Karakteristik Anak Buah Kapal ( ABK ) Yang Mengikuti Skrining HIV Di Klinik VCT Di Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Medan
SKRIPSI
KARAKTERISTIK ANAK BUAH KAPAL (ABK) YANG MENGIKUTI
SKRINING HIV DI KLINIK VCT KANTOR KESEHATAN
PELABUHAN BELAWAN MEDAN
TAHUN 2006-2008
OLEH NIM. 061000260
RAHMAD KURNIA PUTRA P.
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
(2)
KARAKTERISTIK ANAK BUAH KAPAL (ABK) YANG MENGIKUTI
SKRINING HIV DI KLINIK VCT KANTOR KESEHATAN
PELABUHAN BELAWAN MEDAN
TAHUN 2006-2008
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
NIM. 061000260
RAHMAD KURNIA PUTRA P.
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(3)
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM
KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2010
Oleh:
NIM. 061000296
RAKHMAD KURNIA PUTRA P
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 04 Agustus 2010 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH
NIP. 194904171979021001 NIP. 19650112199402200 drh. Hiswani, M.Kes
Penguji II Penguji III
drh. Rasmaliah, M.Kes
NIP. 195908181985032002 NIP. 130318031
dr. Achsan Harahap, MPH
Medan, September 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan
NIP. 196108311989031001 Dr. Drs. Surya Utama, MS
(4)
ABSTRAK
HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang sangat menakutkan manusia dengan jumlah kasus yang cenderung naik tiap tahunnya. KKP Belawan sebagai salah satu instansi dinas kesehatan ikut berperan dalam menekan angka kejadian AIDS dengan skrining melalui klinik VCT. Anak buah kapal yang berlabuh di Pelabuhan Belawan diwajibkan untuk mengikuti skrining HIV/AIDS di klinik VCT KKP Belawan.
Desain penelitian ini adalah case survei yang bersifat deskriptif untuk menggambarkan karakteristik ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008. Populasi adalah seluruh ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan periode September 2006 sampai Desember 2008 sebanyak 1.114 orang dan sampel sebanyak 295 data.
Hasil distribusi frekuensi menunjukkan bahwa karakteristik ABK tertinggi pada umur <30 tahun (55,6%), agama Islam (63,7%), suku Melayu (33,6%), pendidikan SLTA (52,2%), status perkawinan kawin (65,8%), dan daerah asal Medan (65,1%). Sedangkan berdasarkan faktor resiko tertinggi pada hubungan seks (67,1%).
Berdasarkan hasil penelitian, maka perlu diberikan pemahaman kepada ABK yang positif HIV/AIDS tentang pengobatan dan penvegahan penularan ke orang lain. Diperlukan upaya meningkatkan skrining dan pencatatan data terhadap penderita HIV/AIDS serta peran serta semua aspek kehidupan untuk pencegahan penularan HIV/AIDS.
(5)
ABSTRACT
HIV/AIDS is a health problem which make people afraid of and the cases are increasing every year. Belawan Port Health Office as an division of health agency is active in pressing the prevalence of AIDS with VCT clinic trough screening. The sailor who is stop in Belawan port must be follow HIV/AIDS screening in Belawan Port Health Office’s VCT clinic.
Design of this research is case survey which have a description to give the description of the sailor who follow HIV/AIDS screening in Belawan Port Office’s VCT clinic. The population are all the sailors who follow HIV/AIDS screening in Belawan Port Office’s VCT clinic from September 2006 until December 2008 are 1.114 sailors and the samples are 295 datas.
The distribution of frequency show that the sailor characteristic is most in <30 years old (55,6%), moeslems (63,7%), Melayu ethnic (33,6%), Senior High School (52,2%), married (65,8%), and come from Medan (65,1%). Then, about the highest risk factor is in get sex (67,1%).
Based of the research results, then it is necessary to give an understanding to the sailor who have a positive test of HIV/AIDS about curing and prevention in another people infection. It is necessary in increase effort and HIV/AIDS data and all the active action in the all aspect of our life to prevent HIV/AIDS infection.
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rahmad Kurnia Putra P.
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 06 Agustus 1975
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Jumlah Saudara : 5 ( lima ) bersaudara
Alamat : Jln. Cendrawasih III No 303 Perumnas Mandala Kecamatan : Percut Sei Tuan
Kabupaten : Deli Serdang
Riwayat Pendidikan : 1. 1982-1988 : SD Neg 060805 Medan 2. 1988-1991 : SLTP Neg 11 Medan 3. 1991-1994 : SLTA Khatolik Kaban Jahe 4. 1994-1997 : D3 Akademi Keperawatan USU 5. 2006-2010: FKM USU
(7)
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, cinta-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”
Karakteristik Anak Buah Kapal ( ABK ) Yang Mengikuti Skrining HIV Di Klinik VCT Di Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Medan “
Skripsi ini disusn untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada program studi Strata 1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.
(8)
5. Bapak dr. Achsan Harahap, MPH selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dosen Pembimbing Akademik
7. Seluruh Dosen pengajar dan stsf Akademik FKM USU yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas.
8. Bapak dr. H. Syahril Aritonang, M.HA selaku Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Medan yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta pegawai Kantor Kesehatan Pelabuhan yang turut membantu dalam pengumpulan data.
9. Teristimewa untuk istri ku Novita Syaftawati dan anak-anak ku Yaser Atmanegara P, Rizki Fazriyani P, dan Dyah Anggraini Pitaloka P, yang selalu
memberikan doa dukungan serta kasih sayang kepada penulis.
10.Saudara- saudaraku tersayang yang begitu banyak memberikan bantuan dan dukungan moril dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di FKM USU
11.Rekan- rekan peminatan Epidemiologi seperjuangan : Vivi, Dodi, Dedi Suci, Rita, Yanti dan adik- adik Reguler 2005-2006 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Rekan- rekan Ekstensi 2006 : Efri, Umma, Suci, Wiwik, Dini, Dewi. Terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya yang tidak bias dilupakan.
(9)
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2010 Penulis
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.3.1. Tujuan Umum ... 6
1.3.2. Tujuan Khusus ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Pengertian HIV ... 8
2.2. Perjalanan Alamiah Penyakit ... 9
2.3. Epidemiologi Penyakit ... 10
2.3.1 Distribusi Menurut Orang ... 10
2.3.2 Distribusi Menurut Tempat ... 11
2.3.3 Distribusi Menurut Waktu ... 11
2.4. Kebijakan dan Strategi Penanggulangan HIV di Tempat Kerja ... 13
2.4.1 Kebijakan Penanggulangan HIV di Tempat Kerja ... 13
2.4.2 Strategi Penanggulangan HIV di Tempat Kerja ... 14
2.5. Skrining ... 15
2.5.1 Tujuan Skrining ... 15
2.5.2 Bentuk Pelaksanaan Skrining HIV ... 16
2.5.3 Keuntungan Skrining ... 17
2.5.4 Syarat dan Prinsip Skrining HIV Pada ABK ... 17
2.5.5 Bahan ... 18
2.6. Anak Buah Kapal ... 18
2.7. Voluntary Counseling and Test (VCT) atau konseling dan Tes Sukarela (KTS) Anak Buah Kapal ... 19
2.7.1 Proses Konseling ... 20
2.7.2 Tahapan Konseling ... 21
(11)
3.1. Kerangka Konsep ... 29
3.2. Definisi Operasional ... 29
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 31
4.1. Jenis Penelitian ... 31
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
4.3. Populasi dan Sampel ... 31
4.3.1 Populasi ... 31
4.3.1 Sampel ... 28
4.4. Teknik Pengambilan Sampel ... 29
4.5. Metode Pengumpulan Data ... 29
... 4.6. Metode Analisis Data ... 29
BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 35
5.1. Gambaran Umum ... 35
5.1.1. Gambaran Umum Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan ... 35
5.1.2. Struktur Organisasi ... 35
5.2.3. Sarana dan Prasarana ... 37
5.2. Karakteristik ABK ... 38
5.2.1. Distribusi Proporsi Karakteristik ABK ... 39
5.2.2. Distribusi Proporsi Faktor Resiko ... 40
5.2.3. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Faktor Resiko ... 41
5.2.4. Distribusi Proporsi Agama Berdasarkan Faktor Resiko ... 42
5.2.5. Distribusi Proporsi Suku Berdasarkan Faktor Resiko ... 43
5.2.6. Distribusi Proporsi Pendidikan Berdasarkan Faktor Resiko .... 43
5.2.7. Distribusi Proporsi Status Perkawinan Berdasarkan Faktor Resiko ... 44
5.2.8. Distribusi Proporsi Daerah Asal Berdasarkan Faktor Resiko .. 45
BAB 6 PEMBAHASAN ... 46
6.1. Karakteristik ABK ... 46
6.1.1. Umur ABK ... 46
6.1.2. Agama ABK ... 47
6.1.3. Suku ABK ... 47
6.1.4. Pendidikan ABK ... 49
6.1.5. Status Perkawinan ABK ... 50
6.1.6. Daerah Asal ABK ... 51
6.1.7. Faktor Resiko ABK ... 52
6.2. Analisa Statistik ... 53
6.2.1. Umur Berdasarkan Faktor Resiko ... 53
6.2.2. Agama Berdasarkan Faktor Resiko ... 54
6.2.3. Suku Berdasarkan Faktor Resiko ... 55
(12)
6.2.5. Status Perkawinan Berdasarkan Faktor Resiko ... 59
6.2.6. Daerah Asal Berdasarkan Faktor Resiko ... 60
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 62
7.1. Kesimpulan ... 62
7.2. Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Karakteristik ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008 ... 39
Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Faktor Resiko ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008 ... 41 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Faktor Resiko ABK Yang Mengikuti
Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008 ... 41 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Agama Berdasarkan Faktor Resiko ABK Yang
Mengikuti Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008 ... 42 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Suku Berdasarkan Faktor Resiko ABK Yang Mengikuti
Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008 ... 43 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Pendidikan Berdasarkan Faktor Resiko ABK Yang
Mengikuti Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008 ... 43 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Status Perkawinan Berdasarkan Faktor Resiko ABK
Yang Mengikuti Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008 ... 44 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Daerah Asal Berdasarkan Faktor Resiko ABK Yang
Mengikuti Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008 ... 45 Halaman
(14)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 6.1. Diagram Pie Distribusi Proporsi Umur ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008 ... 47 Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Agama ABK Yang Mengikuti Skrining
HIV di Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008 ... 48 Gambar 6.3. Diagram Bar Distribusi Proporsi Suku ABK Yang Mengikuti Skrining
HIV di Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008 ... 49 Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Pendidikan ABK Yang Mengikuti
Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008 ... 50 Gambar 6.5. Diagram Pie Distribusi Proporsi Status Perkawinan ABK Yang
Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008 ... 51 Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Daerah Asal ABK Yang Mengikuti
Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008 ... 52 Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Faktor Resiko ABK Yang Mengikuti
Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008 ... 53 Gambar 6.8. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Faktor Resiko ABK
Yang Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 ... 54 Gambar 6.9. Diagram Bar Distribusi Proporsi Agama Berdasarkan Faktor Resiko
ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 ... 55 Gambar 6.10. Diagram Bar Distribusi Proporsi Suku Berdasarkan Faktor Resiko ABK
Yang Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 ... 56 Gambar 6.11. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pendidikan Berdasarkan Faktor Resiko
ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 ... 58 Gambar 6.12. Diagram Bar Distribusi Proporsi Status Perkawinan Berdasarkan Faktor
Resiko ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Halaman
(15)
Gambar 6.13. Diagram Bar Distribusi Proporsi Daerah Asal Berdasarkan Faktor Resiko ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 ... 61
(16)
ABSTRAK
HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang sangat menakutkan manusia dengan jumlah kasus yang cenderung naik tiap tahunnya. KKP Belawan sebagai salah satu instansi dinas kesehatan ikut berperan dalam menekan angka kejadian AIDS dengan skrining melalui klinik VCT. Anak buah kapal yang berlabuh di Pelabuhan Belawan diwajibkan untuk mengikuti skrining HIV/AIDS di klinik VCT KKP Belawan.
