Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Anak Buah Kapal (ABK) Terhadap Pemanfaatan Klinik Voluntary Conselling Testing Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Tahun 2006 – 2008
PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL ANAK
BUAH KAPAL (ABK) TERHADAP PEMANFAATAN KLINIK
VOLUNTARY CONSELLING TESTING KANTOR
KESEHATAN PELABUHAN BELAWAN
TAHUN 2006 – 2008
TESIS
Oleh :
VIKTOR HAMONANGAN SIDABALOK NIM. 077010012/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL ANAK
BUAH KAPAL (ABK) TERHADAP PEMANFAATAN KLINIK
VOLUNTARY CONSELLING TESTING KANTOR
KESEHATAN PELABUHAN BELAWAN
TAHUN 2006 – 2008
TESIS
Diajukan Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Magister Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Kerja
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
OLEH
VIKTOR H. SIDABALOK
NIM. 077010012/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
Judul Tesis : PENGARH FAKTOR INTERNAL DAN EXTERNAL ANAK BUAH KAPAL (ABK) TERHADAP PEMANFAATAN KLINIK VOLUNTARY CONSELING TEST KANTOR KESEHATAN PELABUHAN BELAWAN TAHUN 2006 – 2008
Nama Mahasiswa
:
Viktor H SidabalokNomor Induk Mahasiswa
:
077010012Program Studi
:
S2 Ilmu Kesehatan MasyarakatMinat Studi
:
Kesehatan KerjaMenyetujui Komisi Pembimbing :
(Prof. dr. Sutomo Kasiman Sp.P.D., Sp.J.P.) (dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K.) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(4)
(5)
Telah diuji
Pada tanggal : 7 September 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.P.D., Sp.J.P. Anggota : 1. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K.
2. Dra. Lina Tarigan, Apt., M.S 3. Ir. Kalsum, M.Kes
(6)
ABSTRAK
HIV dan AIDS adalah salah satu penyakit menular yang sampai sekarang ini belum ada obat yang dapat menyembuhkannya. Penanggulangan untuk menekan peningkatan kasus HIV/AIDS mestinya terus menerus dan kerjasama antar instansi dan institusi di seluruh wilayah Indonesia.
Di Indonesia hingga Maret 2008 tercatat 17.988 orang dengan HIV/AIDS jumlah tersebut diyakini masih jauh dari jumlah sebenarnya dan masih akan terus meningkat. Depkes RI tahun 2008 memprediksi pada tahun 2010 penderita HIV/AIDS akan mencapai 93.968 hingga 130.00 orang.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor internal dan eksternal dengan pemanfaatan Klinik VCT (Voluntary Conselling and Testing) Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Belawan. Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah kunjungan Anak Buah Kapal (ABK) ke Klinik VCT KKP Belawan, yang berjumlah 295 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara proporsional sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square.
Distribusi frekuensi Anak Buah Kapal (ABK) tertinggi pada umur < 30 tahun, yaitu 164 orang (55,6%), agama Islam, yaitu 188 orang (63,7%), suku Melayu, yaitu 99 orang (33,6%), pendidikan SMU, yaitu 153 orang (51,9%), telah kawin, yaitu 185 orang (62,7%), berasal dari daerah Medan, yaitu 194 orang (65,8%), faktor resiko hubungan seksual, yaitu 183 orang (62,0%), sumber informasi dari perusahaan, yaitu 133 orang (45,1%), dan memiliki alasan karena tuntutan perusahaan, yaitu 110 orang (37,3%). Terdapat hubungan yang signifikan antara umur, pendidikan, status perkawinan, daerah asal, faktor resiko, sumber informasi dengan pemanfaatan klinik VCT KKP Belawan (α < 0,05). Ada pengaruh yang signifikan antara umur, pendidikan, status perkawinan, daerah asal dan faktor resiko, dan variabel yang paling berpengaruh adalah status perkawinan (exp B = 3,543)
Diharapkan agar pihak perusahaan yang memiliki karyawan sebagai Anak Buah Kapal agar lebih meningkatkan upaya promotif maupun preventif memberikan penyuluhan/sosialisasi, melaksanakan pemeriksaan awal dan berkala sehubungan dengan perilaku beresiko anak buah kapal
(7)
ABSTRACT
The disease of HIV/AIDS is recognized globally as a transmitted diasease as till today no found any medicines yet to recover it. In essentially, the preventive way even to eliminate the existence of HIV/AIDS cases should be continously done and urged to overcome it handled by inter-authorities and institutions throguhout the Indonesian nationally.
It is noted until March 2008, In Indonesia found 17,988 cases suffered HIV/AIDS, the rate is surely far higher by the total in actual, and estimated it shall go increase day to day. Depkes RI, the Ministry of Health in 2008 forecasted for 2010 the patient of HIV/AIDS is going to achieve a 93,968 to 130,000 victims.
The VCT Clinic found on Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Belawan Port Health Center is one of well estabilished institues with the main duty to provide health service for public is very strategic existing to handle it, and it is also as a mains gate for entrance and serve public specifically to monitor HIV virus.
To those crews visiting the VCT clinic on Belawan Port Service Center noted their age are < 30 years 55,6%, with Islam faith noted 63,7%, as Malay ethnic group 33,6%, on Education level with SMA rate 52,5%, having married of 65,8%,and originally mostly from Medan 65,1%. The crews who visiting VCT KKP clinic of 67.1% with the source of information from family, friends, mass media of 45% and their reasons for visiting on demand by the company noted 37,3%.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat, rahmat kesehatan dan perlindungNya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal tesis ini, yang merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakulas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Tesis ini berjudul “Pengaruh Faktor Eksternal dan Internal Anak Buah
Kapal terhadap Pemanfaatan Klinik Voluntary Conseling Test Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Tahun 2006 – 2008”.
Pada dasarnya Proposal tesis ini tidak akan terwujud tanpa izin dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa, serta bantuan dari segala pihak yang telah membantu penulis dalam mengatasi segala kendala dalam menyelesaikan proposal tesis ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya sampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada istri dan anak-anak ku beserta seluruh keluarga atas bantuan moril dan material yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.
Selanjutnya ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
(9)
2. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
3. Dr. Drs. Kintoko Rochadi, MKM selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan sebagai Penguji 1
4. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.J.P dan dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan kesehatan dalam membimbing dan memberikan masukan demi selesainya tesis ini.
5. Dra. Lina Tarigan, Apt, MS dan Ir. Kalsum, M.Kes selaku Penguji yang telah mendorong penulis untuk menyelesaikan tesis ini
6. Dr. Aritonang MHA selaku Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Kelas I yang telah memberikan ijin pada penulis sebagai tempat penelitian. 7. Seluruh Staf Pengajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
8. Seluruh Staf Akademik Administrasi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah turut membantu penulis dalam hal surat menyurat.
(10)
Akhirnya penulis menyadari bahwa proposal tesis ini masih banyak kekurangan karena penulis yakin tidak ada satupun karya dari tangan manusia yang lahir dalam keadaan sempurna, maka segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Kiranya Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Pemurah melindungi dan memberkati kita sekalian disetiap perjalanan hidup kita. Amin.
Medan, Agustus 2009 Penulis,
(11)
RIWAYAT HIDUP
Viktor Hamonangan Sidabalok, dilahirkan di Tarutung tanggal 20 Oktober 1972 dari pasangan Bapak BS Sidabalok, SH dengan Ibunda H. Br. Simamora, anak kedua dari dua bersaudara dan beragama Katolik. Telah menikah dengan dr. Monica br. Simanjuntak dan dikarunia 1 satu orang anak putra yang bernama Rafael Sidabalok. Sekarang menetap di Jln. Beringin II No. 2 Helvetia Medan.
Pendidikan dimulai SD Negeri Tebing Tinggi Tahun 1979 – 1985, kemudian melanjutkan pendidikan SMP P Cahaya Tahun 1986 – 1989, selanjutnya melanjutkan pendidikan SMA Cahaya Medan Tahun 1989 – 1991 dan melanjutkan Pendidikan tinggi di Fakultas Kedokteran Methodist Tahun 1992 – 2001.
Setelah selesai pendidikan bekerja, sebagai Dokter PTT di Bengkulu Tahun 2001 – 2003, tahun 2004 - Sekarang, sebagai Dokter di Lapas Tanjung Gusta Medan.
