Faktor Maternal pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2013)
FAKTOR MATERNAL PADA KEJADIAN BERAT BADAN
LAHIR RENDAH (BBLR) DI INDONESIA
(ANALISIS DATA RISKESDAS 2013)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh: Rini Septiani 1111101000058
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2015
(2)
(3)
Rini Septiani, NIM: 1111101000058
Faktor Maternal pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2013)
xv + 98 halaman, 2 bagan, 7 tabel, 2 lampiran
ABSTRAK
Indonesia, salah satu negara berkembang yang memiliki peran penting dalam perekonomian dunia, menempati urutan ketiga sebagai negara dengan prevalensi BBLR tertinggi setelah India dan Afrika Selatan di Tahun 2013. Perkembangan kognitif yang lambat lebih berpotensi terjadi pada anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) daripada anak yang lahir dengan berat lahir normal. Terdapat banyak faktor yang berkaitan dengan kejadian BBLR, di mana faktor maternal turut berpengaruh terhadap berat bayi lahir karena kondisi anak lahir dipengaruhi oleh kesehatan, nutrisi, dan perilaku ibu selama masa kehamilan. Namun, belum adanya penelitian di Indonesia yang memanfaatkan data Riskesdas Tahun 2013 untuk mengetahui faktor risiko maternal terkait dengan kejadian BBLR.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor maternal yang berhubungan dengan kejadian BBLR di Indonesia. Desain penelitian yang digunakan adalah
cross sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder, yakni Riskesdas 2013. Sampel penelitian ini sebanyak 25.186 anak yang lahir pada tahun 2010-2013 yang telah memenuhi kriteria penelitian. Kemaknaan hubungan dilihat menggunakan tingkat kepercayaan 95% Confidence Interval (CI) yang diperoleh dari uji chi square.
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa prevalensi BBLR pada anak yang lahir tahun 2010-2013 mencapai 5,2%. Adapun usia ibu melahirkan, tingkat pendidikan ibu, jumlah kunjungan ANC, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas, dan riwayat melahirkan BBLR berhubungan signifikan dengan kejadian BBLR. Oleh karena itu disarankan pada Kementerian Kesehatan agar menginstruksikan terkait penyediaan anggaran dana sebagai sumber daya yang dapat digunakan oleh Dinas Kesehatan untuk membuat kegiatan penyuluhan pada ibu hamil saat pelaksanaan kelas ibu hamil dengan menggunakan sarana yang memadai seperti pamflet ataupun alat peraga lain yang dapat membantu mempermudah penyerapan informasi pada ibu hamil.
Daftar Bacaan :81 (1995-2015)
(4)
Rini Septiani, NIM: 1111101000058
Maternal Factors on Low Birth Weight (LBW) Infant in Indonesia (Based on Basic Health Survey 2013)
xiv + 98 pages, 2 charts, 7 tabels, 2 appendixs
ABSTRACT
Indonesia, as one of a developing countries that has an important role in the world economic, took place in third ranks as the country with the highest prevalence of Low Birth Weight (LBW) after India and South Africa in 2013. LBW infants tend to have slower cognitive development than normal birth weight infants. There are many factors associated with LBW, where the maternal factors influence on birth weight because infants condition is affected by maternal health, nutrition, and behavior during pregnancy. However, lack of research in Indonesia which utilizes Indonesia’s Basic Health Survey (Riskesdas) 2013 to determine maternal risk factors associated with LBW.
This study aims to determine maternal factors associated with LBW in Indonesia. Cross sectional study is used as design study in this research. This research uses a secondary data, Riskesdas 2013. Sample in this research are 25.186 children whom were born in 2010-2013 and eligible as criteria research. There is a significance relationship by 95% Confidence Interval (CI) which obtained from the chi square test.
Based on the analysis shows that the prevalence of low birth weight infants whom were born in 2010-2013 has reached 5.2%. As for maternal age, maternal education level, number of ANC visits, gestational age, iron tablet consumption, parity, and history gave birth of LBW significantly associated with LBW. Therefore, it is recommended to the Ministry of Health to instruct related to the provision of budget funds as a resource that can be used by the Department of Health to make the extension activities for women during pregnancy class using pamphlets or other props that can help to understand the information on pregnant women.
Daftar Bacaan :81 (1995-2015)
(5)
FAKTOR MATERNAL PADA KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI INDONESIA
(ANALISIS DATA RISKESDAS 2013)
Telah disetuju, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 29 September 2015 Oleh:
Rini Septiani NIM. 1111101000058
Mengetahui,
Pembimbing I
Hoirun Nisa, Ph.D NIP. 19790427 200501 2 005
Pembimbing II
Fase Badriah, Ph.D NIP. 19710605 200604 2 012
(6)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 29 September 2015
Penguji I
Ratri Ciptaningtyas, SKM, MHS NIP. 19840404 200912 2 007
Penguji II
Yuli Amran, SKM, MKM NIP. 19800506 200801 2 015
Penguji III
(7)
Nama : Rini Septiani
TTL : Serang, 19 September 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. Hp : 0857 7988 5348
Alamat : Perumnas Ciracas Indah Blok A No. 160
Rt.03/08 Serang, Banten
Alamat Email [email protected]
B. Riwayat Pendidikan
2011- 2015 : Mahasiswa Peminatan Epidemiologi, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2008 – 2011 : SMAN 1 Kota Serang
2005 – 2008 : SMPN 1 Kota Serang
(8)
D. PengalamanKepanitiaan
(BEM) FKIK
2. Anggota Departemen Infokom Epidemiologi Student Association (ESA)
2012-2013 : 1. Anggota Departemen Kaderisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIK
2014 : 1. Koordinator Kelompok Penyelenggaran Pemungutan Suara (KPPS) FKIK pada Pemilihan Umum Raya (Pemira) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Koordinator Mentor Orientasi Pengenalan Akademik dan Kebangsaan (OPAK).
2013 : 1. Panitia Orientasi Pengenalan Akademik dan Kebangsaan (OPAK).
2. Ketua Pelaksana Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa (LKMM).
2012 : 1. Panitia Orientasi Pengenalan Akademik dan Kebangsaan (OPAK).
(9)
dan Karunia-Nya yang tidak terhingga kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Faktor Maternal pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2013). Penyelesaian laporan skripsi ini didasarkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, Asturifin dan Nurjanah, yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta do’a yang tiada henti untuk peneliti.
2. Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph. D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ibu Hoirun Nisa, Ph. D dan Ibu Fase Badriah, Ph. D, selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu peneliti menyelesaiakan penelitian ini. 5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
(10)
proses penyelesaian penelitian ini.
8. Teman-teman di Peminatan Epidemiologi 2011 yang selalu memberikan semangat, motivasi dan meluangkan waktunya untuk berdiskusi.
9. Teman-teman di Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan semangat dan dukungan pada peneliti.
10.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa penelitain ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti dengan lapang dada akan menerima saran dan kritik yang dapat menyempurnakan penelitian ini. Akhir kata, peneliti berharap isi dari penelitan ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membacannya.
Ciputat, September 2015
(11)
ABSTRAK ... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR TABEL ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Pertanyaan Penelitian ... 6
D. Tujuan Penelitian ... 7
1. Tujuan Umum ... 7
2. Tujuan Khusus ... 7
E. Manfaat penelitian ... 8
F. Ruang lingkup ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ... 10
B. Klasifikasi Berat Bayi Baru Lahir ... 10
(12)
2. Usia Ibu Melahirkan ... 16
3. Pendidikan Ibu ... 18
4. Kunjungan Antenatal Care (ANC) ... 19
5. Status Kurang Energi Kronis (KEK) Ibu ... 23
6. Usia Gestasi (Usia Kehamilan) ... 24
7. Konsumsi Tablet Besi (Fe) ... 26
8. Sosial Ekonomi Ibu ... 28
9. Merokok pada Masa Kehamilan ... 29
10. Paritas ... 31
11. Riwayat Ibu Melahirkan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ... 32
F. Kerangka Teori... 33
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 34
A. Kerangka Konsep ... 34
B. Definisi Operasional... 36
C. Uji Hipotesis ... 38
BAB IV METODE PENELITIAN ... 39
A. Desain Penelitian ... 39
C. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 39
D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 40
(13)
BAB V HASIL ... 55
A. Prevalensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia pada Tahun 2010-2013 ... 55
B. Distribusi Frekuensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah menurut Faktor Maternal di Indonesia Tahun 2010-2013 ... 55
C. Hubungan Faktor Maternal dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia Tahun 2010-2013 ... 58
BAB V PEMBAHASAN ... 61
A. Keterbatasan Penelitian ... 61
B. Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia Tahun 2010-2013 ... 62
C. Karakteristik dan Hubungan Faktor Maternal pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Tahun 2010-2013 ... 65
1. Pekerjaan Ibu ... 65
2. Usia Ibu Melahirkan ... 67
3. Pendidikan Ibu ... 69
4. Kunjungan Antenatal Care ... 71
5. Usia Gestasi ... 75
6. Konsumsi Tablet Fe ... 77
(14)
B. Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN ... 99
(15)
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 36 Tabel 4. 1 Jumlah Sampel Penelitian berdasarkan Uji Proporsi Beda Dua Arah 42 Tabel 4. 2 Jumlah Sampel pada Masing-Masing Variabel Penelitian ... 44 Tabel 4. 3 Variabel Penelitian ... 48 Tabel 5. 1 Prevalensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia
Tahun 2010-2013 ... 55 Tabel 5. 2 Frekuensi Kejadian BBLR berdasarkan Faktor Maternal di Indonesia
Tahun 2010-2013 ... 56 Tabel 5. 3 Hubungan Faktor Maternal dengan Kejadian Berat Badan Lahir
(16)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2013, sekitar 22 juta bayi dilahirkan di dunia, di mana 16% diantaranya lahir dengan berat rendah (UNICEF, 2014). Sedangkan, di negara dengan pendapatan rendah maupun menengah, diperkirakan terdapat 18 juta bayi lahir dengan berat rendah pada tahun 2010 (Lee, dkk., 2013). Adapun persentase Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di negara berkembang (16,5%) dua kali lebih besar daripada di negara maju (7%) (WHO dan UNICEF, 2004).