Desain penelitian ini adalah case survei yang bersifat deskriptif untuk menggambarkan karakteristik ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008. Populasi adalah seluruh ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan periode September 2006 sampai Desember 2008 sebanyak 1.114 orang dan sampel sebanyak 295 data.
Hasil distribusi frekuensi menunjukkan bahwa karakteristik ABK tertinggi pada umur <30 tahun (55,6%), agama Islam (63,7%), suku Melayu (33,6%), pendidikan SLTA (52,2%), status perkawinan kawin (65,8%), dan daerah asal Medan (65,1%). Sedangkan berdasarkan faktor resiko tertinggi pada hubungan seks (67,1%).
Berdasarkan hasil penelitian, maka perlu diberikan pemahaman kepada ABK yang positif HIV/AIDS tentang pengobatan dan penvegahan penularan ke orang lain. Diperlukan upaya meningkatkan skrining dan pencatatan data terhadap penderita HIV/AIDS serta peran serta semua aspek kehidupan untuk pencegahan penularan HIV/AIDS.
(17)
ABSTRACT
HIV/AIDS is a health problem which make people afraid of and the cases are increasing every year. Belawan Port Health Office as an division of health agency is active in pressing the prevalence of AIDS with VCT clinic trough screening. The sailor who is stop in Belawan port must be follow HIV/AIDS screening in Belawan Port Health Office’s VCT clinic.
Design of this research is case survey which have a description to give the description of the sailor who follow HIV/AIDS screening in Belawan Port Office’s VCT clinic. The population are all the sailors who follow HIV/AIDS screening in Belawan Port Office’s VCT clinic from September 2006 until December 2008 are 1.114 sailors and the samples are 295 datas.
The distribution of frequency show that the sailor characteristic is most in <30 years old (55,6%), moeslems (63,7%), Melayu ethnic (33,6%), Senior High School (52,2%), married (65,8%), and come from Medan (65,1%). Then, about the highest risk factor is in get sex (67,1%).
Based of the research results, then it is necessary to give an understanding to the sailor who have a positive test of HIV/AIDS about curing and prevention in another people infection. It is necessary in increase effort and HIV/AIDS data and all the active action in the all aspect of our life to prevent HIV/AIDS infection.
(18)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang ditandai dengan penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang optimal diseluruh wilayah Republik Indonesia. Adapun salah satu yang menjadi program pokok pembangunan kesehatan tersebut adalah program pemberantasan penyakit menular untuk menurunkan angka kematian akibat penyakit menular dan mencegah penularan serta mengurangi dampak sosial dari akibat penyakit sehingga tidak menjadi masalah kesehatan.1
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah salah satu penyakit menular yang menakutkan umat manusia. Dapat dipastikan bahwa penderita HIV akan membawa kematian bagi penderita dan sampai sekarang belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkannya. Penyebaran HIV tidak mengenal umur, jenis kelamin, pekerjaan, suku, ras dan agama. HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, dalam jumlah yang cukup dan potensi HIV dapat menginfeksi orang lain.
Kasus infeksi HIV pertama di dunia dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun 1983, yang dalam waktu relatif singkat dapat terjadi peningkatan kasus dan penyebarannya sangat cepat sehingga AIDS telah menjadi masalah internasional yang cukup meresahkan. Pada akhir
(19)
Dalam 17 tahun kasus ini meningkat menjadi 330 kali lipat. Sebagian besar kasus ini yakni 32,7 juta (95%) berada dinegara berkembang. Hampir 7 juta (22%) diantaranya adalah penduduk Asia Tenggara-Selatan.2
Indonesia merupakan negara terbuka dalam hal perdagangan, perindustrian dan pariwisata, sehingga sangat sulit mencegah kemungkinan masuknya HIV ke Indonesia. Kasus pertama kali ditemukan di Bali pada tahun 1987 dimana 2 orang wisatawan dari mancanegara dinyatakan sebagai pengidap HIV, dan setelah itu kasus HIV meningkat dengan cepat dari tahun ke tahun dan tersebar di hampir semua provinsi yang ada di Indonesia.3
Di Indonesia, sampai Maret 2008 tercatat 17.988 orang pengidap HIV dan AIDS. Jumlah tersebut diyakini masih jauh dari jumlah sebenarnya dan masih akan terus meningkat. Berdasarkan estimasi Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002, terdapat 90.000–130.000 orang Indonesia yang telah tertular HIV. Kelompok terbesar penderita HIV/AIDS berusia produktif diantara 20-29 tahun yang menyumbangkan sekitar 53,8% dari keseluruhan penderita HIV/AIDS. Depkes RI tahun 2005 memprediksi pada tahun 2010 penderita HIV/AIDS akan mencapai 93.968 hingga 130.000 orang (Ditjen PPM & PL Depkes RI).3
Di Sumatera Utara, secara kumulatif pengidap HIV dan kasus AIDS tahun 1994-2007 terdiri dari 1157 orang, dimana 683 orang atau 51% penderita HIV, dan 474 orang atau 49% penderita AIDS. Dari jumlah tersebut laki-laki yaitu sebanyak 901 orang atau sebesar 78%, perempuan yaitu 232 orang atau 20%, dan yang tidak diketahui identitasnya yaitu 24 orang atau 2%. Kebanyakan pengidap HIV/AIDS adalah pada rentang umur 20-29 tahun, yaitu berjumlah 621 orang atau 54%. Kota Medan menempati urutan pertama dari 1157 orang yang teridentifikasi HIV/AIDS, yakni terdiri dari HIV berjumlah 310 orang atau 27% dan AIDS berjumlah 556 orang atau 48%. Dimana sumbangan terbesar pengidap HIV/AIDS di
(20)
Sumatera Utara adalah para pengguna narkoba suntik, yaitu sebesar 42% (DinKes Propinsi Sumatera Utara, 2007).4
Peningkatan kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara masih terbilang kecil bila dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Namun hal penting yang menjadikan Sumatera Utara sangat potensial dalam peningkatan penyebaran HIV/AIDS adalah kedekatan provinsi Sumatera Utara secara geografis dengan negara-negara tetangga yang mempunyai kasus infeksi HIV/AIDS yang tinggi seperti Thailand dan Kamboja.4
Data di Dinas Kesehatan kota Medan tahun 2007 menunjukkan hingga bulan September 2007 kasus AIDS telah mencapai 70 % dan yang terinfeksi HIV 30%. Jumlah orang yang rawan terhadap penularan HIV diperkirakan 13 sampai 20 juta orang. Kelompok masyarakat yang paling tinggi tingkat penularannya adalah 58,3% pengguna Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA), dengan jarum suntik dan melalui hubungan seksual 41,7% (Dinkes Kota Medan).5
Dari 416 kasus HIV/AIDS yang ada di Sumatera Utara, 46% berada pada stadium AIDS dan diketahui 19% telah meninggal dunia. Kota Medan merupakan penyumbang terbesar penderita HIV/AIDS dengan jumlah 360 kasus. Sebagai Ibukota provinsi, kota Medan berisiko tinggi terhadap penyebaran virus HIV/AIDS. Penyebaran virus ini sangat dipengaruhi dari perilaku individu berisiko tinggi terutama perilaku seks heteroseks, merebaknya peredaran narkoba khususnya pengguan jarum suntik.5
Menurut Sungadi (2007), salah satu kecamatan kota Medan yang menjadi tempat keberadaan para PSK (Pekerja Seks Komersial) adalah Belawan, dimana Belawan juga menjadi tempat pelabuhan, dan biasanya pelabuhan adalah tempat banyak pendatang baik itu
(21)
dalam maupun luar negeri dan setiap pelabuhan selalu ada yang namanya anak buah kapal (ABK) selalu berhubungan seksual dengan PSK.6
Menurut penelitian Futi, berdasarkan penelitiannya di Indonesia terdapat 12 juta orang pelanggan seks. Terdiri dari 30% (persen) Pegawai Negeri Sipil (PNS), sedangkan sisanya mayoritas sopir antar kota dan pelaut. Dari jumlah tersebut hanya 3-10 persen yang mau menggunakan kondom saat berhubungan seks dengan PSK. (Kedaulatan Rakyat, 7 September 2006).7
Dalam hal ini KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan) Kelas I Medan yang berinduk di Pelabuhan Belawan Medan mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai filter (penyaring) untuk melakukan tindakan cegah tangkal dan deteksi dini terhadap penyakit karantina (HIV,
Pest, Yellow fever, cholera) dan penyakit menular potensial wabah sebagai tupoksi dari KKP
Kelas I Medan itu sendiri, mengingat Pelabuhan merupakan “Port de entree” dari beberapa penyakit menular yang berpotensi berkembang ke seluruh wilayah diluar pelabuhan.8
Oleh karena itu KKP Kelas I Medan secara aktif ikut terlibat di dalam penatalaksanaan HIV/AIDS yang bertujuan untuk menurunkan prevalensi dan mencegah timbulnya penyebaran penyakit HIV/AIDS lebih lanjut dengan membuat klinik Voluntary Councelling
and Testing (VCT) terhadap ABK, Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) pada lokalisasi
pelacuran di sekitar pelabuhan dan juga masyarakat yang bermukim di sekitar pelabuhan Belawan. Kegiatan ini didukung sepenuhnya oleh Dinas Kesehatan Tingkat I Propinsi Sumatera Utara.
