Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang
DAMPAK KEBERADAAN INDUSTRI PELEBURAN BESI
DAN BAJA TERHADAP LINGKUNGAN DAN
KESEHATAN MASYARAKAT DI DUSUN
PALAHLAR KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
CITRA PARAMITHA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
(3)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang adalah benar karya penulis dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini penulis melimpahkan hak cipta dari karya tulis penulis kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013 Citra Paramitha NIM H44090107
(4)
(5)
ABSTRAK
CITRA PARAMITHA. Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang. Dibimbing oleh BONAR M. SINAGA dan NIA KURNIAWATI HIDAYAT.
Industri peleburan besi dan baja di Tangerang menimbulkan pencemaran udara yang dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, tujuan penelitian adalah untuk: (1) mengidentifikasi dampak pencemaran terhadap lingkungan, (2) menentukan dampak pencemaran terhadap kesehatan masyarakat, (3) menentukan dampak pencemaran terhadap nilai ganti rugi yang layak diterima oleh masyarakat, (4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai ganti rugi, dan (5) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat pindah. Analisis yang digunakan adalah deskriptif, cost of illness, Willingness to Accept (WTA) dan model regresi dan estimasi menggunakan metode Ordinary Least Squares (OLS) dan Maximum Likelihood Estimator (MLE). Hasilnya menunjukkan bahwa rumahtangga bertempat tinggal semakin dekat dari industri merasa kondisi lingkungan setelah keberadaan industri semakin buruk, total biaya pengobatan yang ditanggung semakin besar dan nilai rataan WTA rumahtangga paling tinggi. Nilai estimasi WTA rumahtangga di Dusun Palahlar dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, lama tinggal, jarak tempat tinggal dari industri, umur muda, dan umur menengah. Keputusan rumahtangga untuk pindah dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pendapatan, lama tinggal, dan jarak tempat tinggal dari industri.
Kata kunci: industri peleburan besi dan baja, lingkungan, kesehatan, willingness to accept.
(6)
ABSTRACT
CITRA PARAMITHA. The Impact of Iron and Steel Smelting Industry Existence on the Environment and Public Health in Hamlet Palahlar, Cikupa Subdistrict, Tangerang District. Supervised by BONAR M. SINAGA and NIA KURNIAWATI HIDAYAT.
Iron and steel smelting industry in Tangerang causes air pollution which can have a negative impact on the environment and the health of surrounding communities. Therefore, the purposes of the study were to: (1) identify the impact of pollution on the environment, (2) determine the impact of pollution on public health, (3) determine the impact of pollution on the proper value of compensation received by the community, (4) analyze the factors that affect the amount of compensation, and (5) analyze the factors that affect the decision to move. Analysis used were descriptive, cost of illness, Willingness to Accept (WTA) and regression model and estimated using Ordinary Least Squares (OLS) and Maximum Likelihood Estimator (MLE) methods. The results show that households with residential distance the closer from the industrial environment feel the worse after the existence of the industry, have the higher total medical incurred expenses and get the highest average value of household WTA. Estimation value of household WTA in the Hamlet Palahlar is influenced by education level, length of stay, distance of residence from the industry, young age, and middle age. Household's decision to move is influenced by the level of education, income, length of stay, and distance of residence from the industry.
(7)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DAMPAK KEBERADAAN INDUSTRI PELEBURAN BESI
DAN BAJA TERHADAP LINGKUNGAN DAN
KESEHATAN MASYARAKAT DI DUSUN
PALAHLAR KECAMATAN CIKUPA
KABUPATEN TANGERANG
CITRA PARAMITHA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(8)
(9)
Kabupaten Tangerang
Nama : Citra Paramilha
NIM : H44090107
Disetujui oleh
CMセ
M
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Nia Kurniawati Hidayat, SP, MSi
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
(10)
Judul Skripsi : Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang
Nama : Citra Paramitha
NIM : H44090107
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Pembimbing I
Nia Kurniawati Hidayat, SP, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
(11)
PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, karunia dan segala pertolongan serta kemudahan yang diberikan-Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah pada Rasulullah SAW beserta sahabat, keluarga dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA dan Nia Kurniawati Hidayat, SP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak masukan terhadap skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Meti Ekayani, SHut, MSc selaku dosen penguji utama dan Hastuti¸ SP, MP, MSi sebagai dosen penguji wakil departemen. Ucapan terimakasih disampaikan kepada orang tua (Ir. Agus Setyadi dan Dra. Rinarti Pujiastuti) dan kedua kakak penulis (Chandra Arie Kurniawan, SE dan Cahya Arie Pradhana, ST) yang telah memberikan dorongan moral, material dan spiritual sehingga membantu dalam proses penyusunan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen dan staf sekretariat Departemen ESL yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi serta seluruh staf sekretariat sekolah Pascasarjana EPN (Mba Yani, Mas Johan, Mba Ina, Bu Kokom, Bu Odah, Pak Husen, dan Pak Erwin) yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Wewe, Nche, Rina, Febriana, Charista, Sandra, Resty, Adinna, Charra, Yuki, teman-teman ESL 46, teman sebimbingan (Aulia, Anindyah, Apriliana, Sary dan Esha) dan Husen Nugroho, SE yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis selama penyusunan skripsi.
Bogor, Oktober 2013 Citra Paramitha
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Dampak Industri ... 9
2.2. Limbah Industri ... 11
2.3. Pencemaran Udara ... 12
2.4. Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent Valuation Method ... 14
2.5. Penelitian Terdahulu ... 16
2.6. Kebaruan Penelitian ... 21
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 23
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 23
3.1.1. Pendekatan Biaya Pengobatan ... 23
3.1.2. Analisis Willingness to Accept ... 23
3.1.3. Model Regresi Linier Berganda ... 25
3.1.4. Model Regresi Logistik ... 26
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 27
3.3. Hipotesis Penelitian ... 29
IV. METODE PENELITIAN ... 31
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
4.2. Jenis dan Sumber Data ... 31
4.3. Metode Pengambilan Sampel ... 31
(13)
4.4.1. Identifikasi Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap
Lingkungan ... 33
4.4.2. Penentuan Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Kesehatan Masyarakat ... 34
4.4.3. Penentuan Nilai Willingness to Accept Sebagai Nilai Ganti Rugi Akibat Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja ... 35
4.4.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Ganti Rugi ... 36
4.4.5. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan untuk Pindah ... 37
4.5. Evaluasi Model ... 40
V. KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 47
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53
6.1. Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan ... 53
6.2. Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Kesehatan Masyarakat ... 59
6.3. Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Nilai Ganti Rugi yang Layak diterima oleh Masyarakat ... 60
6.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Ganti Rugi yang Bersedia diterima Masyarakat ... 66
6.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Rumahtangga untuk Pindah dari Sekitar Wilayah Industri ... 69
VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 73
7.1. Simpulan ... 73
7.2. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 75
LAMPIRAN ... 77
(14)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Daftar Kawasan Industri di Kabupaten Tangerang Tahun 2011 ... 3
2. Hasil Uji Udara Ambien Sebelah Timur Industri (Up Wind) di Kabupaten Tangerang Tahun 2011 ... 4
3. Hasil Uji Udara Ambien Sebelah Barat Industri (Down Wind) di Kabupaten Tangerang Tahun 2011 ... 5
4. Hasil Uji Emisi Industri Peleburan Besi dan Baja di Kabupaten Tangerang Tahun 2011 ... 5
5. Jenis Industri dan Limbahnya ... 12
6. Penelitian Terdahulu ... 17
7. Alokasi Jumlah Sampel ... 32
8. Metode Analisis Data Berdasarkan Tujuan Penelitian ... 32
9. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, dan Jumlah Tanggungan Keluarga di Dusun Palahlar Tahun 2013 ... 48
10. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Tidak Tamat, Pendidikan Formal Tamat, Pekerjaan, dan Pendapatan di Dusun Palahlar Tahun 2013 ... 49
11. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal, Asal Daerah, dan Status Kepemilikan Rumah di Dusun Palahlar Tahun 2013 ... 51
12. Penilaian Kualitas Udara Sebelum dan Setelah Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013 ... 54
13. Penilaian Kebersihan Tempat Tinggal Sebelum dan Setelah Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013 ... 55
14. Penilaian Kenyamanan Sebelum dan Setelah Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013 ... 57
15. Penilaian Pengaruh Terhadap Kegiatan Sehari-hari Sebelum dan Setelah Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013 ... 58
16. Biaya Pengobatan Sebelum dan Setelah Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013 ... 59
(15)
17. Perbandingan Nilai WTA Setiap Wilayah di Dusun Palahlar
Tahun 2013 ... 62 18. Penggunaan Nilai WTA di Dusun Palahlar Tahun 2013 ... 62 19. Distribusi WTA Rumahtangga di Dusun Palahlar Tahun 2013 ... 63 20. Besaran Nilai Kelas dan Nilai Tengah WTA Rumahtangga di
Dusun Palahlar Tahun 2013 ... 64 21. Total WTA Rumahtangga di Dusun Palahlar Tahun 2013 ... 65 22. Hasil Estimasi Regresi berganda Model WTA di Dusun
Palahlar Tahun 2013 ... 66 23. Hasil Penelitian Mengenai Keputusan untuk Pindah dari
Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun
Palahlar Tahun 2013 ... 69 24. Hasil Estimasi Regresi Logistik Model Keputusan
Rumahtangga untuk Pindah dari Sekitar Wilayah Industri
Peleburan Besi dan Baja di Dusun Palahlar Tahun 2013 ... 70 25. Frekuensi Observasi dan Harapan Keputusan Pindah dari
Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan Baja di Dusun
Palahlar Tahun 2013 ... 72 26. Koreksi Nilai Observasi dan Harapan Keputusan
Rumahtangga untuk Pindah dari Sekitar Wilayah Industri
(16)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Transformasi Logit ... 27 2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 28 3. Kurva penawaran WTA Rumahtangga di Dusun Palahlar
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuesioner Penelitian Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan
Masyarakat di Dusun Palahlar Tahun 2013 ... 78 2. Data Penelitian Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi
dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat di
Dusun Palahlar Tahun 2013 ... 86 3. Tabulasi Biaya Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar
Tahun 2013 ... 89 4. Program Estimasi Model Willingness to Accept Rumahtangga
di Dusun Palahlar Menggunakan Metode OLS dengan
Software SAS/ETS Versi 9.1 ... 91 5. Hasil Estimasi Model Willingness to Accept Rumahtangga di
Dusun Palahlar Menggunakan Metode OLS dengan Software
SAS/ETS Versi 9.1 ... 93 6. Program Regresi Logistik Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Keputusan Masyarakat Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi Dan Baja Menggunakan Metode MLE dengan
Software SAS/ETS Versi 9.1 ... 96 7. Hasil Regresi Logistik Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Keputusan Masyarakat Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan Baja Menggunakan Metode MLE dengan
(18)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Negara berkembang dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti pendapatan rendah, pendidikan rata-rata rendah, sifat penduduk yang kurang mandiri, dan tingkat pertumbuhan penduduk tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dapat dilihat dari aspek tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dari tingkat pertambahan penduduk yang umumnya lebih tinggi dua hingga empat kali lipat dari negara maju (Tasu’ah, 2013). Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi itu pula dapat menyebabkan tingkat pengangguran yang tinggi, karena semakin lama pertumbuhan penduduk meningkat dan mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan pekerjaan yang ketat. Indonesia merupakan salah satu negara industri baru karena memiliki tingkat perekonomian yang baik namun belum menjadi negara maju. Industri di Indonesia dapat menjadi solusi dalam permasalahan tingkat penduduk dan pengangguran yang ada, namun banyak hal negatif yang ditimbulkan oleh industri seperti pencemaran lingkungan akibat limbah industri.