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki peran penting dalam perekonomian dunia, menempati urutan ketiga sebagai negara dengan prevalensi BBLR tertinggi (11,1%), setelah India (27,6%) dan Afrika Selatan (13,2%) (OECD dan WHO, 2013). Selain itu, Indonesia (11,1%) turut menjadi negara ke dua dengan prevalensi BBLR tertinggi di antara negara ASEAN lainnya, setelah Filipina (21,2%) (OECD dan WHO, 2012). Hasil Riskesdas Tahun 2013 menunjukkan prevalensi BBLR di Indonesia sebesar 10,2%, di mana angka tersebut lebih rendah daripada hasil Riskesdas Tahun 2010 (11,1%) (BPPK, 2013). Namun, penurunan prevalensi tersebut menunjukkan tidak adanya perubahan yang signifikan pada kejadian BBLR.
Bayi dengan berat badan lahir rendah berpotensi mengalami perkembangan kognitif lebih lambat dibandingkan dengan bayi berat badan lahir normal (Boulet, dkk., 2011). Di samping itu, BBLR berisiko 20 kali lebih
(17)
besar meninggal selama masa pertumbuhan jika dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir normal (OECD dan WHO, 2012). Kejadian BBLR turut berkonstribusi sebesar 60%-80% terhadap kematian neonatal, sehingga dapat memberi pengaruh secara tidak langsung terhadap angka kematian bayi (Lawn, dkk., 2005; WHO, 2015b). Selain itu, angka kematian bayi cenderung meningkat seiring dengan peningkatan insiden BBLR di suatu negara (OECD dan WHO, 2012).
Penelitian Huxley, dkk. (2007) menemukan bahwa adanya hubungan antara berat lahir dengan faktor risiko penyakit jantung iskemik, di mana kenaikan berat lahir lebih dari 1 kg pada bayi baru lahir dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit jantung iskemik sebesar 10-20%. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Risnes, dkk. (2011) yang menunjukkan adanya hubungan yang berlawanan antara berat lahir dengan risiko kematian akibat kardiovaskuler. Bila setiap tahun diperkirakan 350.000 bayi lahir dengan berat lahir rendah di Indonesia, maka akan ada 350.000 calon penderita penyakit degeneratif setiap tahunnya (Pramono dan Putro, 2009).
BBLR dapat disebabkan oleh bayi lahir prematur maupun retardasi pertumbuhan dalam rahim/IUGR (Intrauterine growth restriction) (OECD dan WHO, 2012; Stanfordchildren.org, 2014; Behrman, dkk., 2000). Di samping hal tersebut, BBLR dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks dan saling berkaitan satu sama lain dan faktor maternal pun diketahui turut mempengaruhi berat bayi saat lahir (Viswanatha, dkk., 2014).
(18)
Berdasarkan hasil penelitian Yuliva, dkk. (2009) diketahui bahwa ada hubungan antara status pekerjaan ibu dan usia gestasional terhadap kejadian BBLR. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Viengsakhone, dkk. (2010) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan BBLR. Namun, penelitian Vrijkotte, dkk. (2009) menemukan tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu selama masa kehamilan dengan berat bayi yang dilahirkan. Selain itu, usia kehamilan < 36 minggu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap BBLR (Mumbare, dkk., 2012). Akan tetapi, hasil penelitian tersebut berlawanan dengan hasil penelitian Jammeh, dkk. (2011).
Penelitian lainnya menemukan bahwa ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal, bahkan jumlah kunjungan yang kurang, dapat meningkatkan risiko ibu melahirkan bayi BBLR (Khanal, 2014; Dharmalingam, 2010). Namun, penelitian Jammeh, dkk. (2011) menunjukkan tidak ada hubungan antara kunjungan antenatal dengan terjadinya BBLR. Hal lain yang turut berpengaruh terhadap BBLR adalah konsumsi tablet Fe selama masa kehamilan (Khanal, 2014). Akan tetapi, berdasarkan penelitian Torres-Arreola, dkk. (2005) di Mexico menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi tablet Fe dengan berat bayi lahir.
Di sisi lain, usia ibu melahirkan yang kurang dari 20 tahun dapat mempengaruhi terjadinya BBLR (Badshah, dkk., 2008; Ganesh Kumar, dkk., 2010). Namun, berdasarkan penelitian Frederick, dkk. (2008) diketahui bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu melahirkan dengan berat bayi saat dilahirkan. Sedangkan penelitian Borders, dkk. (2007) menunjukkan bahwa
(19)
semakin tua usia ibu melahirkan, maka risiko melahirkan bayi BBLR semakin tinggi. Namun, penelitian Dharmalingam, dkk. (2010) menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan di usia 20-24 tahun lebih berisiko melahirkan bayi BBLR daripada wanita yang melahirkan di usia lebih dari 25 tahun.
Tingkat pendidikan ibu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR (Rahayu, 2013; Metgud, dkk., 2012) . Sedangkan, berdasarkan penelitian Frederick, dkk. (2008) menemukan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan berat bayi yang dilahirkan, di mana hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Khanal, dkk. (2014). Selain itu, pada ibu dengan paritas tinggi dapat menyebabkan tempat implantasi plasenta pada dinding rahim tidak sempurna lagi, sehingga pertumbuhan plasenta dan janin akan terganggu (Hapisah, dkk., 2010). Namun, berdasarkan penelitian Yuliva, dkk. (2009) diketahui bahwa paritas tidak memiliki hubungan dengan kejadian BBLR. Di samping itu, penelitian di Malaysia menemukan hubungan yang signifikan antara ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR dengan kejadian BBLR (Sutan, dkk., 2014).
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa faktor maternal memiliki peran penting, di samping faktor lain yang turut mempengaruhi kejadian BBLR. Faktor maternal tersebut dapat berkaitan dengan konsep
continuum of care maternal, newborn and child health yang menekankan hubungan antara kurang gizi dan kematian ibu, bayi baru lahir maupun anak (UNICEF, 2008). Menurut konsep continuum tersebut, seluruh wanita harus memiliki akses terhadap pilihan kesehatan reproduksi dan perawatan selama
(20)
masa kehamilan maupun melahirkan, serta seluruh bayi harus mampu tumbuh menjadi anak-anak yang bertahan hidup dan berkembang dengan baik (Kerber, dkk., 2007).
Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian BBLR pada generasi berikutnya adalah melalui intervensi pada kesehatan maternal, terutama selama masa kehamilan. Hal tersebut dikarenakan perkembangan fisik dan kognitif pada bayi maupun anak-anak dipengaruhi oleh kesehatan, nutrisi, dan perilaku ibu selama masa kehamilan (CDC, 2015). Namun, sampai saat ini belum ada penelitian di Indonesia yang memanfaatkan data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 untuk mengetahui faktor risiko maternal terkait dengan kejadian BBLR, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan analisis lebih lanjut mengenai faktor risiko maternal terjadinya BBLR di Indonesia dengan menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013.
B. RumusanMasalah
Berat Badan Lahir Redah (BBLR) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan prevalensi kejadian BBLR tertinggi di dunia. Hasil Riskesdas Tahun 2013 menunjukkan prevalensi BBLR di Indonesia sebesar 10,2%, di mana angka tersebut lebih rendah daripada hasil Riskesdas Tahun 2010 (11,1%). Namun, penurunan prevalensi tersebut tidak menunjukkan adanya perubahan yang signifikan pada kejadian BBLR. Salah satu dampak
(21)
buruk yang disebabkan oleh kejadian BBLR adalah peningkatan risiko penyakit degeneratif pada saat dewasa jika dibandingkan dengan bayi berat lahir normal.
Faktor maternal diketahui turut berkonstribusi pada kejadian BBLR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia ibu melahirkan, pekerjaan ibu, pendidikan ibu, antenatal care, status gizi ibu, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan riwayat ibu melahirkan BBLR berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian BBLR pada generasi berikutnya adalah melalui intervensi pada kesehatan maternal, karena kondisi anak pada saat dilahirkan sangat bergantung pada kondisi ibu sebelum maupun selama masa kehamilan. Namun, belum ada penelitian di Indonesia yang memanfaatkan data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 untuk mengetahui faktor risiko maternal terhadap kejadian BBLR, sehingga penelitian mengenai faktor maternal pada kejadian BBLR di Indonesia dengan menggunakan data Riskesdas Tahun 2013 perlu dilakukan.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana distribusi kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013?
2. Bagaimana distribusi frekuensi faktor maternal (pekerjaan ibu, usia ibu, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan riwayat ibu melahirkan BBLR) pada kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013?
(22)
3. Apakah terdapat hubungan antara faktor maternal (pekerjaan ibu, usia ibu, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan riwayat ibu melahirkan BBLR) pada kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor maternal yang berhubungan dengan kejadian BBLR di Indonesia berdasarkan data Riskesdas Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya distribusi kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013. b. Diketahuinya distribusi frekuensi faktor maternal (pekerjaan ibu, usia
ibu, pendidikan ibu, antenatal care, status kurang energi kronis (KEK) ibu, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan riwayat ibu melahirkan BBLR) pada kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013.
c. Diketahuinya hubungan antara faktor maternal (pekerjaan ibu, usia ibu, pendidikan ibu, antenatal care, status kurang energi kronis (KEK) ibu, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan riwayat ibu melahirkan BBLR) dengan kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013.
