Oleh karenanya hak-hak yang dimiliki oleh pemegang efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan yang bersifat ekuitas equity security ini untuk
mendapatkan pelunasan piutangnya dari benda-benda tak bergerak yang menjadi objek hak tanggungan merupakan hak-hak bersama yang terikat dari pemegang efek beragun aset yang
pelaksanaan atau pemenuhan hak tersebut hanya dapat dilakukan oleh pihak yang dalam hal ini bertindak sebagai pengurus persekutuan perdata reksa dana, yakni manajer investasi.
D. Penyesuaian Hukum Nasional Terhadap Konsep Pembiayaan Sekuder Perumahan di Indonesia.
Peraturan perundang-undangan mengenai pasar modal di Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal pada dasarnya mirip atau sama
dengan peraturan perundang-undangan Pasar Modal Amerika Serikat.
378
Trust adalah suatu lembaga yang sangat populer dan khas dalam hukum Inggris Common Law. Pada pokoknya dalam apa yang dinamakan beneficiary. Orang yang
Peraturan perundang-undangan Amerika Serikat dibangun dengan menggunakan sistem hukum
common law, sedangkan peraturan perundang-undangan di Indonesia dibangun dengan menggunakan sistem hukum civil law. Tentu ketika peraturan perundang-undangan pasar
modal di Indonesia meniru peraturan perundang-undangan pasar modal Amerika Serikat tentu akan menghadapi masalah-masalah yang terkait perbedaan sistem hukum tersebut.
Salah satu masalah tersebut adalah adanya lembaga hukum yang dianut di dalam peraturan perundang-undangan tentang pasar modal di Indonesia yang sebenarnya tidak dikenal di
dalam sistem hukum Civil Law. Hal tersebut karena lembaga tersebut dibangun dengan menggunakan equity, yakni lembaga trust.
378
Bismar Nasution, 2001, Op.cit hal 20.
Universitas Sumatera Utara
mempercayakan kekayaan itu dinamakan trustor dan yang dipercayai dinamakan trustee.
379
Dalam halnya diadakan dengan satu persetujuan atau perjanjian, ia ada sedikit mirip dengan apa yang dalam KUHPerdata dinamakan perjanjian dengan janji untuk pihak ketiga
derdenbeding menurut Pasal 1317 KUHPerdata.
380
Lembaga trust dalam pasar modal dapat dilihat dari hubungan antara manajer investasi sebagai pihak pengurus trustee dari kepemilikan atas piutang-piutang yang
dijadikan dasar pada penerbitan efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan dengan piutang-piutang yang dijadikan dasar pada penerbitan efek tersebut. Dalam hal ini
terjadi terjadi dualitas kepemilikan terhadap piutang-piutang yang dijadikan dasar penerbitan efek beragun aset, yakni kepemilikan secara hukum legal ownership dan kepemilikan
secara equity beneficial ownershipequitable ownership Pasal 1317 KUHPerdata menyebutkan
bahwa “ Dapat pula diadakan perjanjian untuk kepentingan orang ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung syarat
semacam itu. Siapa pun yang telah menentukan suatu syarat tidak boleh menariknya kembali, jika pihak ketiga telah menyatakan akan mempergunakan syarat itu ”.
381
379
Subekti, 1996, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya Paramitha, Hal 41
380
Ibid, Hal 42
381
Maurizio Lupoi, “The Civil Law Trusts”, Vanderbilt Journal of Transnational Law [Vol. 32 : 1999], hlm. 5
. Permasalahan muncul ketika ternyata sistem hukum Indonesia tidak mengenal dualitas kepemilikan tersebut. Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya bahwa hubungan kepemilikan atas suatu benda merupakan suatu hak milik atas suatu benda tersebut. Menurut ketentuan Pasal 570 KUHPerdata
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya,
asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu tidak
Universitas Sumatera Utara
mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan.
Dalam penerbitan efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan pihak yang menjadi legal owner dalam hal ini adalah manajer investasi, sedangkan yang menjadi
beneficiary owner adalah para investor yakni para pemegangpembeli efek beragun aset tersebut. Dalam hal ini muncul permasalahan yakni dalam rangka pembiayaan sekunder
perumahan tersebut atas nama siapakahsiapakah yang menjadi pemilik sebagaimana dimaksud pada Pasal 570 KUHPerdata dari piutang-piutang yang dijadikan dasar penerbitan
efek beragun aset underlying asset tersebut. Hal ini menjadi penting mengingat bahwa nama pemilik piutang tersebut akan menentukan nama pemilik dari pada hak tanggungan
tersebut. Karena dalam hal pendaftaran tanah , hak tanggungan dan peralihannya tersebut wajib untuk didaftarkan kepada Badan Pertanahan Nasional
382
Permasalahan juga muncul ketika ternyata bahwa persekutuan perdata yang menandakan kepemilikan bersama atas piutang-piutang yang dijadikan dasar penerbitan efek
beragun aset underlying asset bukanlah badan hukum, oleh karenanya tidak dapat diperlakukan sebagai subjek hukum, dengan demikian jelaslah bahwa persekutuan perdata
tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pemegang atau pemilik atas piutang-piutang yang dijadikan dasar bagi penerbitan efek beragun aset underlying asset dan tidak dapat pula
dijadikan sebagai pemilik dari pada hak tanggungan yang melekat pada piutang-piutang tersebut.