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Hipotesis ... 6
1.5. Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Definisi Perilaku ... 7
2.2. Teori Mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku .... 12
2.3. Anak Buah Kapal ... 14
2.3.1. Hierarki Awak Kapal ... 14
2.4. HIV / AIDS ... 16
2.4.1. Sejarah HIV / AIDS ... 16
2.4.2. Penularan HIV / AIDS ... 18
2.4.3. Masalah Psikososial Penderita HIV/AIDS ... 18
2.5. Upaya Penanggulangan HIV/AIDS ... 20
2.6. Konseling ... 20
2.7. Voluntary Counseling and Test (VCT) atau Konseling dan Tes Sukarela (KTS) ... 21
2.7.1. Proses Konseling ... 21
2.7.2. Tahapan Konseling ... 22
2.7.3. Konselor VCT ... 24
2.7.4. Pentingnya VCT ... 27
2.8. Kerangka Konsep ... 28
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 29
3.1. Jenis Penelitian ... 29
(13)
3.3. Populasi dan Sampel ... 29
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 31
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 31
3.6. Metode Pengukuran... 35
3.7. Analisis Data ... 36
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 37
4.1. Gambaran Umum ... 37
4.1.1. Gambaran Umum Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan ... 37
4.1.2. Struktur Organisasi ... 37
4.1.3. Sarana dan Prasarana ... 39
4.2. Analisis Univariat ... 40
4.2.1. Faktor Internal ... 40
4.2.2. Faktor Eksternal ... 43
4.3. Analisis Bivariat... 45
4.3.1. Hubungan Faktor Internal dengan Pemanfaatan Klinik VCT ... 45
4.3.2. Hubungan Faktor Eksternal dengan Pemanfaatan klinik VCT... 50
BAB 5. PEMBAHASAN ... 53
5.1. Hubungan Faktor Internal dengan Pemanfaatan Klinik VCT ... 53
5.2. Hubungan Faktor Eksternal dengan Pemanfaatan klinik VCT .. 60
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
6.1. Kesimpulan ... 65
6.2. Saran ... 64
(14)
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
3.1. Kunjungan Anak Buah Kapal yang Memanfaatkan Klinik Voluntary
Conseling Test... 31 4.1. Distribusi Berdasarkan Umur ABK yang Memanfaatkan Klinik VCT KKP
Belawan Tahun 2006 – 2008 ... 39 4.2. Distribusi Berdasarkan Agama ABK yang Memanfaatkan Klinik VCT KKP
Belawan Tahun 2006 – 2008 ... 40 4.3. Distribusi Berdasarkan Suku ABK yang Memanfaatkan Klinik VCT KKP
Belawan Tahun 2006 – 2008 ... 40 4.4. Distribusi Berdasarkan Pendidikan ABK yang Memanfaatkan Klinik VCT
KKP Belawan Tahun 2006 – 2008 ... 41 4.5. Distribusi Berdasarkan Status ada ABK yang Memanfaatkan Klinik
VCT KKP Belawan Tahun 2006 – 2008 ... 41 4.6 Distribusi Berdasarkan Daerah Asal ABK yang Memanfaatkan Klinik VCT
KKP Belawan Tahun 2006 – 2008 ... 42 4.7. Distribusi Berdasarkan Faktor Resiko pada ABK yang Memanfaatkan
Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006 – 2008 ... 42 4.8. Distribusi Berdasarkan Sumber Informasi pada ABK yang
Memanfaatkan Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006 – 2008 ... 43 4.9. Distribusi Berdasarkan Alasan Berkunjung ABK yang Memanfaatkan
Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006 – 2008 ... 43 4.10. Distribusi Berdasarkan Pemanfaatan Klinik VCT KKP Belawan Tahun
2006 – 2008... 44 4.11. Tabulasi Silang Umur dengan Pemanfaatan klinik VCT Kantor Kesehatan
Pelabuhan Belawan Tahun 2006-2008... 45 4.12. Tabulasi Silang Agama dengan Pemanfaatan klinik VCT Kantor Kesehatan
(15)
4.13. Tabulasi Silang Suku dengan Pemanfaatan klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Tahun 2006-2008... 46 4.14. Tabulasi Silang Pendidikan dengan Pemanfaatan klinik VCT Kantor
Kesehatan Pelabuhan Belawan Tahun 2006-2008... 47 4.15. Tabulasi Silang Status Perkawinan dengan Pemanfaatan klinik VCT Kantor
Kesehatan Pelabuhan Belawan Tahun 2006-2008... 48 4.16. Tabulasi Silang Daerah Asal dengan Pemanfaatan klinik VCT Kantor
Kesehatan Pelabuhan Belawan Tahun 2006-2008... 49 4.17. Tabulasi Silang Faktor Resiko dengan Pemanfaatan klinik VCT Kantor
Kesehatan Pelabuhan Belawan Tahun 2006-2008... 49 4.18. Tabulasi Silang Sumber Informasi dengan Pemanfaatan klinik VCT Kantor
Kesehatan Pelabuhan Belawan Tahun 2006-2008... 50 4.19. Tabulasi Silang Alasan Berkunjung dengan Pemanfaatan klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Tahun 2006-2008... 51
(16)
DAFTAR LAMPIRAN No. Judul
1. Izin Penelitian
2. Surat Persetujuan (Informed Consent)
3. Formulir Pencatatan dan Hasil Wawancara Klien 4. Hasil Penggolahan Data
(17)
ABSTRAK
HIV dan AIDS adalah salah satu penyakit menular yang sampai sekarang ini belum ada obat yang dapat menyembuhkannya. Penanggulangan untuk menekan peningkatan kasus HIV/AIDS mestinya terus menerus dan kerjasama antar instansi dan institusi di seluruh wilayah Indonesia.
Di Indonesia hingga Maret 2008 tercatat 17.988 orang dengan HIV/AIDS jumlah tersebut diyakini masih jauh dari jumlah sebenarnya dan masih akan terus meningkat. Depkes RI tahun 2008 memprediksi pada tahun 2010 penderita HIV/AIDS akan mencapai 93.968 hingga 130.00 orang.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor internal dan eksternal dengan pemanfaatan Klinik VCT (Voluntary Conselling and Testing) Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Belawan. Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah kunjungan Anak Buah Kapal (ABK) ke Klinik VCT KKP Belawan, yang berjumlah 295 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara proporsional sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square.
Distribusi frekuensi Anak Buah Kapal (ABK) tertinggi pada umur < 30 tahun, yaitu 164 orang (55,6%), agama Islam, yaitu 188 orang (63,7%), suku Melayu, yaitu 99 orang (33,6%), pendidikan SMU, yaitu 153 orang (51,9%), telah kawin, yaitu 185 orang (62,7%), berasal dari daerah Medan, yaitu 194 orang (65,8%), faktor resiko hubungan seksual, yaitu 183 orang (62,0%), sumber informasi dari perusahaan, yaitu 133 orang (45,1%), dan memiliki alasan karena tuntutan perusahaan, yaitu 110 orang (37,3%). Terdapat hubungan yang signifikan antara umur, pendidikan, status perkawinan, daerah asal, faktor resiko, sumber informasi dengan pemanfaatan klinik VCT KKP Belawan (α < 0,05). Ada pengaruh yang signifikan antara umur, pendidikan, status perkawinan, daerah asal dan faktor resiko, dan variabel yang paling berpengaruh adalah status perkawinan (exp B = 3,543)
Diharapkan agar pihak perusahaan yang memiliki karyawan sebagai Anak Buah Kapal agar lebih meningkatkan upaya promotif maupun preventif memberikan penyuluhan/sosialisasi, melaksanakan pemeriksaan awal dan berkala sehubungan dengan perilaku beresiko anak buah kapal
(18)
ABSTRACT
The disease of HIV/AIDS is recognized globally as a transmitted diasease as till today no found any medicines yet to recover it. In essentially, the preventive way even to eliminate the existence of HIV/AIDS cases should be continously done and urged to overcome it handled by inter-authorities and institutions throguhout the Indonesian nationally.
It is noted until March 2008, In Indonesia found 17,988 cases suffered HIV/AIDS, the rate is surely far higher by the total in actual, and estimated it shall go increase day to day. Depkes RI, the Ministry of Health in 2008 forecasted for 2010 the patient of HIV/AIDS is going to achieve a 93,968 to 130,000 victims.
The VCT Clinic found on Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Belawan Port Health Center is one of well estabilished institues with the main duty to provide health service for public is very strategic existing to handle it, and it is also as a mains gate for entrance and serve public specifically to monitor HIV virus.
To those crews visiting the VCT clinic on Belawan Port Service Center noted their age are < 30 years 55,6%, with Islam faith noted 63,7%, as Malay ethnic group 33,6%, on Education level with SMA rate 52,5%, having married of 65,8%,and originally mostly from Medan 65,1%. The crews who visiting VCT KKP clinic of 67.1% with the source of information from family, friends, mass media of 45% and their reasons for visiting on demand by the company noted 37,3%.
(19)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah
meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa,
dan negara Indonesia yang ditandai dengan penduduknya yang hidup dalam
lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang
optimal diseluruh wilayah Republik Indonesia. Adapun salah satu yang menjadi
program pokok pembangunan kesehatan tersebut adalah program pemberantasan
penyakit menular untuk menurunkan angka kematian akibat penyakit menular dan
mencegah penularan serta mengurangi dampak sosial dari akibat penyakit sehingga
tidak menjadi masalah kesehatan.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah salah satu penyakit
menular yang menakutkan umat manusia. Dapat dipastikan bahwa penderita HIV
akan membawa kematian bagi penderita dan sampai sekarang belum ditemukan obat
yang dapat menyembuhkannya. Penyebaran HIV tidak mengenal umur, jenis
kelamin, pekerjaan, suku, ras dan agama. HIV adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia, dalam jumlah yang cukup dan potensi HIV dapat
menginfeksi orang lain.
(20)
Di Indonesia, sampai Maret 2008 tercatat 17.988 orang pengidap HIV dan
AIDS (Aquired Immune Defisiency Syndrome) Jumlah tersebut diyakini masih jauh
dari jumlah sebenarnya dan masih akan terus meningkat. Berdasarkan estimasi
Departemen Kesehatan pada tahun 2002, terdapat 90.000–130.000 orang Indonesia
yang telah tertular HIV. Kelompok terbesar penderita HIV/AIDS berusia produktif
diantara 20-29 tahun yang menyumbangkan sekitar 53,8% dari keseluruhan penderita
HIV/AIDS. Depkes RI tahun 2005 memprediksi pada tahun 2010 penderita
HIV/AIDS akan mencapai 93.968 hingga 130.000 orang. (Ditjen PPM & PL Depkes
RI)
Di Sumatera Utara, secara kumulatif, pengidap HIV dan kasus AIDS tahun
1994-2007 terdiri dari 1157 orang, dimana 683 orang penderita HIV, dan 474 orang
penderita AIDS. Dari jumlah tersebut laki-laki sebanyak 901 orang, perempuan
sebanyak 232 orang, dan yang tidak diketahui identitasnya sebanyak 24 orang.