(23)
E. Manfaatpenelitian
1. Bagi Kementrian Kesehatan di Indonesia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pembuatan program pencegahan kejadian BBLR melalui intervensi pada kesehatan maternal.
2. Bagi Dinas Kesehatan di Indonesia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam memberikan intervensi yang tepat dalam menyelesaikan masalah BBLR di masing-masing wilayah kerja dinas kesehatan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan referensi terkait faktor maternal sebagai risiko dari kejadian BBLR di Indonesia sebagai dasar pengembangan penelitian lebih lanjut.
F. Ruanglingkup
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain studi cross sectional menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor maternal yang berhubungan dengan kejadian BBLR di Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang dilahirkan pada Januari 2010 hingga dilakukannya Riskesdas 2013. Sedangkan, sampel dalam penelitian ini adalah subjek yang memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi (eligible) ada sebanyak 25.186
(24)
program studi kesehatan masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan analisis lanjutan dari data Riskesdas tersebut dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2015.
(25)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Berat lahir adalah berat pertama janin atau bayi baru lahir yang diperoleh setelah lahir. Untuk kelahiran hidup, berat lahir sebaiknya diukur dalam satu jam pertama kehidupan, sebelum terjadinya penurunan berat badan yang signifikan setelah melahirkan (WHO, 2004). WHO mendefinisikan BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram (WHO, 2004). Adapun pengertian BBLR menurut Kementerian Kesehatan RI (2010a) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir. BBLR merupakan indikator yang penting untuk mengukur kesehatan bayi karena adanya hubungan antara berat lahir dengan kematian maupun kesakitan pada bayi (OECD dan WHO, 2013).
B. Klasifikasi Berat Bayi Baru Lahir
Menurut Wong, dkk. (2008) terdapat beberapa klasifikasi berat bayi lahir berdasarkan ukuran, yakni:
1. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang berat badannya kurang dari 2500 g, tanpa memperhatikan usia gestasi.
2. Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi yang berat badannya kurang dari 1500 g.
(26)
3. Bayi berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) adalah bayi yang berat badan lahirnya kurang dari 1000 g.
C. Dampak Buruk Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesakitan, kematian, maupun kecacatan pada saat bayi maupun anak-anak, serta dalam waktu yang cukup lama turut berpengaruh terhadap kesehatan ketika dewasa (WHO, 2014). Bayi BBLR memiliki risiko kematian yang tinggi selama bulan maupun tahun pertama kehidupannya (UNICEF, 2006). Tubuh bayi yang kecil dan tidak cukup kuat, seringkali mengalami kesulitan dalam mengonsumsi makanan, meningkatkan berat badan, dan melawan berbagai penyakit infeksi yang menyerang.
Selain itu, bila dibandingkan dengan bayi berat badan lahir normal, bayi berat badan lahir rendah cenderung akan mengalami perkembangan kognitif yang lambat dan berdasarkan hasil penelitian diketahui dalam jangka panjang, bayi tersebut dapat mengalami penyakit kronis serta penurunan fungsi tubuh pada masa anak-anak (Boulet, dkk., 2011). Berdasarkan penelitian Frontini, dkk. (2004) dengan mengontrol variabel ras dan jenis kelamin, diketahui bahwa berat badan lahir rendah berhubungan dan dapat memperburuk tekanan darah sistolik, trigliserida dan glukosa, di mana hubungan tersebut dapat diperburuk dengan peningkatan usia.
Bayi BBLR memiliki hubungan dalam peningkatan angka kejadian hipertensi, penyakit jantung, stroke, dan diabetes (Longo-Mbenza, dkk., 2010;
(27)
WHO, 2005). Hal tersebut karena berat badan lahir yang rendah dapat dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi glukosa dan peningkatan risiko intoleransi glukosa ketika dewasa (Norris, dkk., 2012). Selain itu, berdasarkan penelitian Huxley, dkk. (2007) diketahui bahwa terdapat hubungan yang konsisten antara kenaikan 1 kg berat lahir dengan penurunan risiko sebesar 10%-20% terhadap kejadian jantung iskemik.
D. Faktor Penyebab Terjadinya Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Pada tahun 2012, resolusi dari World Health Assembly ke-65 terkait dengan target nutrisi global pada tahun 2025 adalah mendukung rencana implementasi secara komprehensif terhadap kebutuhan nutrisi maternal, bayi dan anak-anak yang salah satu tujuannya adalah penurunan kejadian bayi berat lahir rendah sebesar 30% (WHO, 2012). Pada tahun 2010 di negara dengan pendapatan rendah, diperkirakan sebanyak 18 juta bayi dengan berat lahir rendah dan 41% diantaranya merupakan bayi lahir prematur (Lee, dkk., 2013).
Penyebab utama pada kejadian bayi lahir sangat rendah adalah kelahiran prematur (lahir <37 minggu dan sering kali <30 minggu masa gestasi) dan masalah retardasi pertumbuhan intrauteri atau intrauterine growth restriction
(IUGR) (University of California, 2004; OECD dan WHO, 2012; Behrman, dkk., 2000). Di samping hal tersebut, penyebab insiden BBLR dapat disebabkan oleh berbagai faktor kompleks yang saling berkaitan satu sama lain, di mana faktor maternal pun diketahui turut mempengaruhi berat bayi saat lahir (Viswanatha, dkk., 2014).
(28)
Penelitian Badshah, dkk. (2008) menunjukkan bahwa bayi yang dilahirkan prematur 6,4 kali lebih berisiko mengalami BBLR daripada bayi tidak prematur. Banyak dari bayi berat badan lahir sangat rendah dalam kondisi IUGR adalah prematur dan secara fisik terlihat relatif lebih kecil serta belum dewasa secara psikologis (University of California, 2004). Bayi prematur yang BBLR berdasarkan umur kehamilan pretermnya, seringkali dihubungkan dengan keadaan medis, di mana kurangnya kemampuan uterus untuk mempertahankan janin, gangguan pada perjalanan kehamilan, pelepasan plasenta prematur, rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraktil efektif pada uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan (Behrman, dkk., 2000).
Adapun infeksi bakteri dapat terjadi pada cairan amnion dan ketuban (korioamniositis) yang dapat memicu kelahiran prematur. Selain itu, produk-produk bakteri tertentu dapat merangsang produk-produksi sitokinin lokal yang dapat menimbulkan kontraksi uterus prematur atau respon peradangan lokal akibat ketuban pecah. Terapi antibiotik yang tepat dapat mengurangi risiko infeksi pada janin dan dapat memperpanjang kehamilan, namun penggunaan agonis reseptor b-simpatomimetik (ritodrin, terbutalin) tidak dapat mencegah kelahiran prematur (Behrman, dkk., 2000).
Kelahiran prematur dan IUGR tersebut merupakan salah satu penyebab langsung yang berkaitan dengan faktor risiko kematian neonatal, terutama karena berhubungan dengan penyakit infeksi (Lawn, dkk., 2005). IUGR dihubungkan dengan keadaan medik yang menggaggu sirkulasi dan efisiensi
(29)
plasenta, perkembangnan atau pertumbuhan janin atau kesehatan umum dan nutrisi ibu (Behrman, dkk., 2000). IUGR mungkin merupakan respon janin normal terhadap kehilangan nutrisi atau oksigen. Dengan demikian, hal tersebut dapat menyebabkan kelahiran preterm yang ditandai oleh perlunya persalinan awal karena lingkungan intrauteri berpotensi merugikan kesehatan janin (Behrman, dkk., 2000).
Pada pemeriksaan darah dari umbilicus saat operasi seksio sesarea didapatkan konsentrasi glukosa, asam amino esensial, lemak trigliserin, kolestrol Low density lipoprotein dan kolestrol total, vitamin, elektrolit lebih tinggi dari darah ibu atau sebanding. Hal tersebut menunjukkan aliran menuju janin terjamin baik. Plasenta memegang peranan penting sebagai perantara nutrisi, oksigen, dan lainnya dari ibu untuk dapat mencukupi segala kebutuhan janin, sehingga tumbuh kembang janin dapat sesuai dengan umur kehamilan (Manuaba, dkk., 2007). Kegagalan aliran nutrisi sebagai akibat gangguan tumbuh kembang plasenta akan menyebabkan gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim dan menimbulkan hasil, berupa persalinan prematurnitas atau sesuai untuk massa kehamilan (SMK) maupun tumbuh kembang terhambat atau kecil untuk masa kehamilan (KMK) (Wong, dkk., 2008; Manuaba, dkk., 2007).
E. Faktor Risiko Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Pada tahun 2010, sebanyak 1% bayi dilahirkan dengan berat kurang dari 2500 gram dan sebanyak 22% bayi dilahirkan dengan berat di bawah 1.500
(30)
gram dan tidak dapat bertahan hidup dalam tahun pertamanya (Martin, dkk., 2013). Terdapat faktor risiko maternal yang memengaruhi kejadian BBLR, adapun beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pekerjaan Ibu
Penelitian Syarifuddin, dkk. (2011) menunjukkan bahwa rata-rata berat lahir bayi pada kelompok ibu bekerja lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata berat lahir bayi dari ibu yang tidak bekerja. Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada rata-rata berat lahir bayi antara kelompok ibu bekerja dengan kelompok ibu tidak bekerja. Selain itu, ibu yang bekerja berisiko 2.41 kali lebih besar melahirkan BBLR dari pada ibu rumah tangga (Aminian, dkk., 2014).