Sampai saat ini penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual masih merupakan salah satu masalah kesehatan di lingkungan pelabuhan Belawan. Hal ini disebabkan para PSK yang menjajakan seks pada ABK yang berlabuh di pelabuhan Belawan. Hal ini merupakan
(22)
faktor resiko yang tinggi dan rawan terhadap kejadian penyakit IMS bahkan terhadap penularan HIV/AIDS mengingat rute lalu lintas perjalanan kapal yang sering berganti haluan ke seluruh pelabuhan yang ada di Indonesia bahkan ke luar negeri.
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari kunjungan VCT KKP Kelas I Medan yang diambil mulai bulan September 2006 dimana klinik VCT KKP Kelas I Medan baru mulai beroperasi, dan sudah melakukan konselling sekaligus melakukan test sample darah kepada 1114 orang yang datang berkunjung. Dan dari jumlah tersebut telah terdeteksi 5 orang diantaranya mengidap HIV ( + ). Jumlah kunjungan ini sangat bervariasi mulai dari umur, jenis kelamin dan pekerjaan.
Berdasarkan data diatas perlu dilakukan penelitian dalam upaya mengetahui karakteristik Anak Buah Kapal (ABK) yang mengikuti skrining HIV di klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Medan tahun 2006-2008.
.
1.2. Perumusan Masalah
Belum diketahui karakteristik Anak Buah Kapal (ABK) yang mengikuti skrining HIV di klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Medan tahun 2006-2008.
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik Anak Buah Kapal (ABK) mengikuti skrining HIV di klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Medan tahun 2006-2008
(23)
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi proporsi HIV (+) berdasarkan karakteristik (umur, agama, suku bangsa, pendidikan, status perkawinan, dan daerah asal) pada ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008.
b. Untuk mengetahui distribusi proporsi faktor resiko pada ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008.
c. Untuk mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan faktor resiko pada ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008.
d. Untuk mengetahui distribusi proporsi agama berdasarkan faktor resiko pada ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008.
e. Untuk mengetahui distribusi proporsi suku bangsa berdasarkan faktor resiko pada ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008.
f. Untuk mengetahui distribusi proporsi pendidikan berdasarkan faktor resiko pada ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008.
g. Untuk mengetahui distribusi proporsi status perkawinan berdasarkan faktor resiko pada ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008.
h. Untuk mengetahui distribusi proporsi daerah asal berdasarkan faktor resiko pada ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008.
1.4. Manfaat
1. Sebagai bahan masukan bagi KKP Belawan dalam melakukan skrining pada kelompok beresiko yang lainnya.
(24)
2. Sebagai dasar penelitian selanjutnya mengenai skrining HIV/AIDS di pelabuhan yang ada di Indonesia.
3. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat.
(25)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetian HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus), adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV tergolong dalam kelompok retrovirus yaitu kelompok virus yang mempunyai kemampuan untuk “mengkopi-cetak” materi genetik diri di dalam materi genetik sel-sel yang ditumpanginya. Melalui proses ini HIV dapat mematikan sel-sel T-4.9
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV. Istilah AIDS meliputi tidak saja adanya manifestasi gejala klinik yang khusus yaitu sindroma menurunnya sistem kekebalan tubuh, tetapi juga mengenai spectrum keseluruhan masalah kesehatan yang berhubungan dengan infeksi HIV. AIDS kurang tepat jika disebut sebagai penyakit sebab penyakit yang menyerang sangat bervariasi. Defenisi yang benar adalah Syndrom atau kumpulan gejala penyakit.9
Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV yang merupakan virus dari kelompok retro virus yang berinti RNA dan sangat mudah mengalami mutasi. Satu virus yang masuk ke dalam sel dapat menginfeksi dan bersifat permanen1. Walaupun pada awalnya virus ini tidak menimbulkan gejala klinis dalam beberapa tahun, namun kemudian pada kondisi yang sesuai dapat membentuk virus baru dalam sel inang, kemudian keluar dan menginfeksi sel lain, sehingga mampu menyebabkan timbulnya gejala klinis. 9
(26)
2.2. Perjalanan Alamiah Penyakit
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Pertama kali ditemukan pada tahun 1983 oleh Montagnier dari Institute Pasteur Prancis diberi nama Lymphadenopathy Associated Virus dari penderita AIDS dan diberi nama Human T cell Leukaemia Virus type III (HTLV-III). Pada tahun 1996 atas kesepakatan internasional nama virus itu ditetapkan menjadi Human Immunodeficiency Virus (HIV).2
Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS 9. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama.9
Setelah virus HIV masuk ke dalam target, akan melepas bungkusnya dan merubah bentuk dari RNA menjadi DNA agar dapat bergabung dan menyatukan diri dengan DNA sel target. Dari DNA sel target yang telah diinfeksi akan diproduksi virus-virus HIV baru yang mempunyai potensi untuk menginfeksi sel target baru dan dapat berlangsung seumur hidup. Akibat infeksi HIV ini akan merusak sel limfosit-T sehingga imun rusak dan daya tahan tubuh menjadi berkurang atau hilang. Penderita menjadi mudah terserang penyakit lain seperti infeksi. Banyak penderita AIDS meninggal karena juga menderita penyakit yang lain.9
Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIV positif. Fase ini disebut “periode jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten).
(27)
Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIV sampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif 9.
2.3. Struktur Virus HIV
Virus HIV termasuk virus RNA positif yang berkapsul, dari famili Retroviridae. Diameternya sekitar 100 nm dan mengandung dua salinan genom RNA yang dilapisi oleh protein nukleokapsid. Pada permukaan kapsul virus terdapat glikoprotein transmembran gp41 dan glikoprotein permukaan gp120. Di antara nukleokapsid dan kapsul virus terdapat matriks protein. Selain itu juga terdapat tiga protein spesifik untuk virus HIV, yaitu enzim reverse transkriptase (RT), protease (PR), dan integrase (IN). Enzim RT merupakan DNA polimerase yang khas untuk retrovirus, yang mampu mengubah genom RNA menjadi salinan rantai ganda DNA yang selanjutnya diintegrasikan pada DNA sel pejamu. Retrovirus juga memiliki sejumlah gen spesifik sesuai dengan spesies virusnya, antara lain gag (fungsi struktural virus),
pol (fungsi struktural dan sintesis DNA), serta env (untuk fusi kapsul virus dengan membran
(28)
Replikasi retrovirus berbeda dengan virus RNA lainnya. Segera setelah inti virus memasuki sitoplasma sel yang terinfeksi, RNA disalin ke DNA rantai ganda dengan RT. Penyalinan dimungkinkan oleh aktivitas RNAse H dari RT, sehingga rantai RNA dapat dipecah menjadi campuran DNA (-) dan RNA (+). Baru kemudian campuran ini berubah menjadi molekul DNA rantai ganda. DNA hasil salinan akan memasuki inti sel yang terinfeksi dan menyatu dengan kromosom sel pejamu. Provirus (gen virus spesifik) juga ikut mengalami penyatuan dengan kromosom sel yang terinfeksi. Integrasi ini dimungkinkan dengan adanya sisipan rantai pengulangan yang disebut long terminal repeats (LTR) pada ujung-ujung salinan genom RNA. Rantai LTR ini memuat informasi sinyal yang diperlukan untuk transkripsi provirus oleh RNA polimerase dari pejamu. Selain itu juga protein integrase berperan dalam proses ini. Setelah DNA pejamu terintegrasi dengan materi genetik virus,
(29)
akan terjadi proses transkripsi yang menghasilkan satu rantai genom RNA yang utuh dan satu atau beberapa mRNA. mRNA yang dihasilkan ini mengkode protein regulator virus.10
2.4. Epidemiologi HIV
2.4.1. Distribusi Menurut Orang
Pada orang dewasa dan remaja di Amerika pada tahun 2006 terdapat sekitar 53 % kasus HIV terjadi pada mereka yang berkulit putih, 29 % terjadi pada kelompok orang berkulit hitam (Afrika-Amerika), 17 % terjadi pada Hispanik (Amerika Latin) dan 0,8 % terjadi pada orang Asia/kepulauan Pasifik serta Indian Amerika /penduduk asli Alaska. Pada anak-anak 21 % terjadi pada anak-anak kulit putih, 54 % terjadi pada anak-anak kulit hitam, 24 % terjadi pada anak-anak Hispanik dan 0,7 % terjadi pada anak-anak Asia/kepulauan Pasifik serta Indian Amerika/penduduk asli Alaska. Penderita HIV di Amerika sampai tahun 2006 yang tercatat oleh CDC berusia antara 20 sampai dengan 49 tahun. Hampir 90 % penderita HIV pada dewasa dan remaja adalah pria.11
Di Indonesia gambaran penularan epidemiologi HIV yang perlu dicatat dari laporan Depkes tahun 2007 adalah cukup tingginya kelompok usia produktif yang menjadi keganasan HIV. Secara kumulatif, 54 % proporsi penderita HIV/AIDS di Indonesia adalah kelompok produktif (20-29 tahun). Menyerang kelompok usia produktif merupakan suatu tantangan yang perlu segera diatasi mengingat kelompok penduduk ini adalah asset pembangunan bangsa.3
(30)
Penyebaran HIV bervariasi ditiap-tiap wilayah. Beberapa negara terkena dampak lebih besar dibandingkan negara lain. Bahkan dalam satu negara biasanya terdapat variasi yang luas antar provinsi negara bagian, distrik dan antar daerah perkotaan dan pedesaan.11
Sub-Sahara Afrika masih menjadi wilayah yang paling besar terkena dampak HIV dengan prevalensi HIV yang tinggi. Afrika Sub-Sahara dihuni hanya 10 % populasi penduduk dunia tetapi 2/3 kasus HIV terjadi di wilayah ini yaitu sekitar 24,7 juta. Sedangkan untuk wilayah Asia pada tahun 2006 diperkirakan 8,5 juta orang hidup dengan HIV.11
2.4.3. Distribusi Menurut Waktu
Kasus HIV di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan dan juga penurunan. Berdasarkan data Departemen Kesehatan dari tahun 2000-2007 menunjukkan kasus HIV mencapai 5388 penderita baru.3
Berdasarkan data di atas, prevalensi HIV di Indonesia secara umum memang masih rendah, tetapi Indonesia telah digolongkan sebagai negara dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi (concentrated level epidemic) yaitu adanya epidemi lebih dari 5 % pada sub populasi tertentu misalnya penjaja sex dan pengguna narkoba jarum suntik.3
Penularan AIDS berlangsung sangat cepat dan menimbulkan pandemik AIDS di sebagian besar negara di dunia temasuk Indonesia . Virus HIV terbesar pada cairan tubuh dari orang yang terinfeksi. Virus ini telah berhasil diisolasi dari berbagai cairan tubuh. Konsentrasi terbesar ditemukan di dalam darah, semen dan cairan vagina dan serviks sedangkan konsentrasi yang rendah pada air mata, air liur, air susu ibu (ASI), kolostrum, air seni.11
Cara penularan AIDS melalui hubungan seksual (90%) dan non seksual (10%). Melalui hubungan seksual baik homo maupun heteroseksual, risiko paling tinggi adalah
(31)
genitogenital. Risiko penularan dari suami yang mengidap HIV ke istrinya adalah 22%, sedangkan dari istri ke suami adalah 18%.12
Dari hasil survei Departemen Kesehatan, epidemi HIV/AIDS berpotensi meluas di masa-masa mendatang. Ini didasarkan pada penularan HIV/AIDS di Indonesia yang tergolong tinggi. Selain mudah menular di kalangan orang yang suka melakukan hubungan seks secara bebas, epidemi HIV/AIDS mudah meluas di kalangan pengguna narkoba, khususnya yang biasa memanfaatkan jarum suntik secara bersama-sama. Prilaku seks dengan gonta-ganti pasangan (khususnya kaum pria) berpotensi besar tertular HIV/AIDS, apalagi kalau mereka tidak menggunakan kondom. Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia berpotensi meluas, karena kesadaran memakai kondom masih kurang.3
2.5. Jenis-jenis pemeriksaan HIV/AIDS 13
HIV/ AIDS termasuk jajaran penyakit yang mempunyai tingkat penularan yang sangat tinggi. Hal ini terjadi karena seringkali seseorang tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi HIV, sehingga menjadi sumber penularan bagi orang lain. Seseorang terkena HIV biasanya diketahui jika telah terjadi Sindrom Defisiensi Imun Dapatan (AIDS) yang ditandai antara lain penurunan berat badan, diare berkepanjangan, Sarkoma Kaposi, dan beberapa gejala lainnya.