Kebanyakan pengidap HIV/AIDS adalah pada rentang umur 20-29 tahun, yaitu
berjumlah 621 orang. Kota Medan menempati urutan pertama dari 1157 orang yang
teridentifikasi HIV/AIDS, yakni terdiri dari HIV berjumlah 310 orang dan AIDS
berjumlah 556 orang. Dimana sumbangan terbesar pengidap HIV/AIDS di Sumatera
Utara adalah para pengguna narkoba suntik, yaitu berjumlah 483 orang (DinKes
Propinsi Sumatera Utara, 2007).
Peningkatan kasus HIV/AIDS Di Sumatera Utara masih terbilang kecil bila
dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Namun hal penting yang menjadikan
(21)
kedekatan provinsi Sumatera Utara secara geografis dengan negara-negara tetangga
yang mempunyai kasus infeksi HIV/AIDS yang tinggi seperti Thailand dan Kamboja.
(KPAND, 2006)
Data di Dinas Kesehatan kota Medan tahun 2007 menunjukkan hingga
bulan September 2007 kasus AIDS telah mencapai 10.384 orang dan yang terinfeksi
HIV 4.527 orang. Jumlah orang yang rawan terhadap penularan HIV diperkirakan 13
sampai 20 juta orang. Kelompok masyarakat yang paling tinggi tingkat penularannya
adalah 52,6% pengguna Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA), dengan
jarum suntik dan melalui hubungan seksual 41,7%.(Dinkes Kota Medan)
Dari 483 kasus HIV/AIDS yang ada di Sumatera Utara, 191 berada pada
stadium AIDS dan diketahui 77 orang telah meninggal dunia. Kota Medan
merupakan penyumbang terbesar penderita HIV/AIDS dengan jumlah 360 kasus.
Sebagai Ibukota provinsi, kota Medan berisiko tinggi terhadap penyebaran virus
HIV/AIDS. Penyebaran virus ini sangat dipengaruhi dari perilaku individu berisiko
tinggi terutama perilaku seks heteroseks, merebaknya peredaran narkoba khususnya
penggunaan jarum suntik (Ditjen PPM/PL Depkes RI, September 2007).
Salah satu kecamatan kota Medan yang menjadi tempat keberadaan para
PSK adalah Belawan, dimana Belawan juga menjadi tempat Pelabuhan.dan biasanya
Pelabuhan adalah tempat banyak pendatang baik itu dalam maupun luar negeri dan
setiap pelabuhan selalu ada yang namanya anak buah kapal (ABK) dan anak buah
(22)
Di kota Medan saat ini terdapat 6 klinik VCT (Voluntary Conselling and
Testing) yang di sediakan untuk pelayanan di kota Medan. Klinik VCT tersebut
adalah klinik VCT RSUP H Adam Malik, Klinik VCT RSU Dr Pirngadi, Klinik VCT
Bina Usy-Syifa RS Haji, Klinik VCT RS Bayangkara, Klinik VCT Bestari, dan
Klinik Counseling Service Rutan/Lapas Tanjung Gusta dan Klinik Counseling
Service Kantor Kesehatan Palabuhan Belawan. Hingga Juni 2008 telah dikunjungi
oleh 1538 orang dan 165 orang dinyatakan positif. Klinik ini memiliki paling sedikit
2 orang konselor untuk melayani setiap masyarakat yang datang untuk melakukan
konseling secara sukarela.(DinKes Propinsi Sumatera Utara 2008).
Perubahan perilaku seseorang dari berisiko menjadi kurang berisiko terhadap
kemungkinan tertular HIV memerlukan bantuan perubahan emosional dan
pengetahuan dalam suatu proses yang mendorong nurani dan logika. Proses
mendorong ini sangat unik dan membutuhkan pendekatan individual. Konseling
merupakan salah satu pendekatan yang perlu dikembangkan untuk mengelola
kejiwaan dan proses menggunakan pikiran secara mandiri. Layanan konseling dan
testing HIV/AIDS sukarela dapat dilakukan di sarana kesehatan dan sarana kesehatan
lainnya, yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Layanan
konseling dan testing HIV/AIDS sukarela ini harus berlandaskan pada pedoman
konseling dan testing HIV/AIDS sukarela, agar mutu layanan dapat dipertanggung
jawabkan.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti ada beberapa ABK yang
(23)
petugas kesehatan pelabuhan belawan untuk dilakukan konseling dan Tes HIV/AIDS.
Dari latar belakang inilah peneliti ingin mengetahui determinan perilaku yang
mempengaruhi Anak Buah Kapal (ABK) pelabuhan Belawan dalam memanfaatkan
klinik VCT yang ada di Belawan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas yang menjadi rumusan masalah adalah
bagaimana pengaruh faktor internal (umur, agama, suku, pendidikan, status
perkawinan, daerah asal) dan eksternal (faktor resiko, sumber informasi alasan
berkunjung) Anak Buah Kapal (ABK) terhadap pemanfaatan Klinik Voluntary
Conseling Testing (VCT) Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan tahun 2009.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi faktor internal (umur, agama, suku,
pendidikan, status perkawinan, daerah asal) dan eksternal (faktor resiko,
sumber informasi alasan berkunjung) Anak Buah Kapal (ABK) dengan
pemanfaatan Klinik Voluntary Conseling Testing (VCT) Kantor Kesehatan
Pelabuhan Belawan Tahun 2009
2. Untuk menganalisis pengaruh faktor internal (umur, agama, suku, pendidikan,
status perkawinan, daerah asal) dan eksternal (faktor resiko, sumber informasi
alasan berkunjung) Anak Buah Kapal (ABK) dengan pemanfaatan Klinik
(24)
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh faktor internal (umur, agama, suku, pendidikan, status
perkawinan, daerah asal) dan eksternal (faktor resiko, sumber informasi alasan
berkunjung) Anak Buah Kapal (ABK) terhadap pemanfaatan Klinik Voluntary
Conseling Testing (VCT) Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan tahun 2009.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Untuk menambah wawasan peneliti dalam melakukan penelitian determinan
perilaku ABK dalam memanfaatkan klinik VCT (Voluntary Conselling and
Testing) KKP Belawan tahun 2009.
2. Bagi penulis untuk melatih dan meningkatkan kemampuan dalam
mendeskrispsikan dan menganalisis permasalahan HIV & AIDS.
3. Menjadi masukan bagi masyarakat Kota Belawan dan pemerintah Kota
Medan ataupun yang terkait dalam menangani permasalahan
penanggulangan HIV/AIDS.
4. Menjadi masukan bagi klinik-klinik VCT Kota Medan Dalam
(25)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau
faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan
respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Faktor perilaku
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat
given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin, dan sebagainya.
2. Faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor
dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Perilaku dibedakan atas pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatamodjo,
2003):
(26)
A. Pengetahuan
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Pengetahuan dibagi atas 6 tingkatan :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Aplication)
Apikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintensis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
(27)
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.
B. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi tehadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
atitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan
emosi memegang peranan penting.
Menurut Purwanto (1999) sikap adalah pandangan atau perasaan yang
disertai kecendrungan untuk bertindak terhadap suatu obyek. Ciri ciri sikap
(Purwanto, 1999) adalah :
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan obyeknya.
Sifat ini membedakannya dengan sifat-sifat biogenetis seperti lapar, haus,
kebutuhan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu
(28)
dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu obyek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari,
atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang
dirumuskan dengan jelas.
4. Obyek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sikap inilah yang
membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.
Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap
positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek
tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecendrungan untuk menjauhi,
menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Purwanto, 1999).
Sikap dibedakan atas beberapa tingkatan :
1. Menerima (Receiving )
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulasi yang diberikan (objek).
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan
(29)
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang tinggi.
C. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan.
Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
3. Mekanisme
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
(30)
4. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik
2.2 Teori Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku A. Teori Snehandu B. Kar
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa
perilaku itu merupakan fungsi dari (Notoatamodjo,2003) :
a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau
perawatan kesehatannya (behavior intention).
b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
c. Ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan
(accessebility of information).
d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil keputusan
(personal autonomy).
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action
situation).
B. Teori WHO
Tim kerja WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang
berperilaku tertentu adalah karena adanya 6 alasan pokok, yaitu:
(31)
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang
lain.
b. Kepercayaan
Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek dan nenek.
Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu.
c. Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek.
Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang
paling dekat.
d. Orang penting sebagai referensi
Perilaku orang, lebih – lebih anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh
orang – orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting
untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk
dicontoh.
e. Sumber – sumber daya (resources)
Maksudnya adalah fasilitas – fasilitas uang waktu tenaga dan sebagainya.
Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok
masyarakat, yang dapat bersifat positif ataupun negatif.
f. Perilaku normal, kebiasaan nilai – nilai, dan penggunaan sumber – sumber
didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang pada
(32)
2.3 Anak Buah Kapal
Pelaut adalah seseorang yang pekerjaannya berlayar di laut atau dapat pula
berarti seseorang yang mengemudikan kapal atau membantu operasi, perawatan atau
pelayanan kapal dari sebuah kapal. Hal ini mencakup seluruh orang yang bekerja di
atas kapal, selain itu juga sering disebut dengan Anak Buah Kapal.
Anak Buah Kapal (ABK) atau Awak Kapal terdiri dari beberapa bagian.
Masing masing bagian mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri dan tanggung
jawab utama terletak di tangan Kapten kapal selaku pimpinan pelayaran.
2.3.1 Hierarki Awak Kapal
1. Perwira Depertemen Kapal
Kapten/Nahkoda/Master adalah pimpinan dan penanggung jawab
pelayaran Mualim I/Chief Officer Mate bertugas mengatur muatan
persediaan air tawar dan sebagai pengatur arah navigasi. Mualim
2/Second Officer Mate bertugas mengatur jalan/route yang akan di
lakukan dan pengatur arah navigasi. Mualim 3/Third Officer/Third Mate
bertugas sebagai pengatur, memeriksa, memelihara semua alat
keselamatan kapal dan juga bertugas sebagai pengatur arah navigasi.