Sedangkan, penelitian Viengsakhone, dkk. (2010) menemukan bahwa wanita hamil yang memiliki pekerjaan fisik berat (buruh) berisiko 5 kali lebih besar melahirkan BBLR daripada wanita pekerja kantoran ataupun ibu rumah tangga. Hal tersebut dapat disebabkan oleh jam kerja yang panjang, aktivitas fisik yang lebih tinggi, beban kerja yang berat dapat menimbulkan ancaman bagi pekerja yang hamil. Selain itu, jenis pekerjaan yang berat dapat memicu pelepasan hormon stres, seperti norepinefrin dan kortisol, yang mengganggu pertumbuhan janin sebagai akibat dari kerusakan hypothalamic pituitary axis (HPA) yang sangat merugikan selama trimester pertama (Vrijkotte, dkk., 2009).
Berdasarkan penelitian Niedhammer, dkk. (2009) diketahui bahwa lama waktu kerja lebih dari 40 jam per minggu dan shift waktu kerja pada
(31)
ibu hamil memiliki hubungan dengan kejadian BBLR. Penelitian Aminian, dkk. (2014) menunjukkan bahwa usia kehamilan kurang dari 37 minggu sering terjadi pada ibu yang bekerja dan rerata berat bayi lahir berbading terbalik dengan lama waktu ibu bekerja. Selain itu, hal tersebut juga turut dipengaruhi oleh durasi waktu berdiri ibu selama bekerja dalam sehari. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Viengsakhone, dkk. (2010) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan BBLR. Namun, penelitian Pramono dan Putro (2009) berdasarkan data Riskesdas 2007 menemukan bahwa tidak ada hubungan antara status bekerja dengan kejadian BBLR.
2. Usia Ibu Melahirkan
Pada penelitian Khatun dan Rahman (2008) menemukan bahwa kejadian BBLR banyak terjadi pada ibu yang melahirkan di usia <19 tahun dan >30 tahun, sedangkan usia 20-29 tahun merupakan usia ibu yang optimum untuk melahirkan bayi dengan berat badan normal. Namun, penelitian Dharmalingam, dkk. (2010) menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan di usia 20-24 tahun lebih berisiko melahirkan bayi BBLR daripada wanita yang melahirkan di usia lebih dari 25 tahun. Sedangkan pada penelitian Syarifuddin, dkk. (2011), didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata berat badan lahir bayi antara ibu yang berada pada kelompok umur < 20 tahun dan atau > 35 tahun dengan kelompok ibu yang berumur antara 20-34 tahun. Akan tetapi, berdasarkan
(32)
penelitian Viengsakhone, dkk. (2010) diketahui bahwa usia ibu melahirkan <18 tahun berisiko 8 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR.
Usia ibu melahirkan yang kurang dari 20 tahun dilaporkan turut mempengaruhi terjadinya BBLR (Badshah, dkk., 2008; Ganesh Kumar, dkk., 2010). Usia muda untuk menjadi seorang ibu seringkali membuat para ibu muda tersebut kekurangan pengetahuan, pendidikan, pengalaman, pendapatan dan kekuatan dibandingkan dengan ibu yang lebih tua. Pada beberapa budaya di masyarakat, menjadi ibu di usia yang muda harus menanggung efek dari sikap menghakimi dan seringkali membuat situasi yang sudah sulit menjadi lebih buruk (WHO, 2015a). Namun, berdasarkan penelitian Frederick, dkk. (2008) diketahui bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu melahirkan dengan berat bayi saat dilahirkan.
Sedangkan penelitian Borders, dkk. (2007) menunjukkan bahwa semkin tua usia ibu melahirkan, maka risiko melahirkan bayi BBLR semakin tinggi. Usia ibu melahirkan yang terlalu tua juga dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan ibu maupun anak. Berdasarkan penelitian Tabcharoen, dkk. (2009) diketahui bahwa usia ibu melahirkan ≥ 40 tahun merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian BBLR.
Namun, hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian Shaikh, dkk. (2012) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu
melahirkan ≥ 40 tahun dengan kejadiaan BBLR. Umumnya kehamilan
(33)
banyak wanita lebih memfokuskan diri untuk melanjutkan pendidikan dan meniti karir, sehingga menunda pernikahan maupun memiliki anak (Tabcharoen, dkk., 2009).
3. Pendidikan Ibu
Berdasarkan penelitian Syarifuddin, dkk. (2011) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata berat lahir bayi antara ibu yang berpendidikan rendah dengan ibu yang berpendidikan tinggi. Selain itu penelitian Khatun dan Rahman (2008) juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian BBLR. Tingkat pendidikan seringkali dihubungkan dengan tingkat sosial ekonomi dalam konteks kesehatan, di mana tingkat pendidikan yang rendah dapat membatasi sesorang untuk mendapatkan pekerjaan (Abu-Saad dan Fraser, 2010).
Namun, hasil tersebut berbeda dengan penelitian Torres-Arreola, dkk. (2005) di mana tingkat pendidikan ibu tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian BBLR. Selain itu, penelitian Frederick, dkk. (2008) menemukan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan berat bayi yang dilahirkan, di mana hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Khanal, dkk. (2014).
(34)
4. Kunjungan Antenatal Care (ANC)
Antenatal care adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan professional kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal care seperti ditetapkan dalam buku pedoman pelayanan antenatal. Standar pelayanan yang harus diberikan tenaga kesehatan pada antenatal care terdiri dari (Kementerian Kesehatan RI, 2010b):
a. Timbang berat badan
Penimbangan berat badan dilakukan setiap kali kunjungan antenatal untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.
b. Ukur lingkar lengan atas (LiLA)
Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk skrining ibu hamil berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energi kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) di mana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK dapat melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR).
(35)
c. Ukur tekanan darah
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) pada kehamilan dan pre-eklampsia.
d. Ukur tinggi fundus uteri
Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.
e. Hitung denyut jantung janin (DJJ)
Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ yang lambat kurang dari 120/menit atau DJJ yang cepat lebih dari 160/menit menunjukkan adanya gawat janin. f. Tentukan presentasi janin
Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah lain.
g. Beri imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil di
(36)
skrining status imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil disesuai dengan status imunisasi ibu.
h. Beri tablet tambah darah (tablet besi)
Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak pertama.
i. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal, meliputi pemeriksaan golongan darah, pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan protein dalam urin, pemeriksaan kadar gula darah, pemeriksaan darah Malaria, pemeriksaan tes Sifilis, pemeriksaan HIV, pemeriksaan BTA
j. Tatalaksana/penanganan Kasus
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal dan hasil pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani akan dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.
k. KIE efektif
KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang meliputi kesehatan ibu, perilaku hidup bersih dan sehat, peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan, tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas, asupan gizi seimbang, gejala penyakit
(37)
menular dan tidak menular, penawaran untuk melakukan konseling dan testing HIV di daerah tertentu (risiko tinggi), Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif, KB paska persalinan, dan imunisasi.
Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama masa kehamilan, dengan distribusi yang dianjurkan:
a. Minimal 1 kali pada trimester pertama (kehamilan hingga 12 minggu) b. Minimal 1 kali pada trimester kedua (>12 – 24 minggu)
c. Minimal 2 kali pada trimester ketiga (setelah 24 – 36 minggu)
Kunjungan antenatal bisa lebih dari 4 kali sesuai dengan kebutuhan dan jika ada keluhan, penyakit atau gangguan kehamilan, di mana kunjungan tersebut termasuk dalam K4.
Pelaksanaan kegiatan ANC memiliki peran penting untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak, karena kunjungan ANC merupakan salah satu sumber utama ibu mendapatkan tablet Fe dan edukasi mengenai kebutuhan nutrisi yang penting selama masa kehamilan (Balarajan, dkk., 2013). Penelitian di Brazil diketahui bahwa jumlah kunjungan antenatal berhubungan dengan kejadian BBLR (95% CI 1.32-2.34) setelah dikontrol dengan usia kehamilan (Fonseca, dkk., 2014). Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian lainnya, di mana ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal, bahkan jumlah kunjungan yang kurang, dapat meningkatkan risiko ibu melahirkan bayi BBLR (Dharmalingam, 2010). Adapun menurut penelitian case control yang dilakukan Syarifuddin, dkk. (2011) diketahui
(38)
bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara ANC dengan kejadian BBLR (p value = 0,014). Selain itu, penelitian Khanal, dkk. (2014) menemukan bahwa kunjungan antenatal memiliki hubungan dengan kejadian BBLR berdasarkan data survei kesehatan Nepal Tahun 2006 dan 2011. Ibu yang tidak melakukan kunjungan antenatal berisiko dua kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR. Namun, penelitian Jammeh, dkk. (2011) dan Torres-Arreola, dkk. (2005) menunjukkan tidak adanya hubungan antara kunjungan antenatal dengan terjadinya BBLR. Hal tersebut dapat dikarenakan mayoritas ibu yang memiliki bayi BBLR maupun berat lahir normal, keduanya melakukan kunjungan antenatal.
5. Status Kurang Energi Kronis (KEK) Ibu
Memahami hubungan antara nutrisi maternal dengan dampak kelahiran mungkin dapat dijadikan sebagai dasar dalam perkembangan jenis intervensi terhadap pemenuhan kebutuhan zat gizi maternal, di mana kebutuhan gizi tersebut dapat meningkatkan bayi sehat yang dilahirkan dan menurunkan angka kematian, kesakitan maupun biaya pelayanan kesehatan (Abu-Saad dan Fraser, 2010). Kondisi asupan nutrisi saat kehamilan yang buruk merupakan salah satu faktor risiko melahirkan bayi berat badan lahir rendah (Martin, dkk., 2013). Adapun hal yang mempengaruhi kondisi bayi lahir pada ibu yang kurang nutrisi adalah status sosial ekonomi, di mana tingkat sosial ekonomi yang berbeda turut
(39)
memberi pengaruh terhadap konsumsi makanan maupun nutrisi sehari-hari ibu (Han, dkk., 2011; Abu-Saad dan Fraser, 2010; Behrman, dkk., 2000).
