penjualan sebagian besar aktiva, pengaduan gugatan pengadilan dan dapat pula keadaan keberlangsungan hidup perusahaan sangat terpengaruh oleh
kondisi ekonomi Indonesia sejak tahun-tahun sebelumnya yang dijelaskan dalam CALK Catatan Atas Laporan Keuangan. Sedangkan 62 laporan
keuangan perusahaan atau 48 dari total sampel tidak menerima opini going concern
pada persusahaan yang sama. Jadi dapat dikatakan secara keseluruhan, terdapat kemungkinan yang besar kepada perusahaan yang
sebelumnya pernah terkena imbas dari kondisi-kondisi tersebut diatas untuk dapat kembali menerima opini audit going concern.
1. Analisis Kondisi Keuangan Perusahaan Manufaktur yang go public
Pada variabel kondisi keuangan digunakan analisis rasio keuangan dengan menggunakan metode analisis Altman Z-Score model tahun 1968
dengan persamaan Z = 1.2Z1 + 1.4Z2 + 3.3Z3 + 0.6Z4 + 0.999Z5 dimana, Z1 = working capitaltotal asset
Z2 = retained earningstotal asset Z3 = earnings before interest and taxestotal asset
Z4 = market capitalizationbook value of debt Z5 = salestotal asset
Penilaian analisis Z-Score ini dengan membandingkan antara nilai pada laporan keuangan perusahaan hasil perhitungan Z-Score dengan nilai 1,23
dimana jika nilai Z-Score lebih kecil dari 1,23 1,23 maka perusahaan mengalami kesulitan keuangan sebaliknya jika nilai Z-Score lebih besar dari
1,23 perusahaan dapat dikatakan dalam kondisi yang baik.
Penjelasan mengenai rasio keuangan dengan metode Altman Z-Score adalah sebagai berikut :
a. Rasio Likuiditas : Working Capital to Total Asset Merupakan rasio untuk mengukur perbandingan Working Capital
Aktiva Lancar - Kewajiban Lancar dengan Total Aktiva. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Yang termasuk dalam aktiva lancar dalam perusahaan manufaktur adalah kas dan setara kas, piutang usaha, persediaan, pajak
dibayar dimuka, biaya dibayar dimuka dan aktiva lancar lain-lain. Sedangkan yang termasuk kewajiban lancar adalah hutang usaha, hutang
lain-lain, biaya masih harus dibayar, hutang pajak, hutang jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun, uang muka pelanggan
yang akan jatuh tempo dalam satu tahun, bagian pinjaman investasi jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam satu tahun dan sebagainya.
b. Rasio Profitabilitas : Retained Earnings to Total Asset dan Earnings before Interest and Tax to Total Asset
1 Rasio Retained Earnings Total Asset mengukur kemampuan laba kumulatif dari perusahaan. Rasio ini juga mencerminkan umur
perusahaan, karena
semakin lama
perusahaan beroperasi
memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan.
2 Rasio Earnings before Interest and Tax Total Asset mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang
digunakan. c. Rasio Aktivitas : Market Capitalization to Book Value of Debt dan Sales to
Total Asset 1 Rasio Market Capitalization to Book Value of Debt menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dari nilai pasar modal sendiri saham biasa. Nilai pasar modal sendiri
diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham biasa dibagi market capital
. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang.
2 Rasio Sales Total Asset menunjukkan efektivitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan. Penjualan
pada perusahaan manufaktur terdiri dari penjualan ekspor, lokal maupun kepada pihak ketiga.
Tabel 4.4 Tabel Hasil Analisis Z-Score antara Perusahaan yang mendapatkan
Opini Going Concern dan Non Going Concern
7 3
3 3
3 3
2 2
+ ,
7 3
3 3
3 3
2 2
- . 7
3 3
3 3
2 2
1 7
2 2
, 2
7 3
3 3
2 2
3 . 7
3 3
3 3
3 2
2 3 4
. 7
3 3
3 3
2 2
3 3
. 7
3 3
3 3
3 2
2 +
3 7
3 3
3 3
3 2
2 ,
5 . 7
3 3
3 3
3 2
2 5
.
7 3
3 3
3 2
2 6 7
8 7
3 3
3 3
2 2
- . 7
2 2
- . 7
3 3
3 2
2
, . .
7 2
2 ,
7 7
2 2
, 2
7 3
3 3
2 2
+
7 2
2 +
. 7
2 2
, 2 .
7 3
3 3
3 2
2 2 . 9 4
: 7
2 2
+ ,
7 3
3 3
2 2
. 7
2 2
: ,
1 7
2 2
- . 7
2 2
+ 7 7
2 2
Catatan : GC
= Laporan keuangan yang mendapatkan opini going concern. NGC
= Laporan keuangan yang tidak mendapatkan opini going concern. Kriteria
= Perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan atau tidak baik dengan nilai Z-Score 1,23 dan tidak mengalami kesulitan keuangan
atau baik dengan nilai Z-Score 1,23
Berikut adalah ringkasan dari tabel 4.4 diatas :
Tabel 4.5 Tabel Matriks Kondisi Keuangan Perusahaan
; ;
; = 89:;
8 ,,:; .