Markonis/Radio Officer/Spark bertugas sebagai operator radio/
komunikasi serta bertanggung jawab menjaga keselamatan kapal dari
merabahaya baik itu yang ditimbulkan dari alam seperti badai, ada kapal
(33)
terancam dengan adanya peralatan komunikasi yang sangat modern yaitu
dengan menggunakan sistem INMARSAT (International Maritime
Satelit) dan GMDSS (Global Maritime Distress Safety System).
Komunikasi dengan menggunakan INMARSAT lebih cepat, tepat dan
akurat karena menggunakan sistem satelit pengiriman berita bisa lewat
e-mail ataupun telephone secara langsung. Banyak perusahaan pelayaran
tidak mempekerjakan seorang markonis di atas kapal, karena para Mualim
dan Kapten juga diperbolehkan mengoperasikan perlatan INMARSAT
dan GMDSS dengan ketentuan sertifikasi yang layak untuk menggantikan
posisi markonis. Pemerintah telah memberikan kesempatan kepada para
ex markonis/operator radio untuk mengambil ijazah Mualim III/ANT III
(Deck Department), akan tetapi tidak semua ex markonis tersebut dapat
mengikuti pendidikan untuk mengambil ijazah ANT III.
2. Perwira Departemen Mesin.
KKM (Kepala Kamar Mesin)/Chief Engineer, pimpinan dan penanggung jawab atas semua mesin yang ada dikapal baik itu mesin
induk, mesin bantu, mesin pompa, mesin crane, mesin skoci, mesin
kemudi, mesin freezer, dll. Masinis I/First Engineer bertanggung jawab
atas mesin induk, Masinis 2/Second Engineer bertanggung jawab atas
semua mesin pompa. Juru Listrik/Electrician bertanggung jawab atas
semua mesin yang menggunakan tenaga listrik dan seluruh tenaga
(34)
bawahan Bagian dek: Boatswain atau Bosun atau Serang (Kepala kerja
bawahan) Able Boiled Seaman (AB) atau Jurumudi Ordinary Seaman
(OS) atau Kelasi atau Sailor Pumpman atau juru pompa, khusus
kapal-kapal tanker (kapal-kapal pengangkut cairan), Bagian Permakanan: Juru
masak/cook bertanggung jawab atas segala makanan baik itu memasak,
pengaturan menu makanan dan persediaan makanan. Mess boy/ pembantu
bertugas membantu juru masak, Bagian Mesin: Mandor (Kepala Kerja
Oiler dan Wiper).
2.4 HIV/AIDS
2.4.1 Sejarah HIV/AIDS
Virus ini ditemukan oleh ilmuwan Institute Pasteur Paris yaitu Dr. L.
Montaigner pada tahun 1981 dari seorang penderita dengan gejala Lymphadenopathy
syndrome. Pada tahun 1984, Gallo dari National Institute of Health, USA
menemukan virus lainnya yang disebut HTLV-III ( Human T Lymphotropic Virus
Type III ). Kedua virus ini masing-masing penemunya dianggap sebagai penyebab
AIDS karena dapat diisolasikan dari penderita di Amerika, Eropa, dan Afrika Tengah.
Penyelidikan lebih lanjut akhirnya membuktikan bahwa kedua virus tersebut adalah
sama. Pada Tahun 1986 International Committee on Taxonomy of Viruses
memutuskan nama penyebab penyakit AIDS adalah HIV sebagai pengganti nama
(35)
Penyebaran Human Immunodeficiency Virus (HIV) mulai pada pertengahan
hingga akhir 1970-an, tetapi dianggap ada di Afrika selama bertahun-tahun
sebelumnya. Kasus pertama diketahui di Afrika Tengah tetapi kematian disalahkan
pada tuberkulosis dan penyakit lain. Penelitian epidemiologi penyakit HIV dimulai
pada 1981 setelah perjangkitan pertama suatu bentuk kanker yang jarang, sarkoma
Kaposi, dan pneumonia Pneumocystis carinii di beberapa kota di Ameriaka Serikat.
Pada 1982, Centres for Disease Control and Prevention (CDC), di Atllanta, Amerika
Serikat, mendefenisikan sindrom kanker dan penyakit menular sebagai Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS): sebagaimana pengertian tentang gejala
lanjutan infeksi HIV muncul dan terjadi perubahan pada diagnosis, defenisi AIDS
beberapa kali diubah. Pada 1983, virus penyebab AIDS dikenal di Perancis: pada
awalnya diberi nama HTLV-III atau LAV dan kemudian diubah menjadi HIV. Tes
untuk menemukan antibodi pada HIV dikembangkan pada 1984, dan ini
memungkinkan penyelidikan epidemiologi pada orang dengan AIDS atau mereka
dengan bentuk penyakit HIV atau tanpa gejala.
Pengalaman global menunjukkan bahwa kendati geografi dapat melambatkan
tibanya HIV, itu tidak bersifat melindungi. Epidemi HIV/AIDS, selama dua
dasawarsa belakangan ini, telah menyebar ke lebih 190 negara di semua benua,
UNAIDS memperkirakan bahwa, pada akhir 2000, ada 36, 1 juta orang yang hidup
dengan HIV/AIDS, dengan 90% di negara berkembang. Jumlah kematian karena
AIDS sejak awal epidemi menjadi 21,8 juta. Pada awal epidemi HIV/AIDS, di dunia
(36)
dengan wanita lebih sering terinfeksi HIV. Pada 2000, UNAIDS memperkirakan
lebih dari 16,4 juta wanita di seluruh dunia terinfeksi HIV. Data saat ini mengesankan
bahwa AIDS muncul sebagai penyebab utama kematian orang dewasa berusia 24-44
tahun di daerah yang sangat luas di dunia maju dan berkembang (The Centre for
Harm Reduction, 2001).
2.4.2. Penularan HIV/AIDS
Virus HIV terdapat di dalam darah, mani, cairan vagina, air mata, air
ludah, cairan otak, air susu, dan air seni penderita HIV, namun penyakit AIDS
ditularkan hanya melalui virus HIV yang terdapat DCMV. Penularan virus ini adalah
melalui hubungan seksual, suntikan jarum yang terkontaminasi HIV. Transfusi darah
atau komponen darah terkontaminasi HIV, ibu yang hamil ke bayi yang
dikandungnya dan sperma terinfeksi HIV yang di simpan di bank sperma, yang
dimaksud hubungan seksual adalah hubungan seksual dengan jenis (lelaki –
perempuan), hubungan homoseksual (lelaki-lelaki) atau biseksual, yaitu lelaki
kadang-kadang berhubungan seksual dengan lelaki dan kadang-kadang juga dengan
wanita. (Djoerban, 2001 ).
2.4.3. Masalah Psikososial Penderita HIV/AIDS
Beberapa masalah yang psikososial yang dihadapi penderita HIV/AIDS
adalah:
(37)
Penderita AIDS memerlukan pelayanan kesehatan seperti penderita
penyakit menahun lainnya, mereka memerlukan pelayanan kesehatan
yang berkesinambungan pemantauan yang seksama untuk mengobati
dan mencegah agar penyakit infeksinya tidak berlarut-larut dan
menyebabkan cacat. Beban lain yang harus ditanggung oleh pasien
HIV/AIDS adalah biaya pengobatan yang amat mahal.
2. Aspek kerahasiaan
Keingintahuan seseorang tentang cara penularan AIDS adalah sikap
yang amat positif, agar ia tahu orang lain dapat terhindar dari
penularan HIV. Namun sebaliknya keingintahuan akan identitas
seseorang penderita AIDS atau seseorang yang terinfeksi HIV
seringkali berakibat buruk, misalnya penderita bisa menghilang dari
rumahnya. Penderita HIV/AIDS seharusnya dilindungi dari masalah
tersebut, karena dampaknya akan buruk sekali terhadap penderita
keluarga maupun masyarakat ( Djoerban, 2001 ).
Masalah psikososial ini muncul karena perbedaan masyarakat dalam
menyikapi penyakit AIDS tersebut. Seseorang menunjukan sikap yang berbeda dalam
memandang suatu objek, sikap yang ditunjukkan tersebut merupakan rangkaian dari
perasaan, konasi dan afeksi yang selanjutnya membentuk persepsi terhadap objek
(38)
2.5 Upaya Penanggulangan HIV/AIDS
Masalah AIDS telah menjadi masalah internasional, World Health Organization (WHO) mengambil keputusan untuk menghadapi masalah AIDS
dengan program khusus secara terpadu yang disebut Global Programe on AIDS
(GPA) yang memberikan bantuan kepada setiap negara anggota untuk
mengembangkan program AIDS nasional dengan memperhatikan srategi global
WHO yaitu dengan menginterogasikannya kedalam sistem yang ada dan bersifat
kecil edukatif dan preventif agar setiap orang dapat melindungi dirinya dari
HIV/AIDS.
Dalam menanggulangi masalah ini pemerintah membuat suatu rancangan
dalam masalah perawatan penderita HIV/AIDS yaitu program pelayanan konseling
dan testing sukarela atau disebut juga voluntary conselling and test (VCT) . Program
ini dijalankan dalam lembaga rumah sakit sampai tingkat puskesmas dan bekerjasama
dengan pihak pihak lembaga swadaya masyarakat.
Konseling ini bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan
sesudah tes darah di laboratorium. Tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu
memahami dan menandatangani inform consent yaitu surat persetujuan setelah
mendapat penjelasan yang lengkap dan benar.
2.6 Konseling
Pengertian konseling menurut beberapa defenisi.
(39)
orang lain. (Depkes RI, 2000:32).