2.5.1. Cara Pemeriksaan HIV
Berkembangnya teknologi pemeriksaan saat ini mengijinkan kita untuk mendeteksi HIV lebih dini. Beberapa pemeriksaan tersebut antara lain :
(32)
ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi antibodi yang dibuat tubuh terhadap virus HIV. Antibodi tersebut biasanya diproduksi mulai minggu ke 2, atau bahkan setelah minggu ke 12 setelah terpapar virus HIV. Kerena alasan inilah maka para ahli menganjurkan pemeriksaan ELISA dilakukan setelah minggu ke 12 sesudah melakukan aktivitas seksual berisiko tinggi atau tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi. Tes ELISA dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau air kencing.
Saat ini telah tersedia Tes HIV Cepat (Rapid HIV Test). Pemeriksaan ini sangat mirip dengan ELISA. Ada dua macam cara yaitu menggunakan sampel darah jari dan air liur. Hasil positif pada ELISA belum memastikan bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi HIV. Masih diperlukan pemeriksaan lain, yaitu Western Blot atau IFA, untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan ELISA ini. Jadi walaupun ELISA menunjukkan hasil positif, masih ada dua kemungkinan, orang tersebut sebenarnya tidak terinfeksi HIV atau betul-betul telah terinfeksi HIV.
b. Western Blot
Sama halnya dengan ELISA, Western Blot juga mendeteksi antibodi terhadap HIV. Western blot menjadi tes konfirmasi bagi ELISA karena pemeriksaan ini lebih sensitif dan lebih spesifik, sehingga kasus 'yang tidak dapat disimpulkan' sangat kecil. Walaupun demikian, pemeriksaan ini lebih sulit dan butuh keahlian lebih dalam melakukannya.
c. IFA
IFA atau indirect fluorescent antibody juga meurupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA positif. Seperti halnya dua pemeriksaan diatas, IFA juga mendeteksi antibodi terhadap
(33)
d. PCR Test
PCR atau polymerase chain reaction adalah uji yang memeriksa langsung keberadaan virus HIV di dalam darah. Tes ini dapat dilakukan lebih cepat yaitu sekitar seminggu setelah terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan memerlukan alat yang canggih. Oleh karena itu, biasanya hanya dilakukan jika uji antibodi diatas tidak memberikan hasil yang pasti. Selain itu, PCR test juga dilakukan secara rutin untuk uji penapisan (screening test) darah atau organ yang akan didonorkan.
2.5.2. Prosedur Pemeriksaan dan Mendeteksi Penderita HIV a. Unlinked Anomymous
Spesimen darah diambil dari darah yang telah diambil sebelumnya untuk keperluan lainnya. Tes dilakukan anomymous artinya semua data dihilangkan yang memungkinkan untuk menghubungkan hasil pemeriksaan darah dengan pemilik spesimen tes. (unlinked). Kerahasiaan penderita akan terjaga baik tidak akan terjadi bias partisipasi,prevalensi. Tak diperlukan informent consent (persetujuan) dan pelayanan konseling bagi penderita.
b. Voluntary Anonymous
Seseorang setuju untuk melakukan tes HIV terhadap dirinya. Sampel diberi kode atau nomor tertentu dan semua label yang menyangkut identitas pribadi dihilangkan. Data yang boleh ditinggalkan hanya tanggal pemeriksaannya, jenis kelamin, umur, dan faktor resiko. Pemeriksa akan melihat hasil pemeriksaan berdasarkan kode atau nama. Bias partisipasi masih bisa timbul.
(34)
Seseorang setuju untuk dilakukan tes HIV terhadap dirinya. Hasil pemeriksaan hanya diketahui oleh beberapa orang saja. Bias partisipasi masih tinggi.
d. Compul Satary
Pemeriksaan merupakan kewajiban tidak ada kemungkinan seseorang untuk menolaknya. Hasil pemeriksaan dapat atau tidak diberikan kepada yang bersangkutan. Contohnya adalah pemeriksaan wajib dilembaga pemasyarakatanyang direkomendasikan WHO. Bias partisipasi bisa timbul.
e. Mandatory
Tes HIV merupakan persyaratan untuk mendapatkan sesuatu manfaat. Tes ini hanya boleh dilakukan untuk memeriksa donor darah, donor sperma, organ tubuh, asuransi dll.Bias partisipasi bisa timbul.
f. Unlinked Anonymous
Kerahasiaan dijamin penuh dengan menggunakan kode nomor yang dapat dikaitkan dengan pemilih darah. Pemeriksaan VDRL/ TDHA HIV dilakukan petugas laboratorium yang berbeda dan diruangan yang berbeda.
g. Voluntary Anonymous dan Voluntary Confidential
Kerahasiaan terbuka oleh para petugas kesehatan, data penderita diperlukan untuk konseling.
2.6. Kebijakan Dan Strategi Penanggulangan HIV di Tempat Kerja14 2.6.1 Kebijakan Penanggulangan HIV di Tempat Kerja14
(35)
Adapun kebijakan penanggulangan HIV di tempat kerja yang dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut :
a. Memutuskan rantai penularan : Penanggulangan HIV dilaksanakan dengan memutuskan rantai penularan penyakit yang terjadi melalui hubungan seks yang tidak terlindungi.
b. Mengembangkan kerja sama kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat serta organisasi profesi dalam penanggulangan HIV di tempat kerja
c. Pencegahan HIV melalui KIE terutama yang menyangkut hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit HIV, cara-cara pencegahan yang dapat dilakukan oleh setiap orang sehingga setiap pekerja mampu melindungi diri masing masing dan melindungi diri dari orang lain dari penularan penyakit
d. Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh informasi yang benar tentang HIV/AIDS guna melindungi dirinya terhadap penularan penyakit.
e. Setiap pekerja ODHA dilindungi kerahasiaannya (kecuali bila ia membolehkan untuk diketahui oleh orang lain) untuk mencegah stigmatisasi, diskriminasi dan pelanggaran hak azasi manusia. Setiap ODHA wajib melindungi pasangan seks nya.
f. Persamaan gender (gender Equality) dan pemberdayaan perempuan untuk mengurangi ancaman atau kerentanan (vulnerebility) pekerja perempuan terhadap penularan HIV serta mencegah dan melindungi mereka dari kekerasan seksual.
g. Setiap pekerja ODHA berhak memperoleh pelayanan pengobatan, perawatan dan dukungan tanpa diskriminasi sehingga memungkinkan ia dapat hidup layak sebagai anggota masyarakat lainnya.
(36)
h. Meningkatkan kemampuan petugas dan institusi kesehatan dan sektor terkait (Capacity Building) dalam penanggulangan HIV termasuk pelatihan dan pengorganisasian.
i. Prosedur untuk mendiagnosis infeksi HIV pada pekerja harus dilakukan secara sukarela dan didahului dengan memberikan informasi yang benar kepada yang bersangkutan (informed-concent), disertai conseling yang memadai sebelum dan sesudah test dilakukan.
2.6.2 Strategi Penanggulangan HIV di Tempat Kerja14
a. Upaya penanggulangan HIV di tempat kerja harus dimulai dengan memperkuat kemauan dan kepemimpinan para manager untuk mengatasi HIV dan diharapkan adanya komitmen pimpinan dan dokter perusahaan untuk bersama-sama mencegah penyebaran HIV di tempat kerja dalam rangka menangkal ancaman bencana nasional HIV mendatang.
b. Menerapkan dan membangun kemitraan sebagai landasan kerja dan promosi kesehatan kerja dalam penanggulangan HIV di tempat kerja.
c. Mengembangkan iklim yang mendorong dunia usaha yang partisipatif dalam pelembagaan kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja terutama dalam penanggulangan HIV.
