Evaluasi Model METODE PENELITIAN

42 MSE = Mean of squares due to error. Pada dasarnya nilai F diturunkan dari tabel ANOVA analysis of variance. Ingat bahwa TSS = SSR + SSE, artinya Total Sum of Square TSS bersumber dari variasi regresi SSR dan variasi kesalahan SSE, yang dibagi dengan derajat kebebasannya masing-masing. Cara melakukan uji F adalah dengan cara sebagai berikut: a. Quick look: bila nilai F lebih besar daripada empat maka yang menyatakan = = .... = = 0 dapat ditolak pada derajat kepercayaan 15 persen. Dengan kata lain, kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen. b. Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel: bila nilai F hasil perhitungan lebih besar daripada nilai F menurut tabel maka hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen. 5. Uji-t Menurut Kuncoro 2003, uji-t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hipotesis nol yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter sama dengan nol, atau: : = 0 Artinya, apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya , parameter suatu variabel tidak sama dengan nol, atau: : Artinya, variabel independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan uji-t. Uji-t dihitung dari formula sebagai berikut: t = - 0S = S 43 dimana S = Deviasi standar, yang dihitung dari akar varians. Varians, atau , diperoleh dari SSE dibagi dengan jumlah derajat kebebasan degree of freedom . Dengan kata lain: = dimana: n = Jumlah sampel; k = Jumlah parameter dalam model, termasuk intersep. Cara melakukan uji-t adalah dengan cara sebagai berikut: a. Quick look: bila jumlah degree of freedom adalah 20 atau lebih, dan derajat kepercayaan sebesar lima persen, maka yang menyatakan = 0 dapat ditolak bila nilai t lebih besar dari dua dalam nilai absolut. Dengan kata lain, kita menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen. b. Membandingkan nilai uji-t dengan titik kritis menurut tabel: apabila nilai t hasil perhitungan lebih tinggi dibanding nilai t tabel, kita menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen. 6. Uji terhadap Kolinear Ganda Multicollinearity Menurut Gujarati 1978, multikolinieritas berhubungan dengan situasi dimana ada hubungan linier baik yang pasti atau mendekati pasti diantara variabel independen. Konsekuensi dari multikolinieritas adalah apabila ada kolinieritas sempurna diantara independen, koefisien regresinya tak tertentu dan kesalahan standarnya tak terhingga. Jika kolinieritasnya tinggi tapi tidak sempurna, penaksiran koefisien regresi adalah mungkin, tetapi kesalahan standarnya cenderung untuk besar. Menurut Firdaus 2004, hal-hal utama yang sering menyebabkan terjadinya multikolonieritas ganda adalah: 1 kesalahan teoritis dalam pembentukan model fungsi regresi yang dipergunakan dan 2 terlampau kecilnya jumlah pengamatan yang akan dianalisis dengan model regresi. Ada tidaknya kolinieritas ganda dapat diketahui dengan melihat ciri-ciri sebagai berikut: 44 a. Kolinieritas sering dapat diestimasi jika cukup tinggi antara 0.7-1 dan jika koefisien korelasi sederhana juga tinggi, tetapi tak satupun atau sedikit sekali koefisien regresi parsial yang signifikan secara individu. Di pihak lain, uji F menolak yang mengatakan bahwa secara simultan seluruh koefisien regresi parsial nilainya nol. b. Meskipun koefisien korelasi sederhana nilainya tinggi sehingga timbul estimasi bahwa terjadi kolinieritas ganda, tetapi hal ini belum tentu berlaku. c. Untuk mengetahui ada tidaknya kolinieritas ganda dalam suatu model regresi linier berganda, kita disarankan tidak hanya melihat koefisien korelasi, tetapi juga koefisien korelasi parsial. Menurut Gujarati 1978, tindakan untuk memperbaiki multikolinieritas adalah: 1 menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya, 2 mengkombinasikan data cross-sectional dan data deretan-waktu, 3 meninggalkan variabel yang sangat berkolerasi, 4 mentransformasikan data, dan 5 mendapatkan tambahan atau data baru. 7. Uji Heteroskedastisitas Menurut Firdaus 2004, asumsi pada suatu fungsi regresi adalah apabila variasi dari faktor pengganggu selalu sama pada data pengamatan yang satu ke data pengamatan yang lain. Jika ciri ini dipenuhi, berarti variasi faktor pengganggu pada kelompok data tersebut bersifat homoskedastik. Jika asumsi itu tidak dapat dipenuhi maka dapat dikatakan terjadi penyimpangan. Penyimpangan terhadap faktor pengganggu sedemikian itu disebut heteroskedastisitas. Menurut