2. Konseling adalah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap,
dilakukan secara sistematik dengan paduan ketrampilan komunikasi
interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik
bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini,
masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar/ upaya untuk
mengatasi masalah tersebut.(Saifudin, Abdul Bari dkk, 2001:39 )
2.7 Voluntary Counseling and Test (VCT) atau Konseling dan Tes Sukarela (KTS)
Voluntary Conselling and testing (VCT), dalam bahasa Indonesia disebut
konseling dan tes sukarela, VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan
rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di Laboratorium.
Tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani
informed consent yaitu surat persetujuan setelah mendapat penjelasan yang lengkap
dan benar (KPAI,2007)
2.7.1 Proses Konseling
Konseling merupakan proses interaksi antara konselor dan klien yang
membuahkan kematangan kepribadian pada konselor dan memberikan dukungan
mental-emosional kepada klien. Proses konseling mencakup upaya-upaya yang
(40)
Proses konseling hendaknya mampu :
1. Memastikan klien mendapatkan informasi yang sesuai fakta.
2. Menyediakan dukungan saat kritis.
3. Mendorong perubahan yang dibutuhkan untuk mencegah atau
membatasi penyebaran infeksi.
4. Membantu klien memusatkan perhatian dan mengenali kebutuahan
jangka pendek serta jangka panjang dirinya sendiri.
5. Mengajukan tindakan nyata yang sesuai untuk dapat diadaptasikan
klien dalam kondisi yang berubah.
6. Membantu klien memahami informasi peraturan perundang-undangan
tentang kesehatan dan kesejahteraan.
7. Membantu klien untuk menerima informasi yang tepat, dan menghargai
serta menerima tujuan tes HIV baik secara teknik, sosial, etika dan
implikasi hukum.
Selama proses konseling konselor bertindak sebagai pantulan cermin bagi
pikiran, perasaan dan perilaku klien, dan konselor memandu klien menemukan jalan
keluar yang diyakininya. konseling sering kali diperlukan, tergantung dari masalah
dan kebutuhan klien.
2.7.2 Tahapan Konseling a. Konseling pra tes
(41)
Tahapan ini adalah permulaan pengenalan konseling dengan klien, hal – hal
apa saja yang akan dilakukan selama proses konseling dimulai dari tahap ini. tahapan
ini adalah awal dari VCT . Dimulai dari pengenalan karakteristik klien, sampai ke
pemahaman klien terhadap HIV/AIDS. Dalam tahap ini konselor harus dapat
memahamkan klien tentang :
1. Implikasi mengenai status serologi
2. Cara beradaptasi dengan informasi baru
3. Membuat persetujuan tes (informed consent)
4. Dilakukan sebelum menjalani test, berisi :
- Pemahaman HIV/AIDS dan tes
- Pemahaman profil risiko klien
- Diskusi seksualitas, relasi, perilaku seksual
- Perilaku berkaitan dengan penggunaan Napza
- Cara Prevensi
b. Konseling pasca test
Tahapan ini dilakukan setelah klien selesai melakukan tes darah di
laboratorium. Konseling pada tahapan ini sangat penting karena pada tahap ini
emosional klien akan sangat terungkap pada konseling, konseling ini seharusnya :
1. Konseling pasca tes selalu harus ditawarkan pada klien
2. Tujuan utama adalah memahami hasil tes dan mulai beradaptasi dengan
status serelogiknya.
(42)
1. Hasil segera disampaikan kepada klien dengan jelas dan nada suara
datar, lakukan dukungan emosional pada klien dan diskusikan tentang
cara menghadapinya
2. Pastikan klien mempunyai dukungan emosional cukup dan segera dari
orang dekatnya
3. Diskusi hubungan seks aman
4. Konseling memberikan dukungan akan perlunya terapi perawatan diri
– gaya hidup sehat
5. Bagi keluarga yang membutuhkan konseling agar dapat mendukung
klien dan diri sendiri
b.2 Bila hasil Negatif (-)
1. Diskusikan perubahan perilaku kearah hidup sehat
2. Motivasi klien untuk mengubah perilaku dengan memberikan akses
rujukan pelayanan
3. Hasil negatif bukan berarti tak terinfeksi, ulangi tes 1 – 3 bulan lagi.
2.7.3 Konselor VCT
Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non kesehatan
yang telah mengikuti pelatihan VCT. Tenaga konselor VCT minimal dua orang dan
tingkat pendidikan konselor VCT adalah SLTA. Seorang konselor sebaiknya
menangani untuk 5-8 orang klien perhari terbagi antara klien konseling pra testing
(43)
A. Tugas Konselor VCT.
a. Mengisi kelengkapan pengisian formulir klien, pendokumentasian dan
pencatatan konseling klien dan menyimpannya agar terjaga kerahasiaannya.
b. Pembaruan data dan pengetahuan HIV/AIDS.
c. Membuat jejaring eksternal dengan layanan pencegahan dan dukungan di
masyarakat dan jejaring internal dengan berbagai bagian rumah sakit yang
terkait.
d. Memberikan informasi HIV/AIDS yang relevan dan akurat, sehingga klien
merasa berdaya untuk membuat pilihan untuk melaksanakan testing atau
tidak.
Bila klien setuju melakukan testing, konselor perlu mendapat jaminan bahwa
klien betul menyetujuinya melalui penandatangan informed consent tertulis.
e. Menjaga bahwa informasi yang disampaikan klien kepadanya adalah bersifat
pribadi dan rahasia. Selama konseling pasca testing konselor harus
memberikan informasi lebih lanjut seperti, dukungan psikososial dan rujukan.
Informasi ini diberikan baik kepada klien dengan HIV positif maupun negatif.
f. Pelayanan khusus diberikan kepada kelompok perempuan dan mereka yang
dipinggirkan, sebab mereka sangat rawan terhadap tindakan kekerasan dan
diskriminasi.
(44)
a. Berlatar belakang kesehatan atau non kesehatan yang mengerti tentang
HIV/AIDS secara menyeluruh, yaitu yang berkaitan dengan gangguan
kesehatan fisik dan mental
b. Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar modul pelatihan konseling
dan testing sukarela HIV yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI
tahun 2000.
C. Beberapa hal yang harus diperhatian seorang konselor:
a. Jika konselor VCT bukan seorang dokter tidak diperbolehkan melakukan
tindakan medik.
b. Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah klien.
c. Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV.
d. Jika konselor VCT berhalangan melaksanakan Pasca konseling dapat
dilimpahkan ke konselor VCT lain dengan persetujuan klien.
D. Tingkatan Konselor
a. Konselor Dasar (Lay Counselor)
1. Berangkat dari kebutuhan sebaya
2. Dekat dengan komunitas
3. Lebih mempromosikan VCT dan konseling dukungan.
b. Konselor Profesional (Profesional Counselor)
1. Pre dan post konseling
2. Issue Psikososial
(45)
1. Memberikan dukungan untuk konselor dan petugas managemen kasus
2. Mendampingi, supervisi dan memberikan bantuan teknis kepada konselor.
2.7.4 Pentingnya VCT
VCT sangat penting karena:
1. Merupakan pintu masuk ke seluruh layanan HIV/AIDS.
2. Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif maupun negatif,
dengan fokus pada pemberian dukungan terapi ARV (Anti Retro Viral),
pemahaman faktual dan terkini atas HIV/AIDS.
3. Mengurangi stigma masyarakat
4. Merupakan pendekatan menyeluruh baik kesehatan fisik dan mental.
5. Memudahkan akses keberbagai pelayanan yang dibutuhkan klien baik
(46)
2.8 Kerangka Konsep
Pemanfaatan Klinik VCT
Faktor Eksternal - Faktor Resiko - Sumber Informasi - Alasan Berkunjung
Faktor Internal
-
Umur (Determinan)
-
Agama
-
Suku
-
Pendidikan
-
Status Perkawinan
-
Daerah Asal
(47)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat analitik dengan menggunakan desain cross
sectional yang bertujuan untuk melihat pengaruh faktor internal dan eksternal Anak
Buah Kapal (ABK) terhadap pemanfaatan Klinik Voluntary Conseling Test
Pelabuhan Belawan.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian a. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan.
Dipilihnya lokasi tersebut dengan pertimbangan tersedianya data yang dibutuhkan
serta belum pernah dilakukan penelitian yang sama.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai Juli 2009.
3.3. Populasi dan Sampel a. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua data kunjungan ABK yang berkunjung di
klinik VCT KKP Belawan bulan September 2006 sampai dengan bulan Desember
(48)
b. Sampel
Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah data kunjungan
ABK pada klinik VCT KKP Belawan pada tahun 2006 sampai 2008. Besar sampel
diperoleh dengan menggunakan rumus berikut :
N
n = ---
1 + N ( d )2 Keterangan :
N = Total Populasi
N = besar sampel yang dibutuhkan
d = tingkat kepercayaan yang diinginkan
Berdasarkan jumlah kunjungan ABK pada klinik VCT KKP Belawan pada
tahun 2006 sampai dengan 2008 sebanyak 1114 orang maka besar sampel yang
dibutuhkan adalah :
1114
n = ---
1 + 1114 (0,05)2 n = 295 data
Berdasarkan rumus diatas, maka jumlah sampel yang diperlukan dalam
(49)
c. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel diambil tiap-tiap tahun secara proporsional dengan cara jumlah data
kunjungan pertahun dibagi dengan jumlah populasi kemudian dikalikan dengan
jumlah sampel.
Tabel 3.1. Kunjungan Anak Buah Kapal yang Memanfaatkan Klinik Voluntary Conseling Test
No Tahun Jumlah Populasi Jumlah Sampel
1. 2006 37 37/1114 x 295 = 10
2. 2007 544 544/1114 x 295 = 144
3. 2008 533 533/1114 x 295 = 154
Untuk mengambil sampel dari tiap-tiap tahun dilakukan secara acak sederhana
(simple random sampling).