Salah satu indikator untuk mengetahui status gizi ibu adalah melalui
ukuran lingkar lengan atas (LiLA) ≤ 23,5 cm, di mana hal tersebut dapat digunakan untuk mengetahui keadaan kekurangan energi dalam waktu lama (kronis) pada wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil (Kementerian Kesehatan RI, 2010a). Berdasarkan penelitian Syarifuddin, dkk. (2011) diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Kurang Energi Kronis (KEK) terhadap kejadian BBLR, di mana ibu hamil yang menderita KEK berisiko empat kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu hamil yang tidak KEK.
Hal tersebut pun sejalan dengan hasil penelitian Nasreen, dkk. (2010) yang menyatakan ada hubungan antara malnutrisi pada ibu hamil dengan kejadian BBLR, di mana pada penelitian tersebut status malnutrisi ibu di ukur berdasarkan LiLA <22cm. Namun, penelitian Badshah, dkk. (2008) menunjukkan bahwa status gizi ibu yang diukur berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) tidak behubungan dengan kejadian BBLR.
6. Usia Gestasi (Usia Kehamilan)
Usia gestasi (usia kehamilan) adalah istilah umum yang digunakan selama masa kehamilan untuk menggambarkan seberapa jauh perkembangan kehamilan tersebut dan diukur dalam satuan minggu, sejak hari pertama siklus menstrual wanita hingga waktu tertentu (National
(40)
Institute of Health, 2013). Pada masa gestasi ini dibutuhkan nutrisi yang cukup memenuhi kebutuhan nutrisi bagi perkembangan janin yang sempurna (Abu-Saad dan Fraser, 2010). Adapun klasifikasi bayi berdasarkan usia gestasi adalah sebagai berikut (Hatfield, 2014):
a) Preterm infant atau bayi prematur, yaitu bayi yang lahir pada usia tidak mencapai 37 minggu.
b) Term infant atau bayi cukup bulan (mature/aterm), yaitu bayi yang dilahirkan pada umur kehamilan antara 37-42 minggu.
c) Post term infant atau bayi lebih bulan (posterm/postmature), yaitu bayi yang lahir pada usia kehamilan sesudah 42 minggu.
Berdasarkan penelitian Yuliva, dkk. (2009) di RSUP DR. M. Djamil Padang diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia kehamilan dengan berat lahir bayi (p value=0.038) dan hal tersebut menunjukan hubungan yang kurang kuat (r=0.113) serta berpola positif. Artinya semakin tua umur kehamilan, maka semakin berat bayi yang dilahirkan dan sebaliknya, apabila semakin muda umur kehamilan berpotensi menyebabkan kurang sempurna pertumbuhan dan perkembangan dari organ-organ tubuh janin didalam kandungan yang berakibat berat bayi yang dilahirkan akan berkurang. Selain itu, usia kehamilan < 36 minggu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap BBLR (Mumbare, dkk., 2012). Akan tetapi, hasil penelitian tersebut berlawanan dengan hasil penelitian Jammeh, dkk. (2011), di mana bayi
(41)
yang dilahirkan pada usia < 37 minggu tidak berhubungan dengan kejadian BBLR.
7. Konsumsi Tablet Besi (Fe)
Kebutuhan terhadap zat besi akan terus meningkat seiring dengan perkembangan kehamilan. Oleh karena itu dibutuhkan asupan zat besi tambahan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yakni dengan mengonsumsi tablet Fe selama masa kehamilan. Berdasarkan penelitian Khanal, dkk. (2014) dengan membandingkan peran antenatal care dan pemberian tablet Fe dalam mencegah BBLR di Nepal melalui survei tahun 2006 dan 2011, diketahui bahwa konsumsi tablet Fe memiliki hubungan yang positif terhadap kejadian BBLR. Ibu yang tidak mengonsumsi tablet Fe selama masa kehamilan berisiko dua kali lebih besar untuk melahirkan bayi berat badan rendah daripada ibu yang rutin mengonsumsi tablet Fe.
Absorpsi besi yang berasal dari makanan berkisar antara 10-15% bergantung pada sumber zat besinya. Zat besi hem yang berasal dari makanan hewani lebih banyak dan dapat langsung diabsorpsi karena berbentuk ferro daripada zat besi non heme yang berbentuk ferri dari makanan nabati (Utama, dkk., 2013). Konsumsi sayur, terutama sayuran hijau akan memberikan konstribusi zat besi (non hem) yang juga berperan dalam peningkatan kadar Hb.
Absorpsi zat besi non hem dapat ditingkatkan apabila terdapat kadar vitamin C yang cukup, di mana vitamin C dapat merubah bentuk feri
(42)
menjadi bentuk fero yang lebih mudah diserap tubuh (Robbins, 2007; Utama, dkk., 2013). Oleh karena itu, seringkali dianjurkan untuk mengonsumsi makanan sumber vitamin C tiap kali mengonsumsi tablet besi. Sumber vitamin C yang baik adalah buah, tomat, paprika hijau dan merah, brokoli, kembang kol, bayam, dan stroberi (Francis-Cheung, 2008). Namun, perlu terdapat beberapa zat dalam makanan yang dapat menghambat penyerapan zat besi, diantaranya adalah tannin dalam the, fitat, oksalat dalam sayuran hijau, serta polifenol dalam kedelai dan serat makanan.zat besi dengan senyawwa tersebut, akan membentuk senyawa kompleks yang sulit untuk diserap usus (Anwar dan Khomsan, 2009).
Adapun risiko defisiensi zat besi akan semakin besar selama masa kehamilan, terutama pada wanita dengan tingkat sosial ekonomi rendah (Abu-Saad dan Fraser, 2010). Namun, berdasarkan penelitian Torres-Arreola, dkk. (2005) di Mexico menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi tablet besi dengan berat bayi lahir, di mana hal tersebut dapat disebabkan tidak adanya perbedaan proporsi bayi BBLR maupun tidak BBLR pada ibu yang mengonsumsi tablet Fe saat hamil.
Kurangnya asupan zat besi selama masa kehamilan dapat menyebabkan terjadinya anemia saat hamil yang berpengaruh secara signifikan terhadap usia kehamilan yang lebih cepat dan meningkatkan kejadian bayi lahir prematur, namun dampak buruk tersebut dapat dicegah melalui konsumsi tablet Fe pada masa kehamilan (Bánhidy, dkk., 2011). Adapun berdasarkan hasil penelitian (Balarajan, dkk., 2013) melalui
(43)
analisis multivariat diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara konsumsi tablet Fe dengan kejadian BBLR setelah mengontrol faktor sosioekonomi maupun kunjungan antenatal. Pada penelitian tersebut, lebih dari setengah wanita hamil yang menjadi sampel mengalami anemia, di mana konanggaran
8. Sosial Ekonomi Ibu
Rata-rata berat lahir bayi pada ibu dengan status sosial ekonomi tinggi lebih berat dibandingkan dengan rata-rata berat lahir bayi pada ibu dengan status sosial ekonomi rendah, tetapi berdasarkan hasil uji statistik diketahui tidak ada perbedaan rata-rata berat lahir bayi pada ibu dengan status sosial ekonomi rendah dan ibu dengan status sosial ekonomi tinggi (Yuliva, dkk., 2009). Hal tersebut dapat disebabkan kondisi sosial ekonomi yang tinggi memungkinkan ibu untuk menerima pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan standar yang digunakan pada negara-negara berpendapatan tinggi. Hasil penelitian tesebut berbeda dengan penelitian di Mexico yang menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonomi yang rendah merupakan faktor risiko utama terhadap terjadi BBLR, di mana kondisi sosial ekonomi yang rendah berisiko 2,68 lebih besar terhadap kejadian BBLR (Torres-Arreola, dkk., 2005).
Sosial ekonomi merupakan salah satu ukuran untuk menggarambarkan tingkat perbedaan sosial, yang meliputi pendapatan, pekerjaan dan tingkat pendidikan. Tingkat sosial ekonomi yang rendah tidak dapat langsung
(44)
mempengaruhi perkembangan janin, melainkan sebagai suatu perantara pada faktor risiko lainnya yang dapat meningkatkan risiko buruk pada saat janin lahir, seperti nutrisi ibu, aktivitas fisik ibu, akses yang kurang terhadap kualitas prenatal care, dan psikososial ibu (Abu-Saad dan Fraser, 2010).
9. Merokok pada Masa Kehamilan
Banyak dampak buruk dari merokok yang sangat mungkin terjadi pada perkembangan janin. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa anak-anak dilahirkan dari ibu yang merokok selama masa kehamilan memiliki berat lahir yang lebih rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak merokok selama masa kehamilan (Beyerlein, dkk., 2011). Studi menunjukkan bahwa konsentrasi plasma yang lebih rendah dari vitamin (asam folat dan B12) dan oksida nitrat dari ibu yang merokok dapat menyebabkan peningkatan homosistenin plasma darah (hiperhomosisteinemia) pada ibu hamil, yang merupakan faktor risiko dari hipertensi kehamilan, abrusi plasenta, dan pertumbuhan intrauterine restriksi (Centers for Disease Control and Prevention, dkk., 2010). Hipertensi pada ibu hamil dapat menyebabkan BBLR karena memberi pengaruh pada aliran darah di plasenta yang menyebabkan terbatasnya suplay nutrisi pada janin (Viswanatha, dkk., 2014).
Terdapat bukti konsisten yang menghubungkan antara ibu merokok dengan gangguan dalam transformasi fisiologis arteri spiral dan penebalan
(45)
membran vili yang membentuk plasenta, di mana masalah pada plasenta dapat menyebabkan kematian janin, kelahiran prematur, maupun berat lahir rendah (Centers for Disease Control and Prevention, dkk., 2010). Namun, penelitian Frederick, dkk. (2008) menyatakan bahwa merokok selama masa kehamilan tidak berpengaruh terhadap berat bayi yang akan dilahirkan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Khanal, dkk. (2014) yang menunjukkan bahwa merokok tidak berhubungan dengan kejadian BBLR, hal tersebut dapat dikarenakan hanya sebagian kecil saja ibu hamil yang dilaporkan merokok pada saat survei dilakukan (2.4%).