Menurut UU No. 5 Tahun 1984, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya. Indonesia memiliki berbagai macam jenis industri, ada jenis industri berdasarkan jumlah tenaga kerja, besar kecil modal, pemasaran hasil, lokasi penempatan, pengelompokan, bahan dasar, dan lahannya. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Indonesia No.19/M/I/1986, industri dibedakan menjadi: 1. Industri kimia dasar: industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dan
sebagainya.
2. Industri mesin dan logam dasar: industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dan lainnya.
3. Industri kecil: industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng curah, dan lainnya.
(19)
4. Aneka industri: industri pakaian, industri makanan, dan minuman dan lain-lain. Pada awalnya kawasan industri di Indonesia hanya dikembangkan pemerintah oleh Badan Usaha Milik Negara, namun seiring dengan meningkatnya investasi, saat ini kawasan industri dikembangkan oleh pihak swasta (Kwanda, 2000). Hal ini yang menyebabkan Indonesia memiliki banyak kawasan industri yang tersebar di berbagai wilayah hingga pelosok yang ada di Indonesia. Pembangunan kawasan industri bertujuan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang karena industri-industri yang berada di dalam kawasan industri dapat diatur dalam pemanfaatan lahan untuk bangunan dan lahan terbuka/hijau. Kawasan industri yang baik harus memenuhi upaya dalam pembangunan industri yang berwawasan lingkungan.
Berdasarkan PP 24/2009 pengertian kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. Tujuan dibangunnya kawasan industri agar pemanfaatan ruang dapat terkendali, pertumbuhan industri di daerah-daerah agar menjadi lebih cepat, meningkatkan investasi serta daya saing industri. Pembangunan kawasan industri juga memberikan manfaat yang besar bagi perekonomian suatu daerah serta memberikan manfaat sosial ekonomi seperti kesempatan kerja bagi masyarakat yang tinggal disekitar kawasan industri sehingga kesejahteraan masyarakat sekitar meningkat. Pembangunan kawasan industri juga dapat menimbulkan efek negatif, seperti perubahan kualitas lingkungan di sekitar kawasan industri.
Indonesia memiliki banyak kawasan industri yang semakin berkembang karena minat investasi pada kawasan industri yang bertambah besar. Kawasan industri di Indonesia tersebar di berbagai daerah salah satunya di Kabupaten Tangerang. Banyak perusahaan-perusahaan internasional yang memiliki industri di Kabupaten Tangerang. Sebagian besar industri yang berada di Tangerang terdapat pada kawasan industri agar pengendalian pada industri dapat lebih mudah dilakukan. Daftar jumlah kawasan industri yang berada di Tangerang disajikan pada Tabel 1.
(20)
Tabel 1. Daftar Kawasan Industri di Kabupaten Tangerang Tahun 2011
No. Company Name Size (Ha)
1. Bumi Serpong Damai 200.00
2. Bumi Citra Permai 400.00
3. Mitra Tangerang Bhumimas 250.00
4. Sanggraha Daksamitra 102.00
5. Adhibalaraja 300.00
6. Benua Permai Lestari 130.00
7. Cidurian Sarananiaga Permai 105.00
8. Cipta Cakra Murdaya 300.00
9. Grahapermai Raharja 76.00
10. Mitra Indotextile 150.00
11. Pentabinangun Sejahtera 150.00
12. Purati Kencana Alam 70.00
13. Putera Daya Perkasa 73.64
14. Sinar Serpong Subur 150.00
15. Surya Karya Luhur & Elang Mas 250.00
16. Tejopratama Mandiri Gemilang 170.00
Sumber : http://onclick.blog.com/2011/03/daftar-kawasan-industri-seluruh-indonesia/
Industri peleburan besi dan baja yang berada di dalam kawasan industri maupun di luar kawasan industri menghasilkan produk berupa baja mineral, baja lembaran panas, baja lembaran dingin, baja batang kawat, dan sebagainya. Pada proses produksi industri peleburan besi dan baja menghasilkan limbah yang dapat menurunkan kualitas lingkungan disekitar kawasan industri maupun di sekitar industri dan dapat merugikan masyarakat yang tinggal disekitanya. Limbah yang dihasilkan industri peleburan besi dan baja berupa udara yang melewati batas normal yang dikeluarkan melalui cerobong industri, limbah yang dikeluarkan berupa udara dan biasa sering disebut dengan pencemaran udara.
Pencemaran udara yang ditimbulkan oleh kegiatan industri bukan hanya mengeluarkan asap kotor tetapi juga beracun karena mengandung bahan kimia, sehingga dapat merubah struktur atmosfir bumi ditandai dengan meningkatnya suhu di bumi dan dapat menimbulkan penyakit pada manusia terutama yang tinggal di sekitar kawasan industri. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri bila menghirup udara dalam jangka panjang dapat menimbulkan penyakit pernapasan yang fatal dan dapat merusak paru-paru. Pencemaran udara dapat terhisap langsung ke tubuh dan dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat dengan cara-cara pemaparan melalui kulit. Umumnya sebagian besar zat-zat polutan udara ini langsung mempengaruhi sistem pernapasan dan pembuluh
(21)
darah. Oleh karena itu, pihak industri harus memberikan ganti rugi yang layak kepada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri atas kerugian yang dialami akibat kegiatan produksi industri tersebut, sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan.
1.2. Perumusan Masalah
Kawasan industri yang berada pada Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang memiliki berbagai macam kegiatan industri. Salah satu industri yang berada di dalam kawasan industri adalah industri peleburan besi dan baja yang telah berdiri sejak tahun 2006. Kegiatan industri peleburan besi dan baja menghasilkan produk berupa baja batangan dan menimbulkan dampak pencemaran udara kepada masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja. Pencemaran udara dari sisa kegiatan industri peleburan besi dan baja menurunkan kualitas lingkungan karena asap yang dihasilkan industri melebihi baku mutu yang telah ditetapkan.
Menurut hasil uji laboratorium milik Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), pada uji udara ambien sebelah timur industri (up wind) untuk Debu (TSP) hasil uji laboratorium mencapai 310.00 µg/ , sedangkan baku mutu udara ambien nasional untuk Debu (TSP) sebesar 230.00 µg/ . Hasil tersebut menggambarkan bahwa hasil uji udara ambien pada debu telah melebihi baku mutu udara ambien nasional. Laporan hasil uji terhadap udara ambien sebelah timur industri (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil Uji Udara Ambien Sebelah Timur Industri (Up Wind) di Kabupaten Tangerang Tahun 2011
No. Indikator Baku mutu*) Satuan Hasil
1. Sulfur Dioksida ( )**) 365.00 µg/ 22.52
2. Karbon Monoksida ( **) 10 000.00 µg/ 4 640.00
3. Nitrogen Dioksida ( **) 150.00 µg/ 27.41
4. Hidrokarbon (HC)**) 160.00 µg/ 131.00
5. Debu (TSP)**) 230.00 µg/ 310.00
Sumber : Badan Lingkungan Hidup Daerah (2011)
Keterangan : *) = PPRI No. 41 Tahun 1999 Baku Mutu Udara Ambien Nasional **) = Indikator terakreditasi oleh KAN No. LP-195-IDN
Hasil uji laboratorium untuk udara ambien sebelah barat industri menunjukkan bahwa Karbon Monoksida (CO) dan Debu (TSP) melebihi baku
(22)
mutu udara ambien nasional yaitu 11 227.00 µg/ untuk Karbon Monoksida (CO) yang seharusnya 10 000.00 µg/ dan 1 170.00 µg/ untuk Debu (TSP) yang seharusnya 230.00 µg/ jauh melebihi baku mutu yang telah ditetapkan. Karbon monoksida apabila di hasilkan melebihi dari baku mutu yang telah ditetapkan dapat menimbulkan penyakit seperti pusing, sesak nafas, muntah-muntah, kehilangan kesadaran bahkan kematian. Bahaya untuk debu yaitu dapat menimbulkan penyakit pada saluran pernafasan, iritasi mata, alergi, gangguan pernafasan, dan kanker pada paru-paru. Laporan hasil uji terhadap udara ambien sebelah barat industri (Tabel 3).
