakan yang tidak memberikan manfaat bagi boedel, tidak mengikat boedel tersebut.52

Sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004, maka semua perikatan antara debitur yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga yang dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.53

Secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut :54

a. Kekayaan debitur pailit yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum atas harta para pihak yang dinyatakan pailit.

b. Kepailitan semata mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitur pailit. Misalnya seorang tetap melangsungkan pernikahan meskipun ia telah dinyatakan pailit.

c. Debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayannya yang termasuk harta pailit, sejak hari putusan pailit diucapkan. d. Segala perikatan debitur yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak

dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit.

e. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua para kreditur dan debitur dan hakim pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan.

52

Imran Nating, Op.Cit., h. 40, lihat juga Pasal 19 dan 22 UUK No. 37 Tahun 2004.

53

Lihat Pasal 23 UUK No. 37 Tahun 2004.

54


(51)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Lebih lagi mengenai Akibat Hukum Kepailitan diatur pada bagian tersendiri pada Bab II bagian kedua mulai dari Pasal 21-Pasal 64 Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004, yaitu :

A. Akibat Hukum bagi Debitur Pailit dan Hartanya.

Akibat kepailitan hanyalah terhadap kekayaan debitur, dimana debitur tidaklah berada di bawah pengampuan. Debitur tidaklah kehilangan kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum menyangkut dirinya, kecuali apabila perbuatan hukum tersebut menyangkut pengurusan dan pengalihan harta bendanya yang telah ada. Apabila menyangkut harta benda yang akan diperolehnya, debitur tetap dapat melakukan perbuatan hukum menerima harta benda yang akan diperolehnya itu kemudian menjadi bagian dari harta pailitnya.55

55

Imran Nating, Op.Cit., h. 44.

Dengan pernyataan pailit, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak tanggal kepailitan itu, termasuk juga untuk kepentingan perhitungan hari pernyataannya itu sendiri.

Untuk kepentingan harta pailit, semua perbuatan hukum debitur yang dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan, yang merugikan dapat dimintakan pembatalannya. Pembatalannya tersebut hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa debitur dan dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan dan mengetahui bahwa perbuatan itu merugikan kreditur.


(52)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Yang dimaksud dengan semua kekayaan yang diperoleh selama pailit misalnya warisan. Menurut pasal 40 UUK No. 37 Tahun 2004, segala warisan yang selama kepailitan menjadi hak debitur pailit, tidak boleh diterima oleh kurator, kecuali dengan hak istimewanya untuk mengadakan pendaftaran atau perincian mengenai harta peninggalan. Sedangkan untuk menolak semua warisan, kurator memerlukan kuasa dari hakim pengawas.

Menurut Pasal 104 UUK No. 4 Tahun 1998, apabila nilai harta pailit yang dapat dibayarkan kepada kreditur yang diistimewakan dan kreditur konkuren melebihi jumlah tagihan terhdap harta pailit, dalam jangka waktu 14 hari terhitung sejak putusan pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum yang tetap, hakim pengawas dapat menetapkan :

a. Batas tanggal penjualan tagihan,

b. Hari, tanggal dan tempat rapat kreditur untuk mengadakan pencocokan utang. Penentuan waktu pelaksanaan rapat setidak-tidaknya 14 hari setelah batas akhir pengajuan tagihan. Untuk piutang-piutang yang nilainya tidak ditetapkan atau tidak pasti, tidak dapat dinyatakan dalam uang Indonesia atau sama sekali tidak dapat dinyatakan dengan uang, dalam pencocokan diperhitungkan menurut taksiran harga dalam uang Indonesia. Penetapan nilai piutang ke dalam mata uang rupiah dilakukan pada tanggal putusan pernyataanpailit ditetapkan.56

56

Rahayu Hartini, Op.Cit. , h. 106.


