Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyalahgunaan narkoba atau drug abuse di negara kita tampaknya kian marak, kendati upaya-upaya Shock therapy maupun sangsi hukum terus dilancarkan. Dalam kaitannya penyebaran penyalahgunaan narkoba ini, Ketua Ikatan Dokter Ahli Ilmu Jiwa Cabang Bandung, dr. Teddy Hidayat, SpKj., pernah memaparkan bahwa perkembangan narkoba di Indonesia keadaannya hampir sama dengan Colombia yang dikenal sebagai penghasil drugs terbesar di dunia. Hal ini dapat dipastikan drugs central terus merambah, mencengkram lapisan masyarakat tanpa memandang usia, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi. Meskipun demikin, yang paling sering mendapat sorotan dalam hal penyalahgunaan narkoba adalah kaum remaja Wikagoe, 2003. Hasil Survey Nasional Penyalahgunaan dan Pengedaran Gelap Narkoba terhadap 13.710 orang sample respondent pelajar SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi Pemerintah dan Swasta di 30 ibu kota Propinsi, yang dilakukan atas kerja sama BNN dengan Lembaga Penelitian Pranata, Universitas Indonesia pada tahun 2003, menunjukkan bahwa: 3,9 respondent menyalahgunakan narkoba dalam satu tahun terakhir; respondent yang berusia 25 tahun ke atas mempunyai propors penyalahgunaan tertinggi, yaitu sebesar 20. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi penyalahgunaan narkoba dikalangan remaja adalah tertinggi apabila 2 dibandingkan dengan kelompok uia lainnya. Artinya, kerentanan dan resiko penyalahgunaan narkoba dikalangan remaja adalah tertinggi. Dari 5.081 orang tersangka terlibat kasus narkoba dalam kurun waktu lima tahun 1999-2003, 94 tergolong kelompok usia 20-30 tahun dan dari 6.053 orang penyalahguna narkoba tahun 2002, menurut laporan RSKO Departeman Kesehatan, Rumah Sakit Jiwa, Dinas Kesehatan dan Lembaga Permasyarakatan, sebanyak 95 berusia antara 15- Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan hidup individu. Masa ini sering disebut dengan masa transisi. Masa transisi pasti dialami oleh semua remaja, dimana pada saat itu remaja sedang mengalami perubahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Kelabilan pada masa transisi ini membuat mereka sering membuat sensasi untuk menarik perhatian umum tentang keberadaan mereka. Ada sensasi yang bersifat positif dan adapula sensasi yang bersifat negatif Kauma, 1999. Masa remaja juga merupakan masa pencarian jati diri yang ditandai oleh pemberontakan terhadap aturan, otoritas dan dominasi orang tua dan orang dewasa; kondisi kejiwaan yang labil, gampang berubah sikap dan pendirian, serta mudah terpengaruh dan mengikuti trend atau mode terutama dari kelompok sebayanya, termasuk gaya hidup menggunakan narkoba BNN, 2004. Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu masalah yang saat ini sedang melanda kehidupan masyarakat terutama kaum remaja. Anak usia remaja memang paling rawan terhadap penyalahgunaan narkoba. Karena pada masa ini, remaja berusaha menyerap nilai-nilai baru dari luar yang dianggap dapat memperkuat 3 jatidirinya. Selain itu, remaja selalu ingin tahu dan ingin mencoba, apalagi terhadap hal-hal yang mengandung bahaya atau resiko Pramono: 2003. Remaja merupakan target utama penyebaran narkoba karena karakteristik remaja yang labil, dan mudah dipengaruhi. Dengan demikian sangat diperlukan penalaran moral karena banyaknya isu-isu moral dikalangan remaja seperti penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang narkoba dikalangan remaja. Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu persoalan sederhana, karena tindakan-tindakan tersebut sudah menjurus pada tindakan kriminal Budiningsih, 2001. Moral merupakan suatu kebutuhan penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal yang harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi Desmita, 2005. Penalaran moral merupakan faktor penentu yang melahirkan perilaku moral. Karena itu untuk menemukan perilaku moral yang sebenarnya hanya dapat ditelusuri melalui penalarannya. Artinya, pengukuran moral yang benar tidak sekedar mengamati perilaku moral yang tampak, tetapi harus melihat pada penalaran moral yang mendasari keputusan perilaku moral tersebut. Dengan mengukur tingkat penalaran moral remaja akan dapat mengetahui tinggi rendahnya moral tersebut Budiningsih, 2001. Kohlberg dalam menjelaskan pengertian moral menggunakan istilah- istilah seperti moral-reasoning, moral thinking, dan moral judgment, sebagai istilah-istilah yang mempunyai pengertian sama dan digunakan secara bergantian. 4 Istilah tersebut dialih bahasakan menjadi penalaran moral. Penalaran moral menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan, dari pada sekedar arti suatu tindakan, sehingga dapat dinilai apakah tindakan tersebut baik atau buruk Budiningsih, 2001. Dalam pandangan Kohlberg dalam Haricahyono,1995, moral dibatasi oleh konstruk lain yang disebut dengan pertimbangan judgment utamanya karakter formal dari pertimbangan dan bukan isinya. Penalaran moral dipandang sebagai suatu struktur bukan isi. Dengan demikian penalaran moral bukanlah pada apa yang baik atau yang buruk, tetapi pada bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk Budiningsih, 2001. Seperti halnya moral, agama juga memiliki arti yang sama pentingnya bagi remaja. Adams Gullota, menjelaskan agama memberikan kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya Desmita, 2005. Halonen dan Santrock 1999 mendefinisikan religiusitas sebagai sistem keyakinan yang digunakan oleh individu, yang secara moral dan spiritual membimbing perilaku mereka. Agama memberikan pengaruh dalam kehidupan remaja. Bila remaja melaksanakan ajaran agama dengan baik, maka remaja dalam kehidupannya akan merasa ada yang mengontrol dan mengamati dirinya serta segala tindak tanduknya. Sikap pengamalan agama dengan baik yang diaktualisasikan dengan aktivitas keagamaan dalam dimensi islam seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya apabila terinternalisasi dalam diri remaja maka akan menumbuhkan dan membentuk suatu ikatan yang kuat dan mengikat 5 terhadap kekuatan di luar dirinya yaitu Tuhan Dzat Yang Maha Esa yang dijadikan pelindung dan pengawas terhadap segala perbuatan, sehingga akan menjadi kontrol diri yang baik. Nilai-nilai agama dan moral dapat meredam gejolak-gejolak remaja serta mencegah remaja untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari norma Agus Sunaryo, 2008. Moral dan religi merupakan bagian yang penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi dapat mengendalikan tingkah laku remaja sehingga tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat Sarwono, 1994. Menurut Ghufron 2004, setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu mengatur dan mengarahkan perilaku yaitu kontrol diri. Sebagai salah satu sifat kepribadian kontrol diri pada satu individu dengan individu yang lain tidaklah sama. Ada yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan ada individu yang memiliki kontrol diri yang rendah. Kontrol diri dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku, pengendalian tingkah laku mengandung makna yaitu melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak. Semakin intens, pengendalian tingkah laku, semakin tinggi pula kontrol diri seseorang. Dari fenomena diatas yang menyatakan moral dan religiusitas dapat mengendalikan diri, membuat peneliti tertarik untuk membuktikan apakah penalaran moral memiliki pengaruh terhadap self-control dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja serta apakah religiusitas juga memiliki pengaruh terhadap self-control dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba pada 6 remaja?. Selanjutnya peneliti tertarik untuk meneliti hal tersebut dan merupakan alasan peneliti untuk membuat skripsi dengan judul “Pengaruh Penalaran Moral dan Religiusitas terhadap self-Control Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja”.

1.2 Pembatasan Masalah