dan tentunya dalam hal pendaftaran tanah harus jelas nama orang yang haknya tersebut didaftarkan pada Badan
Pertanahan Nasional.
383
382
Pasal 13 jo Pasal 16 ayat 2 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
383
Pasal 9 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan menyebutkan “pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. ”
Akan tetapi bila kemudian ternyata manajer investasi yang dijadikan sebagai pemilik dari piutang-piutang yang dijadikan sebagai dasar penerbitan efek beragun
Universitas Sumatera Utara
underlying asset tersebut di depan hukum maka tentu tidak ada suatu pemisahan kekayaan antara piutang-piutang tersebut dengan harta kekayaan dari manajer investasi sendiri,
sehingga hal ini tentu akan merugikan pihak investor, karena dengan demikian harta kekayaan manajer investasi akan menjadi harta kekayaan jaminan haftung dari seluruh
perikatan schuld manajer investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1131 KUHPerdata. Permasalahan yang telah diuraikan tersebut terjadi tidak hanya mengenai efek
beragun aset yang bersifat ekuitas saja equity security tetapi terjadi juga mengenai efek beragun aset yang bersifat utang debt security, hal ini terjadi karena adanya ketidakjelasan
pengaturan mengenai Special Purpose Vehicle SPV. Telah disebutkan sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan SPV adalah suatu perusahaan yang dalam hal ini didirikan khusus
untuk penerbitan efek beragun aset, sehingga nantinya SPV tersebut bertindak sebagai Issuer, yakni pihak yang akan membeli piutang-piutang yang dijadikan dasar penerbitan efek
beragun aset underlyig asset dan pihak yang akan menerbitkan efek beragun aset. SPV dalam hal penerbitan efek beragun aset ini dalam sistem hukum civil law dikonstruksikan
sebagai suatu badan hukum sehingga dapat bertindak sebagai badan hukum. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 1 angka 15 Perpres No 19 Tahun 2005
tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan yang menyebutkan Special Purpose Vehicle adalah perseroan terbatas yang ditunjuk oleh lembaga keuangan yang melaksanakan kegiatan
pembiayaan sekunder perumahan yang khusus didirikan untuk membeli aset keuangan dan sekaligus menerbitkan efek beragun aset ”. Dari ketentuan Peraturan Presiden tersebut
jelaslah bahwa SPV dikonstruksikan sebagai suatu badan hukum berupa Perseroan Terbatas.
384
384
Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan “Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”
SPV dalam rangka penerbitan efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan tersebut dikonstruksikan sebagai suatu badan hukum karena agar SPV tersebut
Universitas Sumatera Utara
dapat bertindak sebagai suatu subjek hukum dengan demikian SPV dapat diposisikan sebagai pemilik dari pada piutang-piutang yang dijadikan dasar bagi penerbitan efek beragun aset dan
hak-hak tanggungan yang melekat pada piutang tersebut, sehingga konsep SPV tersebut menjadi sesuai dengan sistem hukum di Indonesia.
Peraturan perundang-undangan Indonesia mengenai pembiayaan sekunder perumahan dalam hal ini tidak sinkron antara satu peraturan perundang-undangan dengan peraturan
perundang-undangan lainnya mengenai pengaturan terhadap SPV tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan
yang mekonstruksikan SPV sebagai suatu Badan Hukum berupa Perseroan Terbatas PT
385
Kontrak Investasi Kolektif dianggap sebagai bentuk hukum SPV yang paling cocok, karena bentuk hukum ini lebih fleksibel atau luwes serta dibuat berdasarkan asas kebebasan
berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. SPV juga tidak seperti bentuk hukum PT yang mempunyai organ-organ yang terdiri atas Komisaris, Direksi dan
Rapat Umum Pemegang Saham. Di samping itu biasanya PT dibentuk untuk melakukan kegiatan bisnis seperti memproduksi atau menjual produk-produk tertentu, sedangkan Special
sedangkan menurut Peraturan Bapepam Nomor IX.K.1 Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-28PM2003 tanggal 21 Juli 2003 mengenai Pedoman Kontrak Investasi Kolektif
Efek Beragun Aset Asset Backed securities ditentukan bahwa bentuk SPV adalah Kontrak Investasi Kolektif antara Manajer Investasi dan Bank Custodian yang mengikat pemegang
Unit Penyertaan dimana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Custodian diberi wewenang untuk melaksanakan Penitipan
Kolektif.