Gujarati 1978, heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketidakbiasan dan konsistensi dari penaksir OLS. Tetapi penaksir ini tidak lagi mempunyai varians minimum atau efisien. Menurut Firdaus 2004, keadaan heteroskedastisitas dapat terjadi karena beberapa sebab, antara lain: a. Sifat variabel yang diikutsertakan ke dalam model. b. Sifat data yang digunakan dalam analisis. Pada penelitian dengan menggunakan data runtut waktu, kemungkinan asumsi itu mungkin benar. Data itu pada umumnya mengalami perubahan yang relatif sama dan 45 proporsional, baik yang menyangkut data variabel independen maupun variabel dependen. Tetapi, pada penelitian dengan menggunakan data seksi silang, kemungkinan asumsi ini benar adalah lebih kecil. Hal ini disebabkan data itu umumnya tidak mempunyai tingkatan yang samasebanding. Keadaaan heteroskedastisitas akan mengakibatkan hal-hal berikut: a. Pengestimasian OLS yang diperoleh tetap memenuhi persyaratan tidak bias. b. Varian yang diperoleh menjadi tidak efisien, artinya cenderung membesar sehingga tidak lagi merupakan varian yang terkecil. Kecenderungan semakin membesarnya varian tersebut akan mengakibatkan uji hipotesis yang dilakukan juga tidak akan memberikan hasil yang tidak baik tidak valid. Pada uji-t terhadap koefisien regresi, t-hitung diestimasi terlalu rendah. Kesimpulan tersebut akan semakin jelek jika sampel pengamatan semakin kecil jumlahnya, dengan demikian model perlu diperbaiki dulu agar pengaruh dari heteroskedastisitas hilang. 8. Uji Normalitas Menurut Firdaus 2004, ada beberapa alasan mengenai asumsi kenormalan, yaitu sebagai berikut: a. Variabel pengganggu U i merupakan variabel yang disebabkan adanya variabel-variabel yang mempengaruhi Y tetapi tidak dimasukkan ke dalam model regresi. Diharapkan bahwa variabel-variabel yang tidak dimasukkan dalam model regresi tersebut kecil dan tidak bersifat acak. b. Teori batas memusat juga menyebutkan bahwa meskipun banyaknya variabel tidak terlalu besar dan tidak secara penuh independen, jumlahnya masih bisa didistribusi secara normal. c. Dengan asumsi kenormalan, distribusi probabilitas pengestimasian yang diperoleh dengan metode OLS dengan mudah dapat diturunkan, sebab merupakan sifat yang dimiliki distribusi normal bahwa setiap fungsi linear dari variabel-variabel yang didistribusikan secara normal dengan sendirinya didistribusikan secara normal pula. 46 d. Distribusi secara normal adalah distribusi yang relatif secara sederhana, yang hanya melibatkan rata-rata dan varian, dan sifat teoritisnya telah dipelajari secara luas dalam statistik matematik. 9. Elastisitas Nilai elastisitas merupakan respon tingkat kepekaan suatu variabel dependen terhadap perubahan yang terjadi pada variabel independen. Rumus elastisitas dari suatu persamaan adalah: = dimana : = Elastisitas variabel dependen Y terhadap variabel independen X = Nilai rata-rata variabel independen ke-i i = Nilai rata-rata variabel dependen Y = Parameter estimasi variabel independen ke-i Jika lebih besar dari satu berarti variabel dependen Y elastis terhadap perubahan variabel berarti jika lebih kecil dari satu variabel dependen Y inelastis terhadap perubahan variabel independen . 47

V. KARAKTERISTIK RESPONDEN

Jenis kelamin responden dibagi dua yaitu laki-laki dan perempuan, pada wilayah pertama memiliki jarak kurang dari sama dengan 200 meter terdapat dua responden laki-laki 10 persen dan 18 responden perempuan 90 persen. Pada wilayah kedua responden laki-laki sebanyak enam orang 30 persen dan responden perempuan sebanyak 14 orang 70 persen. Sedangkan pada wilayah ketiga responden laki-laki sebanyak lima orang 25 persen dan responden perempuan sebanyak 15 orang 75 persen. Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan karena perempuan lebih sering berada dirumah setiap harinya sehingga mengetahui dengan jelas keberadaan lingkungan tempat tinggal sebelum dan setelah keberadaan industri. Umur responden di Dusun Palahlar dibagi berdasarkan umur produktif dan umur tidak produktif. Umur produktif berada pada selang umur antara 20 sampai 50 tahun sedangkan umur tidak produktif diatas 50 tahun. Umur responden pada wilayah pertama masing-masing sebanyak delapan responden 40 persen berada pada selang umur 20 sampai 35 tahun dan 36 sampai 50 tahun. Pada wilayah kedua sebanyak 10 responden 50 persen berada pada selang umur 20 sampai 35 tahun dan pada wilayah ketiga sebanyak 10 responden 50 