Konsep Diri Penderita TB Paru

Oleh karena itu kebersihan rumah dan lingkungan harus terjaga dengan baik dan mempunyai ventilasi yang cukup agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, karena kuman TB paru akan mati bila terkena sinar matahari BPN, 2007. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Hiswani 2006 bahwa keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, dan sanitasi yang buruk dapat memudahkan penularan TB paru. Peran keluarga yang terakhir adalah menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebanyak 57 responden 95 menyatakan keluarga membawa responden ke puskesmasrumah sakit jika mengalami keluhan-keluhan yang harus segera ditangani, dan 39 responden 65 menyatakan keluarga rutin mengambil obat dan mengontrol perkembangan penyakit responden ke pelayanan kesehatan. Friedman 1998 mengatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi seseorang dalam menggunakan fasilitas kesehatan, dan hasil penelitian ini dapat dikaitkan dengan sebagian besar tingkat pendidikan responden yang cukup baik yaitu 35 responden 58,3 memiliki tingkat pendidikan SMU dan 9 responden 15 memiliki tingkat pendidikan sarjana.

2.2 Konsep Diri Penderita TB Paru

Dari hasil penelitian tentang konsep diri penderita TB paru berdasarkan citra tubuh diperoleh 95 responden menerima ketika pertama kali didiagnosa TB paru, dan 46 76,7 merasa tidak perlu malu dengan penyakit yang dideritanya. Jika seseorang mengalami perubahan pada tubuhnya umumnya orang tersebut akan mengalami tahapan awal yaitu merasa syok psikologis yang merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama Universitas Sumatera Utara terjadinya perubahan pada dirinya, namun orang tersebut akan menerima kenyataan yang terjadi, karena orang tersebut merasa tidak mungkin lari dari kenyataan, setelah itu akan melakukan reintegrasi dan beradaptasi dengan citra tubuh yang baru. Citra tubuh juga dapat dipengaruhi oleh persepsi dari pandangan orang lain, jika orang lain melihat atau memandang dengan tidak baik atau memberikan celaaan akan membuat citra dirinya menjadi negatif, dan dapat membuat orang menarik diri karena malu dengan penyakit yang dideritanya Perry potter, 2005. Jika dikaitkan dengan data hasil penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa responden tidak menarik diri karena penyakitnya, hal ini dapat dilihat dari hampir keseluruhan responden yang menyatakan tidak mengalami gangguan dalam berhubungan dengan orang lain, tetap menjalin komunikasi dengan orang lain seperti biasa, dan seluruh responden menyatakan tidak dijauhi oleh keluarga, hal ini dapat menggambarkan juga konsep diri responden berdasarkan harga diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, kegagalan, dan memiliki kekurangan tetap merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga Stuart Sundeen, 1998. Harga diri tingg i juga terkait dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain, sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk. Seseorang yang mengalami harga diri rendah ditandai dengan perilaku seperti perasaan cemas, mengkr itik diri sendiri atau orang lain, gangguan dalam berhubungan, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, pandangan hidup yang pesimis, dan menarik diri Stuart Sundeen, 1998. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian juga menunjukkan responden merasa cemas dengan penyakit yang dideritanya yaitu sebanyak 70, namun responden tetap yakin dengan pengobatan yang sedang dijalaninya yaitu sebesar 59 orang 98,3. Hal ini sesuai dengan pendapat Mechanic 1982 dalam Perry Potter 2005 yang menyatakan bahwa jika seseorang sakit akan mempengaruhi perilaku sakit, salah satu yang mencakup perilaku sakit ialah tentang keyakinan seseorang terhadap upaya penyembuhan. Dalam islam juga terdapat hadist yang menerangkan bahwa “Setiap penyakit ada obatnya, jika obat yang tepat diberikan dengan izin Allah, penyakit itu akan sembuh” H.R. Muslim dalam Al-Jauziyah, 2007. Hal ini juga yang memungkinkan responden yang sebagian besar beragama islam merasa yakin dengan pengobatan yang sedang dijalaninya. Pada pasien TB paru membutuhkan pengobatan yang cukup lama, rutin serta teratur sehingga diperlukan keyakinan pasien agar sabar dalam menjalani pengobatan. Konsep diri yang ketiga yaitu berkaitan dengan