(37)
2.7. SKRINING (UJI TAPIS)15
Uji Tapis/Skrining adalah cara untuk mengidentifikasi penyakit yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan antara orang yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin tidak menderita. 2.7.1.Tujuan Skrining
a. Uji Skrining dilakukan untuk mendeteksi secara dini mereka yang diduga menderita penyakit tertentu, agar dapat ditindak lanjuti.
b. Mencegah meluasnya penyakit menjadi lebih serius pada populasi risiko tinggi. c. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin
terhadap penyakit tertentu.
d. Mendapatkan gambaran epidemiologis yang mendekati sebenarnya dari penyakit 2.7.2. Bentuk pelaksanaan Skrining HIV
a. Secara massal pada kelompok orang tertentu, misalnya dilakukan skrining terhadap seluruh kelompok masyarakat.
b. Secara selektif pada kelompok resiko tinggi, misalnya dilakukan pada kelompok WTS, tahanan penjara, pengguna jarum suntik dll.
c. Ditujukan untuk suatu penyakit tertentu atau sekaligus pada beberapa penyakit.
Dalam skrining HIV/AIDS ini terdapat tiga kriteria untuk penilaian yang harus dipenuhi, yaitu; validitas, reliabilitas dan yield. Dari kriteria validitas adalah untuk memberikan indikasi siapa yang menderita HIV dan siapa yang tidak. Validitas mempunyai dua komponen adalah sensitifitas dan spesifitas. Sensitivitas adalah kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi orang yang benar-benar sakit dan mana yang tidak (true positive). Spesivisitas adalah kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi/ menemukan orang dengan
(38)
tepat yang benar-benar tidak menderita penyakit (true negative). Reliabilitas adalah kemampuan dari alat skrining tersebut untuk memberikan hasil yang sama pada penggunaan lebih dari satu kali dalam keadaan yang sama. Sedangkan yield adalah jumlah kasus yang dahulu tidak diketahui dan sekarang diketahui.
2.7.3. Keuntungan Skrining
Beberapa hal keuntungan menggunakan skrining antara lain adalah :
a. Mendapatkan keterangan yang lebih cepat tentang distribusi suatu penyakit.
b. Dapat digunakan untuk menentukan tindak lanjut yang lebih dini, dalam kepentingan penyusunan suatu program pencegahan dan pemberantasan.
2.7.4. Syarat dan Prinsip Skrining HIV Pada ABK
Berikut adalah faktor yang harus diperhatikan sebagai bahan pertimbangan uji tapis/skrining:
a. Penyakit atau keadaan yang di skrining haruslah merupakan masalah kesehatan yang penting.
b. Biaya, harus dipertimbangakan cost-effectiveness dan tes yang digunakan harus semurah mungkin.
c. Alat yang digunakan, alat yang dipakai dalam uji tapis/skrining dapat dengan mudah dikerjakan oleh petugas lapangan dan petugas rumah sakit. Alat yang digunakan harus sensitif hingga sesedikit mungkin hasil tes dengan false negatif.
(39)
e. Tes yang digunakan tidak bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat. f. Penderita yang terdeteksi harus mendapatkan pengobatan dan besarnya biaya
pengobatan harus menjadi perimbangan.
g. Penyakit yang dideteksi harus mempunyai masa laten lama atau masa asimtomatik dini.
h. Perjalanan alamiah penyakit yang akan dideteksi harus sudah diketahui.
i. Diagnosa pasti dan terapi tersedia baik pada institusi yang melakukan skrining ataupun dengan rujukan.
j. Prosedur skrining bersifat valid dan reliabel
k. Tersedia alat diagnosis baku dan standar (gold standard)
l. Populasi yang akan dilakukan test skrining merupakan kelompok risiko tinggi.
2.7.5. Bahan
Bahan yang dipakai sebagai alat skrining adalah kuesioner. Sebagai baku emas (gold standard) dalam skrining ini adalah pemeriksaan uji Elisa untuk HIV. Baku emas adalah merupakan pembuktian dari alat skrining untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu penyakit dan merupakan sarana diagnostik terbaik yang ada. Baku emas selalu memberikan nilai yang positif pada subyek yang menderita penyakit dan nilai negatif pada subyek yang tidak menderita penyakit.
2.8. Anak Buah Kapal (ABK)16
Pelaut adalah seseorang yang pekerjaannya berlayar di laut atau dapat pula berarti seseorang yang mengemudikan kapal atau membantu operasi, perawatan atau pelayanan kapal
(40)
dari sebuah kapal. Hal ini mencakup seluruh orang yang bekerja di atas kapal, selain itu juga sering disebut dengan Anak Buah Kapal.
Anak Buah Kapal (ABK) atau Awak Kapal terdiri dari beberapa bagian. Masing masing bagian mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri dan tanggung jawab utama terletak di tangan Kapten kapal selaku pimpinan pelayaran.
Setiap melakukan pelayaran Anak Buah Kapal selalu berlayar dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Kebanyakan ABK beresiko terhadap penyakit menular salah satunya HIV.
2.9. Voluntary Counseling and Test (VCT) atau Konseling dan Tes Sukarela (KTS) 16 Pengertian konseling menurut beberapa defenisi adalah sebagai berikut:
2.9.1. Konseling adalah proses komunikasi antara seseorang (konselor) dengan orang lain. (Depkes RI, 2000:32).
2.9.2. Konseling adalah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan paduan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar/ upaya untuk mengatasi masalah tersebut.(Saifudin, Abdul Bari dkk, 2001:39 )
2.9.3. Konseling adalah proses pemberi bantuan seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan, dan perasaan klien. ( Saraswati, Lukman, 2002:15)
(41)
Voluntary Counseling and testing (VCT), dalam bahasa Indonesia disebut konseling
dan tes sukarela, VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di Laboratorium. Tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah mendapat penjelasan yang lengkap dan benar(KPAI,2007)
2.9.1. Proses Konseling
Konseling merupakan proses interaksi antara konselor dan klien yang membuahkan kematangan kepribadian pada konselor dan memberikan dukungan mental-emosional kepada klien. proses konseling mencakup upaya-upaya yang realistik dan terjangkau serta dapat dilaksanakan.
Proses konseling hendaknya mampu :
a. Memastikan klien mendapatkan informasi yang sesuai fakta. b. Menyediakan dukungan saat kritis.
c. Mendorong perubahan yang dibutuhkan untuk mencegah atau membatasi penyebaran infeksi.
d. Membantu klien memusatkan perhatian dan mengenali kebutuahan jangka pendek serta jangka panjang dirinya sendiri.
e. Mengajukan tindakan nyata yang sesuai untuk dapat diadaptasikan klien dalam kondisi yang berubah.
f. Membantu klien memahami informasi peraturan perundang-undangan tentang kesehatan dan kesejahteraan.
(42)
g. Membantu klien untuk menerima informasi yang tepat, dan menghargai serta menerima tujuan tes HIV baik secara teknik, sosial, etika dan implikasi hukum.
Selama proses konseling konselor bertindak sebagai pantulan cermin bagi pikiran, perasaan dan perilaku klien, dan konselor memandu klien menemukan jalan keluar yang diyakininya. konseling sering kali diperlukan, tergantung dari masalah dan kebutuhan klien.
2.9.2. Tahapan Konseling13 a. Konseling pra tes
Tahapan ini adalah permulaan pengenalan konseling dengan klien, hal – hal apa saja yang akan dilakukan selama proses konseling dimulai dari tahap ini. tahapan ini adalah awal dari VCT . Dimulai dari pengenalan karakteristik klien, sampai ke pemahaman klien terhadap HIV/AIDS. Dalam tahap ini konselor harus dapat memahamkan klien tentang :
1. Implikasi mengenai status serologi 2. Cara beradaptasi dengan informasi baru 3. Membuat persetujuan tes (informed consent) 4. Dilakukan sebelum menjalani test, berisi :
• Pemahaman HIV/AIDS dan tes • Pemahaman profil risiko klien
• Diskusi seksualitas, relasi, perilaku seksual • Perilaku berkaitan dengan penggunaan Napza • Cara Prevensi
(43)
Tahapan ini dilakukan setelah klien selesai melakukan tes darah di laboratorium. konseling pada tahapan ini sangat penting karena pada tahap ini emosional klien akan sangat terungkap pada konseling, konseling ini seharusnya :
1. Konseling pasca tes selalu harus ditawarkan pada klien
2. Tujuan utama adalah memahami hasil tes dan beradaptasi dengan serologi Bila hasil Positif (+) :
1. Hasil segera disampaikan kepada klien dengan jelas dan nada suara datar, lakukan dukungan emosional pada klien dan diskusikan tentang cara menghadapinya
2. Pastikan klien mempunyai dukungan emosional cukup dan segera dari orang dekatnya 3. Diskusi hubungan seks aman
4. Konseling memberikan dukungan akan perlunya terapi perawatan diri – gaya hidup sehat
5. Bagi keluarga yang membutuhkan konseling agar dapat mendukung klien dan diri sendiri.
Bila hasil Negatif (-) :
1. Diskusikan perubahan perilaku ke arah hidup sehat
2. Motivasi klien untuk mengubah perilaku dengan memberikan akses rujukan pelayanan 3. Hasil negatif bukan berarti tak terinfeksi, ulangi tes 1 – 3 bulan lagi.
2.9.3. Pentingnya VCT
VCT sangat penting karena :
(44)
b. Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif maupun negatif, dengan fokus pada pemberian dukungan terapi ARV, pemahaman faktual dan terkini atas HIV.
c. Mengurangi stigma masyarakat.
d. Merupakan pendekatan menyeluruh baik kesehatan fisik dan mental
e. Memudahkan akses keberbagai pelayanan yang dibutuhkan klien baik kesehatan maupun psikosial.
(45)
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan studi kepustakaan dan latar belakang di atas, maka dapat dibuat kerangka konsep penelitian mengenai hasil skrining HIV pada ABK di pelabuhan laut Belawan tahun 2009.