385
Pasal 1 angka 15 Perpres No.19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan
Universitas Sumatera Utara
Purpose Vehicle dalam Efek Beragun Aset tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan bisnis.
386
Penyesuaian hukum nasional tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni yang pertama adalah dengan membuat konsep badan hukum yang lebih sederhana dan berbiaya
ringan dalam pembentukannya dan yang kedua merumuskan secara jelas mengenai konsep legal mandatory. Badan hukum dalam sistem hukum Indonesia terdiri dari empat yakni
antara lain adalah Perkumpulan, Mengkonstruksikan SPV sebagai suatu bentuk kontrak atau perjanjian, pada dasarnya
akan menyebabkan bahwa suatu SPV tersebut akan memiliki sifat yang sama dengan SPV yang dikonstruksikan sebagai suatu lembaga trust. Hal tersebut karena SPV yang
dikonstruksikan sebagai suatu kontrak dan SPV yang dikonstruksikan sebagai suatu lembaga trust dalam hal ini sama-sama tidak dapat dijadikan sebagai subjek hukum dalam sistem
hukum Indonesia. Dalam hal ini ketika SPV tidak dapat bertindak sebagai subjek hukum maka tentu saja SPV tidak dapat dikonstruksikan sebagai pemilik dari piutang-piutang yang
dijadikan dasar bagi penerbitan efek beragun aset underlying asset tersebut. Hal ini tentu akan menimbulkan suatu ketidakpastian hukum yang pada akhirnya akan merugikan pihak
investor yang dalam hal ini adalah pemegangpembeli efek beragun aset. Oleh karena itu perlu dilakukan penyesuaian hukum nasional terhadap konsep sekuritisasi aset pada
pembiayaan sekunder perumahan.
387
Yayasan,
388
Koperasi
389
dan Perseroan Terbatas
390
386
Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset, Loc.cit, hal 13
387
Dalam perkumpulan ini beberapa orang yang hendak mencapai suatu tujuan dalam bidang non- ekonomis tidak untuk mencari keuntungan bersepakat mengadakan suatu kerja sama yang bentuk dan
caranya diletakkan dalam apa yang dinamakan “anggara dasar” atau “reglemen” atau “statuten. ” ; Subekti,1995, Op.cit, hal 89
388
Pasal 1 angka 1 UU no 16 Tahun 2001 tentang Yayasan menyebutkan “Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang
sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
389
Pasal 1 angka 1 UU No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian menyebutkan “Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi dengan pemisahan kekayaan para
anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.”
.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya badan hukum yang ditujukan untuk dijadikan sebagai sarana dalam melakukan kegiatan ekonomi atau kegiatan yang sifatnya komersil dan mencari keuntungan
adalah Koperasi dan Perseroan Terbatas. Dengan demikian jika menurut sifat dari pada penerbitan efek beragun aset yang juga bersifat ekonomis dan komersi, maka tentunya SPV
yang dikonstruksikan sebagai hanya dapat berbentuk Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 15 Perpres No.19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder
Perumahan. Akan tetapi kemudian timbul permasalahan dalam hal ini bahwa struktur dari pada Perseroan Terbatas dirasa terlalu rumit, tidak fleksibel, dan biaya yang cukup tinggi
untuk diterapkan sebagai SPV karena dalam Perseroan Terbatas diwajibkan adanya Direksi sebagai organ pengurusnya dan adanya ketentuan mengenai modal dasar yang cukup besar
serta proses pendirian yang cukup panjang, sehingga jika model Perseroan Terbatas ini yang digunakan untuk dijadikan sebagai SPV tentunya tidak efektif dan efisien.
Tidak efektif dan efisiennya penggunaan struktur Perseroan Terbatas sebagai SPV terjadi karena memang Perseroan Terbatas yang diatur menurut UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas pada waktu pembentukan undang-undanganya tidak dimaksudkan sebagai sarana untuk melakukan kegiatan pembiayaan sebagaimana kegiatan penerbitan efek
beragun aset ini, akan tetapi Perseroan Terbatas dikonstruksikan sebagai suatu sarana untuk melakukan kegiatan usaha yang secara terus menerus sehingga pada akhirnya dapat
menunjang iklim usaha di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada konsideran UU No. 40 Tahun 2007 butir b yang menyebutkan “bahwa dalam rangka lebih meningkatkan
pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa mendatang,
390
Pasal 1 angka 1 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan “Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”
Universitas Sumatera Utara
perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif.”