Berdasarkan penelitian Holloway, dkk. (2014) Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki pengaruh secara langsung dan berbahaya terhadap beberapa proses dalam perkembangan plasenta. Susunan tali pusar pada wanita hamil yang merokok mengalami perubahan, di mana Nikotin yang ada dalam rokok bekerja cepat menyempitkan pembuluh darah, termasuk pembuluh darah di dalam tali pusat, sehingga oksigen harus bersaing ketat dengan molekul karbon monoksida yang juga dibawa oleh sel darah. Kurangnya asupan oksigen dan nutrisi inilah yang menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi serius terhadap janin. Ibu yang merokok dapat menyebabkan penurunan berat lahir bayi maupun terganggunya perkembangan janin karena hipoksia, di mana hal tersebut dapat terjadi karena paparan karbon monoksida (Centers for Disease Control and Prevention, dkk., 2010).
(46)
10. Paritas
Paritas adalah banyaknya jumlah anak yang pernah dilahirkan (BKKBN, 2011). Paritas seorang wanita dapat mempengaruhi bentuk dan ukuran uterus (Cunningham, dkk., 2005). Adapun kondisi uterus tersebut dapat mempengaruhi kemampuan janin selama masa kehamilan, di mana dampak buruk dari hal dapat terjadi pada kondisi bayi yang dilahirkan. Jumlah anak yang dilahirkan ibu dapat dikelompokkan menjadi, sebagai berikut (Manuaba, dkk., 2007):
1. Primipara, adalah perempuan yang pernah melahirkan 1 kali 2. Multipara, perempuan yang pernah melahirkan beberapa kali 3. Grandemultipara, perempuan yang pernah melahirkan ≥ 5 kali
Banyaknya anak yang dilahirkan akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan ibu maupun anak, di mana risiko BBLR, kematian ibu maupun anak akan meningkat apabila jarak melahiran terlalu dekat. Hal tersebut dikarenakan fisik ibu dan rahim yang masih kurang cukup istirahat karena Ibu yang sering hamil, terutama dengan jarak yang pendek akan menyebabkan ibu terlalu lelah akibat dari hamil, melahirkan, menyusui, merawat anaknya terus menerus (Juaria, 2014). Selain itu, pada ibu yang paritas tinggi dapat menyebabkan tempat implantasi plasenta pada dinding rahim tidak sempurna lagi, sehingga pertumbuhan plasenta dan janin akan terganggu (Hapisah, dkk., 2010).
Namun, berdasarkan penelitian (Yuliva, dkk., 2009) diketahui bahwa paritas tidak memiliki hubungan dengan kejadian BBLR. Selain itu,
(47)
penelitian Jammeh, dkk. (2011) menunjukkan bahwa ibu yang pernah melahirkan satu kali memiliki risiko terhadap kejadian BBLR maupun kelahiran prematur. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Khatun dan Rahman (2008) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara primipara dan grandemultipara terhadap kejadian BBLR. Akan tetapi, penelitian Pramono dan Putro (2009) menunjukkan hal yang sebaliknya, di mana ibu yang diperkirakan mempunyai paritas aman untuk tidak terjadi BBLR mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan ibu yang mempunyai paritas pertama atau ke empat ke atas.
11. Riwayat Ibu Melahirkan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Kelahiran preterm dan BBLR cenderung berulang dalam keluarga, di mana kelompok ibu dengan riwayat BBLR 3,4 kali lebih berisiko melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang memiliki yang tidak memiliki riwayat BBLR (Hapisah, dkk., 2010). Selain itu, berdasarkan penelitian Darmayanti, dkk. (2010) diketahui bahwa ibu dengan riwayat BBLR merupakan salah satu faktor dominan yang menyebabkan kelahiran BBLR. Selain itu, ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR 3,3 kali lebih berisiko melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat melahirkan BBLR (Metgud, dkk., 2012).
(48)
F. Kerangka Teori
Kerangka teori ini berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Kerangka teori ini disusun berdasarkan teori maupun hasil penelitian terdahulu mengenai kejadian BBLR.
Bagan 2. 1 Kerangka Teori
Keterangan: variabel yang diteliti
Behrman, dkk. (2000); Abu-Saad dan Fraser (2010); Dharmalingam, dkk. (2010); Centers for Disease Control and Prevention, dkk. (2010)
Ibu merokok
Infeksi bakteri
Nikotin dan CO
Hipertensi Terganggunya
suplay nutrisi dan oksigen pada janin Masalah pada plasenta IUGR BBLR Usia gestasi Usia Ibu melahirkan Toksin
bakteri Pertumbuhan dan
perkembangan organ janin belum sempurna Ketidakmampuan uterus mempertahankan janin Prematur Kurangnya asupan nutrisi Antenatal Care Konsumsi Tablet Fe Status KEK Ibu Sosioekono-mi Ibu Pekerjaan Ibu Pendidikan Ibu Paritas Riwayat Ibu Melahirkan BBLR
(49)
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan penyederhanaan dari kerangka teori yang akan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang sebelumnya. Berikut merupakan bagan dari kerangka konsep penelitian, di mana faktor-faktor tersebut diketahui memiliki hubungan dengan kejaidan BBLR, yakni:
Tidak semua variabel yang ada di kerangka teori akan diteliti. Adapun variabel yang akan dilakukan penelitian adalah variabel yang ada pada kerangka konsep, berupa pekerjaan ibu, usia ibu melahirkan, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas dan riwayat BBLR, serta kejadian BBLR. Pemilihan variabel pekerjaan, pendidikan ibu, antenatal care, paritas, dan riwayat ibu melahiran BBLR diketahui dapat mempengaruhi secara tidak langsung terhadap kejadian BBLR.
Faktor maternal 1. Pekerjaan Ibu
2. Usia Ibu melahirkan 3. Pendidikan Ibu 4. Antenatal care
5. Usia gestasi
6. Konsumsi tablet Fe 7. Paritas
8. Riwayat ibu melahiran BBLR
Kejadian BBLR Variabel independen
(50)
Selain itu, pada variabel usia ibu melahirkan dan usia gestasi juga turut mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan, di mana secara biologis usia ibu melahirkan yang terlalu muda ataupun terlalu tua akan sulit untuk mempertahankan kehamilan sehingga dapat melahirkan bayi prematur yang berisiko memiliki berat lahir rendah. Di sisi lain, konsumsi tablet Fe yang kurang selama masa kehamilan turut berpengaruh terhadap berat bayi yang akan dilahirkan. Hal tersebut karena selama masa kehamilan, janin membutuhkan asupan zat gizi untuk pertumbuhan maupun perkembangan organ tubuh janin tersebut. Jika ibu kekurangan zat gizi, maka janin tidak dapat tumbuh maupun berkembang dengan sempurna, sehingga dapat memberi pengaruh terhadap berat bayi yang dilahirkan.
(51)
Tabel 3. 1
Definisi Operasional Variabel Penelitian
No Variabel Definisi Opersaional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Dependen
1. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram
Kuesioner RKD13. IND No. Ic 29
Observasi dokumen
1. Ya, berat lahir < 2500 gram 2. Tidak, berat lahir ≥ 2500
gram
(Kemenkes, 2010)
Ordinal
Independen
1. Pekerjaan Ibu Status bekerja pada ibu, yang dilakukan baik di rumah maupun di luar rumah dan memperoleh penghasilan /imbalan Kuesioner RKD13. RT Bagian IV, Kolom 9 Observasi dokumen 1. Bekerja 2. Tidak Bekerja
(Yuliva, dkk., 2009)
Ordinal
2. Usia Ibu melahirkan
Lama hidup responden dalam hitungan tahun pada saat melahirkan anak terakhir dalam rumah tangga
Kuesioner RKD13. IND Ib 06
Observasi dokumen
1. Berisiko, <20 tahun dan atau > 35 tahun
2. Tidak berisiko, 20-35 tahun (Pramono dan Putro, 2009)
Ordinal
3. Pendidikan Ibu
Tingkatan pendidikan akhir yang pernah ditamatkan oleh Ibu
Kuesioner RKD13. RT Bagian IV, Kolom 8 Observasi dokumen
1. Tidak memiliki ijazah sekolah
2. Pendidikan dasar 3. Pendidikan menengah 4. Pendidikan tinggi (UU No.20 Tahun 2003)
(52)
4. Antenatal care
Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan di tenaga kesehatan sebelum persalinan tanpa memperhitungkan periode waktu pemeriksaan. Kuesioner RKD13. IND No. Ic 10, 11
Observasi dokumen
1. Tidak melakukan kunjungan 2. Kunjungan 1-3 kali
3. Kunjungan ≥ 4 kali (Khanal, dkk., 2014)
Ordinal
5. Usia Gestasi Umur kandungan saat kehamilan berakhir.
Kuesioner RKD13. IND No. Ic 08
Observasi dokumen
1. Bayi lahir <37 minggu 2. Bayi yang lahir ≥37
minggu).