Karakteristik - Umur
- Suku - Agama - Pendidikan
- Status Perkawinan - Daerah Asal - Faktor Resiko
3.2. Defenisi Operasional
3.2.1. Umur adalah usia ABK yang dinyatakan dalam tahun sesuai dengan yang tercatat di dalam laporan klinik VCT KKP Belawan, dikelompokkan atas :
1. < 30 tahun 2. 31 – 45 tahun 3. > 45 tahun
3.2.2. Suku bangsa adalah ras atau etnik yang melekat pada diri ABK yang tercatat di dalam klinik VCT KKP Belawan, yang dikelompokkan atas :
1. Jawa 2. Batak 3. Melayu 4. Minang
(46)
5. Lain-lain
3.2.3. Agama adalah keyakinan yang dianut oleh ABK yang tercatat di dalam laporan klinik VCT KKP Belawan yang digolongkan atas :
1. Islam
2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik 4. Hindu
5. Budha 6. Lain-lain
3.2.4. Pendidikan adalah jenjang pendidikan tertinggi yang ditempuh oleh ABK yang tercatat di dalam laporan klinik VCT KKP Belawan, dikelompokkan atas :
1. Tidak Sekolah/ Tidak tamat SD 2. SD/SMP
3. SMA
4. Akademi/PT
3.2.5. Status perkawinan adalah keadaan ada atau tidak adanya pasangan hidup ABK yang tercatat dalam VCT KKP Belawan, yang dikelompokkan atas :
1. Kawin 2. Tidak Kawin
3.2.6. Daerah asal adalah tempat dimana ABK tinggal dan menetap sesuai yang tercatat dalam laporan klinik VCT KKP Belawan, yang dikelompokkan atas:
1. Kota Medan 2. Luar Kota Medan
3.2.7. Faktor resiko adalah faktor yang mempermudah ABK terinfeksi virus HIV yang dikelompokkan sebagai berikut :
(47)
1. Hubungan Sex 2. Jarum Suntik 3. Lain-lain
(48)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yang menggunakan desain penelitian case
survei.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan. Dipilihnya lokasi tersebut dengan pertimbangan tersedianya data yang dibutuhkan serta belum pernah dilakukan penelitian yang sama.
4.2.2 Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juni 2010 ( jadwal penelitian terlampir).
4.3.Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi penelitian yang termasuk di dalam uji skrining ini adalah semua ABK yang kapalnya bersandar di Pelabuhan Laut Belawan dan melakukan kunjungan ke klinik VCT KKP Belawan bulan September 2006 sampai dengan bulan Desember 2008 yang berjumlah 1.114 orang
(49)
4.3.2. Sampel
Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah data kunjungan ABK pada klinik VCT KKP Belawan pada tahun 2006 sampai 2008. Besar sampel diperoleh dengan menggunakan rumus berikut :17
N
n = --- 1 + N ( d )2
Keterangan :
N = Total Populasi
n = besar sampel yang dibutuhkan
d = tingkat kepercayaan yang diinginkan
Berdasarkan jumlah kunjungan ABK pada klinik VCT KKP Belawan pada tahun 2006 sampai dengan 2008 sebanyak 1.114 orang maka besar sampel yang dibutuhkan adalah :
1.114 n = ---
1 + 1114 (0,05)2
n = 295 data
Berdasarkan rumus diatas, maka jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 295 data.
(50)
4.3.3. Tekhnik Pengambilan Sampel
Sampel diambil tiap-tiap tahun secara proportional dengan cara jumlah data kunjungan pertahun dibagi dengan jumlah populasi kemudian dikalikan dengan jumlah sampel. Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
No Tahun Jumlah Populasi Junlah Sampel
1 2006 37 37/1.114 x 295 = 10
2 2007 544 544/1.114 x 295 = 144
3 2008 533 533/1.114 x 295 = 141
Untuk mengambil sampel dari tiap-tiap tahun dilakukan secara acak sederhana (simple
random sampling), artinya setiap populasi berpeluang untuk menjadi responden penelitian ini.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan mengambil data sekunder dari klinik VCT KKP Kelas I Belawan. Data yang diambil adalah data kunjungan ABK pada klinik VCT KKP Belawan.
4.5. Analisis data
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan bantuan program komputer dan dianalisis dengan statistik deskriptif yang dilanjutkan dengan analisis statistik
(51)
(52)
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum
5.1.1. Gambaran Umum Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Belawan adalah salah satu unit kerja Departemen Kesehatan R.I yang berada di Pelabuhan Laut Belawan. KKP Belawan berubah menjadi Kelas I semenjak tahun 2008. Wilayah kerja KKP Belawan meliputi pelabuhan-pelabuhan yang ada di Sumatera Utara dan juga Bandara Polonia Medan.
KKP Kelas I Belawan memiliki klinik VCT yang mulai beroperasi sejak bulan September 2006 hingga sekarang. Klinik VCT KKP Kelas I Belawan merupakan salah satu strategi upaya kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk keseluruh layanan kesehatan HIV berkelanjutan.
5.1.2. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Klinik VCT KKP Belawan terdiri dari: a. Kepala Klinik VCT
Kepala klinik VCT KKP Belawan adalah seorang yang memiliki keahlian manajerial dan program terkait dengan pengembangan layanan VCT dan penanganan program perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS. Dalam hal ini Kepala Klinik VCT KKP Belawan merangkap sebagai konselor disebabkan karena kurangnya sumber daya yang ada.
b. Sekretaris/ Administrasi
(53)
Petugas administrasi atau sekretaris adalah seorang yang menangani urusan administrasi klinik CVT. Dalam hal ini Sekretaris klinik VCT KKP Belawan juga merangkap sebagai konselor.
c. Koordinator Pelayanan Medis
Koordinator Pelayanan Medis adalah seorang dokter yang bertanggung jawab secara tekhnis medis dalam penyelenggaraan klinik VCT. Dalam hal ini jabatan koordinator pelayanan medis dirangkap oleh kepala Klinik VCT.
d. Koordinator Pelayanan Non Medis
Koordinator Pelayanan Non Medis adalah seorang yang mampu mengembangkan program perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS terkait psikologis, sosial dan hukum.
e. Konselor VCT
Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non kesehatan yang telah mengikuti pelatihan VCT. Pada klinik VCT KKP Belawan terdapat 2 orang konselor yang menangani proses konseling HIV.
f. Petugas Manajemen Kasus
Petugas penangan kasus yang berasal dari tenaga non medis yang telah mengikuti pelatihan manajemen kasus.
g. Petugas Laboratorium
Petugas laboratorium atau tekhnisi telah mengikuti pelatihan tentang teknik memproses testing HIV dengan cara ELISA, testing cepat, dan algoritma testing yang diadopsi dari WHO. Pada klinik VCT KKP Belawan terdapat 1 orang yang menangani urusan laboratorium.
(54)
5.1.3. Sarana dan Prasarana
Pada Klinik VCT KKP Belawan sarana dan prasarana yang dimiliki adalah sebagai berikut:
a. Papan Nama/Petunjuk
Papan petunjuk lokasi dipasang secara jelas sehingga memudahkan akses klien ke klinik VCT.
b. Ruang Tunggu
Ruang tunggu berada didepan ruang konseling dimana tersedia materi KIE, informasi prosedur konseling dan testing,kotak saran, tempat sampah, meja dan kursi.
c. Ruang Konseling
Pada ruang konseling cukup nyaman, cukup luas dan tertutup rapat sehingga dapat menjaga kerahasiaan klien yang berkunjung selama proses konseling.
d. Ruang Pengambilan darah
Ruang Pengambilan darah dekat dengan ruangan konseling. e. Ruang Laboratorium
Ruang laboratorium terdiri dari alat-alat laboratorium yang digunakan untuk melakukan test pemeriksaan darah.
(55)
5.2. Karakteristik ABK
5.2.1. Distribusi Proporsi Karakteristik ABK
Proporsi karakteristik ABK yang mengikuti skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Karakteristik ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008
No. Karakteristik Jumlah
F %
1. Umur
1. < 30 164 55,6
2. 30-45 115 39
3. >45 16 5,4
Jumlah 295 100
2. Agama
1. Islam 188 63,7
2. Kristen Protestan 60 20,3
3. Kristen Katolik 20 6,8
4. Hindu 10 3,4
5. Budha 7 2,4
6. Lain-lain 10 3,4
Jumlah 295 100
3. Suku
1. Jawa 34 11,5
2. Batak 86 29,2
3. Melayu 99 33,6
4. Minang 15 5,1
5. Lain-lain 61 20,6
Jumlah 295 100
4. Pendidikan
1. Tidak Tamat Sekolah 20 6,8
2. SD/SLTP 81 27,5
3. SLTA 154 52,2
4. Akademi/PT 40 13,5
(56)
5. Status Perkawinan
1. Kawin 194 65,8
2. Belum Kawin 101 34,2
Jumlah 295 100
6. Daerah Asal
1. Medan 192 65,1
2. Luar Medan 103 34,9
Jumlah 295 100
Dari tabel 5.2. dapat dilihat bahwa proporsi umur tertinggi pada kelompok umur < 30 tahun (55,6%) dan terendah pada kelompok umur > 45 tahun (5,4%). Berdasarkan agama, proporsi agama tertinggi pada kelompok agama Islam (63,7%) dan terendah pada kelompok agama Budha (2,4%). Berdasarkan suku, proporsi suku tertinggi pada kelompok suku Melayu (33,6%) dan terendah pada kelompok suku Minang (5,1%). Berdasarkan pendidikan, proporsi pendidikan tertinggi pada kelompok SLTA (52,2%) dan terendah pada kelompok tidak tamat sekolah (6,8%). Berdasarkan ststus perkawinan, proporsi status perkawinan tertinggi pada kelompok kawin (65,8%) dan terendah pada kelompok belum kawin (34,2%). Berdasarkan daerah asal, proporsi daerah asal tertinggi pada kelompok daerah asal medan (65,1%) dan terendah pada kelompok daerah asal luar Medan (34,9%).
5.2.2. Distribusi Proporsi Faktor Resiko
Proporsi faktor resiko ABK yang mengikuti skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Faktor Resiko ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008
(57)
No. Faktor Resiko Jumlah
F %
1. 1. Hubungan Seks 198 67,1
2. Jarum Suntik 21 7,1
3. Lain-lain 76 25,8
Jumlah 295 100
Dari tabel 5.3. dapat dilihat bahwa proporsi faktor resiko tertinggi pada kelompok faktor resiko hubungan seks (67,1%) dan terendah pada kelompok faktor resiko jarum suntik (7,1%).
5.2.3. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Faktor Resiko
Proporsi umur berdasarkan faktor resiko ABK yang mengikuti skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Faktor Resiko ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008
Faktor Resiko Umur (tahun) Jumlah
< 30 % 30-45 % > 45 % F %
1. Hubungan Seks 110 55,6 77 38,9 11 5,5 198 100
2. Jarum Suntik 9 42,9 12 57,1 0 0 21 100
3. Lain-lain 45 59,2 26 34,2 5 6,6 76 100
χ2
=4,345 df=1 p=0,361
Hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai p>0,05, artinya tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur berdasarkan faktor resiko.
Dari tabel 5.4. dapat dilihat bahwa proporsi faktor resiko hubungan seks tertinggi umur < 30 tahun 55,6%. Proporsi faktor resiko jarum suntik tertinggi kelompok umur 30-45 tahun 57,1%. Proporsi faktor resiko lain-lain tertinggi kelompok umur < 30 tahun 59,2%. 5.2.4. Distribusi Proporsi Agama Berdasarkan Faktor Resiko
(58)
Proporsi agama berdasarkan faktor resiko ABK yang mengikuti skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Agama Berdasarkan Faktor Resiko ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008
Faktor Resiko
Agama Jumlah
Islam % Kristen % Kristen % Hindu % Budha %
Lain-lain % f %
Protestan Katolik
1.