Tabel 3. Hasil Uji Udara Ambien Sebelah Barat Industri (Down Wind) di Kabupaten Tangerang Tahun 2011
No. Indikator Baku
mutu*) Satuan Hasil
1. Sulfur Dioksida ( )**) 365.00 µg/ 52.84
2. Karbon Monoksida ( **) 10 000.00 µg/ 11 227.00
3. Nitrogen Dioksida ( **) 150.00 µg/ 44.37
4. Hidrokarbon (HC)**) 160.00 µg/ 157.00
5. Debu (TSP)**) 230.00 µg/ 1 170.00
Sumber : Badan Lingkungan Hidup Daerah (2011)
Keterangan : *) = PPRI No. 41 Tahun 1999 Baku Mutu Udara Ambien Nasional **) = Indikator terakreditasi oleh KAN No. LP-195-IDN
Tabel 4. Hasil Uji Emisi Industri Peleburan Besi dan Baja di Kabupaten Tangerang Tahun 2011
No. Indikator Baku
mutu*) Satuan Hasil
1. Temperatur - ºC 67.60
2. Partikel 350.00 mg/ 240.00
3. Opasitas 35.00 % 40.00
4. Nitrogen Oksida ditentukan sebagai ( **) 1 000.00 mg/ 101.00
5. Sulfur Dioksida ( )**) 800.00 mg/ 14.00
Sumber : Badan Lingkungan Hidup Daerah (2011)
Keterangan : *) = Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-13/MENLH/3 /1995. Lampiran VB Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak untuk Jenis Kegiatan Lain.
**) = Indikator terakreditasi oleh KAN No. LP-195-IDN - Volume Gas dalam keadaan standar (25ºC dan tekanan 1 atm)
Tabel 4 disajikan hasil uji laboratorium emisi bahwa temperatur mencapai 67.60ºC lebih tinggi dari baku mutu yang telah ditetapkan yaitu sebesar 25.00ºC dan hasil opasitas melebihi lima persen dari baku mutu yang telah ditetapkan yaitu sebesar 35.00 persen namun, hasil uji laboratorium mencapai 40.00 persen.
(23)
Menurut keputusan kepala badan pengendalian dampak lingkungan nomor 205 tahun 1996, opasitas emisi adalah tingkat ketidaktembusan cahaya yang dihasilkan dari gas buang proses pembakaran pada emisi sumber tidak bergerak.
Pencemaran yang terjadi akibat aktivitas industri peleburan besi dan baja menyebabkan masyarakat harus mengeluarkan biaya pengobatan untuk penyakit gangguan pernapasan karena masyarakat yang tinggal disekitar kawasan industri menghirup udara yang telah tercemar. Nilai Willingness to Accept (WTA) merupakan pendekatan untuk mengetahui seberapa besar nilai ganti rugi akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh industri peleburan besi dan baja pada masyarakat.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian difokuskan untuk menjawab lima masalah berikut :
1. Apa saja dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi dan baja terhadap lingkungan?
2. Berapa dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi dan baja terhadap kesehatan masyarakat?
3. Berapa dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi dan baja terhadap nilai ganti rugi yang layak diterima oleh masyarakat?
4. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi besarnya nilai ganti rugi yang bersedia diterima masyarakat?
5. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keputusan masyarakat pindah dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum untuk mengidentifikasi apa saja dampak lingkungan dan mengestimasi berapa nilai ganti rugi kesehatan yang sepadan dengan dampak yang ditimbulkan oleh industri peleburan besi dan baja kepada masyarakat. Tujuan khusus penelitian adalah:
1. Mengidentifikasi dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi dan baja terhadap lingkungan.
2. Menentukan dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi dan baja terhadap kesehatan masyarakat.
(24)
3. Menentukan dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi dan
baja terhadap nilai ganti rugi yang layak diterima oleh masyarakat.
4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai ganti rugi yang bersedia diterima masyarakat.
5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat pindah dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
1. Banyaknya masyarakat yang terkena dampak pencemaran udara oleh limbah industri peleburan besi dan baja, maka penulis dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada masyarakat di Dusun Palahlar Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
2. Sampel penelitian yang digunakan adalah rumahtangga yang tinggal di wilayah penelitian. Strata rumahtangga merupakan jarak tempat tinggal dari industri. 3. Responden merupakan anggota rumahtangga.
4. Aspek penelitian yang dikaji adalah pencemaran lingkungan, pencemaran terhadap kesehatan, pencemaran terhadap nilai ganti rugi serta faktor yang mempengaruhi, dan faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat pindah.
(25)
(26)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dampak Industri
Industri secara luas dapat diartikan sebagai semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan bersifat komersial untuk memenuhi kebutuhan hidup (Ruhimat dan Mustar, 2008). Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output) (Kristianto, 2004). Industri secara garis besar diklasifikasikan menjadi industri dasar atau hulu, industri hilir, dan industri kecil. Selain pengelompokan di atas, industri juga diklasifikasikan secara konvensional, sebagai:
1. Industri primer; yaitu industri yang mengubah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi, misalnya pertanian, pertambangan.
2. Industri sekunder; yaitu industri yang mengubah barang setengah jadi menjadi barang jadi.
3. Industri tersier; yaitu industri yang sebagian besar meliputi industri jasa dan perdagangan atau industri yang mengolah bahan industri sekunder.
Pencemaran yang ditimbulkan oleh industri diakibatkan adanya limbah yang keluar dari pabrik dan mengandung bahan beracun dan berbahaya (B-3). Sumber bahan beracun dan berbahaya diklasifikasikan menjadi industri kimia organik maupun non organik, penggunaan B-3 sebagai bahan baku atau bahan penolong, dan proses kimia, fisika, biologi di dalam industri. Bahan pencemar keluar bersama-sama dengan bahan buangan (limbah) melalui media udara, air, dan tanah yang merupakan komponen ekosistem alam. Bahan buangan yang keluar dari pabrik kemudian masuk ke lingkungan dapat diidentifikasikan sebagai sumber pencemaran dan sebagai sumber pencemaran perlu diketahui jenis bahan pencemar yang dikeluarkan, kuantitas, dan jangkauan pemaparannya.
Antara satu pabrik dengan pabrik lainnya berbeda jenis dan jumlah bahan pencemar yang dikeluarkannya, tergantung pada bahan baku yang digunakan, proses, dan cara kerja karyawan pabrik. Pencemaran terjadi akibat bahan beracun dan berbahaya dalam limbah lepas dan masuk ke dalam lingkungan sehingga
(27)
terjadi perubahan terhadap kualitas lingkungan. Berdasarkan UU No.4/1982 Tentang Asas Pencemar Pembayar, siapa yang merusak dan mencemarkan lingkungan harus memikul tanggung jawab dengan membayar ganti rugi pada penderita yang telah dilanggar haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dan/atau membayar biaya-biaya pemulihan lingkungan hidup kepada negara.
Menurut Fauzi (2006), pencemaran adalah masuknya aliran residual (residual flow) yang diakibatkan oleh prilaku manusia, ke dalam sistem lingkungan. Selain itu, penting juga untuk membedakan antara pencemaran aliran (flow pollution) dan pencemaran stok (stock pollution). Pencemaran aliran merupakan pencemaran yang ditimbulkan oleh residual yang mengalir masuk ke dalam lingkungan. Pencemaran ini tergantung dari laju aliran yang masuk kedalam lingkungan, artinya jika aliran ini berhenti, pencemaran juga akan berhenti. Pencemaran stok terjadi jika kerusakan yang ditimbulkan merupakan fungsi dari stok residual dan bersifat kumulatif. Akumulasi ini terjadi jika jumlah bahan pencemar yang dihasilkan melebihi kapasitas penyerapan lingkungan. Pencemaran dari perspektif ekonomi bukan hanya dilihat dari hilangnya nilai ekonomi sumberdaya akibat berkurangnya kemampuan sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang dan jasa, namun juga dampak pencemaran terhadap kesejahteraan masyarakat.
Menurut Daryanto (2004), pencemaran merupakan suatu siklus yang selalu berputar dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Pada hakikatnya antara aktivitas manusia dan timbulnya pencemaran terdapat hubungan yang melingkar. Agar dapat hidup dengan baik manusia beradaptasi dengan lingkungannya dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia mengembangkan teknologi. Akibat sampingan dari pengembangan teknologi adalah bahan pencemar yang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan ini merupakan stimulus agar manusia menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Setiap pencemaran memiliki derajat pencemaran atau tahap pencemaran yang berbeda berdasarkan pada: (1) konsentrasi zat pencemar, (2) waktu tercemarnya, dan (3) lamanya kontak antara bahan pencemar dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh
(28)
berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan.
Wardana (2004), menyatakan hal yang perlu diperhatikan dan dicermati sehubungan dengan masalah dampak industri, yaitu dampak tak langsung dan dampak langsung. Dampak tak langsung umumnya berhubungan dengan masalah sosial masyarakat, atau lebih sering diungkapkan sebagai dampak psikososioekonomi. Dampak tak langsung akibat adanya industri antara lain: (1) urbanisasi: masyarakat pedesaan yang semula bekerja pada bidang pertanian, namun karena adanya daya tarik industri di perkotaan berpindah ke daerah industri, (2) perilaku: perilaku yang semula suka tolong-menolong berubah menjadi acuh tak acuh dan individualistis, (3) kriminalitas: keadaan yang diinginkan sebagian orang untuk hidup mewah dan bersenang-senang membuat mereka mengambil jalan pintas tindak kriminal, pencurian, perampokan, penodongan, dan pemerkosaan mewarnai kehidupan masyarakat industri, dan (4) sosial budaya, berkembangnya tempat-tempat hiburan dengan segala kelengkapannya seperti bioskop, diskotek, dan sebagainya berdampak pada sosial budaya masyarakat sekitarnya.