8 9 :; ;
= 8 ,,:;
Dari hasil tabel 4.4, perbandingan hasil dengan kriteria pada analisis Z- Score akan menghasilkan dua kategori yaitu perusahaan yang sedang mengalami
kondisi tidak baik dengan nilai kriteria Z-Score kurang dari 1,23 1,23 dan perusahaan dalam kondisi baik atau yang tidak mengalami kesulitan keuangan
dengan nilai kriteria Z-Score lebih dari 1,23 1,23.
.
Dari tabel 4.5, dapat disimpulkan bahwa probabilitas bagi perusahaan yang mengalami kondisi keuangan baik dan tidak mendapatkan opini going concern
NGC sebesar 53 atau 91,3. Hal ini dapat diartikan bahwa perusahaan yang mengalami kondisi keuangan yang relatif baik tidak akan mendapatkan opini
going concern oleh auditor. Sedangkan, probabilitas bagi perusahaan yang
mengalami kondisi keuangan tidak baik dan mendapatkan opini going concern GC sebesar 64 atau 88,9. Hal ini pula dapat disimpulkan bahwa perusahaan
yang mendapatkan opini going concern oleh auditor akan diberikan kepada perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan atau kondisi keuangannya
tidak baik. Kondisi keuangan perusahaan dikatakan bermasalah jika perusahaan
memiliki beberapa indikator seperti total modal negatif, arus kas negatif, pendapatan operasi negatif, modal kerja negatif, kerugian tahun berjalan, dan
defisit saldo laba tahun berjalan. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan pula bahwa mayoritas perusahaan yang menerima opini going concern memiliki
modal kerja, saldo pendapatan setelah pajak, dan saldo laba ditahan pada tahun berjalan negatif. Hal ini disebabkan karena pada beberapa perusahaan manufaktur
memiliki kewajiban atau hutang yang besar yang terjadi akibat transaksi pada masa lalu dan ditambah lagi perusahaan dituntut untuk segera melunasinya pada
jangka waktu yang pendek sehingga menyebabkan kemampuan perusahaan dalam menyediakan modal kerja sedikit bahkan cencerung negatif. Modal kerja adalah
selisih dari aset lancar dengan kewajiban lancar. Jika modal kerja yang digunakan oleh perusahaan sebagai modal untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan
tidak mencukupi negatif, perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menjalankan kegiatan operasinya secara normal, yang pada akhirnya berkibat
pada kesulitan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan setelah pajak earnings after tax bahkan menyediakan laba ditahan retained earning untuk
periode akuntansi tahun berikutnya.
Pada variabel pertumbuhan perusahaan yang di proksikan dengan pertumbuhan penjualan sales growth, baik pada perusahaan yang mengalami
going concern maupun yang non going concern sama-sama mangalami
pertumbuhan laba yang positf dari tahun ketahunnya dengan total 94 laporan keuangan 94 dari total penjualan. Data tersebut sesuai pada tabel 4.6 berikut
ini.
Tabel 4.6 Tabel Frekuensi Pertumbuhan Laba
7 ;
1 ,
+ 9 :
7 ;
1 ,
9: ,,
,,:
Peningkatan laba yang terlihat pada tabel diatas mengartikan bahwa faktor penjualan pada perusahaan, tidak mempengaruhi pemberian opini going concern
dan non going concern pada perusahaan oleh auditor. Pada industri manufaktur
penjualan adalah faktor yang dipengaruhi faktor siklus, dianalogikan pada penjualan jas hujan atau payung yang meningkat pada saat musim hujan maka
sebaliknya akan menurun pada musim kemarau dan peningkatan penjualan sirup akan terjadi pada saat-saat menjelang hari raya dan cenderung flat pada saat bukan
hari raya. Penyebab inilah yang tidak bisa dikatakan bahwa perusahaan yang sedang mengalami penurunan penjualan adalah perusahaan yang sedang
mengalami keadaan kesulitan keuangan atau dalam keadaan yang sehat dengan catatan bahwa perusahaan tidak dapat menghasilkan cash flow positif yang
digunakan untuk membiayai kegiatan operasinya ke depan. Kaitan dengan opini yang diberikan oleh auditor mengenai going concern
ini, maka peningkatan penjualan tidak bisa menjadi indikator bahwa perusahaan sehat akan tetapi peningkatan penjualan ini dapat menjadi indikator awal bahwa
perusahaan tersebut mampu untuk mempertahankan hidupnya dengan berusaha meningkatkan kinerjanya.
Tabel 4.7 Tabel Frekuensi Debt Default
; ;
3 1 89 :;
; = 8 ,,:;
3 1 ; =
8 ,9 :; 8 ,,:;
Variabel berikutnya, debt default yaitu kegagalan suatu perusahaan dalam membayarkan kewajiban hutangnya pada saat jatuh tempo baik pokok hutangnya
maupun bunganya. Dari tabel 4.7 menunjukkan perusahaan yang mengalami debt default
lebih besar kemungkinannya untuk mendapatkan opini going concern
350
terlihat sebanyak 53 laporan keuangan 92,9 yang mengalami debt default mendapatkan opini audit going concern dibandingkan dengan perusahaan tidak
mengalami debt default hanya 15 laporan keuangan saja atau sekitar 20,4 yang mendapatkan opini going concern. Hal ini juga terjadi pada laporan keuangan
yang tidak mengalami going concern Non Going Concern NGC hanya mayoritas perusahaan yang tidak mengalami debt default-lah yang tidak
mendapatkan opini going concern yaitu 58 laporan keuangan atau 79,8. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor debt default ini adalah faktor determinan
atau penentu bagi pertimbangan auditor dalam memberikan opini going concern.
Dari 130 laporan keuangan yang di observasi dalam penelitian ini, terdapat banyak perusahaan yang mengalami debt default yang diungkapkan disclose
dalam paragraf penjelasan pada opini auditor maupun yang dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. Terdapat beberapa alternatif pilihan yang dapat
dilakukan oleh para auditee dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya antara lain menjadwalkan kembali jatuh tempo pembayarannya, melakukan
langkah penjualan aktiva-aktivanya atau mengkonversi kewajiban dengan aset- aset yang dimiliki atau konversi dengan saham-sahamnya, dan dapat pula
meminta kepada para kreditur Bank, Lembaga keuangan lainnya atau pihak ketiga lainnya untuk menghapus bunga dari pokok hutangnya. Dari beberapa
alternatif pilihan diatas, mayoritas dari 26 auditee yang mendapatkan opini going concern
dalam penelitian ini, cenderung memilih alternatif pilihan untuk melakukan restrukturisasi hutang-hutannya yaitu dengan penjadwalan kembali
reschedule jatuh tempo pembayaran untuk jumlah cicilan pokok dan bunga hutangnya.
Tabel 4.8 Tabel Frekuensi Opini tahun sebelumnya
; ;
; 8 9:;
, 8 9 :;
8 ,,:; ;
, 8 9:;
; =
8 ,,:;
Opini tahun sebelumnya yang digunakan menjadi salah satu variabel dalam penelitian ini, berkaitan dengan variabel debt default yang terjadi pada
perusahaan hal ini disebabkan oleh ketidaksiapan atau ketidakmampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajibannya yang telah jatuh tempo di
tambah lagi dalam jumlah yang sangat material membuat perusahaan mengambil langkah untuk segera merestrukturisasi kewajibannya dengan menjadwalkan
kembali jatuh temponya dan menyesuaikan kembali jumlah dari cicilan-cicilan hutang pokok maupun bunga yang akan terakumulasi pada tahun-tahun berikutnya
sampai seluruh kewajibannya lunas atau cicilannya selesai. Pada laporan keuangan terdapat salah satu rasio keuangan yaitu modal
kerja yang diperoleh dari selisih antara aset lancar dengan kewajiban lancar, dimana kejadian debt default ini terjadi jumlah kewajibannya akan semakin
besar akan menyebabkan modal kerja yang negatif. Modal kerja yang negatif akan menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan dalam melaksanakan
kegiatan operasional pada tahun berjalan. Hal tersebut akan terus berdampak pada laporan keuangan pada tahun berikutnya apabila perusahaan mengalami terus
kesulitan dalam melakukan pencicilan hutangnya sampai lunas. Lain halnya
ketika perusahaan tersebut mampu meningkatkan penjualan sekaligus mengefisienkan biaya yang terjadi untuk menghasilkan produk sehingga pada
akhirnya mampu untuk meningkatkan laba bersih yang dihasilkan guna membayarkan hutang-hutangnya. Pemberian opini going concern pada tahun
sebelumnya memiliki kecenderungan yang besar akan diberikan opini yang sama pada tahun berikutnya, apabila kesulitan keuangan terjadi. Tabel 4.8 menunjukan
bagaimana opini yang terbit pada tahun sebelumnya berpengaruh besar pada pemberian opini yang sama pada tahun berikutnya dengan catatan bahwa
mengalami kejadian yang berdampak pada tahun berikutnya yaitu sebanyak 58 laporan keuangan 85,3 dibandingkan perusahaan yang sebelumnya tidak
mendapatkan opini going concern sebesar 10 laporan keuangan 14,7.
C. Analisis dan Pembahasan