Hubungan
Seks 122 61,7 42 21,2 16 8,1 8 4 4 2 6 3 198 100
2. Jarum
Suntik 14 66,6 5 23,8 1 4,8 0 0 0 0 1 4,8 21 100
3.
Lain-lain 52 68,5 13 17,1 3 3,9 2 2,7 3 3,9 3 3,9 76 100
χ2
=5,285 df=1 p=0,871
Hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai p>0,05, artinya tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara agama berdasarkan faktor resiko.
Dari tabel 5.5. dapat dilihat bahwa proporsi faktor resiko hubungan seks tertinggi agama Islam 61,7%. Proporsi faktor resiko jarum suntik tertinggi agama Islam 66,6%. Proporsi faktor resiko lain-lain tertinggi agama Islam 68,5%.
5.2.5. Distribusi Proporsi Suku Berdasarkan Faktor Resiko
Proporsi suku berdasarkan faktor resiko ABK yang mengikuti skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Suku Berdasarkan Faktor Resiko ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008
Faktor Resiko
Suku Jumlah
Jawa % Batak % Melayu % Minang %
Lain-lain % f % 1. Hubungan
Seks 24 12,1 54 27,3 70 35,4 10 5,1 40 20,1 198 100 2. Jarum
(59)
3. Lain-lain 9 11,8 22 28,9 24 31,6 5 6,6 16 21,1 76 100 χ2
=6,001 df=1 p=0,647
Hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai p>0,05, artinya tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara suku berdasarkan faktor resiko.
Dari tabel 5.6. dapat dilihat bahwa proporsi faktor resiko hubungan seks tertinggi suku Melayu 35,4%. Proporsi faktor resiko jarum suntik tertinggi suku Batak 47,6%. Proporsi faktor resiko lain-lain tertinggi suku Melayu 31,6%.
5.2.6. Distribusi Proporsi Pendidikan Berdasarkan Faktor Resiko
Proporsi pendidikan berdasarkan faktor resiko ABK yang mengikuti skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Pendidikan Berdasarkan Faktor Resiko ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008
Faktor Resiko
Pendidikan Jumlah
Tidak Tamat
SD
% SD/SLTP % SMA % Akademi/PT % f % 1. Hubungan
Seks 16 8,1 47 23,7 111 56,1 24 12,1 198 100
2. Jarum Suntik 1 4,8 8 38,1 8 38,1 4 19 21 100
3. Lain-lain 3 3,9 26 34,2 35 46,1 12 15,8 76 100
χ2
=7,609 df=1 p=0,268
Hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai p>0,05, artinya tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara pendidikan berdasarkan faktor resiko.
Dari tabel 5.7. dapat dilihat bahwa proporsi faktor resiko hubungan seks tertinggi SMA 56,1%. Proporsi faktor resiko jarum suntik tertinggi SD/SLTP dan SMA masing-masing 8,1%. Proporsi faktor resiko lain-lain tertinggi SMA 46,1%.
(60)
Proporsi status perkawinan berdasarkan faktor resiko ABK yang mengikuti skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Status Perkawinan Berdasarkan Faktor Resiko ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008
Faktor Resiko Status Perkawinan Jumlah
Kawin % Tidak Kawin % F %
1. Hubungan Seks 127 64,1 71 35,9 198 100
2. Jarum Suntik 15 71,4 6 28,6 21 100
3. Lain-lain 52 68,4 24 31,6 76 100
χ2
=0,769 df=1 p=0,681
Hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai p>0,05, artinya tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara status perkawinan berdasarkan faktor resiko.
Dari tabel 5.8. dapat dilihat bahwa proporsi faktor resiko hubungan seks tertinggi kawin 64,1%. Proporsi faktor resiko jarum suntik tertinggi kawin 71,4%. Proporsi faktor resiko lain-lain tertinggi kawin 68,4%.
5.2.8. Distribusi Proporsi Derah Asal Berdasarkan Faktor Resiko
Proporsi daerah asal berdasarkan faktor resiko ABK yang mengikuti skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Daerah Asal Berdasarkan Faktor Resiko ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di KKP Belawan Tahun 2006-2008
Faktor Resiko Daerah Asal Jumlah
Medan % Luar Medan % F %
1. Hubungan Seks 137 69,2 61 30,8 198 100
2. Jarum Suntik 10 47,6 11 52,4 21 100
3. Lain-lain 45 59,2 31 40,8 76 100
χ2
=5,443 df=1 p=0,066
(61)
Dari tabel 5.8. dapat dilihat bahwa proporsi faktor resiko hubungan seks tertinggi daerah asal Medan 69,2%. Proporsi faktor resiko jarum suntik tertinggi daerah asal luar Medan 52,4%. Proporsi faktor resiko lain-lain tertinggi daerah asal Medan 59,2%.
(62)
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik ABK 6.2.1. Umur ABK
Proporsi umur ABK yang mengikuti skrining HIV di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.1. Diagram Pie Distribusi Proporsi Umur ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008
Dari gambar 6.1. dapat dilihat bahwa proporsi umur tertinggi adalah < 30 tahun 55,6% dan terendah > 45 tahun 5,4%. Hal ini tidak menunjukkan keterkaitan antara umur dengan kejadian HIV AIDS, namun hanya menunjukkan ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan mayoritas berumur < 30 tahun.
Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS Nasional tahun 2009, prevalensi kasus HIV/AIDS di Indonesia adalah 8,15 per 100.000 penduduk. Tingkat usia penderita
(63)
kasus HIV/AIDS 49,57 % berada pada rentang umur 20-29 tahun. Sementara 29,84 % rentang umur 30-39 tahun dan 8,71 % pada usia antara 40-49 tahun.17
6.2.2. Agama ABK
Proporsi agama ABK yang mengikuti skrining HIV di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Agama ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008
Dari gambar 6.2. dapat dilihat bahwa proporsi agama tertinggi adalah agama Islam 63,7% dan terendah agama Budha 2,4%. Hal ini tidak menunjukkan keterkaitan antara agama dengan kejadian HIV AIDS, namun hanya menunjukkan ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan mayoritas beragama Islam.
Umumnya, sekitar 85,6% pekerja di pelabuhan di Seluruh Sumatera adalah suku Melayu. Kita ketahui bahwa suku Melayu 92% Beragama Islam.7
(64)
Proporsi suku ABK yang mengikuti skrining HIV di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.3. Diagram Bar Distribusi Proporsi Suku ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008
Dari gambar 6.3. dapat dilihat bahwa proporsi suku tertinggi adalah Suku Melayu 33,6% dan terendah Suku Minang 5,1%. Hal ini tidak menunjukkan keterkaitan antara suku dengan kejadian HIV AIDS, namun hanya menunjukkan ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan mayoritas bersuku bangsa Minang.
Umumnya, penduduk pesisir yang tinggal di daerah pelabuhan adalah suku Melayu. Sekitar 76,2% penduduk yang tinggal di sekitar pelabuhan adalah suku Melayu.7
(65)
6.2.4. Pendidikan ABK
Proporsi pendidikan ABK yang mengikuti skrining HIV di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Pendidikan ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008
Dari gambar 6.4. dapat dilihat bahwa proporsi pendidikan tertinggi adalah SLTA 52,2% dan terendah tidak tamat sekolah SD 6,8%. Hal ini tidak menunjukkan keterkaitan antara pendidikan dengan kejadian HIV AIDS, namun hanya menunjukkan ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan mayoritas berpendidikan SLTA.
Menjadi ABK tidak memerlukan keterampilan khusus dan juga tidak memerlukan pendidikan yang tinggi. Jadi kebanyakan ABK hanya berpendidikan SLTP ataupun SLTA.
(66)
6.2.5. Status Perkawinan ABK
Proporsi status perkawinan ABK yang mengikuti skrining HIV di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.5. Diagram Pie Distribusi Proporsi Status Perkawinan ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008 Dari gambar 6.5. dapat dilihat bahwa proporsi status perkawinan tertinggi adalah kawin 65,8% dan terendah belum kawin 34,2%. Hal ini menunjukkan ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan mayoritas berstatus perkawinan kawin.
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) (2010) menyatakan bahwa resiko tertular HIV AIDS 52% berasal dari hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom. Sebanyak 90 persen perempuan di Indonesia terinfeksi HIV/AIDS dari pasangannya.
(67)
mereka sering berganti pasangan seksual. Jadi, status perkawinan kawin dapat memberikan kontribusi meningkatnya angka kejadian AIDS jika suami tidak setia dan tidak menggunakan kondom saat berganti pasangan.22
Selain penularan dari suami ke istri yang sah karena suami berganti-ganti pasangan tanpa penggunaan kondom, penularan lain pada perkawinan yang sah terjadi dari ibu ke janinnya. Di Dunia pada tahun 2009, 90% kasus HIV AIDS pada anak usia < 15 tahun terjadi karena penularan dari ibu ke janin atau bayinya. Hal ini membuktikan bahwa penularan HIV AIDS telah meluas dan tinggi pada status perkawinan yang sah.22
6.2.6. Daerah Asal ABK
Proporsi daerah asal ABK yang mengikuti skrining HIV di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Daerah Asal ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008
Dari gambar 6.6. dapat dilihat bahwa proporsi daerah asal tertinggi adalah dari Medan 65,1% dan terendah dari luar Medan 34,9%. Hal ini tidak menunjukkan keterkaitan antara
(68)
daerah asal dengan kejadian HIV AIDS, namun hanya menunjukkan ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan mayoritas berasal dari Medan. ABK yang berasal dari luar Kota Medan umumnya adalah perantau yang berasal dari sekitaran kota Medan juga. Umumnya ABK yang berasal dari luar Kota Medan berasal dari wilayah Kabupaten Deli Serdang.