Kegiatan industri dapat memberikan dampak langsung, disamping juga memberikan dampak tak langsung. Dikatakan dampak langsung apabila kegiatan industri dapat langsung dirasakan oleh manusia. Dampak langsung yang bersifat positif memang diharapkan, akan tetapi dampak langsung yang bersifat negatif yang mengurangi kualitas hidup manusia harus dihindari atau dikurangi. Kegiatan industri dapat mengganggu keseimbangan lingkungan, apabila keseimbangan lingkungan terganggu maka kualitas lingkungan juga berubah. Dampak langsung yang bersifat negatif akibat kegiatan industri, dapat dilihat dari terjadinya masalah-masalah pencemaran udara, pencemaran air, dan pecemaran daratan.
2.2. Limbah Industri
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi (Kristanto, 2004). Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat
(29)
racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B-3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumberdaya. Beberapa kriteria berbahaya dan beracun telah ditetapkan, antara lain mudah terbakar, mudah meledak, korosif, bersifat sebagai oksidator dan reduktor yang kuat, mudah membusuk, dan lain-lain.
Kualitas limbah menunjukan spesifikasi limbah yang diukur dari jumlah kandungan bahan pencemar didalam limbah. Kandungan pencemar didalam limbah terdiri dari berbagai parameter. Semakin kecil jumlah parameter dan semakin kecil konsentrasinya, hal itu menunjukkan semakin kecilnya peluang untuk terjadinya pencemaran lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas limbah yaitu volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Jenis industri dan limbahnya disajikan pada Tabel 5.
Table 5. Jenis Industri dan Limbahnya
Jenis Industri Jenis Limbah
Industri pupuk Uap asam, NH3, bau, partikel
Industri pangan (ikan, daging, bir minyak) Hidrokarbon, bau, partikel, CO, H2S,
dan uap asam Industri pertambangan, semen, aspal,
kapur, batu bara, karbida, serat gelas
NOx, SOx, CO, hidrokarbon, bau partikel
Industri metalurgi (tembaga, baja, seng, timah hitam, aluminium)
NOx, SOx, CO, hidrokarbon, H2S, klor,
bau, dan partikel Industri kimia (sulfat, serat rayon, PVC,
amonia, cat, dan lain-lain)
Hidrokarbon CO, NH3, bau, dan partikel
Industri pulp SOx, CO, NH3, H2S, dan bau
Sumber : Kristanto (2004)
Limbah gas dan partikel merupakan limbah yang banyak dibuang ke udara. Gas/asap, partikulat, dan debu yang dikeluarkan oleh pabrik ke udara akan dibawa angin sehingga akan memperluas jangkauan pemaparannya. Secara alamiah, udara mengandung unsur kimia seperti oksigen, nitrogen, hidrogen, karbon dioksida, dan beberapa jenis gas lain. Penambahan unsur gas ke dalam udara yang melampaui kandungan alaminya akibat aktivitas manusia akan menurunkan kualitas udara.
2.3. Pencemaran Udara
Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan komposisi udara dari keadaan normalnya (Wardhana, 2004). Kehadiran bahan atau zat asing didalam
(30)
udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia, tumbuhan, dan binatang. Secara umum penyebab pencemaran udara ada dua macam, yaitu :
a. Faktor internal (secara alamiah), contoh:
1. debu yang berterbangan akibat tiupan angin;
2. debu yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas vulkanik; 3. proses pembusukan sampah organik, dll;
b. Faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh: 1. hasil pembakaran bahan bakar fosil;
2. debu atau serbuk dari kegiatan industri;
3. pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara;
Wardhana (2004) menyatakan, dampak pencemaran udara saat ini merupakan masalah serius yang dihadapi oleh negara-negara industri. Akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran udara ternyata sangat merugikan. Pencemaran tersebut tidak hanya mempunyai akibat langsung terhadap kesehatan manusia saja, akan tetapi juga dapat merusak lingkungan lainnya, seperti hewan, tanaman, bangunan gedung, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1980, kematian yang disebabkan oleh pencemaran udara mencapai angka kurang lebih 51 000 orang. Angka tersebut cukup mengerikan karena bersaing keras dengan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit lainnya, seperti kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung, kanker, AIDS, dan lainnya.
Pencemaran udara oleh partikel dapat disebabkan karena peristiwa alamiah dan dapat pula disebabkan karena ulah manusia lewat kegiatan industri. Pada umunya udara yang telah tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan atau pneumokoniosis. Pneumokoniosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru. Penyakit pneumokoniosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru. Beberapa jenis penyakit pneumokosis yang banyak dijumpai di daerah
(31)
yang memiliki banyak kegiatan industri, yaitu Silikosis, Asbetosis, Bisinosis, Antrakosis, dan Beriliosis (Wardhana, 2004).
2.4. Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent Valuation Method
Barang dan jasa lingkungan tergolong kedalam barang non market value. Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengukur nilai dari suatu barang dan jasa lingkungan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi nilai dari barang dan jasa lingkungan adalah dengan Contingent Valuation Method (CVM).
Metode yang dibangun oleh Davis pada tahun 1963 ini merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan semua komoditas yang tidak diperjualbelikan di pasar dapat diestimasi nilai ekonominya, termasuk nilai ekonomi dari barang lingkungan. Metode CVM menggunakan pendekatan secara langsung dengan menanyakan kepada masyarakat atas kesediaan untuk membayar (WTP) akibat manfaat tambahan yang diperoleh dari perubahan lingkungan dan atau seberapa besar kesediaan masyarakat untuk menerima (WTA) ganti rugi akibat penurunan kualitas barang lingkungan (Hanley dan Spash, 1993).
Contingent Valuation Method memiliki tujuan untuk menghitung nilai atau penawaran yang mendekati, jika pasar dari barang-barang lingkungan tersebut benar-benar ada. Asumsi dasar yang berlaku di CVM adalah bahwa individu-individu memahami benar pilihan masing-masing dan cukup mengenal kondisi lingkungan yang dinilai. Oleh karena itu, pasar hipotetik (kuesioner dan responden) harus mendekati kondisi pasar sebenarnya. Responden harus mengenal secara baik barang yang ditanyakan dan alat hipotetik yang digunakan untuk pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk secara langsung. Tahapan-tahapan untuk mengetahui nilai WTA (Hanley dan Spash, 1993), adalah :
1. Membuat Pasar Hipotetik (Setting Up the Hypothectical Market)
Pasar hipotetik (hypothetical market) membangun suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya menerima nilai ganti rugi dari dipergunakannya barang/jasa lingkungan oleh pihak lain dimana tidak terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa lingkungan tersebut. Pasar hipotetik harus
(32)
terdapat penjelasan secara mendetail, nyata, dan informatif mengenai barang dan jasa lingkungan yang akan dinilai.
2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTA (Obtaining Bids)
Tahapan yang dilakukan setelah membuat instrumen survei adalah administrasi survei. Tahapan ini dapat dilakukan melalui wawancara dengan tatap muka, surat atau perantara telepon mengenai besarnya minimum WTA yang bersedia diterima. Wawancara dengan surat sering mengalami bias dalam bentuk tidak mendapat tanggapan atau tanggapan rendah. Wawancara menggunakan petugas yang terlatih memungkinkan pertanyaan dan jawaban secara lebih rinci, tetapi tidak menutup kemungkinan bias yang dilakukan oleh petugas tersebut.
3. Memperkirakan Nilai Rata-Rata dan Nilai Tengah WTA (Calculating Average and Mean WTA)
Setelah data mengenai nilai WTA telah terkumpul, tahap selanjutnya dilakukan adalah perhitungan nilai tengah (median) dan rata-rata (mean) dari WTA. Nilai tengah digunakan apabila terjadi rentang nilai penawaran yang terlalu jauh. Jika perhitungan nilai penawaran menggunakan rata-rata, maka nilai yang diperoleh akan lebih tinggi dari yang sebenarnya. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh rentang yang cukup besar dan selalu lebih kecil daripada nilai rata-rata.
4. Memperkirakan Kurva Penawaran (Estimating Bid Curve)
Kurva penawaran dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai WTA sebagai variabel dependen dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai sebagai variabel independen. Kurva penawaran ini dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan nilai WTA karena perubahan sejumlah variabel independen dan untuk menguji sensitivitas jumlah WTA terhadap variasi perubahan mutu lingkungan.
5. Mengagregasikan Data (Agregating Data)
Agregasi data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan.
(33)
6. Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise)
Evaluasi penggunaaan CVM berfungsi untuk menilai sejauh mana penerapan CVM telah berhasil dilakukan. Penilaian dilakukan dengan cara melihat tingkat keandalan (reability) fungsi WTA dengan nilai R-squares ( ) dari model regresi berganda WTA.
Organisasi pengoperasian valuasi kontingensi, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan (Hanley dan Spash, 1993):
1. Pasar hipotesis yang digunakan harus memiliki kredibilitas dan realistik.
2. Alat pembayaran yang digunakan dan atau ukuran kesejahteraan (WTP dan WTA) sebaiknya tidak kontroversial dengan yang berlaku di masyarakat.
3. Rumahtangga sebaiknya memiliki informasi cukup mengenai barang lingkungan yang dimaksud pada kuesioner dan alat pembayaran untuk penawaran mereka.
4. Jika memungkinkan ukuran WTP/WTA sebaiknya dicari, karena rumahtangga sering kesulitan menentukan nominal yang ingin mereka berikan atau terima. 5. Ukuran contoh yang cukup besar sebaiknya dipilih untuk mempermudah
memperoleh selang kepercayaan dan reabilitas.
6. Pengujian bias, sebaiknya dilakukan dan mengadopsi strategi untuk memperkecil bias strategi secara khusus.
7. Penawaran sanggahan sebaiknya diidentifikasi.
8. Diperlukan pengetahuan dengan pasti jika contoh memiliki karakteristik yang sama dengan populasi dan penyesuaian diperlukan.