persen berada pada selang umur 36 sampai 50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa responden Dusun Palahlar berada pada umur produktif, rata-rata respondennya memiliki anak kecil yang mudah terserang penyakit karena memiliki daya tahan tubuh yang rendah akibat seringnya menghirup polusi udara yang ditimbulkan oleh industri peleburan besi dan baja sehingga menginginkan nilai ganti rugi yang besar. Jumlah tanggungan keluarga dibagi berdasarkan Keluarga Berencana KB yaitu memiliki anak dengan jumlah dua orang. Pengelompokkan jumlah tanggungan keluarga yaitu satu sampai tiga orang, empat sampai lima orang, dan lebih besar dari lima orang. Jumlah tanggungan keluarga pada wilayah pertama sebanyak 12 rumahtangga 60 persen memiliki jumlah tanggungan sebanyak empat sampai lima orang. Pada wilayah kedua sebanyak sembilan rumahtangga 45 persen memiliki jumlah tanggungan satu sampai tiga orang dan sebanyak 7 48 rumahtangga 35 persen memiliki jumlah tanggungan lebih dari lima orang. Sedangkan pada wilayah ketiga sebanyak 13 rumahtangga 65 persen memiliki jumlah tanggungan empat sampai lima orang. Hal ini dapat dilihat bahwa jumlah tanggungan keluarga Dusun Palahlar banyak atau tidak mengikuti program keluarga berencana sehingga responden menginginkan nilai ganti rugi yang besar. Karakteristik responden Dusun Palahlar berdasarkan jenis kelamin, umur, dan jumlah tanggungan keluarga Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, dan Jumlah Tanggungan Keluarga di Dusun Palahlar Tahun 2013 Karakteristik Wilayah 1 Wilayah 2 Wilayah 3 Jumlah Jumlah Jumlah Jenis Kelamin Laki-laki 2 10 6 30 5 25 Perempuan 18 90 14 70 15 75 Jumlah 20 100 20 100 20 100 Umur tahun 20-35 8 40 10 50 7 35 36-50 8 40 5 25 10 50 50 4 20 5 25 3 15 Jumlah 20 100 20 100 20 100 Jumlah Tanggungan Keluarga orang 1-3 4 20 9 45 4 20 4-5 12 60 4 20 13 65 5 4 20 7 35 3 15 Jumlah 20 100 20 100 20 100 Tingkat pendidikan formal diklasifikasikan berdasarkan tidak bersekolah, pendidikan formal tidak tamat, dan pendidikan formal tamat. Pendidikan formal dikelompokkan berdasarkan tidak bersekolah, SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Pada wilayah pertama sebanyak dua responden 50 persen tidak bersekolah dan tidak tamat menyelesaikan sekolah dasar. Pada wilayah kedua dan ketiga sebanyak satu responden 25 persen tidak bersekolah dan sebanyak tiga responden 75 responden tidak tamat menyelesaikan sekolah dasar. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya perekonomian masyarakat Dusun Palahlar karena masyarakat tidak dapat bersekolah dan harus putus sekolah. Sehingga responden menginginkan nilai ganti rugi yang besar untuk memenuhi kebutuhan sehari- harinya dan tidak ingin pindah ke lokasi yang lebih baik karena pengetahuan responden yang kurang. Pendidikan formal tamat pada wilayah pertama sebanyak delapan responden 50 persen menyelesaikan pendidikan SD, pada wilayah kedua sebanyak enam responden 37 persen menyelesaikan pendidikan formal SD, dan 49 pada wilayah ketiga sebanyak 10 responden 62 persen menyelesaikan pendidikan formal SD. Hal ini menunjukkan bahwa tingkan pendidikan formal responden Dusun Palahlar masih sangat rendah dan pola berpikir responden tidak dalam jangka panjang sehingga responden lebih memilih untuk tetap tinggal di Dusun Palahlar tanpa memikirkan resiko kedepannya. Jenis pekerjaan kepala keluarga Dusun Palahlar bermacam-macam, sebagian besar bekerja sebagai buruh pabrik karena Dusun Palahlar terletak pada pusat industri. Jenis pekerjaan kepala keluarga Dusun Palahlar pada wilayah Tabel 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal Tidak Tamat, Pendidikan Formal Tamat, Pekerjaan, dan Pendapatan di Dusun Palahlar Tahun 2013 Karakteristik Wilayah 1 Wilayah 2 Wilayah 3 Jumlah Jumlah Jumlah Pendidikan Formal Tidak Tamat Tidak sekolah 2 50 1 25 1 25 Tidak tamat SD 2 50 3 75 3 75 Jumlah 4 100 4 100 4 100 Pendidikan Formal Tamat SD 8 50 6 37 10 62 SMP 5 31 5 31 3 19 SMA 1 6 3 19 3 19 Perguruan tinggi 2 13 2 13 - - Jumlah 16 100 16 100 16 100 Pekerjaan Buruh 3 15 3 15 - - PLN - - - - 1 5 PNS 1 1 5 - - Buruh Pabrik 11 55 10 50 9 45 Pegawai Swasta 3 15 3 15 2 10 Pensiunan 1 5 - - 1 5 Wiraswasta 1 5 3 15 7 35 Jumlah 20 100 20 100 20 100 Pendapatan Rptahun ≤26 400 000 14 70 9 45 12 60 26 400 001 - 52800 000 4 20 8 40 3 15 52 800 001 - 79 200 000 2 10 2 10 2 10 79 200 001 - 105 600 000 - - 1 5 1 5 105 600 000 - - - - 2 10 Jumlah 20 100 20 100 20 100