6.2.7. Faktor Resiko ABK
Proporsi faktor resiko ABK yang mengikuti skrining HIV di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Faktor Resiko ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan Tahun 2006-2008
Dari gambar 6.7. dapat dilihat bahwa proporsi faktor resiko tertinggi adalah hubungan seks 67,1% dan terendah jarum suntik 7,1%. Hal ini menunjukkan ABK yang mengikuti skrining di klinik VCT KKP Belawan mayoritas memiliki faktor resiko hubungan seks. Sebanyak 25,8 % faktor resiko lain berasal dari resiko lain-lain, yaitu tattoo, anal, atau oral
(69)
Data Depkes R.I tahun 2009, cara penularan HIV/AIDS yang menonjol adalah melalui hubungan seks (heteroseksual) yakni sebesar 49,70% dan penyalah-gunaan NAPZA melalui suntik (IDU = Intravena Drug Use) yakni sebesar 40,7%, serta melalui hubungan homoseksual, yaitu sebesar 9,34%. Dari data faktor resiko ABK di atas dapat dilihat bahwa penularan HIV ADIS melalui hubungan seks cukup tinggi. Hal ini karena ABK sering berganti-ganti pasangan seks di luar pasangan resminya dan tanpa penggunaan kondom23
6.2. Analisa Statistik
6.2.1. Umur Berdasarkan Faktor Resiko
Proporsi umur berdasarkan faktor resiko ABK yang mengikuti skrining HIV di klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.8. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Faktor Resiko ABK Yang Mengikuti Skrining HIV di Klinik VCT KKP Belawan tahun 2006-2008
(1)
2 2 2 3 1 1 2 4 3
2 2 2 2 1 2 2 4 3
3 1 3 3 1 1 3 4 3
3 1 3 3 1 1 1 4 5
1 1 3 3 2 1 1 5 5
1 1 3 3 1 1 1 5 4
1 1 3 3 2 1 1 5 5
1 1 1 3 2 2 1 5 5
1 1 3 4 2 2 3 5 5
1 1 1 3 2 1 3 3 2
2 1 1 4 1 2 1 4 5
2 3 5 4 1 2 1 4 3
2 1 1 3 1 1 1 4 5
1 1 3 3 2 2 1 4 5
1 1 1 2 2 1 1 4 3
1 1 1 3 1 2 3 5 5
1 3 5 3 1 2 2 5 5
2 1 3 3 2 2 3 5 1
2 1 1 1 1 1 1 3 4
1 5 5 4 2 1 1 4 5
2 1 2 1 1 1 1 4 1
2 1 2 2 1 1 3 4 1
1 2 2 2 1 2 1 4 4
2 1 3 2 1 1 1 4 5
2 1 3 2 1 1 1 5 3
1 1 3 3 1 1 1 5 2
3 6 5 4 1 2 1 5 5
3 1 3 3 1 1 3 1 2
2 1 3 2 1 1 1 5 2
1 6 5 4 1 2 3 5 1
1 1 3 2 1 1 1 4 1
1 1 4 2 2 2 1 5 1
2 2 5 2 1 1 1 5 5
1 1 3 3 1 1 1 5 5
1 1 3 3 2 1 3 5 5
1 1 3 3 2 1 1 5 2
2 3 2 1 1 2 1 1 5
2 1 3 2 1 1 2 1 5
2 1 3 2 1 1 1 2 5
1 1 1 2 1 1 1 4 5
1 1 1 2 2 2 1 5 3
2 6 5 4 1 2 3 4 5
1 1 1 3 2 1 1 4 5
2 1 2 3 1 1 1 5 1
1 2 2 3 2 1 1 5 3
(2)
2 1 3 3 1 1 1 5 5
2 1 3 3 1 1 3 5 2
1 1 5 2 2 2 1 4 5
2 1 3 2 1 1 3 5 3
2 1 3 2 1 1 2 5 5
1 1 3 2 2 1 1 4 1
2 2 2 2 1 2 3 4 5
1 2 2 2 1 1 1 4 1
2 2 2 3 2 1 1 4 1
1 1 3 3 1 1 1 3 2
2 1 1 3 1 1 1 3 1
1 1 2 3 1 2 3 2 1
1 2 2 3 2 2 3 4 2
1 2 2 3 2 2 1 4 5
2 1 3 3 1 1 1 5 5
2 1 3 3 1 1 1 5 2
1 1 3 3 1 1 3 5 5
2 1 3 3 1 1 1 5 4
1 3 5 3 2 2 3 5 5
2 1 3 3 1 1 1 1 4
1 1 3 3 2 1 1 4 5
1 1 3 2 2 1 1 4 3
1 1 3 2 1 1 3 3 3
1 1 3 2 1 1 1 4 3
1 1 3 2 1 1 1 4 1
1 3 5 4 1 1 1 3 2
1 1 3 3 1 1 3 3 2
1 1 3 3 2 1 1 3 2
2 1 4 4 1 1 1 3 1
2 1 4 1 1 2 3 4 2
2 4 5 2 1 2 1 4 2
1 4 5 2 2 2 1 4 1
1 2 2 3 2 1 2 4 5
1 2 2 3 1 1 3 5 5
1 2 2 3 1 1 1 4 5
1 2 2 3 2 1 1 4 4
1 1 2 3 2 1 1 5 5
1 4 5 2 2 2 1 4 3
1 4 5 2 1 2 3 5 5
1 4 5 2 1 2 1 5 5
1 5 5 3 2 2 1 2 3
1 1 5 4 2 2 3 5 5
1 1 3 3 2 1 1 5 5
1 1 2 3 1 1 3 4 4
1 1 3 3 1 1 1 5 2
(3)
2 1 3 2 1 1 2 5 2
1 2 2 2 1 2 3 5 5
2 1 3 3 1 1 1 5 5
2 1 1 3 1 2 1 4 1
1 1 1 3 2 1 1 5 1
1 2 5 3 2 2 1 4 1
1 1 1 2 2 1 1 4 2
1 1 5 2 2 2 2 3 1
1 1 5 2 1 2 3 5 3
1 2 5 3 2 2 1 5 4
1 1 5 4 2 2 1 5 5
2 1 3 4 1 1 1 1 4
2 1 3 1 1 1 1 5 5
1 2 5 2 1 1 1 5 5
2 1 3 2 1 1 3 1 4
2 1 2 2 1 1 1 4 2
1 2 2 2 2 2 1 5 2
1 1 2 3 2 1 2 5 5
1 2 2 3 1 2 1 5 2
1 2 5 3 1 2 3 4 5
2 2 5 4 1 2 1 5 5
1 1 5 3 2 2 1 5 5
2 1 5 3 1 2 3 3 3
3 1 5 3 1 1 1 2 5
2 1 3 4 1 1 1 5 5
1 1 3 2 1 1 1 5 1
2 1 3 2 1 2 1 5 5
2 3 5 2 1 2 1 1 2
1 1 3 3 2 1 3 1 1
1 2 2 3 1 1 1 1 1
1 2 2 3 1 1 1 4 4
1 1 2 4 2 1 3 1 1
2 1 2 4 1 2 2 1 1
2 3 2 1 1 1 1 1 1
1 1 4 1 1 1 1 5 5
2 1 4 2 1 1 3 5 5
1 3 5 2 2 1 1 5 2
2 1 5 2 1 2 3 5 5
1 1 1 3 1 2 1 5 5
2 1 1 2 1 1 1 4 3
2 1 3 3 1 1 1 5 5
2 1 1 3 1 1 3 5 5
1 1 4 3 2 1 1 5 5
1 2 5 3 2 1 1 5 5
1 1 3 4 2 1 1 3 3
(4)
2 4 2 4 1 1 1 4 5
1 2 2 2 2 1 1 4 3
2 2 2 2 1 2 3 4 4
2 1 2 2 1 1 2 4 2
1 1 2 3 1 1 1 5 4
2 2 2 3 1 2 1 5 2
2 1 2 1 1 1 1 5 3
2 3 5 1 1 1 1 3 3
1 2 5 3 1 2 1 5 1
3 1 3 1 1 1 3 5 1
2 1 3 1 1 1 1 5 3
1 1 3 3 2 1 1 5 3
2 1 5 2 1 1 2 4 5
1 5 5 2 1 1 3 4 5
2 5 5 1 1 1 1 5 3
2 2 5 2 1 1 1 5 2
2 1 2 2 1 1 1 5 1
1 1 2 1 1 2 2 5 5
2 1 3 2 1 1 2 5 5
2 2 5 1 1 2 1 3 5
1 2 5 2 2 2 1 1 5
(5)
Frequencies
Statistic
295 295 295
0 0 0
1,50 1,71 2,94 2 ,035 ,072 ,074 1,00 1,00 3,00 3
1 1 3
,600 1,231 1,278 ,360 1,515 1,633
2 5 4
1 1 1
3 6 5
442 503 868 Valid
Missing N
Mean
Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Range Minimum Maximum Sum
Umur Agama Suku Pendid
Frequency Table
Umur
164 55,6 55,6
115 39,0 39,0
16 5,4 5,4 1
295 100,0 100,0
<30 tahun 30-45 tahun >45 tahun Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumula Perce
Agama
188 63,7 63,7
60 20,3 20,3
20 6,8 6,8
10 3,4 3,4
7 2,4 2,4
10 3,4 3,4
295 100,0 100,0
islam
kristen protestan kristen katolik Hindu Budha Lain-lain Total Valid
Frequency Percent Valid Percent C
Suku
34 11,5 11,5
86 29,2 29,2
99 33,6 33,6
15 5,1 5,1
61 20,7 20,7
295 100,0 100,0
jawa batak melayu minang lain-lain Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumul Perc
(6)
Pendidikan
20 6,8
81 27,5 2
154 52,2 5
40 13,6 1
295 100,0 10
Tidak tamat
sekolah/Tidak tamat SD SD/SMP
SMU
Akademi/Perguruan Tinggi
Total Valid
Frequency Percent Valid Perc
Status Perkawinan
194 65,8 65,8
101 34,2 34,2
295 100,0 100,0
kawin Belum Kawin Total Valid
Frequency Percent Valid Percent Cum
Per
Daerah asal
192 65,1 65,
103 34,9 34,
295 100,0 100,
Medan
Luar Kota Medan Total
Valid
Frequency Percent Valid Percen
Faktor Resiko
198 67,1 67,1
21 7,1 7,1
76 25,8 25,8
295 100,0 100,0
Hubungan Sex Jarum Suntik Lain-Lain Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Sumber Informasi
23 7,8
25 8,5
27 9,2
87 29,5
133 45,1
295 100,0 Teman/anggota keluarga
klien VCT lain Media massa Petugas
Kesehatan/Relawan/LSM Lainnya
Total Valid
Frequency Percent Valid Pe
Alasan Berkunjung
51 17,3
59 20,0
45 15,3
30 10,2
110 37,3
295 100,0
Punya banyak pasangan kuatir tentang pasangan Disarankan petugas kesehatan
Disarankan teman/keluarga Tuntutan Perusahaan Total
Valid