(1)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

ganti rugi kepada kreditur bila debitur wanprestasi yang mengakibatkan debitur tersebut dipailitkan.

b. Personal Guarantee dalam hal perkara pailit bertanggung jawab harus

menunjuk pengganti dirinya bila ia telah tidak mampu lagi menjamin pembayaran hutang-hutang debitur (Pasal 1829 KUH Perdata).

c. Personal Guarantee bertanggung jawab untuk dapat sebagai “cadangan”

dalam hal harta debitur tidak mencukupi untuk melunasi hutang- hutangnya (Pasal 1831- Pasal 1832 KUH Perdata).

B. Saran

Setelah melihat bagaimana putusan yang dijatuhkan oleh Hakim terhadap Perkara Permohonan Pernyataan Pailit diatas, maka disarankan agar :

1. Bagi para Penjamin (Personal Guarantee), hendaknya melaksanakan kewajibannya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan atau disepakati oleh masing- masing pihak, baik itu pihak debitur maupun pihak kreditur, agar peranan Penjamin (Personal Guarantee) sebagai pihak ketiga dapat terlaksana dengan baik, sehingga untuk kedepannya dapat menjalankan segala tanggung jawabnya secara maksimal.

2. Hendaknya semua pihak yang terlibat dalam perjanjian pemberian jaminan dalam Personal Guarantee memiliki pengetahuan yang cukup tentang pentingnya Penjamin (Personal Guarantee) dalam perkara kepailitan., demikian pula sebaiknya perusahaan dapat memberikan penjelasan yang


(2)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

lengkap kepada kreditur tentang segala sesuatu yang menyangkut perjanjian jaminan ini, agar masing-masing pihak mengerti hak dan kewajibannya.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku:

Asikin, Zainal, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran Di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001.

Fuady, Munir, Hukum Pailit dalam teori dan Praktek, Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1999.


(3)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

Gie, Kwik Kian, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Jakarta: Prenada Media, 2005.

Hartini, Rahayu, Hukum Kepailitan, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2002.

HS, Salim,. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Hartono, Ny. Siti Soemarti, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan pembayaran, Jogjakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1983.

Lontoh, Rudy A. , Penyelesaian Utang-Piutang, Bandung: Alumni, 2001.

Masjchoen Sofwan, Sri Soedewi, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminandan Jaminan Perorangan, Yogyakarta: Liberty Offset, 2003.

Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, Jakarta: Raja Grafindo persada, 2003.

Mulyadi, Kartini, Actio Paulina dan Pokok-Pokok tentang Pengadilan Niaga, dalam Penyelesaian Utang–Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Editor Rudy A Lontoh Alumni, 2001.

Nasution, Bismar dan Sunarmi, Diktat Hukum Kepailitan, Medan: Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana USU, 2003.

Nating, Imran, Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995.

Satrio, J., Hukum Perikatan pada Umumnya, Bandung: Citra Aditya Bakti,1993. ---, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1991.

Sjahdeini, Sutan Remy, Hukum Kepailitan Memahami Failissementsverordening Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002.


(4)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

---, Hukum Kepailitan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002. Situmorang, Victor M. & Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di

Indonesia, Jakarta: Rineke Cipta, 1994.

Suyudi, Aria Eryanto Nugroho, dan Herni Sri Nurbayanti, Kepailitan di Negeri Pailit, Jakarta: Penerbit Pusat studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, cetakan II, 2004.

Tumbuan Fred BG., Pokok-Pokok UU Tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh Perpu No. 1/1998, dalam Penyelesaian Utang Piutang melalui pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: Editor Rudy A.Lontoh Alumni, 2001.

Waluyo, Bernadette, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Mandar Maju, 1999.

Wijaya, Gunawan, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.

B. Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjemahan Prof.R.Subekti, R. Tjitrosudibio.

C. Tesis :

Taufik, Teddy, Tanggung Jawab Penanggung Hutang (borgtocht) Terhadap Debitur yang Ingkar Janji, Medan: Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana USU, 2004.


(5)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.

USU Repository © 2009

D. Kamus:

Campbell, Black, Henry Black’s Law Dictionary, Minnesota St. Paul. USA: West Publishing Co. 1968.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2005.

Simorangkir, J.C.T. dkk, Kamus Hukum, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1995.

E. Internet :

http //www.hernathesis.multiply.com. http//www.google.com.


(6)

Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007.