(Jammeh, dkk., 2011)
Ordinal
6. Konsumsi tablet Fe
Kebiasaan ibu
mengkosumsi tablet besi (Fe) selama masa
kehamilan
Kuesioner RKD13. IND No. Ic 14, 15
Observasi dokumen
1. Tidak pernah 2. Ya, < 90 hari 3. Ya, ≥ 90 hari
(Kementerian Kesehatan RI, 2010b)
Ordinal
7. Paritas Jumlah persalinan yang pernah dialami ibu
Kuesioner RKD13. IND No. Ib 05
Observasi dokumen
1. Berisiko, melahirkan 1 orang anak dan atau melahirkan ≥ 5 orang anak
2. Multipara, melahirkan 2-4 orang anak
(Pramono dan Putro, 2009)
Ordinal
8. Riwayat ibu melahirkan BBLR
Ibu yang pernah
melahirkan anak BBLR pada persalinan
sebelumnya
Kuesioner RKD13. IND No. Ic 29
Observasi dokumen
1. Ya, ada riwayat melahirkan BBLR
2. Tidak, ada riwayat melahirkan BBLR (Sutan, dkk., 2014)
(53)
C. Uji Hipotesis
1. Adanya hubungan antara faktor maternal (pekerjaan ibu, usia ibu, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas, dan riwayat ibu melahirkan BBLR) dengan kejadian BBLR di Indonesia tahun 2010-2013.
(54)
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian epidemiologi analitik dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi faktor maternal pada kejadian BBLR di Indonesia. Variabel dependen yang diukur adalah kejadian BBLR di Indonesia. Sedangkan variabel independennya adalah pekerjaan ibu, usia ibu saat melahirkan, pendidikan ibu, antenatal care, usia gestasi, konsumsi tablet Fe, paritas, dan riwayat ibu melahirkan BBLR.
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian Riskesdas 2013 dilakukan di 33 provinsi, 497 kabupaten/kota di Indonesia pada bulan Mei-Juli 2013. Data sekunder diperoleh dari
baseline/dataset Riskesdas tahun 2013 dengan menganalisis seluruh data dari provinsi di Indonesia. Analisis lanjutan dari data hasil Riskesdas tersebut dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2015.
(55)
D. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah anak terakhir/termuda yang lahir selama periode Tahun 2010 hingga pada saat dilakukannya Riskesdas 2013 dari setiap rumah tangga di Indonesia yang menjadi sampel penelitian Riskesdas 2013 berdasarkan kerangka sampel sensus penduduk tahun 2010. Adapun jumlah bayi yang lahir pada periode tersebut adalah 58.946 anak, sedangkan anak terakhir dalam rumah tangga ada sebanyak 25.186 anak.
2. Sampel Penelitian
Pengambilan sampel yang dilakukan dalam Riskesdas 2013 adalah dengan penarikan sampel dua tahap berstrata dan subsampel proporsi dari estimasi provinsi. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut:
a. Tahapan pertama memilih 250 kabupaten/kota secara probability proportional to size with replacement (PPS WR). Metode ini memanfaatkan informasi jumlah rumah tangga per kabupaten/kota hasil SP 2010 sebagai ukuran (size) yang dijadikan dasar penarikan sampel. Dari hasil penarikan sampel, jumlah realisasi sampel yang efektif sebanyak 177 kabupaten/kota.
b. Tahap kedua, dari setiap kabupaten/kota terpilih, dilakukan Blok Sensus (BS) secara systematic random sampling dari daftar BS yang
digunakan dalam MDG’s sejumlah 1000 BS. Dengan menggunakan estimasi nasional, maka total sampel rumah tangga minimal adalah
(56)
sebanyak 25.000 ruta (1.000 BS). Sampel blok sensus dialokasikan menurut daerah perkotaan dan perdesaan.
Dalam melakukan analisis lanjutan untuk mengetahui faktor maternal pada kejadian BBLR, maka dilakukan perhitungan besar sampel berdasarkan data survei yang tersedia dan dikalikan dengan efek desain. Adapun berdasarkan uji hipotesis yang akan dilakukan maka perhitungan besar sampel yang digunakan adalah uji hipotesis beda dua proporsi dua arah, yaitu sebagai berikut:
Keterangan:
Z1-α/2 :Nilai Z pada derajat kepercayaan 95% ( 1,96) Z1-β :Nilai Z dari kekuatan uji 80% (0.84)
P1 :Proporsi BBLR pada kelompok 1 dari penelitian sebelumnya
P2 :Proporsi BBLR pada kelompok 2 dari penelitian sebelumnya
P :
Deff :Desain efek, yaitu perbandingan (rasio) antara varian yang diperoleh pada pengambilan sampel
secara komplek dengan varians yang
(57)
secara acak sederhana. Peneliti menentukan deff sebesar 2
Tabel 4. 1
Jumlah Sampel Penelitian berdasarkan Uji Proporsi Beda Dua Arah
No Variabel Peneliti P1 P2 n
1 Konsumsi Tablet Fe
Khanal, dkk. (2014) 16,8% 10,7% 1.000
2 ANC Pramono dan Putro
(2009)
9,1% 4,6% 988
3 Usia Ibu Melahirkan
Khanal, dkk. (2014) 16,7% 11,5% 1.404 4 Pendidikan Ibu Khanal, dkk. (2014) 23,3% 13,3% 468
6 Paritas Pramono dan Putro
(2009)
4,3% 5,5% 10.158
Tabel 4.1 menunjukkan jumlah sampel minimal penelitian yang didapatkan berdasarkan perhitungan besar sampel. Sampel yang akan digunakan dalam penelitian yaitu seluruh data anak yang lahir terakhir dari ibu dalam rumah tangga pada periode tahun 2010 hingga dilakukannya penelitian Riskesdas Tahun 2013 dan memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh peneliti. Faktor independen yang akan diteliti terkait dengan kejadian BBLR adalah faktor maternal, maka ibu dari anak tersebutlah yang menjadi responden dalam penelitian ini. Adapun data yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah data individu yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi (eligible), sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
1) Anak terakhir yang dilahirkan oleh ibu dalam rumah tangga pada periode Tahun 2010 hingga dilakukannya penelitian Riskesdas Tahun 2013.
(58)
2) Anak yang memiliki catatan atau dokumen berat badan lahir bayi. b. Kriteria Ekslusi
1) Bayi lahir mati 2) Bayi yang keguguran 3) Bayi lahir kembar
4) Responden tidak melengkapi jawaban kuesioner atau terdapat ketidaklengkapan data dalam dataset (missing), maka akan dikeluarkan (drop out) dalam analisis
Bagan 4. 1
Alur Pemilihan Sampel Penelitian
Balita yang lahir pada periode Tahun 2010 hingga penelitian Riskesdas 2013
=58.946 anak
Lahir hidup = 49.159 anak
Lahir Kembar =668 anak Lahir Tunggal = 48.491 anak
Bukan Anak Terakhir = 956 anak
Anak Terakhir = 25.186 anak
Ada catatan atau dokumen berat lahir = 26.142 anak
Tidak ada catatan atau dokumen berat lahir = 22.349 anak
BBLR = 1.313 anak Tidak BBLR = 23.873 anak
Lahir mati = 524 anak
Anak belum lahir pada saat penelitian=7.602 anak
(59)
Setelah menggunakan kriterian inklusi dan ekslusi, maka dapat diketahui jumlah sampel yang ada dalam penelitian ini pada tiap variabel yang dianalisis adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 2
Jumlah Sampel pada Masing-Masing Variabel Penelitian
No. Variabel Jumlah Sampel (n) Missing
1. Berat Bayi Lahir 25.186 0
2. Pekerjaan Ibu 25.186 0
3. Usia Ibu melahirkan 25.186 0
4. Pendidikan Ibu 25.186 0
5. Antenatal care 24.988 198
6. Usia Gestasi 25.186 0
7. Konsumsi tablet Fe 19.935 0
8. Paritas 25.186 0
9. Riwayat melahirkan BBLR 25.186 0
Dengan demikian, jumlah sampel yang ada dalam penelitian ini sudah memenuhi sampel minimal yang dibutuhkan untuk uji hipotesis. Kemudian dari jumlah sampel tersebut, dilakukan perhitungan kekuatan uji (Z 1- ) untuk melihat kemampuan atau mendeteksi adanya perbedaan
antara dua variabel yang diteliti. Setelah dilakukan perhitungan kekuatan uji menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi dua arah dan dikalikan dengan efek desain (design effect/deff) karena menggunakan data survey. Hasil perhitungan menggunakan rumus tersebut dengan jumlah sampel sebesar 25.186 anak, proporsi anak BBLR pada paritas berisiko dan tidak berisiko secara berturut-turut sebesar 0,043 dan 0,055 (Pramono dan Putro, 2009) dan menggunakan derajat kemaknaan sebesar 5%, maka diperoleh kekuatan uji sebesar 99,2%.
(60)
E. Pengumpulan Data
Pengumpulan data Riskesdas 2013 telah dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Pada penelitian ini, peneliti melakukan observasi terhadap data sekunder Riskesdas 2013. Data sekunder yang digunakan peneliti telah disesuaikan dengan data yang tersedia pada Riskesdas 2013. Adapun data yang dijadikan sebagai variabel penelitian adalah sebagai berikut:
1. BBLR
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan variabel dependen dalam penelitian ini. Data terkait BBLR diperoleh melalui dokumen/catatan yang dimiliki oleh anggota rumah tangga, seperti buku KIA, KMS, atau buku catatan kesehatan anak lainnya yang disalin pada kuesioner Riskesdas 2013 oleh enumerator.
2. Pekerjaan ibu
Variabel ini diperoleh dalam kuesioner rumah tangga Riskesdas Bagian IV Kolom 9 dengan kode B4K9, di mana hal tersebut akan menunjukkan apakah ibu dari Batita bekerja atau tidak. Jika ibu rumah tangga yang mempunyai pekerjaan sampingan, maka dianggap ibu tersebut bekerja. Selain itu, jenis pekerjaan utama ibu juga turut dikumpulkan dalam penelitian ini melalui wawancara kuesioner rumah tangga Riskesdas Bagian IV Kolom 9 dengan kode B4K10. Adapun yang dimaksud dengan pekerjaan utama adalah pekerjaan yang menggunakan waktu terbanyak responden atau pekerjaan yang memberikan penghasilan terbesar.