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan mengambil data sekunder dari klinik VCT KKP
Kelas I Belawan. Data yang diambil adalah data kunjungan ABK pada klinik VCT
KKP Belawan.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
1. Jumlah kunjungan klinik VCT adalah jumlah kedatangan ABK ke klinik
VCT selama periode waktu tahun 2006-2008. Jumlah kunjungan
dikelompokkan atas:
a. Sering, jika jumlah kunjungan ≥ rata-rata kunjungan
(50)
2. Umur adalah usia ABK yang dinyatakan dalam tahun sesuai dengan yang
tercatat di dalam laporan klinik VCT KKP Belawan, dikelompokkan atas :
a. 15 – 30 tahun
b. 30 – 45 tahun
c. > 45 tahun
3. Agama adalah keyakinan yang dianut oleh ABK yang tercatat di dalam
laporan klinik VCT KKP Belawan yang digolongkan atas :
a. Islam
b. Kristen Protestan
c. Kristen Katolik
d. Hindu
e. Budha
f. Lain-lain
4. Suku adalah ras atau etnik yang melekat pada diri ABK yang tercatat di
dalam klinik VCT KKP Belawan, yang dikelompokkan atas :
a. Jawa
b. Batak
c. Melayu
d. Minang
(51)
5. Pendidikan adalah jenjang pendidikan tertinggi yang ditempuh oleh ABK
yang tercatat di dalam laporan klinik VCT KKP Belawan, dikelompokkan
atas :
a. Tidak Sekolah/ Tidak tamat SD
b. SD/SMP
c. SMA
d. Akademi/PT
6. Satatus perkawinan adalah keadaan ada atau tidak adanya pasangan hidup
ABK yang tercatat dalam VCT KKP Belawan, yang dikelompokkan atas :
a. Kawin
b. Tidak Kawin
7. Daerah asal adalah tempat dimana ABK tinggal dan menetap sesuai yang
tercatat dalam laporan klinik VCT KKP Belawan
a. Kota Medan
b. Luar Kota Medan
8. Faktor resiko adalah faktor yang mempermudah ABK terinfeksi virus HIV
yang dikelompokkan sebagai berikut :
a. Hubungan seks yang berganti – ganti (Heteroseksual, Homoseksual).
(52)
c. Lainnya.
9. Sumber informasi adalah sumber yang memberi tahu ABK tentang pusat
pelayanan VCT, meliputi:
a. Teman/anggota keluarga
b. Klien VCT lainnya.
c. Media massa
d. Petugas Kesehatan/Relawan/LSM
e. Lainnya
10. Alasan Berkunjung adalah Alasan ABK mengunjungi pusat layanan VCT,
meliputi:
a. Mempunyai banyak pasangan
b. Kuatir tentang pasangan
c. Disarankan petugas kesehatan
d. Disarankan oleh teman/keluarga.
(53)
3.6. Metode Pengukuran
Tabel 1.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen (Faktor Internal dan Eksternal)
Variabel Kriteria Skala Ukur
Keterangan Umur 1. 15-30 tahun
2. 30-45 tahun 3. > 45 tahun
Ordinal
Usia ABK yang dinyatakan dalam tahun yang tercatat dalam laporan Klinik VCT KKP Belawan.
Agama 1. Islam
2. Kristen Prostestan 3. Kristen Khatolik 4. Hindu
5. Budha 6. Lain-lain
Nominal
Keyakinan yang dianut oleh ABK yang tercatat dalam laporan Klinik VCT KKP Belawan
Suku 1. Jawa 2. Batak 3. Melayu 4. Minang 5. Lainnya
Nominal
Ras atau etnik yang melekat pada diri ABK yang tercatat dalam laporan Klinik VCT KKP Belawan
Pendidikan 1. Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD
2. SD/SMP 3. SMA
4. Akademi/PT
Ordinal
Jenjang pendidikan tertinggi yang ditempuh oleh ABK yang tercatat dalam laporan Klinik VCT KKP Belawan
Status Perkawinan
1. Kawin 2. Tidak Kawin
Nominal Keadaan ada atau tidak adanya pasangan hidup ABK yang tercatat dalam laporan Klinik VCT KKP Belawan Daerah Asal 1. Kota Medan
2. Luar Kota Medan Nominal
Tempat di mana ABK tinggal dan menetap sesuai yang tercatat dalam laporan Klinik VCT KKP Belawan
Faktor Resiko 1. Hubungan Seks yang berganti-ganti
2. Pecandu Narkoba Suntik
3. Lainnya
Nominal Fakor yang mempermudah ABK untuk terinfeksi virus HIV yang tercatat dalam laporan Klinik VCT KKP Belawan
(54)
Tabel 1.1 (lanjutan)
Variabel Kriteria Skala Ukur Keterangan Sumber Informasi 1. Teman/Anggota Keluarga
2. Klien VCT 3. Media Massa 4. Petugas Kesehatan 5. Lainnya
Nominal
Sumber yang memberi tahu ABK tentang pusat pelayanan
Alasan Berkunjung
1. Mempunyai banyak pasangan
2. Kuatir tetang Pasangan
3. Disarankan Petugas Kesehatan
4. Disarankan oleh Teman/Keluarga 5. Tuntutan Perusahaan
Nominal
Alasan ABK mengunjungi Pusat Layanan VCT
Tabel 1.3 Aspek Pengukuran Variabel Dependen (Pemanfaatan Klinik VCT) Variabel Kriteria Skala
Ukur Keterangan Jumlah Kunjungan 1. Sering 2. Jarang
Ordinal - Sering, jika jumlah kunjungan ≥ rata-rata.
- Jarang, jika jumlah kunjungan < rata-rata.
3.7. Analisis data
Data yang diperoleh kemudian diolah secara univariat dan bivariat. Analisis
univariat dilakukan dengan menganalisis secara deskriptif masing-masing variabel.
Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square, yang bertujuan
untuk melihat hubungan antara variabel independen, yaitu faktor internal dan
eksternal dengan variabel dependen, yaitu pemanfaatan klinik VCT, sedangkan
(55)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum
4.1.1 Gambaran Umum Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Belawan adalah salah satu unit
kerja Departemen Kesehatan yang berada di Pelabuhan Laut Belawan. KKP berubah
menjadi Kelas I semenjak tahun 2008. Wilayah kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan
meliputi pelabuhan-pelabuhan yang ada di Sumatera Utara dan juga Bandara Polonia
Medan.
KKP Kelas I Belawan memiliki klinik VCT yang mulai beroperasi sejak
bulan September 2006 hingga sekarang. Klinik VCT KKP Kelas I Belawan
merupakan salah satu strategi upaya kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk
keseluruh layanan kesehatan HIV berkelanjutan.
4.1.2. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Klinik VCT KKP Belawan terdiri dari:
1. Kepala Klinik VCT
Kepala klinik VCT KKP Belawan adalah seorang yang memiliki keahlian
manajerial dan program terkait dengan pengembangan layanan VCT dan penanganan
program perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS. Dalam hal ini Kepala
Klinik VCT KKP Belawan merangkap sebagai konselor disebabkan karena
kurangnya sumber daya yang ada.
(56)
2. Sekretaris/ Administrasi
Petugas administrasi atau sekretaris adalah seorang yang menangani urusan
administrasi klinik CVT. Dalam hal ini Sekretaris klinik VCT KKP Belawan juga
merangkap sebagai konselor.
3. Koordinator Pelayanan Medis
Koordinator Pelayanan Medis adalah seorang dokter yang bertanggung jawab
secara tekhnis medis dalam penyelenggaraan klinik VCT. Dalam hal ini jabatan
koordinator pelayanan medis dirangkap oleh kepala Klinik VCT.
4. Koordinator Pelayanan Non Medis
Koordinator Pelayanan Non Medis adalah seorang yang mampu
mengembangkanprogram perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS terkait
psikologis, sosial dan hukum.
5. Konselor VCT
Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non kesehatan yang
telah mengikuti pelatihan VCT. Pada klinik VCT KKP Belawan terdapat 2 orang
konselor yang menangani proses konseling HIV.
6. Petugas Manajemen Kasus
Petugas penangan kasus yang berasal dari tenaga non medis yang telah
mengikuti pelatihan manajemen kasus.
7. Petugas Laboratorium
Petugas laboratorium atau tekhnisi telah mengikuti pelatihan tentang teknik
(57)
diadopsi dari WHO. Pada klinik VCT KKP Belawan terdapat 1 orang yang
menangani urusan laboratorium.
4.1.3. Sarana dan Prasarana
Pada Klinik VCT KKP Belawan sarana dan prasarana yang dimiliki adalah
sebagai berikut:
1. Papan Nama/Petunjuk
Papan petunjuk lokasi dipasang secara jelas sehingga memudahkan akses klien ke
klinik VCT.
2. Ruang Tunggu
Ruang tunggu berada didepan ruang konseling dimana tersedia materi KIE,
informasi prosedur konseling dan testing,kotak saran, tempat sampah, meja dan
kursi.
3. Ruang Konseling
Pada ruang konseling cukup nyaman, cukup luas dan tertutup rapat sehingga
dapat menjaga kerahasiaan klien yang berkunjung selama proses konseling.
4. Ruang Pengambilan darah
Ruang Pengambilan darah dekat dengan ruangan konseling.
5. Ruang Laboratorium
Ruang laboratorium terdiri dari alat-alat laboratorium yang digunakan untuk
(58)
4.2. Analisis Univariat 4.2.1. Faktor Internal
Variabel faktor internal terdiri dari, umur, agama, suku, pendidikan, status
perkawinan, dan daerah asal, yang disajikan secara deskriptif dan dalam bentuk tabel
univariat.
a. Umur
Hasil penelitian pada Anak Buah Kapal yang melakukan kunjungan ke klinik
VCT KKP Belawan menunjukkan bahwa distribusi frekuensi kunjungan tertinggi
berada pada kelompok umur < 30 tahun, yaitu sebanyak 164 orang (55,6%) dan
distribusi frekuensi terendah berada pada kelompok umur > 45 tahun, yaitu sebanyak
16 orang (5,4%).