peran, dan dari hasil penelitian ini diperoleh sebanyak 54 responden 90 berpikir telah mampu menjadi seorang suamiistri, ayahibuanak dengan cara yang diinginkan dan menyatakan terlibat dalam pengambilan keputusan di keluarga sebanyak 52 86,7. Menurut Stuart Sundeen 1991 sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau sementara yang sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan transisi peran. Salah satu transisi peran tersebut adalah transisi sehat sakit, stresor pada tubuh seperti sakit dapat menyebabkan perubahan pada konsep diri, perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri. Peneliti berasumsi bahwa pada Universitas Sumatera Utara sebagian besar responden telah melewati transisi dari kondisi sakitnya tersebut sehingga dapat menjalankan perannya seperti semula. Berdasarkan komponen konsep diri yang terakhir yaitu identitas diri, dari hasil penelitian ini terlihat responden memiliki konsep diri positif yang ditinjukkan dari mayoritas responden yaitu sebanyak 59 responden 98,3 tetap mensyukuri apapun kondisi yang dihadapinya. Dalam Islam juga diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 153 “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”, oleh sebab itu apapun kondisi yang sedang dihadapi harus tetap mensyukuri dan juga sabar dalam menghadapinya. Hamid 1999 juga mengatakan pada saat mengalami stress, individu akan mencari dukungan dari keyakinan agamanya, dukungan ini sangat diperlukan untuk dapat menerima keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses penyembuhan yang lama. Selain itu 57 responden 95 berpendapat bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing- masing, dan 59 responden 98,3 menyatakan percaya diri ketika melakukan suatu pekerjaan, dan tidak marah atau tersinggung jika ada orang yang menanyakan tentang penyakitnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Perry Potter 2005 bahwa seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duannya. Identitas juga mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan dan konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa satu responden memiliki konsep diri yang negatif hal ini terlihat dari pernyataan responden yang menyatakan Universitas Sumatera Utara bahwa responden merasa terjadi perubahan pada dirinya setelah menderita penyakit, merasa malu dengan penyakitnya, malu jika batuk dihadapan orang lain. Stuart Sundeen 1991 menyatakan bahwa seseorang yang mengalami gangguan pada citra tubuh, memiliki tanda dan gejala seperti mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri, perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh. Jika dilihat dari komponen harga diri dari hasil penelitian terlihat bahwa responden menyatakan terjadi perubahan dalam menjalin komunikasi dengan orang lain, mengalami gangguan dalam berhubungan dengan orang lain, merasa cemas dengan penyakit yang diderita, merasa bersalah, dan sering mengkritik diri sendiri, dan kurang yakin dengan pengobatan yang dijalaninya. Seseorang yang mengalami harga diri rendah ditandai dengan perilaku seperti perasaan cemas, mengkritik diri sendiri atau orang lain, gangguan dalam berhubungan, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, pandangan hidup yang pesimis, dan menarik diri Stuart Sundeen, 1991. Hal ini dapat dikaitkan dengan pernyataan Rajeswari, dkk 2005 bahwa TB paru tidak hanya berdampak pada perubahan fisik tetapi juga mental dan sosial. Dari hasil penelitian Rajeswari, dkk juga diperoleh dari keseluruhan sample hanya 54 responden yang menyatakan puas dengan pengobatan yang dijalaninya, namun selebihnya merasa tidak puas dengan pengobatan yang dijalaninya. Selain itu dari hasil penelitian Ramachandran, dkk juga diperoleh bahwa sekitar 54 pasien TB paru mengalami rendah diri. Pada penelitian ini responden menyatakan tidak dijauhi oleh keluarga ataupun orang lain karena penyakitnya tersebut, hal ini dapat dikarenakan faktor- faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang bukan hanya dari keluarga atau orang-orang terdekat namun juga dipengaruhi persepsi diri individu tersebut Universitas Sumatera Utara Stuart Sundeen, 1991. Namun untuk peran dan identitas diri dari hasil penelitian diperoleh bahwa responden tidak mengalami perubahan baik dari peran dan identitas dirinya hal ini terlihat dari