(61)
3. Usia ibu saat melahirkan
Variabel ini menginformasikan mengenai riwayat kehamilan berisiko yang pernah dialami responden terkait dengan umur saat hamil. Umur yang dimaksud oleh peneliti adalah umur ibu saat hamil anak yang menjadi sampel penelitian ini, sehingga dapat dikatakan variabel ini merupakan variabel baru yang tidak terdapat dalam dataset secara langsung. Adapun variabel ini, peneliti diperoleh melalui perhitungan berdasarkan data yang telah tersedia pada dataset, yakni usia ibu (kuesioner rumah tangga Riskesdas Bagian IV Kolom 9 dengan kode B4K7THN) dan tahun lahir anak pada penelitian ini (kuesioner individu pada blok Ic19THN).
4. Pendidikan ibu
Variabel ini diukur menggunakan kuesioner rumah tangga pada blok IV dengan kode B4K8. Pertanyaan terkait variabel ditanyakan langsung pada responden terkait tingkat pendidikan formal yang ditamatkan responden. 5. Antenatal care
Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner individu pada blok Ic11 melalui wawancara dengan menanyakan berapa kali kunjungan ibu untuk memeriksakan kondisi kehamilan, yakni pada usia kehamilan 0-3 bulan (trimester 1), 4-6 bulan (trimester 2), dan 7 bulan hingga melahirkan (trimester 3).
6. Usia gestasi
Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner individu pada blok Ic08 melalui wawancara dengan menanyakan usia kandungan saat
(62)
berakhir. Jika usia berakhirnya kehamilan yang diingat responden dalam bulan, maka enumerator harus mengkonversikan dalam minggu dengan mengalikan jumlah bulan dengan angka 4. Misal jika jawaban responden 5 bulan x 4 minggu = 20 minggu.
7. Konsumsi tablet Fe
Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner individu blok Ic14 dan 15 melalui wawancara untuk memperoleh informasi mengenai kebiasaan ibu hamil mengonsumsi tablet Fe selama hamil, baik tablet yang diperoleh dari fasilitas kesehatan maupun yang diperoleh dari inisiatif sendiri. Untuk membantu responden mengidentifikasi konsumsi tablet Fe, maka digunakan kartu peraga berbagai contoh Tablet Fe, seperti Sulfas Ferrosus,
Sangobion dan Sangovitin. 8. Paritas
Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner individu Ib05B, Ib05C, Ib05D melalui wawancara untuk mengetahui jumlah kelahiran yang pernah dialami oleh ibu seumur hidupnya.
9. Riwayat melahirkan BBLR
Riwayat ibu melahirkan BBLR, merupakan variabel baru yang dibuat oleh peneliti melalui penyaringan pada sampel yang memiliki hubungan saudara (adik-kakak) dan dianalisis dengan variabel BBLR, sehingga dapat dihasilkan jumlah ibu yang memiliki riwayat melahirkan BBLR.. Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner individu blok Ic29 melalui wawancara untuk memperoleh informasi.
(63)
F. Instrument penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner Riskesdas 2013. Kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data terkait faktor maternal pada kejadian BBLR terdiri dari Kuesioner Rumah Tangga dan Kuesioner Individu yang terdri dari riwayat kehamilan, serta persalinan.
G. Manajemen Data
Manajemen data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan setelah pengumpulan data. Data yang masih mentah (Raw data) selanjutnya diolah sehingga menjadi informasi yang akhirnya dapat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Manajemen data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak melalui tapan sebagai berikut:
1. Filter, yaitu menyaring data yang tidak dibutuhkan dalam penelitian. Peneliti terlebih dahulu mengidentifikasi pertanyaan kuesioner Riskesdas 2013 yang dianggap berkaitan dengan faktor maternal pada kejadian BBLR sesuai dengan referensi maupun penelitian terdahulu yang pernah dilakukan. Berikut Kode Variabel yang digunakan pada penelitian Riskesdas 2013:
Tabel 4. 3 Variabel Penelitian
N Variabel Kode Variabel Kuesioner
1. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
IC28, IC29 RKD13 IND
2. Pekerjaan Ibu B4K9, B4K10 RKD13 RT
3. Usia Ibu melahirkan B4K7THN, IC19THN RKD13 IND
4. Pendidikan Ibu B4K8 RKD13 RT
5. Antenatal care IC09, IC11A,IC11B,IC11C RKD13 IND
(1)
klasf_jumFe
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tdk konsumsi 1824 7.2 9.1 9.1
ya, <90 hari 9220 36.6 46.3 55.4
>= 90 hari 8891 35.3 44.6 100.0
Total 19935 79.2 100.0
Missing tidak tahu 5251 20.8
Total 25186 100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
klasf_jumFe * klasifikasi
berat lahir 19935 79.2% 5251 20.8% 25186 100.0%
klasf_jumFe * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
Total BBLR (<2500g)
Tdk BBLR (>= 2500g)
klasf_jumFe tdk konsumsi Count 103 1721 1824
% within klasifikasi berat lahir 9.8% 9.1% 9.1%
ya, <90 hari Count 547 8673 9220
% within klasifikasi berat lahir 52.3% 45.9% 46.3%
>= 90 hari Count 396 8495 8891
% within klasifikasi berat lahir 37.9% 45.0% 44.6%
Total Count 1046 18889 19935
% within klasifikasi berat lahir 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 20.555a 2 .000
Likelihood Ratio 20.785 2 .000
Linear-by-Linear Association 14.832 1 .000
N of Valid Cases 19935
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 95.71.
(2)
Risk Estimate
Value Odds Ratio for klasf_jumFe
(tdk konsumsi / ya, <90 hari)
a
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
klasf_jumFe * klasifikasi
berat lahir 10715 100.0% 0 .0% 10715 100.0%
klasf_jumFe * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
Total BBLR (<2500g)
Tdk BBLR (>= 2500g)
klasf_jumFe tdk konsumsi Count 103 1721 1824
% within klasifikasi berat lahir 20.6% 16.8% 17.0%
>= 90 hari Count 396 8495 8891
% within klasifikasi berat lahir 79.4% 83.2% 83.0%
Total Count 499 10216 10715
% within klasifikasi berat lahir 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 4.851a
1 .028
Continuity Correctionb 4.586 1 .032
Likelihood Ratio 4.617 1 .032
Fisher's Exact Test .031 .016
Linear-by-Linear Association 4.851 1 .028
N of Valid Casesb 10715
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 84.94. b. Computed only for a 2x2 table
(3)
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for klasf_jumFe
(tdk konsumsi / >= 90 hari) 1.284 1.027 1.604
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g) 1.268 1.027 1.565
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) .988 .976 1.000
N of Valid Cases 10715
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
klasf_jumFe * klasifikasi
berat lahir 18111 100.0% 0 .0% 18111 100.0%
klasf_jumFe * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
Total BBLR (<2500g)
Tdk BBLR (>= 2500g)
klasf_jumFe ya, <90 hari Count 547 8673 9220
% within klasifikasi berat lahir 58.0% 50.5% 50.9%
>= 90 hari Count 396 8495 8891
% within klasifikasi berat lahir 42.0% 49.5% 49.1%
Total Count 943 17168 18111
% within klasifikasi berat lahir 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 20.055a
1 .000
Continuity Correctionb 19.756 1 .000
Likelihood Ratio 20.152 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 20.054 1 .000
N of Valid Casesb 18111
(4)
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 20.055a 1 .000
Continuity Correctionb 19.756 1 .000
Likelihood Ratio 20.152 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 20.054 1 .000
N of Valid Casesb 18111
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 462.93. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for klasf_jumFe
(ya, <90 hari / >= 90 hari) 1.353 1.185 1.545
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g) 1.332 1.174 1.511
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) .985 .978 .991
N of Valid Cases 18111
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
paritas2 * klasifikasi berat
lahir 25186 100.0% 0 .0% 25186 100.0%
paritas2 * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
Total BBLR (<2500g)
Tdk BBLR (>= 2500g)
paritas2 berisiko Count 581 8159 8740
% within klasifikasi berat lahir 44.2% 34.2% 34.7%
tidak berisiko Count 732 15714 16446
% within klasifikasi berat lahir 55.8% 65.8% 65.3%
Total Count 1313 23873 25186
(5)
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 55.730a
1 .000
Continuity Correctionb 55.286 1 .000
Likelihood Ratio 53.913 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 55.728 1 .000
N of Valid Casesb 25186
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 455.63. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for paritas2
(berisiko / tidak berisiko) 1.529 1.367 1.710
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g) 1.494 1.344 1.660
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) .977 .971 .983
N of Valid Cases 25186
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
bblrriwayat * klasifikasi berat
lahir 25186 100.0% 0 .0% 25186 100.0%
bblrriwayat * klasifikasi berat lahir Crosstabulation
klasifikasi berat lahir
Total BBLR (<2500g)
Tdk BBLR (>= 2500g)
bblrriwayat ya Count 9 36 45
% within klasifikasi berat lahir .7% .2% .2%
tidak Count 1304 23837 25141
% within klasifikasi berat lahir 99.3% 99.8% 99.8%
Total Count 1313 23873 25186
(6)
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 19.947a 1 .000
Continuity Correctionb 17.062 1 .000
Likelihood Ratio 12.026 1 .001
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 19.946 1 .000
N of Valid Casesb 25186
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.35. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for bblrriwayat
(ya / tidak) 4.570 2.197 9.507
For cohort klasifikasi berat
lahir = BBLR (<2500g) 3.856 2.144 6.933
For cohort klasifikasi berat
lahir = Tdk BBLR (>= 2500g) .844 .729 .977