Tabel 4.1.Distribusi Berdasarkan Umur ABK Yang Memanfaatkan Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008.
No Umur F %
1. 2. 3.
< 30 tahun 30-45 tahun > 45 tahun
164 115 16
55,6 39,0 5,4
Jumlah 295 100,0
b. Agama
Berdasarkan hasil penelitian Anak Buah Kapal yang melakukan kunjungan ke
klinik VCT KKP Belawan, diperoleh agama yang memiliki frekwensi terbesar adalah
agama Islam sebesar 188 orang (63,7%) dan kelompok yang memiliki frekwensi yang
(59)
Tabel 4.2. Distribusi Berdasarkan Agama Pada ABK Yang Memanfaatkan Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008.
No Agama F %
1. 2. 3. 4. 5. 6. Islam Kristen Protestan Kristen Katolik Hindu Budha
Kepercayaan Terhadap Tuhan YME (Konghucu)
188 60 20 10 7 10 63,7 20,3 6,8 3,4 2,4 3,4
Jumlah 295 100
c. Suku
Berdasarkan suku kelompok Anak Buah Kapal yang memiliki frekwensi
terbesar adalah suku melayu dengan jumlah 99 orang (33,6%) dan frekwensi terkecil
adalah suku minang dengan jumlah 15 orang (5,1%).
Tabel 4.3. Distribusi Berdasarkan Suku Pada ABK Yang Memanfaatkan Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008.
No Suku F %
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jawa Batak Melayu Minang Bugis Sunda Betawi 34 86 99 15 20 20 20 11,5 29,2 33,5 5,1 20,7 20,7 20,7
Jumlah 295 100,0
d. Pendidikan
Menurut tingkat pendidikan dapat dilihat bahwa Anak Buah Kapal yang
paling banyak melakukan kunjungan ke klinik VCT KKP Kelas I Belawan adalah
dengan tingkat pendidikan SMU sebanyak 153 orang (51,9%) dan yang paling sedikit
(60)
Tabel 4.4. Distribusi Berdasarkan Pendidikan Pada ABK Yang Memanfaatkan Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008.
No Pendidikan F %
1. 2. 3. 4.
Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD SDSMP SMU Akademi/Perguruan Tinggi 23 79 153 40 7,8 26,8 51,9 13,5
Jumlah 295 100,0
e. Status Pernikahan
Berdasarkan status perkawinan Anak Buah Kapal yang melakukan
kunjungan ke klinik VCT KKP Kelas I Belawan kelompok yang memiliki frekwensi
paling besar adalah kelompok yang sudah kawin sebanyak 185 orang (62,7%) dan
yang belum kawin sebanyak 110 orang (37,3%).
Tabel 4.5. Distribusi Berdasarkan Status Pernikahan Pada ABK Yang Memanfaatkan Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008.
No Status Pernikahan F %
1. 2. Kawin Belum Kawin 185 110 65,8 34,2
Jumlah 295 100,0
f. Daerah Asal
Berdasarkan daerah asal Anak Buah Kapal yang berkunjung ke klinik VCT
KKP Kelas I Belawan yang berasal dari Medan lebih besar dibandingkan dengan
yang berasal dari luar Medan yaitu masing-masing sebesar 194 orang (65,8%) dan
(61)
Tabel 4. 6. Distribusi Berdasarkan Daerah Asal Pada ABK Yang Memanfaatkan Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008.
No Daerah Asal F %
1. 2.
Kota Medan Luar Kota Medan
194 101
65,8 34,2 Jumlah 295 100,0
4.2.2. Faktor Eksternal a. Faktor Resiko
Berdasarkan hasil penelitian Anak Buah Kapal yang memiliki faktor resiko
yang paling besar adalah disebabkan hubungan seks sebesar 183 orang (62,0%), dan
faktor resiko yang paling rendah adalah disebabkan jarum suntik sebesar 40 orang
(13,6%).
Tabel 4.7. Distribusi Berdasarkan Faktor Resiko Pada ABK Yang Memanfaatkan Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008.
No Faktor Resiko F %
1. 2. 3
Hubungan Seks Jarum Suntik Tatto
183 40 72
62,0 13,6 24,4
Jumlah 295 100
b. Sumber Informasi
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi tertinggi
sumber informasi Anak Buah Kapal sehingga melakukan kunjungan ke klinik VCT
KKP Belawan adalah pihak perusahaan, yaitu sebesar 133 orang (45,0%), dan terendah
(62)
Tabel 4. 8. Distribusi Berdasarkan Sumber Informasi Pada ABK Yang Memanfaatkan Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008.
No Sumber Informasi f %
1 2 3 4 5 Teman/Anggota Keluarga Klien VCT lain
Media Massa Petugas Kesehatan/Relawan/LSM Perusahaan 23 25 27 87 133 7,8 8,5 9,2 29,5 45,0
Jumlah 295 100
c. Alasan Berkunjung ABK
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa alasan Anak Buah Kapal
berkunjung ke klinik VCT KKP Kelas I Belawan tertinggi adalah karena tuntutan dari
pihak perusahaan kepada karyawannya untuk melakukan konseling dan tes yaitu
sebesar 110 orang (37,3%), dan yang terendah adalah disebabkan oleh saran dari
teman/keluarga yaitu sebesar 30 orang (10,2%).
Tabel 4.9. Distribusi Berdasarkan Alasan Berkunjung ABK Yang Memanfaatkan Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008.
No Alasan Berkunjung f %
1. 2. 3. 4. 5.
Punya Banyak Pasangan Kuatir Dengan Pasangan Disarankan Petugas Kesehatan Disarankan Teman/Keluarga Tuntutan Perusahaan 51 59 45 30 110 17,3 20,0 15,3 10,2 37,3
Jumlah 295 100
4.2.4. Pemanfaatan Klinik VCT
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa pemanfaatan klinik VCT
tertinggi pada kategori tinggi (≥ rata-rata) yaitu sebanyak 190 orang (64,4%), dan yang terendah pada kategori rendah (< rata-rata), yaitu sebanyak 105 orang (35,6%).
(63)
Tabel 4.10. Distribusi Berdasarkan Pemanfaatan Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008.
No Alasan Berkunjung F %
1. 2.
Tinggi Rendah
190 105
64,4 35,6
Jumlah 295 100,0
4.3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel, yaitu
variabel independen dan variabel dependen pada penelitian ini. Sebagai variabel
independen dalam penelitian ini adalah variabel: (i) umur; (ii) agama; (iii) suku; (iv)
pendidikan; (v) status perkawinan; dan (vi) daerah asal. Variabel dependen adalah
pemanfaatan klinik VCT. Uji bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square,
namun jika dalam beberapa variabel tidak memenuhi syarat untuk diuji dengan uji
Chi-Square, maka akan dilakukan dengan uji Exact Fisher
4.3.1 Hubungan Faktor Internal dengan Pemanfaatan Kinik VCT a. Hubungan Umur dengan Pemanfaatan Klinik VCT
Distribusi frekuensi tertinggi berada pada ABK yang telah berumur <30 tahun
dan tingkat pemanfaatan pelayanan klinik VCT yang tinggi, yaitu sebanyak 113
orang (38,3%) dan distribusi frekuensi terendah berada pada kategori ABK yang
berumur > 45 tahun dan pemanfaatan klinik yang tinggi, yaitu sebanyak 5 orang
(1,7%).
Berdasarkan uji bivariat antara variabel umur dengan pemanfaatan Klinik
(64)
nilai α (0,05). Artinya, ada hubungan variabel umur dengan pemanfaatan pelayanan klinik VCT KKP Belawan.
Tabel 4.11. Tabulasi Silang Umur dengan Pemanfaatan Klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Tahun 2006-2008
Pemanfaatan Klinik VCT Jumlah Umur
Tinggi % Rendah % N %
(p) < 30 tahun
30-45 tahun > 45 tahun
113 72 5 38,3 24,4 1,7 51 43 11 17,3 14,6 3,7 164 115 16 55,6 39,0 5,4
Jumlah 190 64,4 105 35,6 295 100,0 0,010
b. Hubungan Agama dengan Pemanfaatan Klinik VCT
Distribusi frekuensi tertinggi berada pada ABK yang beragama Islam dan
tingkat pemanfaatan pelayanan klinik VCT kategori tinggi, yaitu sebanyak 126 orang
(42,7%) dan distribusi frekuensi terendah berada pada kategori ABK yang beragama
Budha dan aliran kepercayaan lain dan pemanfaatan klinik yang rendah, yaitu
sebanyak 3 orang (1,0%).
Berdasarkan uji bivariat antara variabel umur dengan pemanfaatan Klinik
VCT pada ABK, diperoleh nilai probabilitasnya p (0,619). Nilai ini lebih besarl dari
nilai α (0,05). Artinya, tidak ada hubungan variabel agama dengan pemanfaatan pelayanan klinik VCT KKP Belawan.