9. Tanda parameter sebaiknya dilihat kembali untuk melihat jika mereka setuju dengan harapan yang tepat.
2.5. Penelitian Terdahulu
Analisis serta kajian mengenai pencemaran udara telah dilakukan baik di dalam maupun di luar negri. Tabel 6 disajikan beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi dalam menganalisis terjadinya pencemaran udara antara lain penelitian Dahlan (1989), Tang (1992), Prayudi dan Susanto (2001), Husodo (2006), Ramadhan (2009), Ulhaq (2010), Tampubolon (2011), dan Mubarok dan Ciptomulyono (2012).
(34)
Tabel 6. Penelitian Terdahulu
No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil
1. Ramadhan (2009)/
Analisis Kesediaan Menerima Dana Ganti rugi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Cipayung Kota Depok Jawa Barat.
1 Mengkaji persepsi masyarakat
Kelurahan Cipayung terhadap keberadaan TPAS Cipayung.
2 Menganalisa faktor-faktor
yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam menerima dana ganti rugi.
3 Mengkuantifikasikan besarnya
nilai dana ganti rugi (WTA) yang bersedia diterima masyarakat dan menganalisa
faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut.
1 Analisis
deskriptif.
2 Analisis regresi
logistik.
3 Analisis regresi
berganda.
1 Kondisi lingkungan Cipayung setelah keberadaan TPAS
dinilai oleh masyarakat sekitar mengalami penurunan kualitas lingkungan apabila dibandingkan dengan kondisi sebelum didirikannya TPAS.
2 Sebagian besar masyarakat menyatakan bersedia
menerima dana ganti rugi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarkat untuk menerima dana ganti rugi adalah tingkat pendidikan dan jarak rumah dari lokasi TPAS.
3 Nilai dana ganti rugi yang bersedia diterima masyarakat
atas keberadaan TPAS sebesar Rp 54 300/Bulan/KK dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jarak rumah dari TPAS, besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk menggulangi dampak negatif, dan pendapatan.
2. Achmad Dhia Ulhaq
(2010)/ Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Sekitar Kawasan Industri dan Kesediaan Membayar Terhadap Program Perbaikan Kualitas Lingkungan di Kelurahan Jatinegara.
1 Mengidentifikasi karakteristik
responden disekitar kawasan industri.
2 Mengestimasi nilai kerugian
yang dialami masyarakat akibat keberadaan kawasan industri.
3 Mengestimasi besarnya nilai
Willingness to Pay (WTP) masyarakat akibat perbaikan kualitas lingkungan.
1 Analisis secara
deskriptif. 2 Raplacement
cost dan cost of illness.
3 Willingness to
Pay (WTP).
1 Jenis kelamin responden didominasi oleh laki-laki,
berpendidikan SLTA, memiliki tanggungan satu hingga dua orang, jenis pekerjaan mayoritas pedagang, buruh, dan pegawai swasta yang berhubungan dengan Kawasan Industri Pulogadung.
2 Total biaya pengganti dan biaya kesehatan yang
dikeluarkan oleh responden sebesar Rp. 75 024 000 per bulan dan Rp. 2 987 000 per bulan.
3 Total kerugian responden akibat adanya Kawasan Industri
Pulogadung diestimasi dengan menjumlahkan semua kerugian yang dialami baik akibat pencemaran air maupun udara. Total kerugian tersebut sebesar Rp. 78 011 000 per
(35)
Tabel 6. Lanjutan
No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil
3. Bahroin Idris
Tampubolon (2011)/ Analisis Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping.
1 Mendeskripsikan eksternalitas
negatif yang dirasakan masyarakat.
2 Mengkaji peluang Kesediaan
menerima dana ganti rugi.
3 Mengkuantifikasi besarnya nilai
WTA dari masyarakat terhadap aktivitas penambangan.
4 Mengkaji faktor yang
berpengaruh pada besarnya nilai dana ganti rugi.
1 Analisis
deskriptif kualitatif.
2 Metode regresi
logistik.
3 Contingen
Valuation Method (CVM).
4 Model regresi
linier berganda.
1 Mayoritas menyatakan eksternalitas negatif yang dirasakan
adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan kehilangan keanekaragaman hayati.
2 Sebagian besar responden menyatakan bersedia menerima
dana ganti rugi atas eksternalitas negatif yang timbul.
3 Nilai estimasi rataan WTA responden adalah sebesar Rp.
137 500 per bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp. 6 325 000 per bulan. Nilai total WTA masyarakat adalah sebesarRp. 447 975 000 per bulan.
4 Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai WTA
responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan
keluarga, dummy wiraswasta, dan pegawai swasta.
4. Dahlan (1989)/
Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan Manusia dan Beberapa Komponen Sumberdaya Alam.
1 Karbon-monoksida, kloro-fluorocarbon, nitrogen oksida,
karbondioksida, sulfur oksida, hidrokarbon, masalah partikulat, dan lain-lain dikenal sebagai polutan udara potensial. Senyawa ini dapat ditimbulkan oleh mobil, pembangkit tenaga listrik, industri, rumahtangga, pembakaran pertanian, dan kebakaran hutan. Polusi udara dapat berbahaya bagi manusia secara langsung maupun tidak langsung. Polusi udara dapat menyebabkan melanoma (kanker kulit), alopecia, angina pektoris, bronkitis, emfisema, asfiksia dll, dan juga dapat merusak bangunan, tanaman pertanian, vegetasi hutan, satwa liar, air, tanah, iklim, dan sumberdaya alam lainnya.
(36)
Tabel 6. Lanjutan
No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil
5. Ahmad H. Mubarok
dan Udisubakti Ciptomulyono (2012)/ Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan
Tambang Marmer di Kabupaten
Tulungagung dengan Pendekatan Willingness to Pay dan Fuzzy MCDM.
1 Mengukur nilai dari WTP
masyarakat di kawasan pertambangan dan pengolahan marmer terhadap dampak sosial ekonomi.
1 Metode
valuasi
ekonomi nilai pengganti.
1 Penilaian ekonomi terhadap dampak lingkungan yang
dilakukan adalah dampak bidang sosial ekonomi, dimana diperoleh nilai WTP dari masyarakat diperoleh sebesar Rp. 14 722 per bulan.
6. Teguh Prayudi dan
Joko Prayitno Susanto (2001)/ Kualitas Debu dalam Udara sebagai Dampak Industri Pengecoran Logam Ceper.
1 Mengkaji kualitas debu dalam
udara untuk mengetahui seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan ini.
1 Konsentrasi debu di wilayah industri pengecoran logan
Ceper telah melampaui nilai ambang batas yang diperbolehkan.
2 Tingginya konsentrasi debu diestimasi oleh kegiatan
industri logam yang terbuka.
7. Sapto Husodo
(2006)/ Partisipasi Petani dalam Kegiatan DAFEP di Kabupaten Bantul.
1 Menganalisis perilaku
partisipasi dalam program DAFEP.
2 Mengetahui faktor yang
mempengaruhi perilaku partisipasi petani dalam program DAFEP.
1 Deskriptif
analisis dan eksplanatif.
1 Partisipasi petani selama pelaksanaan program DAFEP
relatif tinggi yang menggambarkan bahwa program DAFEP telah berhasil mendorong partisipasi petani untuk terlibat dalam program tersebut.
2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku partisipasi
petani dalam program DAFEP adalah usia, wawasan, sikap, motivasi, intensitas penyuluhan, dinamika
(37)
Tabel 6. Lanjutan
No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil
8. Tang JCS (1992)/
Estimation of Flood Damage Cost for Bangkok.
1 Mengestimasi perkiraan biaya
kerusakan akibat banjir di Bangkok.
1 Model
Regresi Berganda.
1 Peningkatan kedalaman banjir dan durasi berpengaruh
terhadap peningkatan kerusakan di daerah pemukiman.
2 Fungsi biaya kerusakan banjir melalui analisis regresi
berganda menjadi alat yang berguna dalam perhitungan sistematika kerusakan banjir.
(38)
2.6. Kebaruan Penelitian
Keterkaitan antara penelitian terdahulu dengan penelitian saya adalah metode yang digunakan, yaitu Contingent Valuation Methode (CVM) dan yang membedakannya adalah dalam penelitian saya menganalisis faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk pindah dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja menggunakan model regresi logistic dan menggunakan program komputer Statistical Analysis System/Econometric Time Series (SAS/ETS) versi 9.1.
(39)
(40)
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis memuat konsep-konsep yang berkaitan dengan kerugian-kerugian akibat keberadaan industri peleburan besi dan baja. Konsep-konsep yang berkaitan dengan penelitian ini adalah konsep mengenai pendekatan biaya pengobatan, analisis Willingness to Accept (WTA), model regresi linier berganda, dan model regresi logistik.
3.1.1. Pendekatan Biaya Pengobatan
Dampak perubahan kualitas lingkungan dapat berakibat negatif pada kesehatan, yaitu menyebabkan penurunan tingkat kesehatan pada anggota rumahtangga yang tinggal disekitar industri. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2007), tahapan pelaksanaan cost of illness adalah:
1. Mengetahui bahwa telah terjadi gangguan kesehatan yang berakibat perlunya biaya pengobatan.
2. Mengetahui biaya pengobatan yang dibutuhkan sampai sembuh. 3. Menghitung total biaya pengobatan.
3.1.2. Analisis Willingness to Accept
Willingness to Accept (WTA) merupakan salah satu bagian dari metode CVM yang digunakan. Tahapan-tahapan metode CVM mengarahkan penelitian pada besar nilai WTA dari masyarakat yang terkena dampak negatif akibat pencemaran udara oleh industri peleburan besi dan baja.
Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai Willingness to Accept (WTA) dari setiap sampel adalah :
1. Sampel merupakan rumahtangga yang terletak dilokasi penelitian dan bersedia menerima ganti rugi.
(41)
2. Nilai WTA yang diberikan konsumen merupakan nilai minimum yang bersedia diterima oleh rumahtangga jika ganti rugi yang diberikan benar-benar dilaksanakan.
