dan sisanya 23 sampel dari 130 sampel mengalami pertumbuhan yang negatif. Hal ini berarti auditee yang menjadi sampel dalam penelitian ini
baik auditee yang menerima opini going concern maupun tidak mengalami peningkatan dalam penjualannya, tetapi peningkatan penjualan ini tidak di
ikuti dengan dengan kemampuan auditee untuk menghasilkan laba serta meningkatkan saldo labanya yang bisa disebabkan oleh peningkatan harga
pokok produksi ataupun beban-beban yang terjadi pada kegiatan operasi perusahaan. Dengan kata lain hal ini, bahwa auditee untuk dapat terus
berlangsung hidup selain dengan cara peningkatan penjualan dari tahun ke tahun yang harus digenjot, juga melakukan berbagai tindakan efisiensi
pada setiap lini produksinya sehingga beban-beban yang terjadi sesuai dengan semestinya.
c. H
3
: Debt default berpengaruh positif terhadap kemungkinan pemberian opini going concern oleh auditor.
Variabel debt default menunjukkan nilai koefisien positif sebesar 3,734 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,005 lebih kecil dari 0,05 5.
Dapat disimpulkan bahwa hipotesa 3 H
3
berhasil didukung, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa debt default berpengaruh positif
terhadap kemungkinan pemberian opini wajar dengan bahasa penjelasan mengenai keberlangsungan usaha going concern oleh auditor. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Praptitorini 2007 yang menunjukkan bahwa gagal bayar hutang Debt Default berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Kegagalan
dalam memenuhi kewajiban hutang dan atau bunga merupakan indikator going concern
yang banyak digunakan oleh auditor dalam menilai kelangsungan hidup suatu perusahaan. Pada masa krisis moneter yang
melanda Indonesia dimulai tahun 1997, nilai tukar mata uang rupiah Indonesia dengan dollar Amerika Serikat mengalami fluktuasi yang
melemahkan nilai rupiah pada level 1 dollarnya mencapai diatas Rp 13.000,- yang disebabkan kurangnya jumlah mata uang dollar yang
beredar. Hal ini mengakibatkan jumlah hutang perusahaan yang menggunakan dollar pada waktu itu, meningkat secara signifikan yang
membuat perusahaan sulit untuk membayar pada saat jatuh tempo dikarenakan harga dollar yang tinggi. Selain itu pula banyak perusahaan
yang mengalami rugi operasi dan realisasi penjualan yang menurun. Akhirnya keadaan ini mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban pokok dan beban bunga hutang serta terjadi rugi selisih kurs.
Pada saat ini pun, pengaruh kondisi ekonomi tersebut masih mempengaruhi perusahaan-perusahaan pada masa sekarang. Karena
rentannya kondisi ekonomi regional maupun internasional akibat krisis finansial global pada tahun 2007 dan 2008 kemarin yang mempengaruhi
industri manufaktur terutama dalam hal permodalan, perolehan bahan baku yang diperoleh secara kredit dan penjualan produk-produknya di pasar
dalam negeri maupun luar negeri.
d. H