(65)
Tabel 4.12. Tabulasi Silang Agama dengan Pemanfaatan Klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Tahun 2006-2008
Pemanfaatan Klinik VCT Jumlah Agama
Tinggi % Rendah % N %
(p) Islam Kristen Protestan Kristen Katolik Hindu Budha Lain-lain 126 33 14 6 4 7 42,7 11,2 4,7 2,0 1,4 2,4 62 27 6 4 3 3 21,0 9,2 2,0 1,4 1,0 1,0 190 60 20 10 7 10 63,7 20,4 6,7 3,4 2,4 3,4 Jumlah 190 64,4 105 35,6 295 100,0
0,619
c. Hubungan Suku dengan Pemanfaatan Klinik VCT
Distribusi frekuensi tertinggi berada pada ABK yang memiliki suku Melayu
dan tingkat pemanfaatan pelayanan klinik VCT yang tinggi, yaitu sebanyak 68 orang
(23,1%) dan distribusi frekuensi terendah berada pada kategori ABK yang memiliki
suku Minang dan tingkat pemanfaatan klinik VCT yang rendah, yaitu sebanyak 4
orang (1,4%).
Berdasarkan uji bivariat antara variabel suku dengan pemanfaatan Klinik VCT
pada ABK, diperoleh nilai probabilitasnya p (0,139). Nilai ini lebih besarl dari nilai α (0,05). Artinya, tidak ada hubungan variabel suku dengan pemanfaatan klinik VCT.
Tabel 4.13. Tabulasi Silang Suku dengan Pemanfaatan Klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Tahun 2006-2008
Pemanfaatan Klinik VCT Jumlah Suku
Tinggi % Rendah % N %
(p) Jawa Batak Melayu Minang Dan lain-lain 20 47 68 11 44 6,8 15,9 23,1 3,7 14,9 14 39 31 4 17 4,7 13,2 10,5 1,4 5,8 34 86 99 15 61 11,5 29,1 33,6 5,1 20,7 Jumlah 190 64,4 105 35,6 295 100,0
(66)
d. Hubungan Pendidikan dengan Pemanfaatan Klinik VCT
Distribusi frekuensi tertinggi berada pada ABK yang memiliki tingkat
pendidikan SMU dan tingkat pemanfaatan pelayanan klinik VCT yang tinggi, yaitu
sebanyak 99 orang (33,6%) dan distribusi frekuensi terendah berada pada kategori
ABK yang berpendidikan tidak tamat sekolah dan pemanfaatan klinik yang rendah,
yaitu sebanyak 8 orang (2,7%).
Berdasarkan uji bivariat antara variabel pendidikan dengan pemanfaatan
Klinik VCT pada ABK, diperoleh nilai probabilitasnya p (0,009). Nilai ini lebih kecil
dari nilai α (0,05). Artinya, ada hubungan variabel pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan klinik VCT KKP Belawan.
Tabel 4.14. Tabulasi Silang Pendidikan dengan Pemanfaatan Klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Tahun 2006-2008
Pemanfaatan Klinik VCT Jumlah Pendidikan
Tinggi % Rendah % N %
(p) Tidak Tamat Sekolah
SD/SMP SMU PT 8 58 99 25 2,7 19,7 33,6 8,5 15 21 54 15 5,1 7,1 18,3 5,1 23 79 149 40 7,8 26,8 51,9 13,6 Jumlah 190 64,4 105 35,6 295 100,0
0,009
e. Hubungan Status Perkawinan dengan Pemanfaatan Klinik VCT
Distribusi frekuensi tertinggi berada pada ABK yang telah kawin dan tingkat
pemanfaatan pelayanan klinik VCT yang tinggi, yaitu sebanyak 128 orang (43,4%)
dan distribusi frekuensi terendah berada pada kategori ABK yang belum kawin dan
(67)
Berdasarkan uji bivariat antara variabel status perkawinan dengan
pemanfaatan Klinik VCT pada ABK, diperoleh nilai probabilitasnya p (0,036). Nilai
ini lebih kecill dari nilai α (0,05). Artinya, ada hubungan variabel status perkawinan dengan pemanfaatan pelayanan klinik VCT KKP Belawan.
Tabel 4.15. Tabulasi Silang Status Perkawinan dengan Pemanfaatan Klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Tahun 2006-2008
Pemanfaatan Klinik VCT Jumlah Status Perkawinan
Tinggi % Rendah % N %
(p) Kawin
Belum Kawin
128 62
43,4 21,0
57 48
19,3 16,3
186 110
62,7 37,3
Jumlah 190 64,4 105 35,6 295 100,0 0,036
f. Hubungan Daerah Asal dengan Pemanfaatan Klinik VCT
Distribusi frekuensi tertinggi berada pada ABK yang berasal dari Kota Medan
dan tingkat pemanfaatan pelayanan klinik VCT yang tinggi, yaitu sebanyak 134
orang (52,4%) dan distribusi frekuensi terendah berada pada kategori ABK yang
berasal dari luar Kota Medan dan pemanfaatan klinik yang rendah, yaitu sebanyak 45
orang (15,3%).
Berdasarkan uji bivariat antara variabel daerah asal dengan pemanfaatan
Klinik VCT pada ABK, diperoleh nilai probabilitasnya p (0,028). Nilai ini lebih kecil
dari nilai α (0,05). Artinya, ada hubungan variabel daerah asal dengan pemanfaatan pelayanan klinik VCT KKP Belawan.
(1)
Classification Tablea
Predicted Pemanfaatan Klinik VCT
Observed Tinggi Rendah
Percentage Correct
Tinggi 175 15 92.1
Pemanfaatan Klinik VCT
Rendah 67 38 36.2
Step 1
Overall Percentage 72.2
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
umur 1.011 .251 16.202 1 .000 2.747
suku -.294 .106 7.744 1 .005 .745
pendidik -.140 .165 .719 1 .396 .869
stakwn 1.300 .317 16.836 1 .000 3.671
daerasal .654 .274 5.683 1 .017 1.924
fakres .315 .156 4.111 1 .043 1.371
sbrinfo .205 .109 3.564 1 .059 1.228
Step 1a
Constant -4.940 1.120 19.437 1 .000 .007
a. Variable(s) entered on step 1: umur, suku, pendidik, stakwn, daerasal, fakres, sbrinfo.
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Predicted Pemanfaatan Klinik VCT
Observed Tinggi Rendah
Percentage Correct
Tinggi 190 0 100.0
Pemanfaatan Klinik VCT
Rendah 105 0 .0
Step 0
Overall Percentage 64.4
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
(2)
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -.593 .122 23.786 1 .000 .553
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Umur 6.630 1 .010
Suku 4.786 1 .029
Pendidik .772 1 .380
Stakwn 4.950 1 .026
Daerasal 5.380 1 .020
Fakres 3.201 1 .074
Variables
Sbrinfo 2.001 1 .157
Step 0
Overall Statistics 39.279 7 .000
Tahap Kedua (variable pendidikan dikeluarkan dari model)
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Included in Analysis 295 100.0
Missing Cases 0 .0
Selected Cases
Total 295 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 295 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original
Value Internal Value
Tinggi 0
Rendah 1
(3)
Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig.
Step 40.991 6 .000
Block 40.991 6 .000
Step 1
Model 40.991 6 .000
Model Summary Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
1 343.124a .130 .178
a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea
Predicted Pemanfaatan Klinik VCT
Observed Tinggi Rendah
Percentage Correct
Tinggi 171 19 90.0
Pemanfaatan Klinik VCT
Rendah 63 42 40.0
Step 1
Overall Percentage 72.2
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
umur 1.016 .251 16.386 1 .000 2.763
suku -.297 .106 7.931 1 .005 .743
stakwn 1.296 .316 16.789 1 .000 3.654
daerasal .633 .273 5.383 1 .020 1.883
fakres .313 .155 4.057 1 .044 1.367
sbrinfo .211 .108 3.800 1 .051 1.235
Step 1a
Constant -5.303 1.041 25.954 1 .000 .005
(4)
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Predicted Pemanfaatan Klinik VCT
Observed Tinggi Rendah
Percentage Correct
Tinggi 190 0 100.0
Pemanfaatan Klinik VCT
Rendah 105 0 .0
Step 0
Overall Percentage 64.4
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -.593 .122 23.786 1 .000 .553
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Umur 6.630 1 .010
Suku 4.786 1 .029
Stakwn 4.950 1 .026
Daerasal 5.380 1 .020
Fakres 3.201 1 .074
Variables
Sbrinfo 2.001 1 .157
Step 0
Overall Statistics 38.637 6 .000
Tahap Kedua (variabel sumber informasi dikeluarkan dari pemodelan)
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Included in Analysis 295 100.0
Missing Cases 0 .0
Selected Cases
Total 295 100.0
Unselected Cases 0 .0
(5)
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Included in Analysis 295 100.0
Missing Cases 0 .0
Selected Cases
Total 295 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 295 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original
Value Internal Value
Tinggi 0
Rendah 1
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig.
Step 37.021 5 .000
Block 37.021 5 .000
Step 1
Model 37.021 5 .000
Model Summary Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
1 347.093a .118 .162
a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea
Predicted Pemanfaatan Klinik VCT
Observed Tinggi Rendah
Percentage Correct
Tinggi 169 21 88.9
Step 1 Pemanfaatan Klinik VCT
(6)
Overall Percentage 69.5 a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
umur .971 .249 15.209 1 .000 2.640
suku -.280 .105 7.154 1 .007 .756
stakwn 1.265 .314 16.265 1 .000 3.543
daerasal .614 .270 5.181 1 .023 1.849
fakres .311 .154 4.068 1 .044 1.364
Step 1a
Constant -4.371 .903 23.439 1 .000 .013
a. Variable(s) entered on step 1: umur, suku, stakwn, daerasal, fakres.
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Predicted Pemanfaatan Klinik VCT
Observed Tinggi Rendah
Percentage Correct
Tinggi 190 0 100.0
Pemanfaatan Klinik VCT
Rendah 105 0 .0
Step 0
Overall Percentage 64.4
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -.593 .122 23.786 1 .000 .553
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Umur 6.630 1 .010
Suku 4.786 1 .029
Stakwn 4.950 1 .026
Daerasal 5.380 1 .020
Variables
Fakres 3.201 1 .074
Step 0