pernyataan responden yang menyatakan merasa telah mampu menjadi suamiayah maupun anak dengan cara yang diinginkannya, ikut terlibat dalam pengambilan keputusan dalam keluarga dan tidak merasa sulit dalam mengambil keputusan, namun responden juga menyatakan merasa membebani keluarga dengan menyakit yang dideritanya, tetap menyukuri kondisi yang dihadapinya, menyatakan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dan melakukan pekerjaan dengan percaya diri. Menurut Stuart Sundeen 1991 sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau sementara yang sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan transisi peran. Salah satu transisi peran tersebut adalah transisi sehat sakit, stresor pada tubuh seperti sakit dapat menyebabkan perubahan pada konsep diri, perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri. Sehingga peneliti berasumsi bahwa dalam hal ini responden telah melewati transisi dari kondisi sakitnya tersebut sehingga dapat menjalankan perannya seperti semula. Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik secara fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual Beck, William dan Rawlin, 1986. Banyak hal yang dapat mempengaruhi konsep diri seseorang diantaranya kondisi kesehatan yang bisa menjadi stressor terhadap perubahan konsep diri. Selain itu, keluarga, teman, atau orang-orang terdekat turut mempengaruhi konsep diri, begitu juga dengan persepsi individu itu sendiri. Dari Universitas Sumatera Utara hasip penelitian ini diperoleh bahwa hampir keseluruhan responden yaitu 59 orang memiliki konsep diri yang positif meskipun saat ini mereka sedang sakit, yang biasanya dapat mempengaruhi konsep diri mereka. Tetapi seperti yang dikatakan oleh stuart Sundeen 1991 bahwa persepsi individu dapat mempengaruhi konsep dirinya begitu juga dengan peran keluarga. Menurut Wulan 2008 bahwa pendidikan atau tingkat pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi persepsi seseorang tentang kondisi sehat sakitnya. Hal ini dapat dikaitkan juga dengan pendapat stuart Sundeen 1991 yang menyatakan persepsi diri dapat mempengaruhi konsep diri seseorang, dan dari data hasil penelitian bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik yaitu 35 responden 58,3 dengan tingkat pendidikan SMU dan 9 responden dengan tingkat pendidikan sarjana, sehingga dengan tingkat pendidikan responden yang cukup baik dapat mempengaruhi konsep diri seseorang, selain itu dari dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa keluarga memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang penyakit TB yang sedang diderita oleh responden sehingga keluarga dapat memberikan dukungan baik secara fisik, mental dan sosial karena hal ini sangat dibutuhkan oleh pasien International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, 2007. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan terhadap 60 orang responden pasien TB paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru BP4 Medan menunjukkan bahwa sebagian besar peran keluarga dalam merawat pasien TB paru adalah baik yaitu 47 responden 78,3, dan hampir keseluruhan responden memiliki konsep diri yang positif yaitu 59 responden 98,3. Peran keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien TB paru karena keluarga dapat menjadi sumber kesehatan yang efektif dan utama, oleh sebab itu keluarga harus lebih terlibat dalam tim perawatan kesehatan dan keseluruhan proses terapeutik, dan tidak hanya perawatan secara fisik namun juga secara psikososial. Dapat dilihat dari data demografi, meskipun kurang didukung dari segi finansial namun keluarga tetap dapat memenuhi kebutuhan gizi pasien, karena gizi yang baik merupakan salah satu hal penting untuk mendukung proses penyembuhan pasien, dan seperti yang dikatakan oleh Untoro 2005 bahwa makanan bergizi itu tidak harus mahal. Jika dilihat dari tingkat pendidikan, sebanyak 35 responden 58,3 memiliki tingkat pendidikan SMU dan 9 responden 15 dengan tingkat pendidikan sarjana, hal ini juga mempengaruhi seseorang dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Pengobatan TB paru membutuhkan waktu yang cukup lama serta harus rutin dan teratur oleh sebab itu peran keluarga sangat dibutuhkan dan dari hasil penelitian bahwa sebagian besar keluarga telah berperan serta dalam proses Universitas Sumatera Utara