Oleh karenanya di dalam Hukum Indonesia perlu dibuat suatu undang-undang yang mengatur secara khusus mengenai SPV ini yang nantinya dikonstruksikan sebagai suatu
badan hukum, yang antara lain mempunyai ciri sebagai berikut : 1.
Adanya pemisahan yang tegas antara kekayaan organ pengurus dan pendiri dengan kekayaan SPV
2. Sifat Mobilitas atas Efek Beragun Aset
3. Prinsip pengurusan melalui suatu organ Manajer Investasi dan Bank Custodian
4. Adanya kewenangan dan tanggung jawab mewakili kepentingan pemegang efek
beragun aset di dalam maupun di luar Pengadilan bila terjadi perkara. 5.
Mempunyai keberadaan yang kontinyu
391
6. Tidak melakukan kegiatan lain selain daripada tujuan khusus dari didirikannya SPV
tersebut. 7.
Serta harta kekayaan dari pada SPV sepenuhnya adalah piutang-piutang yang dijadikan dasar bagi penerbitan efek beragun aset.
8. Proses pendiriannya tidak panjang.
9. Pendiriannya berbiaya ringan.
10. SPV tersebut dibentuk oleh manajer investasi bersama-sama dengan custodian.
Struktur SPV yang demikian itu diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk menerbitkan efek beragun aset baik yang bersifat utang atau yang bersifat ekuitas.
Selain dari pada itu untuk mendukung lembaga SPV tersebut maka perlu dijelaskan mengenai konsep kuasa menurut hukum di dalam sekuritsasi aset pada pembiayaan sekunder
perumahan. Kuasa menurut hukum disebut juga wettelijke vertegenwoordig atau legal
391
Tim Studi Perdagangan Efek Beragun Aset, Loc.cit, hal 14
Universitas Sumatera Utara
mandatory legal representative. Maksudnya undang-undang sendiri telah menetapkan seseorang atau suatu badan untuk dengan sendirinya menurut hukum bertindak mewakili
orang atau badan tersebut tanpa memerlukan surat kuasa. Jadi, undang-undang sendiri yang menetapkan bahwa yang bersangkutan menjadi kuasa atau wakil yang berhak bertindak untuk
dan atas nama orang atau badan itu.
392
392
M. Yahya Harahap, 2005, Hukum Acara Perdata, Jakarta, Sinar Grafikan Offset, hal 8
Dalam hal ini pihak manajer investasi akan dikonstruksikan sebagai pihak pengurus bagi SPV tersebut dan pihak custodian akan dikonstruksikan sebagai pihak yang melakukan
penitipan kolektif. Jadi kuasa yang dimiliki oleh manajer investasi untuk mengurus SPV serta kuasa pihak custodian untuk melakukan penitipan kolektif timbul semata-mata timbul karena
undang-undang. Ketika SPV sebagaimana yang telah digambarkan tersebut nantinya dapat bertindak
sebagai subjek hukum. Maka dalam hal ini akan mempermudah proses peralihan-peralihan hak dari kreditur asal kepada para investor yakni pembelipemegang efek beragun aset. Selain
dari pada itu dengan SPV yang dikonstruksikan sebagai suatu subjek hukum, maka dalam hal ini jelaslah pihak yang memiliki piutang-piutang yang dijadikan dasar bagi penerbitan efek
beragun aset underlying asset tersebut dan pihak yang akan dikonstruksikan sebagai pemilik dari hak-hak tanggungan yang melekat pada piutang-piutang tersebut yang tentu saja
dalam hal ini akan memudahkan tertib administrasi bagi pendaftaran tanah serta lebih cocok bagi sistem hukum yang ada di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Bahwa dalam rangka untuk menjamin perlindungan bagi investor pada pembiayaan sekunder perumahan, maka perlu dibuat suatu standar tertentu di dalam undang-undang yang
mengatur tentang standar prinsip keterbukaan yang harus dilaksanakan oleh pihak emiten, pihak kreditur asal dan pihak-pihak lain yang diwajibkan untuk melaksanakan prinsip kehati-
hatian Dalam rangka utuk memudahkan para masyarakat investor di pasar modal pada
umumnya dan pada pembiayaan sekunder perumahan pada khususnya dalam rangka untuk melindungi hak-hak, maka perlu dibentuk badan arbitrase yang berada di bawah Otoritas Jasa
Keuangan dalam rangka menyelesaikan sengketa berkenaan dengan pelaksanaan pasar modal pada umumnya dan pelaksanaan pembiayaan sekunder perumahan pada khususnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN