Latar Belakang Faktor Maternal pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2013)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tahun 2013, sekitar 22 juta bayi dilahirkan di dunia, di mana 16 diantaranya lahir dengan berat rendah UNICEF, 2014. Sedangkan, di negara dengan pendapatan rendah maupun menengah, diperkirakan terdapat 18 juta bayi lahir dengan berat rendah pada tahun 2010 Lee, dkk., 2013. Adapun persentase Berat Badan Lahir Rendah BBLR di negara berkembang 16,5 dua kali lebih besar daripada di negara maju 7 WHO dan UNICEF, 2004. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki peran penting dalam perekonomian dunia, menempati urutan ketiga sebagai negara dengan prevalensi BBLR tertinggi 11,1, setelah India 27,6 dan Afrika Selatan 13,2 OECD dan WHO, 2013. Selain itu, Indonesia 11,1 turut menjadi negara ke dua dengan prevalensi BBLR tertinggi di antara negara ASEAN lainnya, setelah Filipina 21,2 OECD dan WHO, 2012. Hasil Riskesdas Tahun 2013 menunjukkan prevalensi BBLR di Indonesia sebesar 10,2, di mana angka tersebut lebih rendah daripada hasil Riskesdas Tahun 2010 11,1 BPPK, 2013. Namun, penurunan prevalensi tersebut menunjukkan tidak adanya perubahan yang signifikan pada kejadian BBLR. Bayi dengan berat badan lahir rendah berpotensi mengalami perkembangan kognitif lebih lambat dibandingkan dengan bayi berat badan lahir normal Boulet, dkk., 2011. Di samping itu, BBLR berisiko 20 kali lebih besar meninggal selama masa pertumbuhan jika dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir normal OECD dan WHO, 2012. Kejadian BBLR turut berkonstribusi sebesar 60-80 terhadap kematian neonatal, sehingga dapat memberi pengaruh secara tidak langsung terhadap angka kematian bayi Lawn, dkk., 2005; WHO, 2015b. Selain itu, angka kematian bayi cenderung meningkat seiring dengan peningkatan insiden BBLR di suatu negara OECD dan WHO, 2012. Penelitian Huxley, dkk. 2007 menemukan bahwa adanya hubungan antara berat lahir dengan faktor risiko penyakit jantung iskemik, di mana kenaikan berat lahir lebih dari 1 kg pada bayi baru lahir dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit jantung iskemik sebesar 10-20. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Risnes, dkk. 2011 yang menunjukkan adanya hubungan yang berlawanan antara berat lahir dengan risiko kematian akibat kardiovaskuler. Bila setiap tahun diperkirakan 350.000 bayi lahir dengan berat lahir rendah di Indonesia, maka akan ada 350.000 calon penderita penyakit degeneratif setiap tahunnya Pramono dan Putro, 2009. BBLR dapat disebabkan oleh bayi lahir prematur maupun retardasi pertumbuhan dalam rahimIUGR Intrauterine growth restriction OECD dan WHO, 2012; Stanfordchildren.org, 2014; Behrman, dkk., 2000. Di samping hal tersebut, BBLR dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks dan saling berkaitan satu sama lain dan faktor maternal pun diketahui turut mempengaruhi berat bayi saat lahir Viswanatha, dkk., 2014. Berdasarkan hasil penelitian Yuliva, dkk. 2009 diketahui bahwa ada hubungan antara status pekerjaan ibu dan usia gestasional terhadap kejadian BBLR. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Viengsakhone, dkk. 2010 yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan BBLR. Namun, penelitian Vrijkotte, dkk. 2009 menemukan tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu selama masa kehamilan dengan berat bayi yang dilahirkan. Selain itu, usia kehamilan 36 minggu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap BBLR Mumbare, dkk., 2012. Akan tetapi, hasil penelitian tersebut berlawanan dengan hasil penelitian Jammeh, dkk. 2011. Penelitian lainnya menemukan bahwa ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal, bahkan jumlah kunjungan yang kurang, dapat meningkatkan risiko ibu melahirkan bayi BBLR Khanal, 2014; Dharmalingam, 2010. Namun, penelitian Jammeh, dkk. 2011 menunjukkan tidak ada hubungan antara kunjungan antenatal dengan terjadinya BBLR. Hal lain yang turut berpengaruh terhadap BBLR adalah konsumsi tablet Fe selama masa kehamilan Khanal, 2014. Akan tetapi, berdasarkan penelitian Torres- Arreola, dkk. 2005 di Mexico menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi tablet Fe dengan berat bayi lahir. Di sisi lain, usia ibu melahirkan yang kurang dari 20 tahun dapat mempengaruhi terjadinya BBLR Badshah, dkk., 2008; Ganesh Kumar, dkk., 2010. Namun, berdasarkan penelitian Frederick, dkk. 2008 diketahui bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu melahirkan dengan berat bayi saat dilahirkan. Sedangkan penelitian Borders, dkk. 2007 menunjukkan bahwa semakin tua usia ibu melahirkan, maka risiko melahirkan bayi BBLR semakin tinggi. Namun, penelitian Dharmalingam, dkk. 2010 menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan di usia 20-24 tahun lebih berisiko melahirkan bayi BBLR daripada wanita yang melahirkan di usia lebih dari 25 tahun. Tingkat pendidikan ibu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR Rahayu, 2013; Metgud, dkk., 2012 . Sedangkan, berdasarkan penelitian Frederick, dkk. 2008 menemukan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan berat bayi yang dilahirkan, di mana hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Khanal, dkk. 2014. Selain itu, pada ibu dengan paritas tinggi dapat menyebabkan tempat implantasi plasenta pada dinding rahim tidak sempurna lagi, sehingga pertumbuhan plasenta dan janin akan terganggu Hapisah, dkk., 2010. Namun, berdasarkan penelitian Yuliva, dkk. 2009 diketahui bahwa paritas tidak memiliki hubungan dengan kejadian BBLR. Di samping itu, penelitian di Malaysia menemukan hubungan yang signifikan antara ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR dengan kejadian BBLR Sutan, dkk., 2014. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa faktor maternal memiliki peran penting, di samping faktor lain yang turut mempengaruhi kejadian BBLR. Faktor maternal tersebut dapat berkaitan dengan konsep continuum of care maternal, newborn and child health yang menekankan hubungan antara kurang gizi dan kematian ibu, bayi baru lahir maupun anak UNICEF, 2008. Menurut konsep continuum tersebut, seluruh wanita harus memiliki akses terhadap pilihan kesehatan reproduksi dan perawatan selama masa kehamilan maupun melahirkan, serta seluruh bayi harus mampu tumbuh menjadi anak-anak yang bertahan hidup dan berkembang dengan baik Kerber, dkk., 2007. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian BBLR pada generasi berikutnya adalah melalui intervensi pada kesehatan maternal, terutama selama masa kehamilan. Hal tersebut dikarenakan perkembangan fisik dan kognitif pada bayi maupun anak-anak dipengaruhi oleh kesehatan, nutrisi, dan perilaku ibu selama masa kehamilan CDC, 2015. Namun, sampai saat ini belum ada penelitian di Indonesia yang memanfaatkan data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 untuk mengetahui faktor risiko maternal terkait dengan kejadian BBLR, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan analisis lebih lanjut mengenai faktor risiko maternal terjadinya BBLR di Indonesia dengan menggunakan data Riset Kesehatan Dasar Riskesdas Tahun 2013.

B. Rumusan Masalah