3. Industri peleburan besi dan baja bersedia memberikan ganti rugi atas penurunan kualitas lingkungan.
4. Sampel dipilih secara acak dari populasi yang terkena dampak penurunan kualitas lingkungan dan responden merupakan anggota rumahtangga.
Metode yang dapat digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran nilai WTA/WTP (Hanley dan Spash, 1993) :
1. Bidding Game (Metode Tawar-Menawar)
Metode yang digunakan dengan mempertanyakan kepada responden tentang sejumlah nilai tertentu yang diajukan sebagai titik awal dan selanjutnya semakin meningkat sampai titik maksimum yang disepakati.
2. Open-Ended Question (Metode Pertanyaan Terbuka)
Menyatakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimum uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimum uang yang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Metode ini memiliki kelebihan yaitu responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. Kelemahan metode ini terletak pada kurangnya akurasi nilai serta terlalu besar variasinya, selain itu seringkali ditemukan respoden yang kesulitan menjawab pertanyaan yang diberikan terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman mengenai pertanyaan yang ada dalam kuesioner.
3. Closed-Ended Question (Metode Pertanyaan Tertutup)
Metode pertanyaan tidak jauh berbeda dengan Open-ended Question hanya saja bentuk pertanyaannya tertutup. Responden diberikan beberapa nilai WTA/WTP yang disarankan kepada mereka untuk dipilih, sehingga responden tinggal memberikan jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka.
4. Payment Card (Metode Kartu Pembayaran)
Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan menerima,
(42)
sehingga responden dapat memilih nilai maksimal/minimal sesuai dengan preferensinya. Metode ini dikembangkan untuk membatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar. Mengembangkan kualitas metode ini terkadang diberikan semacam nilai patokan yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi barang lingkungan yang lain. Keunggulan metode ini adalah memberikan stimulan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau minimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu, seperti pada metode tawar-menawar. Penggunaan metode ini dibutuhkan pengetahuan statistik yang baik.
Selain metode tersebut, terdapat pula metode bertanya Contingent Rangking. Metode ini tidak menanyakan langsung berapa nilai yang ingin dibayarkan atau diterima, tetapi responden diberikan pilihan rangking dari kombinasi kualitas lingkungan yang berada dengan nilai moneter yang berbeda. Responden diminta mengurutkan beberapa pilihan dari yang paling disukai sampai kepada yang tidak disukai. Metode ini menggunakan skala ordinal sehingga diperlukan pengetahuan statistik yang sangat baik dan jumlah sampel yang besar.
3.1.3. Model Regresi Linier Berganda
Menurut Firdaus (2004), model regresi berganda (multiple regression model), yaitu suatu model dimana variabel dependen bergantung pada dua atau lebih variabel independen. Model regresi berganda yang paling sederhana adalah regresi tiga variabel, yang terdiri dari satu variabel dependen dan dua variabel independen. Metode analisis berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Menurut Gujarati (1978), sifat-sifat penaksiran OLS adalah: (1) penaksiran tadi tidak bias, (2) penaksiran tadi mempunyai varian yang minimum, (3) konsisten, (4) efisien, dan (5) linier. Asumsi-asumsi yang dapat digunakan untuk model regresi linier berganda dengan OLS adalah (Firdaus, 2004):
(43)
2. Cov ( , ) = 0, i ≠ j. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi tidak adanya korelasi berurutan atau tidak ada autokorelasi.
3. Var ( ) = , untuk setiap i. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi homoskedastisitas, atau varians sama.
4. Cov ( | ) = Cov ( | ) = 0. Artinya, variabel pengganggu dan variabel independen X tidak berkorelasi.
5. Tidak ada multikolinieritas (multicolinearity), yang berarti tidak terdapat hubungan linieritas yang pasti diantara variabel independen.
Secara umum, fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut (Juanda, 2009):
Y = α0 X0i + α1 X1i + α2 X2i + ... + αj Xji + Ui
Jika semua pengamatan bernilai 1, maka model diatas menjadi Y = α0 + α1 X1i + α2 X2i + ... + αj Xji + Ui
dimana :
Y = Variabel dependen
i = Nomor pengamatan dari 1 sampai n (sampel) Xji = Pengamatan ke-i untuk variable independen Xj
α0 = Intersep
α1,2,..n = Parameter Xi
Ui = Variabel pengganggu 3.1.4. Model Regresi Logistik
Menurut Rosadi (2011), regresi logistik merupakan salah satu model statistika yang dapat digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara sekumpulan variabel independen dengan suatu variabel dependen bertipe kategoris atau kualitatif. Kategori dari variabel dependen dapat terdiri atas dua kemungkinan nilai (dichotomous), seperti ya/tidak, sukses/gagal, dan lain-lain, atau lebih dari dua nilai (polychotomous), seperti sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju.
Menurut Firdaus, Harmini, dan Farid (2011), model regresi logistik merupakan suatu model untuk menerangkan peluang kejadian tertentu dari kategori variabel dependen menggunakan metode Maximum Likelihood Estimator
(44)
(MLE). Dalam analisis regresi logistik, pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori variabel dependen dilakukan melalui transformasi dari regresi linier ke logit. Formula transformasi logit adalah:
Logit(pi) = Log
Dengan pi adalah peluang munculnya kejadian kategori sukses dari variabel dependen untuk orang ke-i dan log adalah logaritma dengan basis bilangan e. Ilustrasikan proses transformasi logit disajikan pada Gambar 1.
pi Logit (Pi)
Logit transform
Predictor Preditor
Gambar 1. Transformasi Logit
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Alur kerangka operasional penelitian disajikan pada Gambar 2. Keberadaan industri peleburan besi dan baja dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yang dirasakan masyarakat sekitar kawasan industri adalah terbukanya lapangan kerja baru dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Tidak hanya dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat, tetapi masyarakat sekitar kawasan industri juga merasakan dampak negatif yang dapat menurunkan kualitas lingkungan karena asap yang dihasilkan industri. Masyarakat sekitar kawasan industri dapat mengalami gangguan saluran pernapasan apabila mereka menghirup udara tersebut dalam jangka waktu yang panjang. Pencemaran udara yang ditimbulkan industri akan berdampak pada lingkungan sekitar yang dapat diidentifikasi dengan melihat perubahan yang terjadi pada lingkungan serta dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat disekitar kawasan industri yang dapat menimbulkan penyakit.
(45)
Keterangan: adalah ruang lingkup penelitian
Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional Perkembangan Kawasan Industri
Industri Peleburan Besi dan Baja di Tangerang
Dampak Positif :
Lapangan Pekerjaan Baru dan Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
Dampak Negatif:
Penurunan Kualitas Lingkungan Sekitar Industri
Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja pada Masyarakat Sekitar Pencemaran Udara Nilai Ganti Rugi Mengestimasi Nilai Ganti Rugi yang Layak Akibat Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja
Willingness to Accept (WTA) Menganalisis Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Ganti Rugi yang Bersedia diterima Masyarakat: Model Regresi Berganda Dampak Lingkungan dan Kesehatan: Analisis Deskriptif dan Cost of
Illness. Peluang Pindah Menganalisis Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Masyarakat pindah: Model Regresi Logistik Faktor WTA
(46)
Industri peleburan besi dan baja juga memiliki dampak negatif yang dirasakan masyarakat sekitar kawasan industri. Pertama, pencemaran udara dapat berdampak pada lingkungan yang dapat dianalisis secara deskriptif. Pencemaran udara juga berdampak pada kesehatan, banyak anggota rumahtangga yang mengalami gangguan saluran pernapasan akibat pencemaran udara yang dihasilkan dari proses produksi industri. Pengukuran nilai kesehatan dapat dihitung menggunakan pendekatan cost of illness dari jumlah rumahtangga yang terkena penyakit dikali biaya pengobatan masyarakat per tahun. Kedua, besarnya dana ganti rugi yang bersedia diterima oleh masyarakat dengan menggunakan perhitungan Willingness to Accept (WTA). Ketiga, faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA sampel menggunakan model analisis regresi berganda. Keempat, faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk pindah dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja menggunakan model analisis regresi logistik.
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai besarnya nilai ganti rugi yang sesuai untuk rumahtangga Dusun Palahlar akibat pencemaran udara yang ditimbulkan industri peleburan besi dan baja. Dengan demikian, informasi tersebut dapat dijadikan saran bagi pihak-pihak terkait dalam memberikan ganti rugi yang sesuai untuk rumahtangga yang merasakan dampak dari pencemaran yang dilakukan industri tersebut.
3.3. Hipotesis Penelitian
1. Kegiatan industri peleburan besi dan baja di Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang menimbulkan pencemaran udara.
2. Pencemaran udara oleh industri menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan rumahtangga Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang.
3. Penurunan tingkat kesehatan rumahtangga sekitar industri diakibatkan rumahtangga menghirup udara yang tercemar limbah peleburan besi dan baja. 4. Rumahtangga Dusun Palahlar harus membeli alat seperti penutup hidung untuk
(47)
5. Kerugian yang dialami rumahtangga Dusun Palahlar akibat pencemaran udara dapat digunakan untuk menghitung nilai ganti rugi.
(48)
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Dusun Palahlar, Desa Budimulya, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Provisi Banten, Indonesia. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang merupakan lokasi terdekat dengan industri peleburan besi dan baja. Masyarakat yang bertempat tinggal di lokasi tersebut merasakan penurunan kualitas lingkungan berupa pencemaran udara akibat aktivitas industri di kawasan industri. Pengumpulan data lapang dilakukan selama dua bulan, dimulai pada bulan April 2013 hingga Mei 2013.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode wawancara kepada responden rumahtangga menggunakan kuesioner (Lampiran 1) dan metode observasi untuk mengetahui kualitas lingkungan setelah keberadaan industri peleburan besi dan baja di Dusun Palahlar. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi lingkungan, kesehatan masyarakat, besarnya nilai ganti rugi yang layak diterima masyarakat, faktor yang mempengaruhi nilai ganti rugi, dan keputusan masyarakat untuk pindah dari sekitar wilayah industri. Data penelitian dampak keberadaan industri peleburan besi dan baja terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat di Dusun Palahlar tahun 2013 disajikan pada Lampiran 2. Data sekunder dari Kantor Kelurahan Desa Budimulya di Dusun Cikupa dan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Tangerang.
