Tinjauan Tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembuatan
Selain itu, James E. Anderson dalam Islamy, 1997:27 menjelaskan beberapa macam nilai yang melandasi tingkah laku pembuat kebijakan dalam membuat
kebijakan, sebagai berikut. 1.
Nilai-nilai politis political values. Keputusan-keputusan dan atau kebijakan-kebijakan dibuat atas dasar
kepentingan kelompok dari suatu atau beberapa partai politik atau kepentingan kelompok kepentingan tertentu.
2. Nilai-nilai organisasi organization values.
Keputusan-keputusan dan atau kebijakan-kebijakan dibuat atas dasar nilai nilai yang dianut organisasi, seperti balas jasa rewards dan sanksi
sanctions yang dapat mempengaruhi anggota organisasi untuk menerima dan melaksanakannya.
3. Nilai-nilai pribadi personal values.
Seringkali pula kebijakan dibuat atas dasar nilai-nilai pribadi yang dianut oleh pribadi pembuat kebijakan untuk mempertahankan status quo,
reputasi, kekayaan dan sebagainya. 4.
Nilai-nilai kebijakan policy values. Keputusan-keputusan dan atau kebijakan-kebijakan dibuat atas dasar
persepsi pembuat kebijakan tentang kepentingan publik atau pembuatan kebijakan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan.
5. Nilai-nilai ideologi ideological values.
Nila i ideo logi sepert i misalnya nasio nalisme dap at menjad i landasan pembuatan kebijakan seperti misainya kebijakan dalam dan
luar negeri.
Kesalahan-kesalahan umum sering terjadi dalam proses pembuatan keputusan. Nigro and Nigro dalam Islamy, 1997:27-30 menyebutkan adanya 7
tujuh macam kesalahan umum. Ketujuh macam kesalahan umum tersebut, sebagai berikut.
a. Cara berpikir yang sempit cognitive nearsightedness
Adanya kecenderungan manusia membuat keputusan hanya untuk memenuhi kebutuhan seketika saja sehingga melupakan antisipasi ke masa depan.
Adanya lingkungan pemerintahan yang beranekaragam telah meyebabkan pejabat pemerintah sering membuat keputusan dengan dasar-dasar
pertimbangan yang
sempit dengan
tanpa mempertimbangkan
implikasinya ke masa depan. Seringkali pula pernbuat keputusan hanya mempertimbangkan satu aspek permasalahan saja dengan melupakan
problemanya secara keseluruhan. b.
Adanya asumsi bahwa masa depan akan mengulangi masa lalu assumption that future will repeat past
Banyak anggapan yang menyatakan bahwa dalam suatu masa yang stabil orang akan bertingkah laku sebagaimana para pendahulunya di masa
lampau. Tetapi keadaan sekarang jauh dari stabil, karena banyak orang bertingkah laku dengan cara yang sangat mengejutkan. Kendatipun ada
perubahan-perubahan yang besar pada perilaku orang-orang, namun masih banyak pejabat pemerintah yang secara picikbuta beranggapan bahwa
perubahan-perubahan itu normal dan hal itu akan segera kembali seperti sediakala. Padahal didalam membuat keputusan para pejabat pemerintah
tersebut harus meramalkan keadaan-keadaan dan perisiiwa-peristiwa yang
akan datang, yang berbeda dengan masa lumpau. c.
Terlampau menyederhanakan sesuatu over simplification Selain adanya kecenderungan untuk berfikir secara sempit, ada pula
kecenderungan para pembuat keputusan untuk terlampau menyederhanakan sesuatu. Misalnya dalam melihat suatu masalah, pembuat keputusan hanya
mengamati gejala-gejala masalah tersebut saja dengan tanpa mencoba mempelajari secara mendalam apa sebab-sebab timbulnya masalah
tersebut. Cara-cara yang dipakai untuk mengatasi masalahpun dengan menerapkan „senjata pamungkas‟ yang sebenarnya belum atau „tidak‟
perlu dipakai, karena siapa tahu, dengan pola bertindak sederhana hal tersebut tidak sepenuhnya dapat mengatasi masalahnya malah justru
mungkin menimbulkan masalah-masalah baru. Pejabat pemerintah mungkin ada yang menolak
„pola bertindak yang sederhana‟ ini, tetapi selalu saja membuat pemecahan masalahnya secara sederhana. Padahal
tidak ada satu masalahpun, apalagi masalah yang besar dan fundamental, dapat dipecahkan dengan pola bertindak yang sederhana ini.
d. Terlampau menggantungkan pada pengalaman satu orang overreliance on
ones own experience Pada umumnya banyak orang meletakkan bobot yang besar pada
pengalaman mereka diwaktu yang lalu dan penilaian pribadi mereka. Walaupun seorang pejabat yang berpengalaman akan mampu membuat
keputusan-keputusan yang lebih baik dibandingkan dengan seorang pejabat yang tidak berpengalaman, tetapi mengandalkan pada pengalaman
dan seseorang saja bukanlah pedoman yang terbaik. Hal ini disebabkan
keberhasilan seseorang diwaktu yang lampau mungkin saja karena adanya faktor keberuntungan. Yang jelas
„Pembuatan keputusan bersama akan menghasilkan keputusan yang lebih bijaksana
‟. e.
Keputusan-keputusan yang dilandasi oleh prakonsepsi pembuat keputusan Preconcerved nations
Dalam banyak kasus, keputusan sering dilandasakan pada prakonsepsi pembuat keputusan. Keputusan administratif akan lebih baik hasilnya
kalau didasarkan pada penemuan ilmu sosial. Sayangnya penemuan ini sering diabaikan bila bertentangan dengan gagasan atau konsepsi pembuat
keputusan. Fakta-fakta yang ditemukan oleh ilmu sosial akan sangat berguna bagi pembuatan keputusan pemerintah.
f. Tidak ada keinginan untuk melakukan percobaan unwillingness to
experiment Cara untuk mengetahui apakah suatu keputusan dapat diimplementasikan
adalah dengan mengetesnya secara nyata pada ruang lingkup yang kecil. Adanya tekanan waktu, pekerjaaan yang menumpuk dan sebagainya
menyebabkan pembuat keputusan tidak punya kesempatan melakukan proyek percobaan pilot project. Pemerintah kurang berani bereksperimen
karena takut menanggung resiko. g.
Keengganan untuk membuat keputusan reluctance to decide. Kendatipun mempunyai cukup fakta beberapa orang enggan untuk membuat
keputusan, sebab mereka menganggap membuat keputusan itu sebagai tugas yang berat, penuh resiko, membuat frustasi, takut menerima kritikan
dari orang lain atas keputusan yang telah dibuat dan lain sebagainya.