4.3. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan secara sengaja dengan menemui rumahtangga di Dusun Palahlar, karena kerangka sampel rumahtangga tidak tersedia. Rumahtangga dikelompokkan berdasarkan strata tempat tinggal dengan
(49)
pertimbangan bahwa populasi rumahtangga memiliki keragaman dalam menerima dampak pencemaran udara akibat kegiatan industri peleburan besi dan baja yang diestimasi berbeda sesuai dengan jarak tempat tinggal dari industri. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 sampel rumahtangga yang tinggal di Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang.
Sampel dibagi menjadi tiga wilayah (strata), yaitu wilayah pertama yang memiliki jarak tempat tinggal nol sampai 200 meter dari industri, wilayah kedua yang memiliki jarak tempat tinggal lebih dari 200 sampai 500 meter dari industri, dan wilayah ketiga yang memiliki jarak tempat tinggal lebih dari 500 meter dari industri peleburan besi dan baja. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 20 rumahtangga pada masing-masing wilayah (Tabel 7).
Tabel 7. Alokasi Jumlah Sampel
Wilayah (strata) Jarak Tempat Tinggal terhadap Industri Jumlah Sampel
1 0 - 200 m 20
2 >200 - 500 m 20
3 >500 m 20
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Tabel 8. Metode Analisis Data Berdasarkan Tujuan Penelitian
No. Tujuan Penelitian Sumber Data Metode
1. Mengidentifikasi dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi dan baja terhadap lingkungan.
Data primer. Analisis
deskriptif.
2. Mengestimasi dampak pencemaran oleh kegiatan industri peleburan besi dan baja terhadap kesehatan masyarakat.
Data primer. Cost of illness.
3. Mengestimasi dampak pencemaran
oleh kegiatan industri peleburan besi dan baja terhadap nilai ganti rugi yang layak diterima oleh masyarakat.
Data primer. Willingness to
Accept (WTA).
4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai ganti rugi yang bersedia diterima masyarakat.
Data primer. Ordinary Least
Squares (OLS).
5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pindah dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja.
Data primer. Maximum
Likelihood Estimator (MLE).
(50)
Pada tabel 8 disajikan matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, dan metode. Data yang diperoleh, dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excell dan Statistical Analysis System/Econometric Time Series (SAS/ETS) version 9.1.
4.4.1. Identifikasi Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan
Dampak lingkungan yang diidentifikasi adalah penurunan kualitas lingkungan akibat pencemaran udara dan dianalisis secara deskriptif. Hal yang terlebih dahulu dilakukan adalah mengidentifikasi apa saja dampak yang dirasakan rumahtangga akibat sisa proses produksi yang dibuang ke udara sehingga berdampak pada rumahtangga sekitar industri. Informasi mengenai dampak lingkungan berdasarkan observasi di lapang dan persepsi (respon) rumahtangga sampel tentang: (1) kualitas udara, (2) kebersihan, (3) kenyamanan, dan (4) pengaruh terhadap kegiatan sehari-hari.
Penilaian kualitas udara sebelum dan setelah keberadaan industri peleburan besi dan baja berdasarkan respon rumahtangga terhadap kualitas udara: (a) kualitas udara sangat buruk dengan indikator: berdebu, panas, dan tidak segar saat bernafas, (b) kualitas udara buruk dengan indikator: berdebu, tidak panas, dan tidak segar saat bernafas, (c) kualitas udara biasa saja dengan indikator: berdebu, tidak panas, dan segar saat bernafas, (d) kualitas udara baik dengan indikator: tidak berdebu, panas, dan segar saat bernafas, dan (e) kualitas udara sangat baik dengan indikator: tidak berdebu, tidak panas, dan segar saat bernafas.
Penilaian kebersihan tempat tinggal sebelum dan setelah keberadaan industri peleburan besi dan baja berdasarkan observasi di lapang dan respon rumahtangga terhadap kebersihan tempat tinggal: (a) kebersihan tempat tinggal sangat kotor dengan indikator: atap rumah semakin berdebu, teras berdebu, dan jendela rumah berdebu, (b) kebersihan tempat tinggal kotor dengan indikator: atap rumah semakin berdebu, teras tidak berdebu, dan jendela rumah berdebu, (c) kebersihan tempat tinggal biasa saja dengan indikator: atap rumah semakin
(51)
berdebu, teras tidak berdebu, dan jendela rumah bersih, (d) kebersihan tempat tinggal bersih dengan indikator: atap rumah berdebu, teras berdebu, dan jendela rumah bersih, dan (e) kebersihan tempat tinggal sangat bersih dengan indikator: atap rumah berdebu, teras tidak berdebu, dan jendela rumah bersih.
Penilaian kenyamanan sebelum dan setelah keberadaan industri peleburan besi dan baja berdasarkan respon rumahtangga terhadap kenyamanan tinggal: (a) kenyamanan yang direspon sangat tidak nyaman dengan indikator: udara yang dihirup tidak segar dan kondisi lingkungan menjadi tidak aman, (b) kenyamanan yang direspon tidak nyaman dengan indikator: udara yang dihirup tidak segar dan kondisi lingkungan aman, (c) kenyamanan yang direspon nyaman dengan indikator: udara yang dihirup segar dan kondisi lingkungan tidak aman, dan (d) kenyamanan yang direspon sangat nyaman dengan indikator: udara yang dihirup segar dan kondisi lingkungan aman.
Penilaian pengaruh terhadap kegiatan sehari-hari sebelum dan setelah keberadaan industri peleburan besi dan baja berdasarkan respon rumahtangga terhadap pengaruh pada kegiatan sehari-hari: (a) pengaruh terhadap kegiatan sehari-hari sangat mengganggu dengan indikator: menjadi lebih sering menyapu, jemuran berdebu, dan anak menjadi tidak dapat bermain di luar rumah, (b) pengaruh terhadap kegiatan sehari-hari mengganggu dengan indikator: menjadi lebih sering menyapu, jemuran tidak berdebu, dan anak menjadi tidak dapat bermain di luar rumah, (c) pengaruh terhadap kegiatan sehari-hari biasa saja dengan indikator: menjadi lebih sering menyapu, jemuran tidak berdebu, dan anak tetap dapat bermain di luar rumah, (d) pengaruh terhadap kegiatan sehari-hari tidak mengganggu dengan indikator: menyapu seperti biasa, jemuran berdebu, dan anak tetap dapat bermain di luar rumah, dan (e) pengaruh terhadap kegiatan sehari-hari sangat tidak mengganggu dengan indikator: menyapu seperti biasa, jemuran tidak berdebu, dan anak tetap dapat bermain di luar rumah.
4.4.2. Penentuan Dampak Pencemaran oleh Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Kesehatan Masyarakat
Industri peleburan besi dan baja menimbulkan dampak pada kesehatan yang dihitung menggunakan cost of illness. Informasi yang dicari mengenai kesehatan anggota rumahtangga sebelum dan setelah adanya industri adalah: (1)
(52)
jenis penyakit, (2) tempat berobat, yaitu apakah berobat di rumah sakit, PUSKESMAS atau klinik, (3) waktu terkena penyakit, yaitu seberapa sering rumahtangga mengalami sakit tersebut dalam satu tahun, dan (4) biaya, yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan oleh rumahtangga untuk mengobati penyakit selama satu tahun. Data biaya kesehatan yang dikeluarkan untuk mengobati penyakit setelah keberadaan industri peleburan besi dan baja didapat dari menghitung jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh rumahtangga untuk mengobati penyakit dan dibandingkan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan rumahtangga sebelum industri berdiri.
4.4.3. Penentuan Nilai Willingness to Accept Sebagai Nilai Ganti Rugi Akibat Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja
Nilai WTA didapatkan melalui hasil wawancara secara langsung. Nilai WTA dapat diketahui melalui tahapan-tahapan sebagai berikut (Hanley dan Spash, 1993):
1. Membuat pasar hipotetik (setting up the hypothectical market) 2. Mendapatkan penawaran besarnya nilai WTA (obtaining bids)
3. Memperkirakan nilai rata-rata dan nilai tengah WTA (calculating average and mean WTA)
4. Memperkirakan kurva penawaran (estimating bid curve)
5. Mengagregasikan data (agregating data) untuk 288 rumahtangga populasi (data dari Kantor Kelurahan Dusun Cikupa, 2007)
6. Mengevaluasi penggunaan CVM (evaluating the CVM exercise)
Wawancara dilakukan kepada rumahtangga di Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang untuk mengetahui besarnya nilai WTA menggunakan kuesioner dengan metode open-ended question. Setelah diketahui seluruh nilai WTA rumahtangga di Dusun Palahlar kemudian dicari nilai WTA rata-rata sebagai pendekatan nilai ganti rugi yang dialami oleh rumahtangga sekitar industri peleburan besi dan baja.
(53)
4.4.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Ganti Rugi
Model regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Willingness to Accept (WTA) rumahtangga dengan metode Ordinary Least Squares (OLS). Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu tentang WTA, model regresi berganda yang digunakan adalah:
WTAi = + PDDKNi - PNDPTNi + LMTGi - JRSIi +
JTKi + DU1i + DU2i + BSHTi + U1i ... (01)
dimana:
WTAi = Nilai WTA (rupiah per tahun) = Konstanta
= Parameter, j=1,2,3,…..,8
PDDKNi = Tingkat pendidikan responden (1 = lama pendidikan kurang dan sama dengan 9 tahun; 0 = lainnya)
PNDPTNi = Tingkat pendapatan rumahtangga (rupiah per tahun) LMTGi = Lama tinggal responden (tahun)
JRSIi = Jarak tempat tinggal dari industri (meter) JTKi = Jumlah tanggungan keluarga (orang) DUi = Dummy umur responden
DU1i = Umur muda (1 = kurang dari 30 tahun; 0 = lainnya) DU2i = Umur menengah (1 = 30 sampai 50 tahun; 0 = lainnya)
BSHTi = Biaya kesehatan yang dikeluarkan rumahtangga untuk menanggulangi dampak dari industri peleburan besi
dan baja (rupiah per tahun) i = Sampel ke-i
1 = Variabel pengganggu
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis): , , , , , >0
, < 0
Variabel tingkat pendidikan diestimasi memberikan pengaruh positif terhadap besarnya nilai ganti rugi yang diinginkan responden. Hal ini karena responden yang berpendidikan tinggi akan menyadari bahwa seberapa besar kerugian yang ditanggung. Variabel umur muda, umur menengah, dan lama
(54)
tinggal diestimasi berpengaruh positif dengan responden yang menerima nilai ganti rugi. Hal ini disebabkan pencemaran disekitar kawasan industri peleburan besi dan baja membuat responden yang tinggal lebih lama merasa dirugikan. Kerugian ini timbul karena sebelum keberadaan industri dapat memanfaatkan sumberdaya yang tersedia tanpa adanya pencemaran, sehingga responden yang lebih lama tinggal menginginkan nilai ganti rugi yang lebih tinggi.
Variabel jumlah tanggungan terkait dengan banyaknya anggota keluarga yang harus menanggung dampak dari industri peleburan besi dan baja. Semakin tinggi jumlah tanggungan maka semakin tinggi pula nilai ganti rugi yang diinginkan. Tingginya tingkat pencemaran yang direspon, diestimasi juga berpengaruh positif terhadap nilai WTA. Semakin tinggi tingkat pencemaran yang direspon maka semakin tinggi nilai ganti rugi yang bersedia diterima.
Variabel besarnya biaya kesehatan yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak dari industri peleburan besi dan baja diestimasi berpengaruh positif. Semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak negatif maka nilai ganti rugi yang bersedia diterima akan semakin tinggi. Biaya yang dikeluarkan mencakup biaya pengobatan dan pencegahan penyakit yang diakibatkan dari dampak keberadaan industri peleburan besi dan baja.
Variabel tingkat pendapatan rumahtangga diestimasi berpengaruh negatif terhadap nilai WTA, semakin tinggi pendapatan rumahtangga maka rumahtangga tidak memperhatikan besarnya nilai ganti rugi karena telah merasa berkecukupan untuk menanggungnya sendiri. Variabel jarak tempat tinggal dari industri diestimasi berpengaruh negatif karena semakin dekat jarak tempat tinggal dari industri maka, akan semakin banyak dampak yang dirasakan sehingga nilai ganti rugi yang diinginkan lebih tinggi. Program komputer dan hasil estimasi model Willingness to Accept disajikan pada Lampiran 4 dan 5.
4.4.5. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan untuk Pindah
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk pindah dari sekitar wilayah industri peleburan besi dan baja menggunakan model regresi
(1)
Lampiran 6. Program Regresi Logistik Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Masyarakat Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan Baja Menggunakan Metode MLE dengan Software SAS/ETS versi 9.1
data REGLOG;
input Y PDDKN PNDPTN LMTG JRSI DSK1 DSK2 BSHT; cards;
0 1 26400 0 1 1 0 4952 0 1 26400 1 1 1 0 250 1 0 30000 1 1 1 0 400 0 1 26400 1 1 1 0 1400 0 1 26400 1 1 0 1 4350 0 1 4800 1 1 1 0 320 0 1 36000 1 1 0 1 60 0 1 7200 0 1 0 1 800 0 1 31300 1 1 1 0 6480 0 1 6300 0 1 1 0 100 0 1 7200 0 1 0 1 200 0 1 26400 1 1 0 0 112 1 0 76800 0 1 1 0 1000 1 1 26400 1 1 0 1 350 0 1 4800 0 1 1 0 150 1 1 45600 1 1 1 0 39 1 0 62400 1 1 1 0 400 0 1 16800 0 1 0 1 54 0 1 22800 0 1 0 1 20 1 1 26400 1 1 0 1 30 0 1 26400 1 0 1 0 160 0 1 12000 0 0 1 0 0 0 1 34800 1 0 0 1 238 0 1 40800 0 0 0 1 1020 0 0 264000 1 0 1 0 0 0 1 18920 0 0 0 1 54 1 1 31200 1 0 1 0 860 0 1 62400 0 0 1 0 300 1 0 32400 0 0 0 1 2700 0 1 2600 0 0 1 0 800 0 1 20400 1 0 0 1 120 0 1 96200 1 0 0 1 124 0 1 27900 0 0 0 1 1800 1 0 30900 1 0 1 0 0 0 1 21000 0 0 0 1 0 0 1 20400 0 0 1 0 180 0 1 26400 1 0 1 0 0 0 1 33600 1 0 0 1 0 0 0 54000 1 0 1 0 600 0 0 37200 1 0 1 0 1440 0 1 26880 0 0 1 0 1780 0 1 1920 1 0 1 0 450 0 1 25920 0 0 1 0 3960 0 1 16500 0 0 1 0 525 0 1 26400 1 0 1 0 372
(2)
Lampiran 6. Lanjutan
0 1 51600 1 0 0 1 270 0 1 60000 1 0 1 0 200 0 1 24000 0 0 0 1 0 0 0 136800 1 0 1 0 0 1 0 32400 1 0 1 0 0 0 1 24000 1 0 0 1 150 0 1 25200 0 0 1 0 0 0 1 108000 1 0 0 0 0 0 1 24000 1 0 1 0 0 0 1 26400 1 0 1 0 0 0 1 26400 0 0 0 1 0 0 1 26400 0 0 0 1 0 0 1 72000 0 0 1 0 0 1 0 25200 0 0 0 1 510 ;
Proc logistic data=REGLOG;
model Y =PDDKN PNDPTN LMTG JRSI DSK1 DSK2 BSHT/ CTABLE PPROB=(0 TO 1 BY .15)
LACKFIT RISKLIMITS; run;
(3)
Lampiran 7. Hasil Regresi Logistik Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Masyarakat Pindah dari Sekitar Wilayah Industri Peleburan Besi dan Baja Menggunakan Metode MLE dengan Software SAS/ETS versi 9.1
The LOGISTIC Procedure
Model Information
Data Set WORK.REGLOG
Response Variable Y Number of Response Levels 2
Model binary logit Optimization Technique Fisher's scoring
Number of Observations Read 60 Number of Observations Used 60
Response Profile
Ordered Total Value Y Frequency
1 0 49
2 1 11
Probability modeled is Y=0.
Model Fit Statistics
Intercept
Intercept and
Criterion Only Covariates
AIC 59.169 46.266
SC 61.264 63.021
‐2 Log L 57.169 30.266
The LOGISTIC Procedure
Testing Global Null Hypothesis: BETA=0
Test Chi‐Square DF Pr>ChiSq
Likelihood Ratio 26.9033 7 0.0003 Score 26.0256 7 0.0005
Wald 11.3528 7 0.1240
(4)
Lampiran 7. Lanjutan
Analysis of Maximum Likelihood Estimates
Standard Wald
Parameter DF Estimate Error Chi‐Square Pr>ChiSq
Intercept 1 8.9322 206.6 0.0019 0.48275 PDDKN 1 5.2435 1.5751 11.0819 0.00045 PNDPTN 1 0.000023 0.000019 1.5416 0.10720
LMTG 1 ‐1.6157 1.1362 2.0221 0.07750
JRSI 1 ‐2.5387 1.2414 4.1824 0.02040
DSK1 1 ‐9.3977 206.6 0.0021 0.48185
DSK2 1 ‐10.6475 206.6 0.0027 0.47945
BSHT 1 0.000383 0.000471 0.6620 0.20790
Odds Ratio Estimates
Point 95% Wald
Effect Estimate Confidence Limits
PDDKN 189.323 8.639 >999.999 PNDPTN 1.000 1.000 1.000
LMTG 0.199 0.021 1.843
JRSI 0.079 0.007 0.900
DSK1 <0.001 <0.001 >999.999 DSK2 <0.001 <0.001 >999.999
BSHT 1.000 0.999 1.001
Partition for the Hosmer and Lemeshow Test
Y = 0 Y = 1
Group Total Observed Expected Observed Expected
1 6 0 1.06 6 4.94
2 6 3 2.79 3 3.21
3 6 6 4.63 0 1.37
4 6 5 5.19 1 0.81
5 6 6 5.65 0 0.35
6 6 6 5.87 0 0.13
7 6 6 5.90 0 0.10
8 6 5 5.94 1 0.06
9 6 6 5.97 0 0.03
10 6 6 5.99 0 0.01
Hosmer and Lemeshow Goodness‐of‐Fit Test
Chi‐Square DF Pr>ChiSq
17.8073 8 0.0227
(5)
Lampiran 7. Lanjutan
Classification Table
Correct Incorrect Percentages
Prob Non‐ Non‐ Sensi‐ Speci‐ False False
Level Event Event Event Event Correct tivity ficity POS NEG
0.000 49 0 11 0 81.7 100.0 0.0 18.3 . 0.150 48 2 9 1 83.3 98.0 18.2 15.8 33.3 0.300 46 4 7 3 83.3 93.9 36.4 13.2 42.9 0.450 44 5 6 5 81.7 89.8 45.5 12.0 50.0 0.600 43 6 5 6 81.7 87.8 54.5 10.4 50.0 0.750 41 8 3 8 81.7 83.7 72.7 6.8 50.0 0.900 36 9 2 13 75.0 73.5 81.8 5.3 59.1
(6)